Anda di halaman 1dari 20

KARAKTERISTIK ABK/DIFABEL(Anak Berkelaianan Fisik/Tunanetra dan

tunadaksa)
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran PAI Anak Kebutuhan Khusus
(Difabel)
Dibina oleh :
Dr. Alfaiz, S.Psi.I, M.Pd

Disusun Oleh :

SILVIA Nim 1801129

Lokal : 6C

PROGRAM STUDY:ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STIT SYEKH BURHANUDDIN PARIAMAN
TAHUN AJARAN 2020\2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, ucapan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala


hidayah Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas yang berjudul “Anak
Berkelaianan Fisik/Tunanetra dan tunadaksa”.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dosen pembimbing yang


telah memberikan bimbingannya dalam penulisan tugas ini. Ucapan terima kasih juga
tidak lupasaya sampaikan kepada Bapak yang selalu memberikan dorongan dan
motivasi kepada saya.

Saya menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna. Terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun demi perbaikan tugas ini.

Padang Toboh,27 May 2021

i
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang......................................................................................... 1
I.2. Topik Bahasan.........................................................................................3
I.3. Tujuan .....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
II.1.Tunanetra.................................................................................................. 4
II.2.Tunadaksa................................................................................................ 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................16
B. Saran ..........................................................................................................16
DAFTARPUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki


hambatan dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya
tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang
termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan
gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar
biasa dan anak cacat(geniofarm).

Yang dibahas pada topik ini adalah Anak Berkebutuhan Khusus


Tunanetra dan Tunadaksa.Secara ilmiah ketunanetraan dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, apakah itu faktor dalam diri (internal) ataupun faktor dari luar
(eksternal). Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat
hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan: faktor gen
(sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat
dan sebagainnya.

Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah
bayi dilahirkan. Misalnya: kecelakaan, terkena penyakit siphilis yang mengenai
matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan
sehingga sistem syarafnya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus
trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, dan peradangan mata karena penyakit,
bakteri, atau virus.1

1 Kristiawan P.A Nugroho dan Risma Sijabat, Anak Berkebutuhan,Program Studi


Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Krister Satya Wacana Program

1
Penyandang tuna netra belum mendapat perlakukan yang layak,
mendapatkan sarana yang tidak memadai sangat menyulitkan bagi penyandang
disabilitas untuk berkembang.Disamping itu banyak pandangan masyarakat yang
cenderung tidak menganggap para penyandang tuna netra.Penyandang tuna netra
mendapat perlakuan diskrimatif.Padahal mereka sangat membutuhkan bantuan
individu awas sebagai penyemangat hidupnya bukan malah mendiskriminasikan
hidupnya.

Tuna daksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya
yang normal. Kondisi ini disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sejak lahir White House Conference.

Secara umum perkembangan fisik remaja tuna daksa dapat dikatakan


hampir sama dengan remaja normal kecuali bagian-bagian tubuh yang
mengalami kerusakan atau bagian tubuh lain yang terpengaruh oleh kerusakan
tersebut. Keadaan tuna daksa menyebabkan gangguan dan hambatan dalam
keterampilan motorik seseorang dan keterbatasan ini sangat membatasi ruang
gerak kehidupan remaja tuna daksa. Masalah tersebut perlu diselesaikan dengan
memberikan layanan pendidikan, bimbingan serta latihan dari guru maupun
orang tua untuk memahami kebutuhan dan potensi anak agar dapat berkembang
secara maksimal sesuai kekhususannya.2

I.2. Topik Bahasan

Makalah ini membahas beberapa Topik Pembahasan sebagai berikut:


Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Krister Satya

Wacana,2009.

2 Priyatno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling(Jakarta: Rineka


Cipta, 1999) hlm.34

2
1. Bagaimana Maksud dari Anak Tunanetra dalam Karakteristik ABK
2. Bagaimana klarifikasi dan factor penyebab anak Tunanetra dalam
Karakteristik ABK.
3. bagaimana maksud dari anak Tunadaksaa dalam Anak Berkebutuhan
Khusus.
4. Bagaimana Klasifikasi dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.

I.3. Tujuan

Dari beberapa topik pembahsan diatas, tentu mempunyai beberapa


tujuan yang akan di capai diantaranya yaitu:

a. Untuk Mengetahui Maksud dari Anak Tunanetra dalam Karakteristik ABK.


b. Untu memberi pengetahuan maksud dari anak Tunadaksaa dalam Anak
Berkebutuhan Khusus.
c. Untuk Memberi Pengetahuan klarifikasi dan factor penyebab anak Tunanetra
dalam Karakteristik ABK.
d. Untuk menjelaskan bagaimana Klasifikasi dan Karakteristik Anak
Berkebutuhan Khusus.

BAB II

PENDAHULUAN

II.1.Tunanetra

3
Penyebab anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode
kehidupan anak, yaitu :

II.1.a.Defenisi Tunanetra

Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan
netra yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang mengalami
kerusakan atau hambatan pada organ mata.3 Mohammad Efendi
mendefinisikan tunanetra sebagai suatu kondisi penglihatan dimana “anak
yang memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu atau setelah
dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi
mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa
digunakan oleh anak normal/orang awas.” Dari sudut pandang medis
seseorang dikatakan megalami tunanetra apabila “memiliki visus dua
puluh per dua ratus atau kurang dan memiliki lantang pandangan kurang
dari dua puluh derajat.”

Jika dlihat dari sudut pandang pendidikan, anak yang


mengalami tunanetra apabila anak membutuhkan “media yang digunakan
untuk mengikuti kegiatan pembelajaran adalah indra peraba (tunanetra
total) ataupun anak yang masih bisa membaca dengan cara dilihat dan
menulis tetapi dengan ukuran yang lebih besar (low vision).” Selain itu
tunanetra juga diartikan sebagai “seseorang yang sudah tidak mampu
memfungsikan indra penglihatannya untuk keperluan pendidikan dan
pengajaran walaupun telah dikoreksi dengan lensa.”

Dengan demikian dapat dipahami bahwa tunanetra yaitu


berkurangnya fungsi atau ketidakfungsian indra penglihatan seseorang

3 Esthy Wikasanti, Pengembangan Life Skills untuk Anak Berkebutuhan Khusus


(Jogjakarta: Redaksi Maxima, 2014), 9-10.

4
untuk melihat bayangan benda dalam aktivitas sehari-hari sehingga
membutuhkan pendidikan khusus guna mendukung aktivitas belajarnya. 4

II.1.b.Faktor Penyebab Tunanetra

Anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan memiliki


faktor penyebab yang berbeda, ada yang berasal dari dalam diri mereka
sendiri ataupun dari luar diri mereka. Berikut adalah klasifikasi faktor
penyebab individu mengalami tunanetra:

a. Prenatal (Sebelum Kelahiran)

Tahap prenatal yaitu sebelum anak lahir pada saat masa anak di
dalam kandungan dan diketahui sudah mengalami ketunaan. Faktor
prenatal berdasarkan periodisasinya dibedakan menjadi periode
embrio, periode janin muda, dan periode janin aktini. Pada tahap ini
anak sangat rentan terhadap pengaruh trauma akibat guncangan, atau
bahan kimia.

Faktor lain yang menjadi faktor anak mengalami tunanetra


berkaitan dengan kondisi anak sebelum dilahirkan yaitu gen (sifat
pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan
obat, virus, dan sebagainya.

b. Neonatal (Saat Kelahiran)

Periode neonatal yaitu periode dimana anak dilahirkan. Beberapa


faktornya yaitu anak lahir sebelum waktunya (prematurity), lahir
dengan bantuan alat (tang verlossing), posisi bayi tidak normal,
kelahiran ganda atau kesehatan bayi.

4 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi


Aksara, 2006), h. 31

5
c. Posnatal (Setelah Kelahiran)

Kelainan pada saat posnatal yaitu kelainan yang terjadi setelah


anak lahir atau saat anak dimasa perkembangan. Pada periode ini
ketunaan bisa terjadi akibat kecelakaan, panas badan yang terlalu
tinggi, kekurangan vitamin, bakteri.

Serta kecelakaan yang sifatnya ekstern seperti masuknya benda


keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan kendaraan,
dan lain-lain. Dapat dipahami bahwa terdapat tiga tahapan faktor
penyebab terjadinya tunanetra pada diri anak yaitu tahap prenatal yang
meliputi pengaruh trauma akibat guncangan atau bahan kimia. Tahap
neonatal meliputi anak lahir sebelum waktunya, posisi bayi tidak
normal, kelahiran ganda, dan kesehatan bayi yang bersangkutan. Serta
tahap posnatal yang meliputi kecelakaan, panas badan yang terlalu
tinggi, kekurangan vitamin, bakteri, dan sebagainya.

II.1.c.Klasifikasi Tunanetra

Menurut Aqila Smart dalam buku Anak Cacat Bukan Kiamat


tunanetra diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu buta total dan
kurang penglihatan (low fision). Berikut penjelasan klasifikasi tunanetra:

a. Buta total

Buta total yaitu kondisi penglihatan yang tidak dapat melihat dua
jari di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya. Mereka tidak
bisa menggunakan huruf selain huruf braille. Ciri-ciri buta total
diantaranya secara fisik mata terlihat juling, sering
berkedip,menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi,
gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan
pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

6
Secara perilaku menggosok mata secara berlebihan, menutup
atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala, atau
mencondongkan kepala ke depan, sukar membaca atau mengerjakan
tugas yang memerlukan penggunaan mata, berkedip lebih banyak,
membawa buku ke dekat mata, tidak dapat melihat benda yang agak
jauh, menyipitkan mata atau mengerutkan dahi.

b. Low fision

Low fision yaitu kondisi penglihatan yang apabila melihat


sesuatu maka harus didekatkan atau mata harus dijauhkan dari objek
yang dilihatnya atau memiliki pemandangan kabur ketika melihat
objek.

Ciri-ciri low fision diantaranya menulis dan membaca dengan


jarak yang sangat dekat, hanya dapat membaca huruf yang berukuran
besar, mata tampak terlihat putih di tengah mata atau kornea (bagian
bening di depan mata) terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus ke
depan, memincingkan mata atau mengerutkan kening terutama di
cahaya terang atau saat melihat sesuatu, lebih sulit melihat pada malam
hari, pernah mengalami operasi mata dan atau memakai kacamata yang
sangat tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa klasifikasi


tunanetra dibedakan menjadi dua yaitu buta total dan low fision. Buta
total merupakan kondisi penglihatan yang sama sekali tidak bisa
melihat objek di depannya dan hanya bisa menggunakan huruf braille
untuk belajar. Sedangkan low fision merupakan kondisi penglihatan
yang basih bisa melihat objek di depannya akan tetapi objek tersebut
harus didekatkan atau dijauhkan atau objekyang dilihat terlihat kabur.

7
Low fision masih bisa dikoreksi dengan alat bantu penglihatan akan
tetapi masih merasa kesulitan. 5

II.1.d.Karakteristik Anak Tunanetra

Anak tunanetra secara fisik sama dengan anak-anak pada


umumnya, namun terdapat beberapa hal yang membedakan antara
keduanya. Terdapat beberapa karakteristik yang ada pada anak tunanetra
diantaranya:

a. Kognitif

Keterbatasan atau ketidakmampuan penglihatan berpengaruh


pada perkembangan dan proses belajar siswa. Lowenfeld sebagaimana
yang dikutip oleh Ardhi Wijaya menggambarkan dampak kebutaan
dan lowfision terhadap perkembangan kognitif anak. Ia
mengidentifikasi keterbatasan anak pada tiga area yaitu:

1) Tingkat dan keanekaragaman pengalaman

Pengalaman anak tunanetra diperoleh dari indra-indra yang masih


berfungsi pada tubuhnya, terutama indra pendengaran dan perabaan.
Namun kedua indra tersebut tidak dapat menyeluruh dalam
memberikan informasi seperti informasi warna, ukuran, dan ruang.

2) Kemampuan untuk berpindah tempat

Keterbatasan penglihatan membuat anak tunanetra harus belajar


berjalan dan mengenali lingkungannya agar mampu melakukan
mobilitas secara aman, efektif, dan efisien.

5 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi untuk
Anak Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Katahati, 2014),

8
3) Interaksi dengan lingkungan

Anak tunanetra sulit untuk berinteraksi dengan lingkungan, karena


keterbatasan penglihatan mereka. Mereka membutuhkan waktu
yang relatif lebih lama dalam mengenali lingkungannya.

b. Akademik

Kemampuan akademik anak tunanetra secara umum sama


dengan anak normal lainnya. Ketunanetraan mereka berpengaruh pada
keterampilan membaca dan menulis mereka. Untuk memenuhi
kebutuhan membaca dan menulis mereka dibutuhkan media dan alat
yang sesuai. Anak dengan tunanetra total dapat membaca dan menulis
dengan huruf braille, sedangkan anak low fision menggunakan huruf
cetak dengan ukuran yang besar.

c. Fisik

Keadaan fisik anak tunanetra yang sangat mencolok yaitu


kelainan pada organ matanya. Terdapat beberapa gejala tunanetra yang
dapat diamati yaitu mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata,
kelopak mata merah, mata infeksi, gerakan mata tak beraturan dan
cepat, mata selalu berair (mengeluarkan air mata), serta pembengkakan
pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

d. Motorik

Hilangnya kemampuan penglihatan tidak memberi pengaruh


besar pada keadaan motorik anak. Anak hanya membutuhkan belajar
dan waktu yang sedikit lebih lama untuk melakukan mobilitas. Seiring
berjalannya waktu anak dapat mengenali lingkungannya dan
beraktivitas dengan aman dan efisien.

9
e. Perilaku

f. Pribadi dan Sosial

Keterbatasan penglihatan anak tunanetra berdampak pada


kemampuan sosial mereka. Mereka kesulitan dalam mengamati dan
menirukan perilaku sosial dengan benar. 6

II.2.  Tunadaksa

Tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang


memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau
bentuk tubuh. Antara anak normal dan anak tunadaksa, memilki peluang yang
sama untuk melakukan aktualisasi diri, hanya saja banyak orang meragukan
kemampuan anak tunadaksa. Ada dua penggolongan anak tunadaksa yakni
tunadaksa murni yang tidak mengalami gangguan mental, sedangkan yang
kedua adalah tunadaksa kombinasi yang kebanyakan mengalami gangguan
mental. 7

II.1.a.Pengertian Anak Tunadaksa

Menurut Sutjihati Somantri, bahwa tunadaksa adalah suatu


keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau
hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya yang normal.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga
disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.

6 Ardhi Wijaya, Seluk-Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya (Jogjakarta:


Javalitera, 2012), 25.

7 Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung : Refika Aditama, 2006),
h.121.

10
Sedangkan menurut Mohammad Efendi, bahwa tunadaksa
adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya
disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau
pertumbuhan yang tidak sempurna. Dan dipertegas lagi oleh Aqila
Smart, bahwa tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang
yang memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki,
tangan, atau bentuk tubuh.

Jadi anak tunadaksa adalah manusia yang masih kecil dimana


anak tersebut mengalami gangguan pada anggota tubuhnya baik itu
disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh
pembawaan sejak lahir.

II.1.b.Klasifikasi Anak Tunadaksa

Klasifikasi anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi anak


tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped), dan anak tunadaksa
saraf (neurologically handicapped).

Sedangkan menurut France G. Koening yang dikutip oleh


Sutjihati Somantri menyebutkan klasifikasi untuk anak tunadaksa antara
lain club-foot (kaki seperti tongkat), club-hand (tangan seperti tongkat),
polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing masing tangan atau
kaki), syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu
dengan lainnya), torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala
terkulai ke muka), spina-bifida (sebagian dari sum-sum tulang belakang
tidak tertutup), cretinism (kerdil), mycrocephalus (kepala yang kecil
atau tidak normal), hydrocephalus (kepala yang besar karena berisi
cairan), clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang), herelip
(gangguan pada bibir dan mulut), congenital hip dislocation

11
(kelumpuhan pada bagian paha), congenital amputation (bayi yang
dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu), fredresich ataxia (gangguan
pada sum-sum tulang belakang), coxa valga (gangguan pada sendi paha
terlalu besar), syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit
syphilis).

Jadi untuk klasifikasi anak tunadaksa antara lain tunadaksa


ortopedi (orthopedically handicapped), anak tunadaksa saraf
(neurologically handicapped), club-foot (kaki seperti tongkat), club-
hand (tangan seperti tongkat), polydactylism (jari yang lebih dari lima
pada masing masing tangan atau kaki), syndactylism (jari-jari yang
berselaput atau menempel satu dengan lainnya), torticolis (gangguan
pada leher sehingga kepala terkulai ke muka), spina-bifida (sebagian
dari sum-sum tulang belakang tidak tertutup), cretinism (kerdil),
mycrocephalus (kepala yang kecil atau tidak normal). 8

II.1.c.Karakteristik Anak Tunadaksa

Menurut Delphie (2009:126) penderita tunadaksa merupakan


seseorang yang mengalami kesulitan akibat kondisi tubuhnya sendiri
sehingga membutuhkan bantuan untuk orang lain.

Menurut Halahan dan Kauffman (1991) (dalam Kosasih


2012:130) anak penyandang tunadaksa diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu:

1. Tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped), merupakan


penyandang tunadaksa yang mengalami kecacatan tertentu pada
bagian tulang, otot tubuh maupun persendian.

8 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarata : Rineka Cipta,
2004), h.57.

12
2. Tunadaksa saraf (nurologically handicapped), merupakan penyandang
tunadaksa yang mengalami kelemahan pada gerak dan fungsi salah
satu atau beberapa alat geraknya yang disebabkan oleh kelainan
pada saraf diotak.

Menurut Murtie (2014:259), ciri-ciri yang dimiliki oleh


penyandang tunadaksa dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Mengalami hambatan dari segi fisik, baik disalah satu atau beberapa
bagian tubuh. Seperti memiliki kelemahan pada kaki, tangan, jari-jari
atau bagian tubuh lainnya.
b. Mengalami hambatan dalam faktor motorik, seperti berpindah tempat
dari suatu tempat ke tempat lainnya, bergerak, berjalan, dan tidak
mampu mengontrol tubuhnya.
c. Memiliki rasa kurang percaya diri karena faktor nomor1 dan 2.
Sehingga potensi yang dimiliki semestinya bisa berkembang menjadi
terhambat karena merasa malu.
d. Mengalami hambatan dalam faktor sensorik yang meliputi
pengendalian tubuh oleh otak.
e. Mengalami hambatan dalam faktor kognisi yang membuat
penyandang tunadaksa memiliki kecerdasan dibawah rata-rata
dibandingkan anak lainnya.
f. Mengalami ambatan dalam mempersepsi sesuatu hal dengan tepat.
g. Mengalami hambatan dari segi emosi dan sosial.
h. Kurang mampu mengembangkan konsep diri dan mengaktualisasikan
dirinya.

Penyebab terjadinya tunadaksa menurut Murtie (2014:258)


yaitu:

13
1. Faktor kelahiran Beberapa masalah dalam kelahiran yang
menyebabkan tunadaksa yaitu,
a. Pinggul ibu yang terlalu sempit membuat bayi menjadi sulit keluar
dan terjepit.
b. Pemberian injeksi yang berlebihan untuk mendorong bayi keluar
mempengaruhi sistem saraf otaknya.
c. Treatment untuk mengekuarkan bayi yang dilakukan secara ditarik
juga mempengaruhi saraf bayi.
2. Faktor kecelakaan Faktor kecelakaan bisa menjadi hal yang utama
penyebab tunadaksa pada seseorang. Kecelakaan bisa terjadi pada
semasih bayi, misalnya terjatuh pada saat digendong. Bisa juga
terjadi pada saat anak sudah bisa berjalan, misal terjatuh dari tangga,
terjatuh dari sepeda atau mengalami kecelakaan dengan orang lain.
3. Terkena virus Tunadaksa juga bisa disebabkan oleh virus yang
mungkin menggerogoti tubuhnya. Sehingga salah satu atau beberaspa
organ tubuh menjadi tidak berfungi. Misalnya polio dan beberapa
virus lainnya. Penanganan yang dapat dilakukan terhadap anak
penyandang tunadaksa menurut Murtie (2014:260) adalah sebagai
berikut:
a. Orangtua perlu menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan
anak.
b. Mencari info yang sebanyak-banyaknya tentang hal yang terkait
dengan penanganan terhadap penyandang tunadaksa.
c. Memberikan ruang gerak dan sekolah yang sesuai bagi anak
agar mereka mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya.
d. Stimulasi kemampuan anak dalam bidang yang dikuasai dan
digemarinya. 9

9 Sigit Dwi Laksana, Urgensi Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah. (Ponorogo:


Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo Muaddib Vol. 05, 2015), hal. 172

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulam
Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan netra
yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang mengalami kerusakan atau
hambatan pada organ mata.
Mohammad Efendi mendefinisikan tunanetra sebagai suatu kondisi
penglihatan dimana “anak yang memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu
atau setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi
mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh
anak normal/orang awas.” Dari sudut pandang medis seseorang dikatakan
megalami tunanetra apabila “memiliki visus dua puluh per dua ratus atau kurang
dan memiliki lantang pandangan kurang dari dua puluh derajat.”
Tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang memiliki
kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh.
Antara anak normal dan anak tunadaksa, memilki peluang yang sama untuk

15
melakukan aktualisasi diri, hanya saja banyak orang meragukan kemampuan anak
tunadaksa.
B. Saran
Semoga Tugas ini memberikan mamfaat untuk rekan-rekan pada
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Selain itu kritik dan saran yang
membangunsaya harapkan dari semua pihak pembaca demi kesempurnaan tugas
ini dan untuk pembuatan makalah selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

Kristiawan P.A Nugroho dan Risma Sijabat.(2009).Anak Berkebutuhan,Program


Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Krister
Satya Wacana Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Krister Satya Wacana

Priyatno and Erman Amti. (1999). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta:


Rineka Cipta

Esthy Wikasanti. (2014). Pengembangan Life Skills untuk Anak Berkebutuhan


Khusus. Jogjakarta: Redaksi Maxima. Journal Personality and Individual
Differences

Aqila Smart. (2014). Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran dan Terapi
untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Katahati. Journal Personality
and Individual Differences

Sutjihati Somantri. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama

16
Ardhi Wijaya. (2012).Seluk-Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya.
Jogjakarta: Javalitera.

Abu Ahmadi and Widodo Supriyono. (2004). Psikologi Belajar. Jakarata : Rineka
Cipta,

Sigit Dwi Laksana. (2015). Urgensi Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah.


Ponorogo: Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Muaddib Vol. 05.

17

Anda mungkin juga menyukai