Anda di halaman 1dari 18

KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA

Makalah Pendidikan Agama

Oleh :
Kelompok : 2

Hannifiah Rahmah 2101055003

Galih Razzaq Purdianata 2101055005

Dosen pengampu

Sayonara siregar, M.Ag.,

PENDIDIKAN BAHASA INGRIS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF . DR.HAMKA


1442 H/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah yang berjudul KEBUTUHAN MANUSIA DALAM AGAMA ini dapat tersusun
sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, Oktober 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 3

C. Tujuan dan Manfaat .......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4

A. Pengertian Agama ............................................................................................................. 4

B. Fungsi Agama Dalam Kehidupan ..................................................................................... 5

C. Pandangan Islam Terhadap Modernisasi........................................................................... 7

D. Kebutuhan Manusia Pada Agama ................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 13

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Islam dan berkembang berbagai aliran-
aliran agama. Keberagaman pemahaman beragama sering kali menimbulkan konflik-konflik
yang mengatasnamakan agama. Selain itu perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
termasuk didalamnya perkembangan ilmu-ilmu sosial mempengaruhi kesadaran manusia
terhadap apa yang disebut fenomena agama (Abdullah M. , 2004). Agama tidak hanya sebatas
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Karena agama juga mengatur bagaimana kita
hidup dengan sesama manusia dan juga mengatur hubungan manusia dengan alam.
Berdasarkan keyakinan pada Tuhan, perilaku baik manusia mengikuti aturan Tuhan. Aturan itu
diperlukan agar manusia tetap berada di jalan yang menuju tercapainya tujuan hidup atau
berada di jalan yang diperintahkan Tuhan, yang tidak lain dilakukan demi kebaikan manusia
itu sendiri (Ibrahim & Akhmad, 2014). Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa agama
merupakan jalan hidup yang harus ditempuh manusia untuk mewujudkan kebaikan hidup di
dunia dan di akhirat. Sayangnya tidak semua orang memaknai agama menjadi suatu kebutuhan
dan tujuan hidup untuk menuju alam kekal, beberapa orang menganggap aturan-aturan
beragama adalah kewajiban yang harus dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan. Sehingga
praktik-praktik agama bukan atas dasar kecintaan terhadap sang Khalik melainkan sebuah
formalitas statusnya beragama Islam.

Ada beberapa pandangan yang mengacu pada ajaran agama. Pada satu sisi, kita
bersentuhan dengan satu dimensi penting dari agama, yaitu setiap agama akan memiliki klaim
eksklusif tentang kebenaran, yaitu agamanyalah yang paling benar dan sah. Pada sisi lain, kita
juga sering mendengar beragama merupakan hak dasar warga negara, termasuk
mempraktikkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Beragama dipandang
merupakan hak asasi individu yang tak boleh dicampuri siapa pun termasuk oleh negara. Oleh
karena merupakan hak individu, maka tugas negara adalah menjamin terlaksananya hak-hak
tersebut dalam kehidupan keseharian penganutnya (Ibrahim & Akhmad, 2014).

Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah swt. Oleh sebab
itu manusia selalu membutuhkan panutan untuk menjalankan kehidupannya masing-masing.
Manusia tidak akan pernah merasa puas atas apa yang telah mereka miliki, oleh karena itu
manusia harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kebutuhan pokok seperti kebutuhan

1
primer, skunder dan tersier. Semua kebutuhan tersebut harus diiringi dengan keyakinan,
manusia dapat mengatur hidupnya dengan adanya keyakinan atau Agama yang mereka anut,
oleh sebab itu agama merupakan salah satu kebutuhan manusia yang juga tidak kalah penting
dibandingkan dengan kebutuhan pokok tersebut. Dengan memiliki Agama, manusia dapat
mengendalikan segala sesuatu yang dihadapi dalam kehidupannya, manusia dapat
mengendalikan hawa nafsu mereka dengan aturan keyakinan mereka masing-masing,
kebutuhan manusia terhadap agama bukanlah kebutuhan yang dianggap mudah, karna agama
dapat membuat manusia meyakini apa yang mereka lakukan dalam kehidupan mereka masing-
masing, dalam Agama Islam manusia memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan kodratnya,
maka dalam agama islam manusia dapat mengatur kehidupannya dengan baik.

Menurut (Muhammadin, 2013), Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Artinya


manusia tidak dapat hidup dan berkembang dengan baik tanpa bantuan orang lain. Hubungan
manusia dengan sesama manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup yang kompleks,
yaitu kebutuhan bersifat fisik dan psikis. Substansi hubungan manusia itu pada pokoknya
adalah saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Ini pertanda bahwa manusia diberikan
batasan-batasan tentang perbuatan yang baik untuk keharmonisan interaksi.

Dengan berkembangnya zaman manusia dituntun untuk terus berkembang dan maju secara
dinamis untuk menjalani hidupnya atau dapat dikatakan sebagai modernitas, merupakan suatu
proses yang tidak akan dapat dihindari. Akan tetapi, modernitas ini menimbulkan sisi yang
bersinambungan dengan agama, karena modernitas lebih rasionalisme dengan paradigma-
paradigma yang berkembang setiap zamannya.

Problem modernitas yang dihadapi manusia bukan semata-mata karena manusia bersikap
serba rasional karena rasionalitas merupakan elemen intristik dalam diri manusia sebagai
makhluk Tuhan yang terbaik. Problem kemanusiaan zaman modern itu muncul menjadi suatu
nestapa karena rasionalisasi telah mekar menjadi rasionalisme dan manusia menjadi serba
organic, sehingga potensi-potensi alamiah manusia seperti hati nurani dan perasaan menjadi
marginal dalam struktur perilaku.

Untuk membahas hal-hal yang dituliskan pada latar belakang akan menjadi pokok masalah
dalam makalah ini adalah kebutuhan manusia pada agama.

2
B. Rumusan Masalah
Pada latar belakang diatas dapat dirumuskan, sebagai berikut:

1. Apa Pengertian Agama?


2. Apa Fungsi Agama dalam Kehidupan
3. Bagaimana pandangan islam terhadap modernisasi?
4. Bagaimana kebutuhan manusia pada agama?

C. Tujuan dan Manfaat


Penulisan makalah ini memiliki tujuan dan manfaat untuk:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang agama.


2. Mengetahui Fungsi-fungsi Agama dalam Kehidupan
3. Mengetahui pandangan islam terhadap modernisasi.
4. Pentingnya agama pada kehidupan manusia.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Agama merupakan suatu hal yang harus di ketahui makna yang terkandung di
dalamnya,dan agama tersebut berpijak kepada suatu kodrat kejiwaan yang berupa keyakinan,
sehingga dengan demikian, kuat atau rapuhnya Agama bergantung kepada sejauhmana
keyakinan itu tertanam dalam jiwa (Joesef, 1983). Oleh karena itu, dengan mengetahui makna
yang terkandung di dalam agama, makaorang yang beragama tersebut dapat merasakan
kelembutan dan ketenangan yang dapat kita ambil dari ajaran agama tersebut.Sehingga dalam
mengemukakan definisi dari agama, maka di perlukan suatu pemikiran yang cermat, sebab
perkaran ini bukan perkara yang mudah dan gampang untuk dilakukan (Asir, 2014).

Agama dalam bahasa Arab disebut Din yang memiliki pemaknaan banyak. Makna-makna
utama dalam kata din disimpulkan menjadi empat, yaitu 1) keadaan berutang; 2) penyerahan
diri; 3) kuasa peradilan; dan (4) kecenderungan alami. Konsep-konsep pemaknaan yang
berkaitan dengan berhutang, seperti merendah diri, menjadi hamba mengabdi. Lalu dari
pemaknaan utama seorang hakim, penguasa dan pemerintah, dapat diperoleh makna lain seperti
yang perkasa, yang besar, dan kuat (Al-Attas, 2011). Dalam perspektif berbeda, agama adalah
gejala yang begitu sering “terdapat dimana-mana”, dan agama berkaitan dengan usaha-usaha
manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam
semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan
juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju kepada adanya suatu dunia yang tak
dapat dilihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan
sehari-hari (Nottingham, 1985).

Agama dari sudut bahasa (etimologi) berarti peraturan-peraturan tradisional, ajaran-


ajaran, kumpulan-kumpulan hukum yang turun temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan
(Poerdarminta, 1982) . Agama asalnya terdiri dari dua suku kata, yaitu a berarti tidak dan gama
berarti kacau. Jadi agama mempunyai arti tidak kacau. Arti ini dapat dipahami dengan melihat
hasil yang diberikan oleh peraturan- peraturan agama kepada moral atau materiil pemeluknya,
seperti yang diakui oleh orang yang mempunyai pengetahuan. (Abdullah, 2004) Dalam bahasa
Arab, agama berasal dari kata ad-din, dalam bahasa Latin dari kata religi, dan dalam bahasa
Inggeris dari kata religion. kata religi berasal dari bahasa Latin yaitu berasal dari kata relegere
yang mengandung arti yang mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga

4
sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara- cara mengabdi kepada Tuhan yang
terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Ada yang berpendapat kata itu berasal dari kata
religare yang berarti mengikat. Ajaran- ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi
manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula ikatan antara roh manusia dengan Tuhan, dan
agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan (Nata, 2011).

Selain itu, kata agama berasal dari bahasa sanskerta "A" berarti tidak; "GAMA" berarti
kacau. Sehingga agama berarti tidak kacau, atau dapat diartikan suatu peraturan yang bertujuan
untuk mencapai kehidupan manusia ke arah dan tujuan tertentu. Dilihat dari sudut pandang
kebudayaan, agama dapat berarti sebagai hasil dari suatu kebudayaan, dengan kata lain agama
diciptakan oleh manusia dengan akal budinya serta dengan adanya kemajuan dan
perkembangan budaya tersebut serta peradabanya. Bentuk penyembahan Tuhan terhadap
umatnya seperti pujian, tarian, mantra, nyanyian dan yang lainya, itu termasuk unsur
kebudayaan (Moqsith, 2009).

B. Fungsi Agama Dalam Kehidupan


Menurut (Fathoni, 2001) fungsi agama dalam kehidupan terbagi menjadi 4, adalah:

1. Sebagai Pembimbing Dalam Hidup, Pengendali utama kehidupan manusia adalah


kepribadiannya yang mencakup segala unsure pengalaman pendidikan dan keyakinan
yang didapatnya sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu
kepribadian yang harmonis, di mana segala unsur pokoknya terdiri dari pengalaman yang
menentramkan jiwa maka dalam menghadapi dorongan baik yang bersifat biologis
ataupun rohani dan sosial akanmampu menghadapi dengan tenang.
2. Penolong Dalam Kesukaran, Orang yang kurang yakin akan agamanya (lemah imannya)
akan menghadapi cobaan/kesulitan dalam hidup dengan pesimis, bahkan cenderung
menyesali hidup dengan berlebihan dan menyalahkan semua orang. Beda halnya dengan
orang yang beragama dan teguh imannya, orang yang seperti ini akan menerima setiap
cobaan dengan lapang dada. Dengan keyakinan bahwa setiap cobaan yang menimpa
dirinya merupakan ujian dari tuhan (Allah) yang harus dihadapi dengan kesabaran karena
Allah memberikan cobaan kepada hambanya sesuai dengan kemampuannya. Selain itu,
barang siapa yang mampu menghadapi ujian dengan sabar akan ditingkatkan kualitas
manusia itu.
3. Penentram Batin, Jika orang yang tidak percaya akan kebesaran tuhan tak peduli orang itu
kaya apalagi miskin pasti akan selalu merasa gelisah. Orang yang kaya takut akan

5
kehilangan harta kekayaannya yang akan habis atau dicuri oleh orang lain, orang yang
miskin apalagi, selalu merasa kurang bahkan cenderung tidak mensyukuri hidup. Lain
halnya dengan orang yang beriman, orang kaya yang beriman tebal tidak akan gelisah
memikirkan harta kekayaannya. Dalam ajaran Islam harta kekayaan itu merupakan titipan
Allah yang didalamnya terdapat hak orang-orang miskin dan anak yatim piatu. Bahkan
sewaktu-waktu bisa diambil oleh yang maha berkehendak, tidak mungkin gelisah. Begitu
juga dengan orang yang miskin yang beriman, batinnya akan selalu tentram karena setiap
yang terjadi dalam hidupnya merupakan ketetapan Allah dan yang membedakan derajat
manusia dimata Allah bukanlah hartanya melainkan keimanan dan ketakwaannya.
4. Pengendali Moral, Setiap manusia yang beragama yang beriman akan menjalankan setiap
ajaran agamanya. Terlebih dalam ajaran Islam, akhlak amat sangat diperhatikan dan di
junjung tinggi dalam Islam. Pelajaran moral dalam Islam sangatlah tinggi, dalam Islam
diajarkan untuk menghormati orang lain, akan tetapi sama sekali tidak diperintah untuk
meminta dihormati. Islam mengatur hubungan orang tua dan anak dengan begitu indah.
Dalam Al-Qur’an ada ayat yang berbunyi: “dan jangan kau ucapkan kepada kedua (orang
tuamu) uf!!” Tidak ada ayat yang memerintahkan kepada manusia (orang tua) untuk minta
dihormati kepada anak. Selain itu Islam juga mengatur semua hal yang berkaitan dengan
moral, mulai dari berpakaian, berperilaku, bertutur kata hubungan manusia dengan
manusia lain (hablum minannas atau hubungan sosial). Termasuk di dalamnya harus jujur,
jika seorang berkata bohong maka

Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang per orang maupun
dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu agama juga memberi dampak
bagi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian secara psikologis, agama dapat berfungsi sebagai
motif intrinsik (dalam diri) dan motif ekstrinsik (luar diri). Motif yang didorong keyakinan
agama dinilai memiliki kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan non-
agama, baik doktrin maupun ideologi yang bersifat profan (Rahmat, 2010). Dengan begitu
agama adalah sebuah makna dimana setiap orang bebas menentukan haknya untuk beragama
karena didalamnya manusia menemukan pandangan hidup dan inspirasi yang dapat menjadi
landasan yang kokoh untuk pembentukan nilai, harkat dan martabat manusia (Sari, 2019).
Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-
norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap
dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai
agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk

6
ciri khas. Menurut (McGuire, 2002), diri manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu. Sistem
nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk melalui
belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, teman,
institusi pendidikan dan masyarakat luas. Sistem nilai yang berdasarkan agama dapat memberi
individu dan masyarakat perangkat sistem nilai dalam bentuk keabsahan dan pembenaran
dalam mengatur sikap individu dan masyarakat. Pengaruh sistem nilai terhadap kehidupan
individu karena nilai sebagai realitas yang abstrak dirasakan sebagai daya dorong atau prinsip
yang menjadi pedoman hidup. Dalam realitasnya nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola
tingkah laku, pola berpikir dan pola bersikap (Kaswardi, 1993).

Fungsi dan kedudukan agama dalam kehidupan manusia sebagai pedoman, aturan dan
undang-undang Tuhan yang harus di taati dan mesti dijalankan dalam kehidupan. Agama
sebagai way of life, sebagai pedoman hidup yang harus diberlakukan dalam segala segi
kehidupan. Orang yang beragama dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, menguasai nafsunya
sesuai dengan ajaran agama. Orang yang beragama cendrung berbuat baik sebanyak-
banyaknya, dengan hartanya, tenaganya dan pikirannya. Dan dia akan berusaha sehabis daya
upayanya untuk menghindarkan dirinya dari segala perbuatan yang keji dan munkar. Selain itu
agama merupakan unsur mutlak dalam pembinaan karakter pribadi dan membangun kehidupan
sosial yang rukun dan damai (Rousydiy, 1986).

Fungsi dan peran agama bagi kehidupan, memberikan pengaruh terhadap individu, baik
dalam bentuk sistem nilai, motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling
penting adalah sebagai pembentuk kata hati (conscience) (Sari, 2019).

C. Pandangan Islam Terhadap Modernisasi


Istilah “modern” berasal dari kata Latin modernus yang artinya “baru saja”.Pengertian
modern mengarah bukan hanya kepada kata “zaman” (zaman yang kita tahu terbagi menjadi,
zaman purba, zaman pertengahan dan zaman modern), tetapi yang lebih spesifik mengarah
kepada “cara berfikir dan bertindak”. Dua ciri utama yang menandai peradaban modern, yaitu
rasionalisasi (cara berfikir yang rasional) dan teknikalisasi (cara bertindak yang teknikal).
Tumbuhnya sains dan teknologi modern diikuti oleh berbagai inovasi di segenap bidang
kehidupan.

Perkembangan filsafat Barat sebenarnya menjadi pendorong munculnya zaman modern,


yang berfokus pada pembahasan humanitas, individualisme dan kebebasan. Yang kemudian
pada akhirnya arah kecenderungan ini membawa konsekwensi yang mengakibatkan keraguan-

7
keraguan skiptis. Karena industrialisasi akan semakin menguat sebagai salah satu efek dari
modernisasi. Sebaliknya modernisasi menjadi salah satu penyebab di negara-negara yang
sedang berkembang industrialisasinya.

Modernisasi secara implikatif, merupakan proses yang cenderung mengikis dan


menghilangkan pola-pola lama dan kemudian memberinya status modern pada polapola yang
baru (Pardoyo, 1993). Sementara aspek yang paling mencolok dari modernisasi adalah
beralihnya teknik produksi dari tradisional ke teknik modern (Attir & Peterson, 1989).
Pandangan ini berlandaskan pada terjadinya revolusi industri di Barat, atau berarti modernisasi
adalah suatu proses transformasi perubahan bentuk dari masyarakat tradisional menuju
masyarakat modern. Makna tradisional sendiri diartikan sebagai pandangan hidup yang pada
pkoknya tertutup, kaku dan tidak mudah menerima perubahan (Pardoyo, 1993). Sebagai suatu
proses yang global, pada perjalanannya modernisasi yang diterapkan mempunyai implikasi-
implikasi dan sering kali kontra produktif walaupun disebutkan dalam proses modernisasi
mencoba mengambil sesuatu yang positif tanpa mengambil alih nilai-nilai yang telah ada (Attir
& Peterson, 1989).

Untuk itu Mukti Ali mengatakan bahwa sejarah itu bergerak ke arah tujuan tertentu,
kesanggupan manusia untuk mengarahkan jalannya sejarah itu adalah arti modern. Untuk
menjadi modern sesorang tidak harus hidup dalam lingkungan tertentu, tetapi ia sanggup
memilih karenanya manusia dapat menggunakan segala kemungkinan yang terbuka baginya
(A. Mukti Ali, 1987).

Menurut (Nasution H. , 2003) modernisme memiliki konteksnya sebagai gerakan yang


berawal dari dunia Barat bertujuan menggantikan ajaran agama Katolik dengan sains dan
filsafat modern. Gerakan ini berpuncak pada proses sekularisasi dunia Barat. Berbeda dengan
Nasution, Azyumardi Azra lebih suka memakai istilah modern dari pada pembaruan.
Penggunaan istilah pembaruan Islam tidak selalu sesuai dengan kenyataan sejarah. Pembaruan
dalam dunia Islam modern tidak selalu mengarah pada reafirmasi Islam dalam kehidupan
muslim. Sebaliknya, yang sering terjadi adalah westernisasi dan sekularisasi seperti pada kasus
Turki (Azra, 2010) Apa yang disampaikan Azra adalah kenyataan modernisme dalam makna
subyektifnya, sedangkan Nasution mencoba melihat modern dengan makna obyektif. Memang
harus diakui, ekspansi gagasan modern oleh bangsa Barat tidak hanya membawa sains dan
teknologi, tetapi juga tata nilai dan pola hidup mereka yang sering kali berbeda dengan tradisi
yang dianut masyarakat obyek ekspansi.

8
Kehidupan modern memang memberikan kemudahan untuk mencari pengetahuan agama
dengan melalui media sosial yang marak di masa kini. Namun, sesuatu yang bersifat instan
akan memberikan pengaruh yang besar terhadap diri seseorang. Semua yang terkait di media
sosial dianggap suatu kebenaran yang mutlak, sehingga dijadikan panduan dalam memahami
agama. Semua ditelan mentah-mentah tanpa difilter terlebih dahulu membentuk diri menjadi
pola pikir yang kaku, kebencian terhadap umat beragama, dan menghambakan sosial media
sebagai Tuhan. Setiap detik dalam kehidupan umat Islam selalu berhadapan dengan hal-hal
yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaannya, ditambah lagi
kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi
umat Islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu
itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang (Sari, 2019).

Sepaham dengan Mukti Ali yang mengartikan modernisasi bahwa sejarah itu bergerak ke
arah tujuan tertentu, jadi kesanggupan manusia untuk mengarahkan jalannya sejarah itu adalah
arti modern. Untuk menjadi modern sesorang tidak harus hidup dalam lingkungan tertentu,
tetapi ia sanggup memilih karenanya manusia dapat menggunakan segala kemungkinan yang
terbuka baginya (A. Mukti Ali, 1987).

Di kalangan umat Islam pun telah timbul pemikiran bahwa agama Islam hanyalah ajaran
moral. Di luar itu Islam harus menyerahkan pengaturan perilaku pada lembaga sosial
masyarakat modern. Islam adalah agama yang intens terhadap semangat modernisme dan
kemanjuan. Modernisasi adalah sebuah proses yang menggelobal melanda seluruh negara-
negara di dunia, dan Islam haruslah tetap mengambil peran (Ismail).

Pertama Islam menerima bahkan mendorong dan mengajarkan perlunya untuk melakukan
pembangunan dan modernisasi karena itu merupakan sesuatu yang esensial dan fundamental
bagi manusia. Hal itu tidak lain merupakan wujud perjuangan manusia dalam upayanya
mempertahankan dan mengembangkan eksistensi hidupnya. Ini dimaksudkan untuk
meletakkan agama Islam sebagai aspek sentral dalam mendukung modernisasi, sebab
modernisasi merupakan proses yang tidak dapat dielakkan, bahkan merupakan proses
kemajuan manusia. Kedua Islam dapat menerima penggunaan unsur-unsur budaya Barat, tentu
saja kebudayaan Barat yang selaras dengan jiwa Islam. Di sinilah Islam berfungsi sebagai
pengendali dan mempunyai peran efaktif terhadap proses modernisasi.

9
D. Kebutuhan Manusia Pada Agama
Manusia sebagai makhluk berdimensi jasmaniah dan ruhaniah memiliki berbagai potensi,
baik berupa potensi akal, maupun berupa potensi fisik-inderawi yang begitu lengkap sebagai.
Kedua potensi tersebut merupakan sarana utama bagi manusia untuk menyelesaikan berbagai
persoalan hidupnya yang terkait dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Potensi seperti itu sangat
berguna dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia yang bersifat fisik-duniawi.
Sementara untuk memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan aspek ruhaniahnya,
kemampuan fisik dan kecerdasan akal manusia bagai- mana pun juga tidak mungkin dapat
menyelesaikannya. Di sinilah agama memainkan peran penting dan utama dalam memenuhi
kebutuhan rohaniah manusia, serta memberikan solusi yang baik bagi persoalan-persoalan
yang sedang dihadapinya. Dalam rangka menjawab persoalan-persoalan hidup yang mereka
hadapi sehari-hari, manusia tampaknya memerlukan tiga hal pokok dan vital, yaitu: sains dan
teknologi (sainstek), agama, dan seni. Ketiga hal ini merupakan prasyarat bagi manusia untuk
men-capai kesempurnaan dalam hidup mereka. Kebutuhan manusia terha-dap ketiga hal
tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut: dengan ilmu, hidup menjadi mudah; dengan
agama, hidup menjadi terarah dan damai; dan dengan seni, hidup menjadi indah dan nyaman.

Prof. Dr. H. Mukti Ali dalam bukunya yang berjudul Seni, Ilmu, dan Agama,
menggambarkan fungsi ketiga hal yang sangat asasi ini dengan ungkapan, “Dengan seni, hidup
menjadi halus dan syahdu; dengan ilmu, hidup menjadi maju dan enak; dan dengan agama,
hidup menjadi bermakna dan bahagia.” Ketiga hal ini, paling tidak yang terpenting di antara
hal-hal lainnya, merupakan kemestian dalam hidup manusia dalam rangka mencapai
kebahagiaan, baik secara individual maupun kolektif dan kelompok. Ketiganya tidak dapat
dipisahkan. Seni tanpa ilmu akan lunglai, seni tanpa agama tidak mempunyai arah. Sedang
ilmu pengetahuan tanpa seni akan mela- hirkan kekasaran dan tanpa agama akan melahirkan
kebiadaban dan kebrutalan. Demikian juga, agama tanpa seni akan kering, dan agama tanpa
ilmu akan lumpuh. Akan tetapi dengan ketiga-tiganya itu (agama, seni, dan ilmu), hidup dan
kehidupan akan menjadi lebih produktif dan sempurna.

Kenyataannya, agama tetap merupakan dimensi terpenting dalam setiap tahap sejarah
kemanusiaan universal. Dengan kata lain, agama tidak pernah hilang dalam sejarah, walau
sejenak pun. Memang, mungkin saja ada masa di sebuah tempat di bumi ini di mana agama
tidak diakui oleh manusia yang mendiami tempat itu. Namun, agama tidak pernah menghilang
sama sekali dalam sejarah manusia. Fakta ini saja sudah cukup untuk mengatakan bahwa

10
agama merupakan bagian yang vital dari kehidupan manusia baik di masa lalu, masa kini,
maupun di masa depan.

Dengan kata lain, agamalah yang menjadikan peradaban manu- sia mencapai tingkatan
kemajuan seperti sekarang ini. Bahkan, agamalah yang pada dasarnya berulang kali
menyelamatkan peradaban umat manusia dari kehancurannya. Sejarah menunjukkan bahwa
sejumlah peradaban besar yang mengalami kemunduran karena kehancuran moralitas
manusianya bisa kembali bangkit karena ditopang oleh munculnya kembali kesadaran pemilik
peradaban itu akan pentingnya spirit keagamaan dalam kehidupan mereka. Sebuah peradaban
dapat tumbuh dan berkembang karena memiliki landasan moral yang kuat; dan agar
landasannya kuat, sebuah moralitas harus mendapat inspirasi dari kepercayaan kepada Tuhan
yang terdapat dalam ajaran keagamaan, oleh kekuatan agama.

Semakin banyak kalangan yang menyadari bahwa berbagai persoalan manusia, terutama
yang berkaitan dengan aspek spiritual, hanya dapat diselesaikan dengan agama. Arnold
Toynbee, seorang sejarawan dan cendekiawan terkemuka dari Inggris pada abad ke-20
menegaskan bahwa, “Religion was indispensable for human beings, and without it, the
existence for man was not possible. Religion was essential for solving the most complicated
problems of individual and society. In modern scientific advancement, religion has still play
better and important role for preservation of personality of man” (Agama sangat diperlukan
manusia, dan tanpa agama, eksistensi manusia tak mungkin dapat dipertahankan. Agama
penting untuk memecahkan masalah-masalah pelik dari individu dan masyarakat. Di zaman
kemajuan ilmiah modern sekalipun, agama tetap memainkan peranan yang lebih baik dan
penting dalam menjaga kepribadian manusia).

Pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan pengetahuan dalam banyak hal, baik
mengenai sesuatu yang tampak maupun yang gaib, dan juga keterbatasan dalam memprediksi
apa yang akan terjadi pada diri nya dan orang lain, dan sebagainya. Oleh karena keterbatasan
itulah maka manusia perlu memerlukan agama untuk membantu dan memberikan pencerahan
spiritual kepada diri nya. Manusia membutuhkan agama tidak sekedar untuk kebaikan diri nya
di hadapan Tuhan saja, melainkan juga untuk membantu dirinya dalam menghadapi bermacam-
macam problema yang kadang-kadang tidak dapat dipahami nya. Di sinilah manusia
diisyaratkan oleh diri dan alam nya bahwa Zat yang lebih unggul dari diri nya, Yang Maha
Segala-galanya, seperti yang dijelaskan oleh para antropolog bahwa agama merupakan respons
terhadap kebutuhan untuk mengatasi kegagalan yang timbul akibat ketidakmampuan manusia

11
untuk memahami kejadian-kejadian atau peristiwwa-peristiwa yang rupa-rupa nya tidak dapat
diketahui dengan tepat (Norcholish, 2008).

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama berarti tidak kacau, atau dapat diartikan suatu peraturan yang bertujuan untuk
mencapai kehidupan manusia ke arah dan tujuan tertentu. Dari pengertian tersebut saling
bersinambungan dengan Fungsi dan kedudukan agama dalam kehidupan manusia sebagai
pedoman, aturan dan undang-undang Tuhan yang harus di taati dan mesti dijalankan dalam
kehidupan. Agama sebagai way of life, sebagai pedoman hidup yang harus diberlakukan dalam
segala segi kehidupan. Walaupun zaman semakin maju, agama akan tetap menjadi pengendali
untuk keefektifan dalam proses modernisasi. Dengan demikian, agama sangat diperlukan
manusia, dan tanpa agama, eksistensi manusia tak mungkin dapat dipertahankan. Agama
penting untuk memecahkan masalah-masalah pelik dari individu dan masyarakat. Di zaman
kemajuan ilmiah modern sekalipun, agama tetap memainkan peranan yang lebih baik dan
penting dalam menjaga kepribadian manusia

13
DAFTAR PUSTAKA
A. Mukti Ali. (1987). Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta: Rajawali Press.

Abdullah, M. (2004). Studi Agama Nomativitas atau Historisitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Abdullah, M. Y. (2004). Studi Islam Kontemporer. Pekanbaru: Amzah.

Al-Attas, S. (2011). Islam dan Sekularisme. Bandung: Institut Pemikiran Islam dan
Pembangunana Islam (PIMPIN).

Asir, A. (2014). Agama dan Fungsinya Dalam Kehidupan Umat Manusia. Jurnal Penelitian
dan Pemikiran Keislaman, Februari 2014 Vol. 1 No. 1.

Attir, M. O., & Peterson, R. A. (1989). Rencana Pembangunan Ekonomi Dan Kepuasan
Individual Di Libya, Dalam Sosiologi Modernisasi. Yogyakarta: Tiara wacana.

Azra, A. (2010). Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu.

Fathoni, A. (2001). Pengantar Studi Islam. Semarang: Gunu Jati.

Ibrahim, I., & Akhmad, B. (2014). Komunikasi dan Komodifikasi Mengkaji Media dan Budaya
dalam Dinamika Globalisasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Ismail, F. (n.d.). Islam Pembangunan dan Modernisasi Tinjauan dari Sudut Transformasi
Budaya.

Joesef, S. (1983). Agama-agama Besar di Dunia. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Kaswardi, E. (1993). Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: Gramedia.

McGuire, M. (2002). Religion The Social Context. California: Wadworth. Inc.

Moqsith, G. (2009). Argumen Pluralisme Agama. Jakarta: Kata Kita.

Muhammadin. (2013). Kebutuhan Manusia Terhadap Islam. Jurna; Agama Islam : Mengkaji
Dokrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama, Vol. 14 No. 1.

Nasution, H. (1985). Islam DItinjau dari Berbagai Aspeknya, Jiilid 1. Jakarta: UI Press.

Nasution, H. (2003). Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
PT. Bulan Bintang.

Nata, A. (2011). Metologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Norcholish, M. (2008). Islam, Kemodernan, dan KeIndonesiaan. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Nottingham, E. (1985). Agama dan Masyarakat; Suatu Pengatar Sosiologi Agama. Jakarta:
PT. Bulan Bintang.

Pardoyo. (1993). Sekularisasi Dalam Polemik. Jakarta: Pustaka Utama Grafit.

Poerdarminta, W. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pusaka.

Rahmat, J. (2010). Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Prada.

Rousydiy, T. (1986). Agama Dalam Kehidupan Manusia. Medan: Rainbow.

Sari, D. A. (2019). Makna Agama dalam Kehidupan Modern. Cakrawala: Jurnal Studi Islam,
Vol. 14 No.1 (2019) pp. 16-23.

Anda mungkin juga menyukai