6A Silvia
6A Silvia
tunadaksa)
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran PAI Anak Kebutuhan Khusus
(Difabel)
Dibina oleh :
Dr. Alfaiz, S.Psi.I, M.Pd
Disusun Oleh :
Lokal : 6C
Saya menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna. Terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun demi perbaikan tugas ini.
i
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang......................................................................................... 1
I.2. Topik Bahasan.........................................................................................3
I.3. Tujuan .....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
II.1.Tunanetra.................................................................................................. 4
II.2.Tunadaksa................................................................................................ 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................16
B. Saran ..........................................................................................................16
DAFTARPUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah
bayi dilahirkan. Misalnya: kecelakaan, terkena penyakit siphilis yang mengenai
matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan
sehingga sistem syarafnya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus
trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, dan peradangan mata karena penyakit,
bakteri, atau virus.1
1
Penyandang tuna netra belum mendapat perlakukan yang layak,
mendapatkan sarana yang tidak memadai sangat menyulitkan bagi penyandang
disabilitas untuk berkembang.Disamping itu banyak pandangan masyarakat yang
cenderung tidak menganggap para penyandang tuna netra.Penyandang tuna netra
mendapat perlakuan diskrimatif.Padahal mereka sangat membutuhkan bantuan
individu awas sebagai penyemangat hidupnya bukan malah mendiskriminasikan
hidupnya.
Tuna daksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya
yang normal. Kondisi ini disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sejak lahir White House Conference.
Wacana,2009.
2
1. Bagaimana Maksud dari Anak Tunanetra dalam Karakteristik ABK
2. Bagaimana klarifikasi dan factor penyebab anak Tunanetra dalam
Karakteristik ABK.
3. bagaimana maksud dari anak Tunadaksaa dalam Anak Berkebutuhan
Khusus.
4. Bagaimana Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.
I.3. Tujuan
BAB II
PENDAHULUAN
II.1.Tunanetra
3
Penyebab anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode
kehidupan anak, yaitu :
II.1.a.Defenisi Tunanetra
Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan
netra yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang mengalami
kerusakan atau hambatan pada organ mata.3 Mohammad Efendi
mendefinisikan tunanetra sebagai suatu kondisi penglihatan dimana “anak
yang memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu atau setelah
dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi
mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa
digunakan oleh anak normal/orang awas.” Dari sudut pandang medis
seseorang dikatakan megalami tunanetra apabila “memiliki visus dua
puluh per dua ratus atau kurang dan memiliki lantang pandangan kurang
dari dua puluh derajat.”
4
untuk melihat bayangan benda dalam aktivitas sehari-hari sehingga
membutuhkan pendidikan khusus guna mendukung aktivitas belajarnya. 4
Tahap prenatal yaitu sebelum anak lahir pada saat masa anak di
dalam kandungan dan diketahui sudah mengalami ketunaan. Faktor
prenatal berdasarkan periodisasinya dibedakan menjadi periode
embrio, periode janin muda, dan periode janin aktini. Pada tahap ini
anak sangat rentan terhadap pengaruh trauma akibat guncangan, atau
bahan kimia.
5
c. Posnatal (Setelah Kelahiran)
II.1.c.Klasifikasi Tunanetra
a. Buta total
Buta total yaitu kondisi penglihatan yang tidak dapat melihat dua
jari di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya. Mereka tidak
bisa menggunakan huruf selain huruf braille. Ciri-ciri buta total
diantaranya secara fisik mata terlihat juling, sering
berkedip,menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi,
gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan
pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
6
Secara perilaku menggosok mata secara berlebihan, menutup
atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala, atau
mencondongkan kepala ke depan, sukar membaca atau mengerjakan
tugas yang memerlukan penggunaan mata, berkedip lebih banyak,
membawa buku ke dekat mata, tidak dapat melihat benda yang agak
jauh, menyipitkan mata atau mengerutkan dahi.
b. Low fision
7
Low fision masih bisa dikoreksi dengan alat bantu penglihatan akan
tetapi masih merasa kesulitan. 5
a. Kognitif
5 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi untuk
Anak Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Katahati, 2014),
8
3) Interaksi dengan lingkungan
b. Akademik
c. Fisik
d. Motorik
9
e. Perilaku
II.2. Tunadaksa
7 Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung : Refika Aditama, 2006),
h.121.
10
Sedangkan menurut Mohammad Efendi, bahwa tunadaksa
adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya
disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau
pertumbuhan yang tidak sempurna. Dan dipertegas lagi oleh Aqila
Smart, bahwa tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang
yang memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki,
tangan, atau bentuk tubuh.
11
(kelumpuhan pada bagian paha), congenital amputation (bayi yang
dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu), fredresich ataxia (gangguan
pada sum-sum tulang belakang), coxa valga (gangguan pada sendi paha
terlalu besar), syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit
syphilis).
8 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarata : Rineka Cipta,
2004), h.57.
12
2. Tunadaksa saraf (nurologically handicapped), merupakan penyandang
tunadaksa yang mengalami kelemahan pada gerak dan fungsi salah
satu atau beberapa alat geraknya yang disebabkan oleh kelainan
pada saraf diotak.
a. Mengalami hambatan dari segi fisik, baik disalah satu atau beberapa
bagian tubuh. Seperti memiliki kelemahan pada kaki, tangan, jari-jari
atau bagian tubuh lainnya.
b. Mengalami hambatan dalam faktor motorik, seperti berpindah tempat
dari suatu tempat ke tempat lainnya, bergerak, berjalan, dan tidak
mampu mengontrol tubuhnya.
c. Memiliki rasa kurang percaya diri karena faktor nomor1 dan 2.
Sehingga potensi yang dimiliki semestinya bisa berkembang menjadi
terhambat karena merasa malu.
d. Mengalami hambatan dalam faktor sensorik yang meliputi
pengendalian tubuh oleh otak.
e. Mengalami hambatan dalam faktor kognisi yang membuat
penyandang tunadaksa memiliki kecerdasan dibawah rata-rata
dibandingkan anak lainnya.
f. Mengalami ambatan dalam mempersepsi sesuatu hal dengan tepat.
g. Mengalami hambatan dari segi emosi dan sosial.
h. Kurang mampu mengembangkan konsep diri dan mengaktualisasikan
dirinya.
13
1. Faktor kelahiran Beberapa masalah dalam kelahiran yang
menyebabkan tunadaksa yaitu,
a. Pinggul ibu yang terlalu sempit membuat bayi menjadi sulit keluar
dan terjepit.
b. Pemberian injeksi yang berlebihan untuk mendorong bayi keluar
mempengaruhi sistem saraf otaknya.
c. Treatment untuk mengekuarkan bayi yang dilakukan secara ditarik
juga mempengaruhi saraf bayi.
2. Faktor kecelakaan Faktor kecelakaan bisa menjadi hal yang utama
penyebab tunadaksa pada seseorang. Kecelakaan bisa terjadi pada
semasih bayi, misalnya terjatuh pada saat digendong. Bisa juga
terjadi pada saat anak sudah bisa berjalan, misal terjatuh dari tangga,
terjatuh dari sepeda atau mengalami kecelakaan dengan orang lain.
3. Terkena virus Tunadaksa juga bisa disebabkan oleh virus yang
mungkin menggerogoti tubuhnya. Sehingga salah satu atau beberaspa
organ tubuh menjadi tidak berfungi. Misalnya polio dan beberapa
virus lainnya. Penanganan yang dapat dilakukan terhadap anak
penyandang tunadaksa menurut Murtie (2014:260) adalah sebagai
berikut:
a. Orangtua perlu menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan
anak.
b. Mencari info yang sebanyak-banyaknya tentang hal yang terkait
dengan penanganan terhadap penyandang tunadaksa.
c. Memberikan ruang gerak dan sekolah yang sesuai bagi anak
agar mereka mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya.
d. Stimulasi kemampuan anak dalam bidang yang dikuasai dan
digemarinya. 9
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulam
Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan netra
yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang mengalami kerusakan atau
hambatan pada organ mata.
Mohammad Efendi mendefinisikan tunanetra sebagai suatu kondisi
penglihatan dimana “anak yang memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu
atau setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi
mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh
anak normal/orang awas.” Dari sudut pandang medis seseorang dikatakan
megalami tunanetra apabila “memiliki visus dua puluh per dua ratus atau kurang
dan memiliki lantang pandangan kurang dari dua puluh derajat.”
Tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang memiliki
kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh.
Antara anak normal dan anak tunadaksa, memilki peluang yang sama untuk
15
melakukan aktualisasi diri, hanya saja banyak orang meragukan kemampuan anak
tunadaksa.
B. Saran
Semoga Tugas ini memberikan mamfaat untuk rekan-rekan pada
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Selain itu kritik dan saran yang
membangunsaya harapkan dari semua pihak pembaca demi kesempurnaan tugas
ini dan untuk pembuatan makalah selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Aqila Smart. (2014). Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi
untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Katahati. Journal Personality
and Individual Differences
Sutjihati Somantri. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama
16
Ardhi Wijaya. (2012).Seluk-Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya.
Jogjakarta: Javalitera.
Abu Ahmadi and Widodo Supriyono. (2004). Psikologi Belajar. Jakarata : Rineka
Cipta,
17