Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh yang
terjadi akibat kekerasan. Dalam kesempatan kali ini kami akan membahas
tentang luka bakar khususnya luka bakar yang disebabkan oleh listrik.1
Luka bakar adalah suatu trauma yang dapat disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia, petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan-jaringan
yang lebih dalam. Dalamnya luka bakar tergantung tinggi panasnya, penyebab
dan lamanya kontak dengan kulit. 2
Luka listrik adalah luka yang disebabkan oleh trauma listrik, merupakan
jenis trauma yang disebabkan oleh adanya persentuhan dengan benda yang
memiliki arus listrik, sehingga dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat
berubahnya energi listrik menjadi energi panas1,2,3. Umumnya tanda utama
trauma listrik adalah luka bakar pada kulit. Gambaran makroskopis kerusakan
kulit yang kontak langsung dengan sumber listrik bertegangan rendah disebut
electrical mark. Luka listrik biasanya dapat diamati di titik masuk (entry point)
maupun titik keluar (exit point ). 2
Luka listrik adalah kerusakan yang terjadi jika arus listrik mengalir
kedalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan
terganggunya fungsi suatu organ dalam tubuh manusia adalah penghantar
listrik yang baik. Kontak langsung dengan arus listrik bisa berakibat fatal1.
Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas
yang dapat membakar dan menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka
bakar listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ
dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak2.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Luka listrik adalah luka yang disebabkan oleh trauma listrik,
yangmerupakan jenis trauma yang disebabkan oleh adanya persentuhan dengan
bendayang memiliki arus listrik, sehingga dapat menimbulkan luka bakar
sebagai akibatberubahnya energi listrik menjadi energi panas1,2,3.

2.2. Etiologi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, trauma listrik terjadi saat seseorang
menjadi bagian dari sebuah perputaran aliran listrik atau bisa disebabkan pada
saat berada dekat dengan sumber listrik. Klasifikasi yang paling sering untuk
membagi trauma karena listrik adalah karena petir, Aliran listrik tegangan
rendah arus bolak balik (AC), aliran listrik tegangan tinggi arus bolak balik
(AC) dan arus searah (4)
 Petir
Petir/lightening, adalah muatan listrik statis dalam awan dengan voltase
sampai 10 mega volt dan kekuatan arus listrik sampai seratus ribu ampere yang
dalam waktu 1/1000-1 detik dilepaskan kebumi.Luka karena petir biasanya
terjadi saat seseorang menjadi bagian atau bearada dekat dengan terjadinya
petir, secara umum, biasanya pasien menjdi objek yang paling tinggi
dibandingkan sekitarnya atau berada dekat dengan objek yang tinggi misalnya
pohon. Pada saat petir menyambar, biasanya langit terlihat bersih.(4)
Seseorang yang disambar petir pada tubuhnya terdapat kelainan yang
disebabkan oleh faktor arus listrik, faktor panas dan faktor pemindahan
udara.(5)
1. Efek Listrik
o Ada tanda listrik (electrick mark)
o Aborecence mark : gambaran seperti percabangan pohon oleh karena
vasodilatasi pembuluh darah vena pada kulit akibat bersentuhan dengan
petir, gambaran ini akan menghilang setelah beberapa jam

2
2. Efek panas
o Rambut, pakaian,sepatu, bahkan seluruh tubuh akan terbakar/hangus
o Metalisasi : Logam yang dikenakan korban akan meleleh ( perhiasan,
arloji)
3. Efef ledakan (pemindahan udara)
o Setelah kilat udara setempat menjadi vacum lalu diisi oleh udara kembali
sehingga timbul suara menggelegar/guntur
o Akibat pemindahan udara ini, pakaian korban koyak, korban terlontar
sehingga terdapat luka akibat persentuhan dengan benda tumpul, misalnya
abrasi, kontusi, patah tulang tengkorak, epidural/subdural bleeding
o Bile tidak meninggal mungkin didapatkan : lumpuh, tuli, buta yang
sifatnya sementara.
 Listrik tegangan Tinggi AC
Pada kasus ini tegangan listrik lebih dari 600 volt. Luka listrik karena
tegangan tinggi sering terjadi pada saat terdapat objek yang bersifat konduktif
disentuh yang tersambung dengan sumber listrik bertegangan tinggi. (4)
 Listrik tegangan rendah AC
Tegangan rendah adalah 600 volt atau kurang dari 600 volt. Secara umum,
ada 2 tipe luka listrik tegangan rendah dengan arus bolak-balik yang
memungkinkan : Anak yang menggigit kawat listrik yang bisa menyebabkan
luka berat pada bibir, wajah, dan lidah, kemudian anak-anak atau orang dewasa
yang terjatuh saat menyentuh objek yang dialiri energi listrik. (4)
 Arus searah (DC)
Luka listrik karena arus searah biasanya terjadi saat laki-laki usia muda
secara tidak sengaja menyentuh rel kereta dari sebuah kereta listrik yang
sedang berjalan.Arus searah (DC) kurang berbahaya dibanding arus bolak-
balik (AC); arus dari 50-80 mA AC dapat mematikan dalam hitungan detik,
dimana 250 mA DC dalam waktu yang sama sering dapat selamat. Arus bolak-
balik adalah 4-6 kali menyebabkan kematian, sebagian karena efek bertahan,
yang merupakan hasill dari spasme otot tetanoid dan mencegah korban lepas
dari konduktor hidup.(4)

3
Luka bakar listrik bisa terjadi luka bakar ringan sampai kematian,
tergantung kepada(6):
1. Jenis aliran listrik
Kejadian kecelakaan karena tersengat arus listrik pada manusia lebih
sering dikarenakan arus bolak-balik (AC) dibandingkan arus searah (DC).
Manusia lebih sensitif terhadap arus AC dibandingkan arus DC (sekitar 4-6
kali). Arus DC menyebabkan satu kontraksi otot. Sedangkan arus AC
menyebabkan kontraksi yang kontinyu (tetani) dapat mencapai 40-110
kali/detik, sehingga menyebabkan luka yang lebih parah. Pada tegangan
rendah, arus searah tidak berbahaya dibanding arus bolak-balik dengan ampere
yang sama. Sebaliknya, pada tegangan tinggi, arus searah lebih berbahaya.
Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung kepada kecepatan berubahnya
arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan siklus/detik (hertz).
Arus frekuensi rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari arus frekuensi
tinggi dan 3-5 kali lebih berbahaya dari DC pada tegangan dan kekuatan yang
sama. AC sebesar 60 hertz menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga
korban tidak dapat melepaskan genggamannya dari sumber listrik. Akibatnya
korban terkena sengatan listrik lebih lama sehingga terjadi luka bakar yang
berat. Arus DC dipakai dalam industri yang menggunakan proses elektrolisa,
misalnya pada pemurnian dan pelapisan atau penyepuhan logam. Juga
digunakan pada telepon (30-50 volt) dan kereta listrik (600-1500 volt). Arus
AC digunakan di rumah-rumah dan pabrik, biasanya menggunakan tegangan
110 volt atau 220 volt.
2. Tegangan (Voltage)
Dikenal ada 2 macam tegangan :
a. Tegangan rendah (low voltage)
b. Tegangan tinggi (high voltage)
Batasnya ditetapkan pada 1000 volt. Tegangan tinggi dapat menyebabkan
kematian mendadak akibat dari henti jantung (cardiac arrest), tetapi untuk

4
tagangan rendah (110-380 V, arus searah 50-60 Hz) kematian biasanya akibat
dari fibrilasi ventrikel.
3. Kuat arus (Intensitas)
Kekuatan arus listrik diukur dalam ampere. 1 miliampere (mA) sama
dengan 1/1,000 ampere. Kuat arus dapat dihitung dari tegangan (volt) dibagi
dengan tahanan (Ohm). 10 mA dapat menimbulkan rasa tidak enak (unpleasant
sensation). 10-60 mA dapat menghilangkan kontrol otot-otot dan dapat
menyebabkan asfiksia. Kuat arus lebih dari 60 mA dan berlangsung lebih dari
1 detik dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel. Arus 60-80 mA atau 200-250
mA pada DC adalah berbahaya bagi manusia. Jika arus langsung mengalir ke
jantung, misalnya melalui sebuah pacemaker, maka bisa terjadi gangguan
irama jantung meskipun arus listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA).
Lobl O mengatakan bahwa kuat arus sebesar 30 mA adalah batas atas
ketahanan seseorang, pada 40 mA dapat menimbulkan hilangnya kesadaran.
Kematian akan terjadi pada kuat arus sebesar 100 mA atau lebih.
4. Ketahanan tubuh terhadap arus listrik (Resistensi)
Resistensi adalah kemampuan tubuh untuk menghentikan atau
memperlambat aliran arus listrik (satuan: Ohm). Tahanan tubuh manusia
terhadap arus listrik tergantung dari banyaknya kandungan air pada jaringan
tersebut. Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah adalah saraf,
pembuluh darah, otot, kulit, tendo, dan tulang. Tahanan kulit + 500-10.000
Ohm. Kulit yang kering mempuyai tahanan antara 2000-3000 Ohm, sedangkan
kulit yang basah mempunyai tahanan sekitar 500 Ohm. Resistensi kulit yang
tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir yang lembab (misalnya
mulut, rektum atau vagina), hanya separuh dari resistensi kulit utuh yang
lembab. Resistensi dari kulit telapak tangan atau telapak kaki yang tebal adalah
100 kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis.
Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak
yang dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan
luka bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai
dengan hangusnya jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik.

5
Tergantung kepada resistensinya, jaringan dalam juga bisa mengalami luka
bakar.
5. Aliran arus listrik (path of current)
Aliran arus listrik adalah tempat-tempat pada tubuh yang dilalui oleh arus
listrik sejak masuk sampai meninggalkan tubuh. Letak titik masuk arus listrik
(point of entry) dapat pada setiap titik dari tubuh korban, tetapi karena adanya
titik keluar yangg juga dapat berbeda-beda, maka efek dari arus listrik tersebut
bervariasi dari yang ringan sampai berat. Jaffe (1928) mengatakan bahwa
apabila arus listrik masuk dari sebelah kiri bagian tubuh lebih berbahaya
daripada apabila masuk dari sebelah kanan. Schridde (1936) mendapatkan 88%
kematian setelah adanya kontak antara konduktor dengan tangan kiri. Bahaya
terbesar bisa timbul apabila jantung atau otak berada dalam posisi aliran dari
arus listrik tersebut .
Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala dan
paling sering keluar dari kaki. Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan:
a. Kejang.
b. Pendarahan otak.
c. Kelumpuhan pernapasan.
d. Perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka pendek, perubahan
kepribadian, mudah tersinggung dan gangguan tidur)
e. Irama jantung yang tidak beraturan.
f. Kerusakan pada mata bisa menyebabkan katarak.
6. Lamanya terkena arus listrik
Semakin lama terkena listrik maka semakin banyak jumlah jaringan yang
mengalami kerusakan. Seseorang yang terkena arus listrik bisa mengalami luka
bakar yang berat. Pada tegangan yang rendah, arus listrik dapat menimbulkan
spasme otot-otot dan menyebabkan korban menggenggam konduktor, sehingga
arus listrik akan mengalir dalam beberapa saat. Pada keadaan ini dapat
menjadikan korban berada dalam keadaan syok yang mematikan. Sedangkan
tegangan tinggi, seseorang mungkin dapat segera terlempar/melepaskan
konduktor atau sumber listrik yang tersentuh, oleh karena arus listrik dengan

6
tegangan tinggi tersebut dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot,
termasuk otot yang tersentuh aliran listrik tersebut.

2.3. Klasifikasi
Luka bakar listrik dapat diklasifikasikan menjadi(8):
a. Kontak langsung
pemanasan elektrothermal
b. Kontak tidak langsung
 bunga api listrik (arc)
 nyala api listrik (flame)
 kilatan listrik (flash)
Pemanasan jaringan sekunder untuk menyebabkan arus luka bakar
electrothermal. Biasanya luka bakar ini adalah hasil dari aliran listrik
bertegangan rendah pada daerah yang terbatas. Aliran yang terus-menerus saat
ini dapat menyebabkan luka bakar yang signifikan di mana saja di sepanjang
jalan saat ini. Biasanya lesi kulit luka bakar electrothermal yang berbatas tegas,
deep- parsial untuk luka bakar full-thickness(8).
Yang paling merusak dari cedera tidak langsung terjadi ketika korban
terkena dari percikan bunga listrik. Bunga api listrik adalah percikan yang
terbentuk antara dua benda bertegangan yang tidak bersentuhan satu sama lain,
biasanya merupakan sumber yang bertegangan tinggi dan tanah. Karena suhu
bunga api listrik adalah sekitar 2500 °C, menyebabkan luka bakar yang sangat
mendalam pada titik di mana terjadi kontak dengan kulit. Dalam keadaan
lengkung, luka bakar dapat disebabkan oleh panas dari busur itu sendiri,
pemanas electrothermal akibat arus aliran, atau dengan api yang dihasilkan dari
pembakaran pakaian(8).
Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka
bakar.Berdasarkan luas permukaan luka bakar.

7
Gambar 1. Wallence Rule of Nines1
Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan
tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat
dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini
hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai
proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines
menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan
1 tahun.(8)

Bedasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association(2,8) :


a. Luka Bakar Ringan
i. Luka bakar derajat II < 5%
ii. Luka bakar derajat II 10% pada anak
iii. Luka bakar derajat II < 2%1
b. Luka Bakar Sedang
i. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
ii. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
iii. Luka bakar derajat III < 10%1
c. Luka Bakar Berat
i. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa

8
ii. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
iii. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
iv. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan genitalia/perineum.
v. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
2.4 Patofisiologi
Secara umum, energi listrik membutuhkan aliran energi (elektron-
elektron) dalam perjalanannya ke objek. Semua objek bisa bersifat konduktor
(menghantarkan listrik) atau resistor (menghambat arus listrik). Kulit berperan
sebagai penghambat arus listrik yang alami dari sebuah aliran listrik. Kulit
yang kering memiliki resistensi sebesar 40.000-100.000 ohm. Kulit yang basah
memiliki resistensi sekitar 1000 ohm, dan kulit yang tebal kira-kira sebesar
2.000.000 ohm. Anak dengan kulit yang tipis dan kadar air tinggi akan
menurunkun resistensi, dibandingkan orang dewasa. Tahanan dari alat-alat
tubuh bagian dalam diperkirakan sekitar 500-1000 ohm, termasuk tulang,
tendon, dan lemak memproduksi tahanan dari arus listrik. Pembuluh darah, sel
saraf, membran mukosa, dan otot adalah penghantar listrik yang baik. Dengan
adanya luka listrik , pada sayatan melintang akan memperlihatkan kerusakan
jaringan.(9)
Elektron akan mengalir secara abnormal melewati tubuh yang
menyebabkan perlukaan ataupun kematian dengan cara depolarisasi otot dan
saraf, menginisiasi aliran listrik abnormal yang dapat menggangu irama
jantung dan otak, atau produksi energi listrik menyebabkan luka listrik dengan
cara pemanasan yang menyebabkan nekrosis dan membentuk porasi
(membentuk lubang di membran sel). (5)
Aliran sel yang melewati otak, baik tegangan tinggi atau tegangan
rendah, dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan secara langsung
menyebabkan depolarisasi sel-sel saraf otak. Arus bolak balik dapat
menyebabkan fibrilasi ventrikel jika aliran listrik melewati daerah dada. Hal ini
dapat terjadi saat aliran listrik mengalir dari tangan ke tangan, tangan ke kaki,
atau dari kepala ke tangan/kaki. (9)

9
2.5. Gejala Klinis(10)
Gejalanya tergantung kepada interaksi yang rumit dari semua sifat arus
listrik. Suatu kejutan dari sebuah arus listrik bisa mengejutkan korbannya
sehingga dia terjatuh atau menyebabkan terjadinya kontraksi otot yang kuat.
Kedua hal tersebut bisa mengakibatkan dislokasi, patah tulang dan cedera
tumpul. Kesadaran bisa menurun, pernafasan dan denyut jantung bisa lumpuh.
Luka bakar listrik bisa terlihat dengan jelas di kulit dan bisa meluas ke jaringan
yang lebih dalam.
1. Kepala dan Leher
Kepala adalah titik kontak utama untuk cedera tegangan tinggi, dan
pasienmungkin menunjukkan luka bakar serta kerusakan neurologis. Katarak
timbul di sekitar 6 % kasus cedera tegangan tinggi, terutama bila tersengat
listrikdi sekitar kepala. Meskipun katarak mungkin hadirlebih cepat atau
lambat setelah kecelakaan itu, katarak biasanya muncul beberapa bulansetelah
kejadian. Ketajaman visual dan pemeriksaan funduskopi harus dilakukanpada
kemudian hari. Pasien harus segera dirujuk ke dokter mata untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya katarak ini.
2. Sistem kardiovaskular
Serangan jantung, baik dari detak jantung atau fibrilasi ventrikel, adalah
kondisi umum yang akan terjadi dalam kecelakaan listrik. Pada
Elektrokardiografi (EKG) ditemukan sinus takikardi, sementara elevasi segmen
ST, QT reversibelsegmen perpanjangan, kontraksi ventrikel prematur, fibrilasi
atrium, danbundel branch block. Infark miokard akut dilaporkan tetapi relatif
jarang. Kerusakan otot rangka dapat menghasilkan peningkatan fraksi CPK-
MB, mengarah pada diagnosis palsu infark miokard dalam beberapa
pengaturan.
3. Kulit
Selain serangan jantung, luka yang paling dahsyat yang terjadi saat
cedera listrik adalah kulit terbakar, yang paling parah pada luka masuk dan
tubuh yang kontak dengan tanah. Bagian tubuh yang paling sering dari terkena
kontak dengan sumber listrik ialah tangan dan tengkorak. Daerah yang paling

10
sering dari tanah adalah tumit. Seorang pasien mungkin memiliki beberapa
luka masuk dan titik kontak dengan tanah. Luka bakar di listrik yang parah
sering muncul keluhan seperti rasa sakit, depresi, kuning abu-abu, belang-
belang daerah dengan pusat nekrosis, atau daerah yang mengeras seperti mumi.
Arus tegangan tinggi seringmengalir pada internal tubuh dan dapat membuat
kerusakan otot besar. Jika kontak dalam singkat. Namun, arus minimal
mungkin terjadi dan kerusakan kulit terlihat mungkin mewakili hampir semua
kerusakan. Seseorang sebaiknya tidak mencoba untuk memprediksi jumlah
kerusakan jaringan di bawahnya dari jumlah keterlibatan kulit. Cedera listrik
yang paling umum terlihat pada anak-anak kurang dari 4 tahun adalah mulut
luka bakar yang terjadi dari mengisap pada kabel ekstensi listrik rumah tangga.
Luka-luka bakar biasanya merupakan luka bakar busur lokal, mungkin
melibatkan orbicularis oris otot, dan sangat mengkhawatirkan ketika komisura
yang terlibat karena dari kemungkinan deformitas kosmetik. Sebuah risiko
yang signifikan pendarahan tertunda dari arteri labial ada ketika memisahkan
escar . Kerusakan pertumbuhan dilaporkan , dan biasanya dirujuk ke bedah
mulut.
Pada kulit terjadi escar yang bisa menyebabkan timbulnya sindrom
kompartemen. Syndrom kompartemen adalah suatu kondiri dimana terjadi
peningkatan tekannan insterstitial pada kompartemen osteofasial yang tertutup.
Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen
pada jaringan.
Gejala klinis yang umumnya ditemukan pada sindroa kompartemen
meliputi:
 Pain : nyeri pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena
 Pallor: kulit terasa dingin jika dipalpasi, warna kulit biasanya pucat
 Parastesia: biasanya terasa panas dan gatal pada daerah lesi
 Paralisi: diawali dengan ketidak mampuan untuk menggerakkan sendi
 Pulselesness: berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat adanya gangguan
perfusi arterial.

11
Dalam cedera tegangan tinggi, nekrosis otot dapat meluas ke tempat yang
jauh dari luka kulit yang terlihat, dan kompartemen sindrom terjadi sebagai
akibat dari pembuluh darahiskemia dan edema otot. Dekompresi fasciotomy
atau amputasi sering diperlukan karena kerusakan jaringan yang luas.
4. Ekstrimitas
Pelepasan mioglobin yang banyakdari otot yang rusak dapat
menyebabkan kerusakan Myoglobinuria. Vaskular ginjal dari energi listrik bisa
menjadi jelas setiap saat isi ulang kapiler harus dikaji dan didokumentasikan
dalam semua ekstremitas, dan pemeriksaan neurovaskular harus sering diulang.
Karena arteri adalah sistem high-flow, panas dapat hilang cukup baik dan
menyebabkan sedikit kerusakan awal jelas tapi hasilnya dalam kerusakan
berikutnya. Pembuluh darah, di sisi lain, adalah sistem aliran rendah, yang
memungkinkan energi panas untuk menyebabkan pemanasan lebih cepat dari
darah, dengan akibat trombosis . Akibatnya, ekstremitas mungkin muncul
pembengkakan pada awalnya. Dengan luka parah, seluruh ekstremitas mungkin
muncul pengerasan ketika semua elemen jaringan, termasuk arteri, mengalami
koagulasi nekrosis. Kerusakan pada dinding pembuluh pada saat cedera juga
dapat mengakibatkan tertundatrombosis dan perdarahan, terutama dalam arteri
kecil pada otot.

2.6. Diagnosa (10)


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
 Untuk memantau denyut jantung korban dilakukan pemeriksaan EKG
(elektrokardiogram). Jika diperkirakan jantung telah menerima
kejutanlistrik, pemantauan EKG dilakukan selama 12-24 jam.
 Jika korban tidak sadar atau telah mengalami cedera kepala, dilakukanCT
scan untuk memeriksa adanya kerusakan pada otak.

12
2.7. Penanganan Luka Bakar
Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga
penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang
diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus
menurut Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut.
A. Survei primer11
1. Penilaian jalan nafas (Airway)
Penilaian jalan nafas harus diperhatikan sejak awal pasien diterima dan
harus dipastikan bahwa tidak ada hambatan jalan napas. Manuver chin lift, jaw
thrust, pemasangan oropharingeal tube pada pasien tidak sadar atau
pertimbangan pemasangan endotrakeal tube dapat dilakukan untuk
pembebasan jalan napas12. Memposisikan pasien dalam posisi in-line dengan
proteksi servikal juga harus dilakukan sebelum melakukan tindakan yang lain.
Perhatian utama status pernafasan pasien yang berhubungan dengan dan atau
asap/sisa pembakaran yang terhisap ialah cedera inhalasi, hal ini dapat
dicurigaijika didapati tanda klinis seperti :
 Luka bakar yang mengenai wajah dan atau leher
 Terbakarnya alis mata dan rambut hidung
 Dijumpainya deposit karbon pada mulut dan atau hidung dan pada
sputum (Carbonaceous sputum)
 Terdapat tanda-tanda radang akut daerah orofaring, seperti eritema
 Suara Serak
 Ledakan yang disertai api yang mengenai kepala dan badan
 Kadar dari carboxyhemoglobin lebih dari 10 % pada pasien luka bakar
 Adanya penurunan kesadaran pada pasien.
Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas
jalan nafas sebelumnya, cedera jalan nafas yang ada sekarang, dan tanda-tanda
obstruksi jalan nafas.Meskipun jalan nafas pasien tampak normal, perlu
dipertimbangkan untuk melakukan intubasi endotrakeal terutama jika
ditemukan tanda - tanda cedera inhalasi. Indikasi pemasangan intubasi dengan
segera ketika dijumpai stridor dan luka bakar yang mengenai sekeliling leher

13
karena dapat menyebabkan pembengkakan di jaringan jalan napas.

2. Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)11


Ventilasi membutuhkan paru, dinding dada, dan diafragma dalam keadaan
yang fungsional dan harus dievaluasi pada survey primer12.
 Melihat dinding dada atau diafragma mengembang
 Mendengar dan merasakan suara napas.
 Memberikan terapi oksigen high flow15 L pada setiap pasien dengan
menggunakan masker non-rebreathing.

Gangguan mekanisme bernapas harus lebih diperhatikan pada kasus-kasus


seperti:
 Hipoksia yang mungkin berhubungan dengan trauma inhalasi, adanya skar
melingkar di dinding dada dan atau adanya cedera toraks (misal pneumotoraks,
hematoraks, fraktur tulang iga) yang menyebabkan ventilasi tidak adekuat.
Adanya luka bakar pada anterior atau lateral dada yang menyebabkan restriksi
pergerakan dada tindakan escharotomy mungkin dibutuhkan.
 Keracunan karbon monosida terutama pada pasien yang terbakar pada ruangan
tertutup. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
kadarcarboxyhemoglobin(HbCO) pasien dengan kadar HbCO dibawah 20%
masih belum menunjukkan gejala klinis dan tanda warna kulit berwarna
cherry-redsangat jarang ditemukan hanya dapat ditemukan saat pasien hampir
mati.
 Cedera inhalasi asap. Terinhalasinya bahan pembakar termasuk partikel karbon
dan uap toksik dapat menyebabkan inflamasi (capillary leakage) sehingga
terjadi gangguan difusi oksigen.

Pada pasien dengan kondisi hemodinamik yang stabil dan tidak terdapatnya
cedera spinal dapat dilakukan peninggian kepala dan dada setinggi 30o untuk
mengurangi edema pada leher dan dada.

14
3. Penilaian sirkulasi (Circulation)11
Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada penatalaksanaan
ABC pada kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan
gangguan mekanisme bernafas).
Perhatian utama pada adanya manifestasi klinis syok hipovolemik
intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu: gangguan
kesadaran, pucat, takikardia, nadi cepat, dan tidak teratur disertai pengisian
kapilar yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar >2 detik, suhu tubuh turun
naik).
Resusitasi awal pada pasien luka bakar menggunakan cairan ringer laktat
dengan total cairan yang dibutuhkan disesuaikan dengan kebutuhan,
menggunakan rumus 2 sampai 4 ml ringger laktat perkilogram berat badan
dikali luas permukaan luka bakar yang diberikan dalam 24 jam pertama untuk
menjaga volume cairan yang adekuat.
Perhitungan cairan dalam 24 jam pertama, hitung kebutuhan cairan.
Berikan ½ dari total kebutuhan cairan dalam waktu 8 jam pertama dan sisanya
16 jam berikutnya.
Contoh: untuk pasien dengan berat badan 100 kg dengan luka bakar 80%.
Total cairan dalam waktu 24 jam pertama
= 2-4 x 80 x 100 = 16.000 – 32.000 mL dalam 24 jam
= 8.000 – 16.000 mL dalam 8 jam pertama (1.000 - 2.000 mLper-jam) dan
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Pada anak cairan yang diberikan Ringer Laktat : Dextran = 17 : 3 dengan
total cairan 2 cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhan faali
diberikan ½ pada 8 jam pertama sisanya pada 16 jam berikutnya13.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1-3 Tahun : berat badan x 75 cc
3-5 Tahun : berat badan x 50 cc
Pada hari ke-2 total cairan yang diberikan pada dewasa ½ dari total cairan
pertama dan pada anak diberi sesuai dengan kebutuhan faali

15
Formula cairan resusitasi ini hanya perkiraan kebutuhan cairan awal yang
dibutuhkan dan tetap harus disesuaikan dengan respon pasien. Target cairan
yang diberikan berdasarkan urin output0,5 mL/KgBB/jam untuk anak dan 1
mL/KgBB/jam untuk anak < 30 Kg, ketika target cairan belum tercapai maka
pemberian cairan harus ditambah sampai target urin output terpenuhi.
Pemberian cairan berdasarkan perhitungan pada waktu terjadinya luka bakar,
bukan pada waktu dimulainya resusitasi.
Adanya disritmia jantung mungkin tanda awal dari hipoksia, gangguan
elektrolit ataupun gangguan asam-basa sehingga pemasangan
elektrokardiogram (EKG) harus dipantau.
Pada kasus luka bakar listrik gangguan aritmia jantung dapat terjadi
akibat listrik yang mengalir sehingga dibutuhkan monitoring terhadap EKG
jantung. Adanya kontraksi otot secara paksa akibat aliran listrik dapat
menyebabkan kerusakan pada otot, tulang bahkan termasuk tulang vetebra.
Mioglobin yang terlepas akibat rabdomiolisis dapat menyebabkan gagal ginjal
akut yang ditandai dengan urin yang berwarna kemerahan ataupun gelap. Pada
kasus luka bakar listrik target cairan harus diperbanyak mencapai 100 mL/jam
pada dewasa dan pada anak 2 mL/jam pada anak < 30 Kg.

B. Survei Sekunder
Komponen utama secondary survey adalah anamnesis, pemeriksaan

fisik ulang, dokumentasi, pemeriksaan laboratorium dan radiologi,

pemeliharaan sirkulasi perifer pada daerah yang terbakar, pemasangan NGT,

kontrol infeksi dan penanganan nyeri, pengaturan nutrisi dan perawatan luka.11

1. Anamnesis12

Hal-hal yang perlu ditanyakan berupa :

A : Alergi

M : Mekanisme dan sebab trauma

M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)

16
P : Past illness

L : Last meal (makan minum terakhir)

E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

2. Pemeriksaan fisik

Untuk menentukan rencana pengobatan pasien selanjutnya, pemeriksa

harus dapat menentukan derajat keparahan dan kedalaman luka bakar,

memeriksa adanya trauma lain, dan melakukan pengukuran berat badan

pasien11.

3. Pemeriksaan penunjang

Ambil contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap, golongan darah

dan crossmatch, kadar karboksihemoglobin, gula darah, elektrolit, analisa gas

darah. Pemeriksaan foto toraks dapat dilakukan beberapa kali jika diperlukan11.

4. Sirkulasi perifer pada daerah luka bakar

Fungsi memantau sirkulasi perifer pada pasien dengan luka bakar

adalah untuk mencegah terjadinya sindrom kompartemen. Sindrom

komparemen disebabkan oleh peningkatan tekanan didalam kompartemen yang

mempengaruhi perfusi pada jaringan-jaringan didalam kompartemen tersebut.

Pada ekstremitas, perfusi pada otot di dalam kompartemen adalah perhatian

utama. Tekanan kompartemen lebih dari 30 mmHg dapat menyebabkan

nekrosis otot. Jika pulsasi nadi pada daerah ekstremitas telah hilang, akan sulit

untuk mencegah terjadinya nekrosis otot11. Karena itu, pemeriksa harus

mengetahui tanda-tanda sindrom kompartemen, yaitu meningkatnya nyeri pada

17
gerakan pasif dan melemahnya pulsasi distal atu gejala klinis yang terjadi pada

syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu14:

1. Pain (nyeri)

Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika
ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling
penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan
keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau
memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang
pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

2. Pallor (pucat)

Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.

3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)

4. Parestesia (rasa kesemutan)

5. Paralysis

Jika diduga terjadi sindrom kompartemen, ukur tekanan kompartemen

dengan memasukkan jarum yang dihubungkan dengan monitor tekanan arteri

atau sentral ke dalam kompartemen. Jika tekanan >30 mmHg, maka perlu

dilakukan escharatomy.

Untuk menjaga sirkulasi perifer pada pasien dengan luka bakar, seluruh

aksesoris pada ekstremitas perlu dilepaskan. Selain itu, penting untuk menilai

status sirkulasi distal, periksa apakah ada sianosis, CRT yang memanjang, dan

gejala-gejala neurologis, seperti parestesia. Penilaian pulsasi perifer pada

pasien dengan luka bakar paling baik dilakukan dengan Doppler Ultrasonic

flow meter.

18
5. Pemasangan NGT

Melakukan pemasangan NGT dan bila perlu dengan suction apabila

pasien mengalami mual, muntah, atau distensi abdomen, atau jika terdapat luka

bakar lebih dari 20% total BSA. Dalam hal merujuk pasien, NGT perlu

dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi11.

6. Kontrol Infeksi dan Penanganan Nyeri


Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi.
Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan
dan uji kepekaan kuman.Antibiotik topikal tidak dibutuhkan dalam luka bakar
kecil dan luka bakar derajat I. Namun pada luka bakar derajat lebih dari II dan
luka bakar yang dalam, dibutuhkan pemberian antibiotik sesegera mungkin
sambil menunggu hasil kultur. Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan
opiat melalui intavena dalam dosis serendah mungkin yang menghasilkan
analgesia yang adekuat namun tanpa disertao hipotensi. Selanjutnya, diberikan
pencegahan tetanus berupas ATS dan/atau toksoid.11
7. Nutrisi
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak
2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Pada masa kini, tiap unit
luka bakar sudah menerapkan pemberian dini nutrisi enteral melalui selang
nasogastrik untuk mencegah terjadinya ulkus Curling dan memenuhi
kebutuhan status hipermetabolisme yang tarjadi pada fase akut luka bakar.
Nutrisi enteral ini diberikan melalui selang nasogastrik yang sekaligus
berfungsi untuk mendekompresi lambung.Penderita yang sudah mulai stabil
keadaanya memerlukan fisioterapi untuk memperlancar peredaran darah dan
mecegah kekauan sendi14.
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan

19
hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat
kondisihipermetabolik yang ada adalah:
 Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa bebas
lemak.
 Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit
ginjal dan lain-lain.
 Luas dan derajat luka bakar
 Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui
evaporasi)
 Aktivitas fisik dan fisioterapi
 Penggantian balutan
 Rasa sakit dan kecemasan
 Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal
adalah dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan
indirek kalorimetri karena alat ini telah memperhitungkan beberapa faktor
seperti BB, jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukan tubuh dan adanya
infeksi. Untuk menghitung kebutuhan kalori total harus ditambahkan faktor
stress sebesar 20-30%. Tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit.
Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori
basal dengan formula HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB, TB
dan Umur. Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi
formula dengan menambahkan faktor aktifitas fisik dan faktor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) – (6.8 X U) X AF X FS
Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS
Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian
khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka
yang lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain,
kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan
beberapa metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu

20
dimualinya pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih sangat
bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam
pascatrauma.

2.8. Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi pada
saat perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi
dan grafting. Komplikasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS,
sepsis, dan MODS. Selain itu, komplikasi pada gastrointestinal juga dapat
terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi, dam perdarahan mukosa, motilitas usus
menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi akut tubular nekrosis karena
perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi, hal ini disebabkan oleh, infeksi dan robeknya graft. Pada fase
lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan
parut hipertropik, keloid, dan kontraktur. Kontraktur kulit dapat mengganggu
fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi.14

21
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Anamnesis
Keluhan utama :
Pasien laki – laki, I, usia 34, berat badan 60 Kg, dibawa ke Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dengan keluhan
luka bakar listrik pada wajah, leher, tangan kiri dan kaki kanan.

Telaah :
Hal ini dialami pasien ± 1 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Kronologi saat kejadian tidak diketahui dengan jelas, namun sebelumnya
pasien sedang bekerja bangunan,kemudian tanpa disengaja tangan pasien
memegang besi yang terhubung dengan arus listrik di tempat terbuka. Riw.
pingsan (-),muntah (-), kejang (-). Kemudian pasien dilarikan ke RSUP HAM.

RPT : Tidak jelas

RPO :Tidak jelas

Time Sequence :

24/8/2016 24/8/2016 24/8/2016 24/8/2016


Pukul 13.30 Pukul 14.30 Pukul 15.10 Pukul 16.45
WIB WIB WIB WIB
I tersengat Pasien Konsul Pasien
listrik masuk RSUP tindakan masuk ruang
tegangan HAM anestesi operasi untuk
tinggi tindakan
operasi
debridement

22
3.2.Primary Survey(Pukul 14.30 WIB)

Tanda dan Gejala Kesimpulan Penanganan Hasil


A (airway)  Airway clear Observasi jalan Airway clear
 Snoring (-) napas c-spine stabil
 Gargling (-) maxillofacial
 Crowing (-) injury (-)

 C- Spine : stabil
 Maxillofacial injury
(-)
B (breathing)  RR: 24 Oksigen via  RR : 22x/menit
Inspeksi x/menit nasal kanul 3  SaO2: 100%
 Napas spontan (takipnoe) L/menit
 Thorax simetris tidak
ada bagian yang
ketinggalan
Perkusi:
 Sonor padakedua
lapangan paru
Auskultasi
 SP/ST: Vesikuler/(-)
SaO2: 99%
RR : 24 x/menit
C (circulation) kompensasi  Pasang IV line  CRT <2”
 Capillary Refill tubuh terhadap 18 G  Akral hangat,
Time< 2 detik kemungkinan  Pemberian merah,
 Akral hangat, merah, hipovolemia cairan kering
kering kristaloid  Heart Rate
 T/V cukup (ringer laktat) 90 x/menit
 TD: 120/70 mmHg dengan  T/V cukup
 HR: 110 x/menit, parkland  TD: 120/70

23
regular formula : mmHg
 UOP = terpasang TBSA%bur x  UOP: 100ml
kateter dengan uop BB x 4ml= dalam 1 jam,
100 cc warna kuning 17x60x4= warna kuning
pekat 4080 ml. 8jam pekat
pertama 2040
ml, 16 jam
kedua: 2040
ml
D (disability) Mempertahankan
 Kesadaran: GCS 15 ( A-B-C tetap
E4M6V5 ) lancar
 AVPU: Alert
 Ø pupil : 3 mm : 3
mm, isokor
 Rc : +/+
E (exposure) Luka bakar Pembersihan
 Oedema (-) listrik luka,
 Fraktur (-) memberikan kasa
 Luka (+) : Luka basah pada luka
bakar grade III pada untuk
wajah, leher, dan mengurangi
tangan kiri serta kaki penguapan,
kanan (17%), luka selimuti pasien
masuk pada tangan
kiri, luka keluar pada
kaki kanan.

24
3.3. Secondary Survey(Pukul 15.30 WIB)
 B1 : airway clear dengan nasal kanul terpasang, O2 4L/menitRR:
20x/menit, SP: vesikuler, ST: - , S/G/C = -/-/-, Riwayat
asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/- ; MLP : I
 B2 : akral : H/M/K, TD : 120/70, HR : 90x/menit, T/V : cukup , CRT: <
2 detik, T : 37.0°C
 B3 : Sens : GCS 15 (E4, M6, V5) ; pupil : isokor, diameter : 3mm/
3mm;RC: +/+
 B4 :BAK (+) vol : ± 100cc/jam, warna: kuning pekat
 B5 :abdomen : Simetris, soepel, timpani, peristaltik (+) normal
 B6 : oedem(-), fraktur : (-), Luka : (+),(-), luka bakar pada bagian
wajah, leher,dan tangan kiri serta kaki kanan (17%), luka masuk di
tangan kiri, luka keluar pada kaki kanan

 A : Tidak jelas
 M: Tidak jelas
 P: Tidak ada
 L: tidak jelas
 E: pasien mengalami luka bakar listrik di wajah, leher, dan tangan kiri,
serta kaki kanan (17%).
Kesimpulan : Luka bakar grade III 17 %.

25
3.4. Penanganan IGD
 Bed rest
 Pemberian oksigen 4L/mnt melalu nasal kanul
 Pemasangan IV line 18 G, threeway, pastikan lancar
 Menilai derajat luka bakar (rule of 9)
 Memberikan IVFD berupa Ringer laktat sebagai resusitasi luka bakar
menurut rumus Parkland yaitu :
Jumlah cairan = 4 cc x BB x % luka bakar
= 4 cc x 70 Kg X 17
= 4080 cc
8 jam pertama = 2040 cc 255cc/jam  85 tetes makro/menit
16 jam kedua = 2040 cc 12,5cc/jam 42 tetes makro/meniti
 Pasang foley catheter untuk memantau urine output dan status perfusi
 Koreksi kalium (2,6 mEq/L) :
o 10 mEq/L dalam 1 jam x 5
 Pasang monitor untuk memantau hemodinamik
 Ambil sampel darah  pemeriksaan laboratorium darah rutin, faal
hemostasis, analisa gas darah (AGDA), fungsi ginjal, elektrolit, fungsi
hati (albumin), kadar gula darah (KGD) sewaktu
 Pemeriksaan penunjang elektrokardiorafi (EKG), radiologi foto thorax.
 Injeksi ATS, antibiotik (inj. Ceftriaxon 1g/12 jam), dan analgesik (Inj.
Ketorolac 30 mg/8 jam), inj. Ranitidin 50 mg/12 jam`
 Informed consent & Surat Izin Anestesi

26
3.5. Pemeriksaan Penunjang

JENIS PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hemoglobin (HGB) 12,5 g% 13–18

Eritrosit 4,57x 106 /µL 4,50-6,50

Leukosit (WBC) 6570/µL 4,5–11x103

Hematokrit 36 % 39–54%

Trombosit (PLT) 176.000/µL 181–521 x103

GINJAL

Ureum 14,7 mg/dL 19-44 mg/dL

Kreatinin 2,6 mg/dL 0,7–1,3 mg/dL

Blood Urea Nitrogen 23 mg/dL 9 - 21

Urinalisa

Warna Kuning Keruh Kuning

Berat Jenis 1.020 1.005-1.030

pH 6.0 5-8

Protein Positif 2 Negatif


Nitrit Positif Negatif
Leukosit Positif
Darah Positif Negatif
Eritrosit 3-4 LPB <3
Leukosit 2-5 LPB <6
Epitel 0-1 LPB

27
ELEKTROLIT

Natrium (Na) 141 mEq/L 135–155 mEq/L

Kalium (K) 2,6 mEq/L 3,6–5,5 mEq/L

Klorida (Cl) 110 mEq/L 96–106 mEq/L

METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa Darah (sewaktu) 119 mg/dL <200 mg/dL

HATI

Albumin 2,8 g/dL 3,5-5,0 g/dL

Kesimpulan:
Hipokalemia + hipoalbuminemia

HASIL EKG (24 Agustus 2016) :

Kesimpulan : Sinus ritme + RBBB

28
Toleransi operasi: low risk

HASIL FOTO X – RAY THORAKS (22 Juni 2016) :

Kesan : Jantung dan paru dalam batas normal

3.6. Diagnosis
Electrical burn grade III 17 %

29
3.7. Follow-Up Pasien
25 Agustus 2016
S :luka bakar, post operasi

O:
 B1 : airway clear dengan nasal kanul terpasang, RR : 24 x/menit, SP:
vesikuler, ST: - , S/G/C = -/-/-, Riw asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/- ; MLP :
I
 B2 : akral : H/M/K, TD :115/60, HR : 65 x/menit, T/V : cukup , CRT: < 2
detik, T : 36.7°C
 B3 : Sens : GCS 15 (E4, M5, V6) ; pupil : isokor, diameter : 3mm/
3mm;RC: +/+
 B4 :BAK (+) vol : 60 cc/jam, warna : kuning jernih
 B5 :abdomen : Simetris, soepel, timpani, peristaltik (+) normal
 B6 : oedem(-), fraktur : (-), Luka operasi tertutup verban(+)

A:Luka bakar listrik 17%


P:
 Bed rest + head up 30 0
 O2 2-4 L/menit via nasal kanul
 Diet TKTP
 Inj. Ketamine 100mg dalam 50cc Nacl 0,9%  3 cc/jam
 Inj. Ranitidine 50 g/12 jam
 Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam

30
BAB 4

DISKUSI

No. Kasus Teori


1. Pasien, laki-laki berusia 7 Epiedmiologi
tahun. Diperkirakan 20% kejadian luka listrik
terjadi pada anak-anak, jumlah
terbanyak pada usia balita. Luka bakar
listrik kebanyakan terjadi pada anak-
anak saat di rumah.
2. Pasien mengalami luka bakar  Luka bakar derajat I (mis. sengatan
derajat III. Warna kulit terlihat matahari), disebut juga luka bakar
putih seperti lilin, merah superfisial, mengenai lapisan luar
sampai kehitaman. Warna kulit epidermis, tetapi tidak sampai
merah ini tidak berubah mengenai dermis, ditandai dengan
menjadi pucat dengan adanya eritema, nyeri, dan tidak ada
penekanan, tidak terasa nyeri bulla. Karena tidak berbahaya
dan kering. Luka bakar sehingga tidak memerlukan
meliputi kulit, lemak subkutis pemberian cairan intravena.7
sampai mengenai otot dan  Luka bakar derajat II
tulang.  Superficial partial thickness,
meliputi epidermis dan lapisan
atas dari dermis, kulit tampak
kemerahan,edema, dan rasa nyeri
lebih berat daripada luka bakar
derajat I, ditandai dengan bulla
yang muncul beberapa jam
setelah terkena luka. Bila bulla
disingkirkan akan terlihat luka
berwarna merah muda yang
basah. Luka sangat sensitif dan

31
akan menjadi lebih pucat bila
terkena tekanan.7,9
 Deep partial thickness, meliputi
epidermis dan lapisan dalam
dermis, disertai dengan bulla,
permukaan luka berbecak merah
muda dan putih karena variasi
vaskularisasi (bagian yang putih
punya sedikit pembuluh darah
dan yang merah muda
mempunyai beberapa pembuluh
darah).7,9
 Luka bakar derajat III atau full
thickness burns, menyebabkan luka
kehitaman dan kaku, kerusakaan
jaringan yang permanen. Warna
kulit bisa terlihat putih seperti lilin,
merah sampai kehitaman. Warna
kulit merah ini tidak berubah
menjadi pucat dengan penekanan,
tidak terasa nyeri dan kering. Luka
bakar meliputi kulit, lemak subkutis
sampai mengenai otot dan tulang.
3. Pemeriksaan yang dijumpai Penegakan diagnosa
pada pasien:  Bagian tubuh yang paling sering
 Luka bakar terjadi pada terkena kontak dengan sumber
tubuh pasien dengan listrik adalah tangan dan tengkorak.
persentase 17%, luka Daerah yang paling sering
masuk dijumpai pada berkontak dari tanah adalah tumit.
tangan kiri dan luka keluar Seseorang mungkin memiliki
dijumpai pada kaki kanan beberapa luka masuk dan titik

32
 Pada pasien dijumpai kontak dengan tanah.
warna urin kuning jernih  Pelepasan miglobin yang banyak
 Dari pemeriksaan EKG dari otot yang rusak dapat
dijumpai sinus ritme + menyebabkan mioglobinuria.
RBBB  Pada Elektrokardiografi (EKG)
dapat ditemukan sinus
takikardi,elevasi segmen ST,
kontraksi ventrikel prematur,
fibrilasi atrium, danbundle branch
block
4. Penatalaksanaan Awal Penatalaksanaan Awal
 Airway: Airway clear,  Airway : Adanya cedera inhalasi
Snoring/Gargling/Crowing dicurigai pada kasus-kasus di
(-/-/-), c-spine stabil, bawah ini:
maxillofacial injury (-) 1. Riwayat terbakar di dalam ruang
 Breathing: RR 24x/I, tertutup
Oksigen via nasal kanul 2. Riwayat terpapar pada ledakan
3L/menit, SaO2 99% 3. Luka bakar mengenai muka
 Circulation: Capillary 4. Bulu hidung dan alis terbakar
Refill Time< 2 detik, Akral: 5. Dijumpai deposit karbon dan
H/M/K, T/V lemah, TD: tanda-tanda radang akut daerah
120/70 mmHg, HR: 110 orofaring
x/menit, regular, dilakukan 6. Sputum mengandung karbon.
pemasangan IV line yakni  Breathing : Perhatian utama
18G dan diberikan cairan ditujukan kepada gangguan
kristaloid (Ringer Laktat) mekanise bernafas oeh karena
 Disability: Kesadaran: adanya skar melingkar di dinding
GCS 15 ( E4M5V6 ), dada dan atau adanya cedera toraks
AVPU: alert, Ø pupil : 3 (misal pneumotoraks, hematoraks,
mm : 3 mm, isokor, Rc : fraktur tulang iga).
+/+  Circulation: Perhatian utama

33
 Exposure: fraktur (+), ditujukan pada adanya manifestasi
oedema(-), luka bakar klinis syok hipovolemik
grade III (+) intravaskular dan syok selular yang
timbul pada luka bakar (yaitu:
gangguan kesadaran, pucat,
takikardia, nadi cepat, dan tidak
teratur disertai pengisian kapilar
yang tidak adekuat atau uji
pengisian kapilar >2 detik, suhu
tubuh turun naik).
 Disability: Fungsi neurologis
dievaluasi untuk defisit serius yang
melibatkan otak dan sumsum
tulang belakang.
 Exposure: Untuk memastikan
cedera tidak terlewatkan, pasien
benar-benar ditelanjangi (dengan
memotong pakaian) dan seluruh
permukaan tubuh diperiksa untuk
tanda-tanda trauma tersembunyi
5.  Memberikan IVFD berupa Evaluasi Awal
Ringer laktat sebagai  Resusitasi cairan diperlukan pada
resusitasi luka bakar luka bakar dengan luas permukaan
menurut rumus Parkland tubuh >10%..Cairan yang dapat
 Pasang foley catheter 16 G dapat digunakan adalah kristaloid
untuk memantau urine seperti Ringer Laktat.
output dan status perfusi  Perawatan luka dilakukan setelah

 Pasang monitor untuk tindakan resusitasi jalan nafas,


memantau hemodinamik mekanisme bernafas, dan resusitasi

 Ambil sampel darah  cairan dilakukan. Tindakan

pemeriksaan laboratorium meliputi debridement secara alami,

34
darah rutin, faal mekanik (nekrotomi) atau tindakan
hemostasis, analisa gas bedah (eksisi), pencucian luka,
darah (AGDA), fungsi wound dressing dan pemberian
ginjal, elektrolit, fungsi antibiotik topikal.
hati (albumin), kadar gula  Pemberian antibiotik pada kasus
darah (KGD) sewaktu, luka bakar bertujuan sebagai
serta urinalisis profilaksis infeksi maupun
 Pemeriksaan penunjang mengatasi infeksi yang sudah
elektrokardiorafi terjadi. Dalam 3-5 hari pertama
(EKG),radiologi foto populasi kuman yang sering
thorax dijumpai adalah bakteri gram
 Injeksi ATS, antibiotik (inj. positif non patogen sedangkan hari
Cefttriaxon 1g/12 jam), dan 5-10 adalah bakteri gram negatif
analgesik (Inj. Ketorolac patogen. Dalam 1-3 hari pertama
15 mg/8 jam), inj. paska cedera, luka masih dalam
Ranitidin 15 mg/12 jam keadaan steril sehingga tidak
diperlukan antibiotik. Beberapa
antibiotik topikal yang dapat
digunakan adalah silver
sulfadiazine.1%, silver nitrat,
mafenidin, dan bacitracin
 Periksa status imunisasi tetanus.

35
BAB 5
KESIMPULAN
Pasien laki – laki, I, usia 34 tahun, berat badan 60 Kg, dibawa ke
Intalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
dengan keluhan luka bakar pada bagian wajah, tangan kiri, dan kaki kanan. Hal
ini dialami pasien ± 1 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Kronologi
saat kejadian tidak diketahui dengan jelas, namun sebelumnya pasien sedang
bekerja bangunan, kemudian tanpa disengaja tangan pasien memegang besi
yang terhubung dengan arus listrik di tempat terbuka. Riw. pingsan (-), muntah
(-), kejang (-). Kemudian pasien dilarikan ke RSUP HAM.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosa dengan Luka bakar
17 % pada wajah, tangan kiri, dan kaki kanan, direncanakan untuk
dilakukan debridement di kamar bedah emergensi (KBE), dengan tindakan
anastesi GA TIVA.Penatalaksanaan perioperatif berupa:
Pre Operasi:
 Pramedikasi injeksi Cefazolin 1 gr
 Pramedikasi injeksi Sulfas Atropin 0,3 mg
 Pramedikasi injeksi Fentanyl 100 µg
 Induksi injeksi Midazolam 4 mg
 Induksi injeksi Ketamin 30 mg
 Maintenance dengan fentanyl 50 µg/30 menit, ketamin 15 mg/ 30 menit
 Cairan Pre-Operasi : Ringer laktat 500 cc
Durante Operasi :
• Lama operasi : 1 jam (60 menit)
• TD :110 - 100/70 - 60 mmHg
• HR : 110 – 88 x/menit
• SpO2 : 95 – 99 %
• Perdarahan : - ml
• Cairan Durante operasi : Ringer laktat 500 cc
• Urin output : 50 cc dalam 1 jam

36
Post operasi :
Pemeriksaan Fisik post operasi:
 B1 : Airway : clear, S/G/C : -/-/- SP : vesikuler, ST : - / -
 B2 : CRT < 2 detik, H/M/K, TD : 100/60 mmHg, HR 88 x/mnt, T/V :
kuat/cukup , reg, Temp : 36,5˚ C SpO2 96 %
 B3 : Sens: DPO, φpupil: 3 mm : 3 mm, isokor, RC: + / +
 B4 : BAK (+), Volume : 50 cc/jam, warna: kuning jernih
 B5 : Abdomen soepel, peristaltik (+)
 B6 : Edema (-), luka operasi post debridement (tertutup verban) di leher,
tangan kiri, dan kaki kanan
Tatalaksana post operasi:
• Bed rest
• Head up 300
• Diet MBTKTP 1640 kkal + 32,4 gr protein
• IVFD Ringer laktat 20 gtt/mnt
• Inj. Ceftriaxon 500 1g/12 jam IV
• Inj. Ketorolac 15 mg/8 jam IV
• Inj. Ranitidin 25 mg/12 jam IV

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arif, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Fakultas


Kedokteran UI, Jakarta, 2000; p 218, 222-223

2. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,


ECG, Jakarta, 2004; p 75-83

3. Babik J, Sandor, Sopko., Electrical Burn Injuries [online] [cited


on 2008 March 26th]; Annals of Burns and Fire Disasters
vol.11.no.3;p153 available at
:http://www.medbc.com/annals/review/vol_11/num_3/text/vol11n3
p153.htm - 18k

4. Ramdhani M., Konsep Rangkaian Listrik. [online] [cited on 2008


th
April 5 ] available at : http://www.bsn.or.id/files/sni/SNI04-
6267.446-2003.pdf

5. Subrahmanyam., Electrical Burn Injuries [online] [cited on 2008


March 26th]; Annals of Burns and Fire Disasters vol.17.no.3;p9
available at :
http://www.medbc.com/annals/review/vol_17/num_1/text/vol17n1p
9.asp

6. Cushing & Tracy A. Electrical Injuries [Internet].


Emedicine.medscape.com. 2010. [cited 5 July 2015]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/770179-overview

7. Mayo clinic staff . Burns First Aids.. [Internet]. Mayo clinic.com.


2008 [cited 5 July 2015]. Available from :
http://www.mayoclinic.org/first-aid/first-aid-burns/basics/art-
20056649
8. Gerard & Doherty M.,2006. Current Surgical Diagnosis and
Treatment. Edisi 12. Penerbit : McGraw Hill Companies.New York.

9. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in :


Schwartz’s Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York.
p.189-21.

38
10. American College of Surgeon. 2010. ATLS 9th edition.

11. American Burn Association., 2007. Advanced Burn Life Support


Course.

12. Menkes RI, 2015. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Tingkat Pertama. Jakarta.

13. Jong, W.D., dan Sjamsujidajat, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke-3. EGC. Jakarta.

14. Hettiararchy, S. and Dziewulski, P. Pathophysiology and types of


burns. BMJ. 2004. June 12; 328(7453):1427-9

39

Anda mungkin juga menyukai