Anda di halaman 1dari 2

HUKUM ZAKAT PROFESI

KH. Sigit Purnawan Jati, M.S.I.

Tanya :
Ustadz, mohon penjelasan tentang hukum zakat profesi? (Widianto Tulus, Muara
Enim)

Jawab :
Zakat profesi dikenal dengan istilah zakah rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai)
atau zakah kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi
swasta). (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/497; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-
Islami wa Adillatuhu, II/865; Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-
Mu’ashirah, hal. 522; Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal. 17).

Zakat profesi menurut penggagasnya didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada
tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun
bersama orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi
nishab. Misal profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya. (Didin
Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah, hal. 103; Zakat dalam
Perekonomian Modern, hal. 95).

Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah yang
wajib dikeluarkan 2,5%. Zakat profesi dikeluarkan langsung saat menerima atau setelah
diperhitungkan selama kurun waktu tertentu. Misal jika seseorang gajinya
Rp500.000/bulan, dia dapat mengeluarkan langsung zakatnya 2,5% setelah gajian tiap
bulan. Atau membayar satu kali tiap tahun sebesar 12 x 2,5% x Rp500.000. (Didin
Hafidhuddin, ibid, hal. 104).

Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah
perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta
perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang
muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah,
upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian
sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri,
Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada
saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah).
Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu
hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta
hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud). (Yusuf Al-Qaradhawi, ibid., I/491-
502; Wahbah az-Zuhaili, ibid., II/866).

Menurut pentarjihan kami, zakat profesi tidak mempunyai dalil yang kuat sehingga
hukumnya tidak wajib. Alasan kami : Pertama, dalil utama dari zakat profesi adalah
ijtihad sahabat mengenai al-maal al-mustafaad yang tidak mensyaratkan haul. Padahal
ijtihad sahabat (mazhab al-shahabi) bukanlah dalil syariah yang kuat (mu’tabar).
(Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyah al-Islamiyah, III/418).

Kedua, pendapat yang lebih kuat (rajih) mengenai al-maal al-mustafaad adalah
pendapat jumhur ulama, yaitu harta tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya, hingga
memenuhi syarat berlalunya haul. Inilah pendapat sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman,
dan Ali. Juga pendapat imam mazhab yang empat. (Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib
Al-Muwazhaffin, hal.19; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/866).

Ketiga, tidak tepat penilaian Al-Qaradhawi bahwa hadis tentang haul adalah hadis
lemah (dhaif). Al-Qaradhawi sebenarnya mengikuti pendapat Imam Ibnu Hazm yang
melemahkan hadis haul dari jalur Ali bin Abi Thalib RA, karena ada perawi bernama
Jarir bin Hazim yang dinilai lemah. (Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/494; Ibnu Hazm,
Al-Muhalla, VI/70). Padahal Ibnu Hazm telah meralat penilaiannya, dan lalu mengakui
bahwa Jarir bin Hazim adalah perawi hadis yang sahih. (Ibnu Hazm, Al-Muhalla,
VI/74).

Kesimpulannya, zakat profesi tidak wajib dalam Islam karena dalil-dalilnya sangat
lemah. Maka uang hasil profesi tidak sah dikeluarkan zakatnya saat menerima, tapi
wajib digabungkan lebih dulu dengan uang yang sudah dimiliki sebelumnya. Zakat
baru dikeluarkan setelah uang gabungan itu mencapai nishab dan berlalu haul atasnya.
(Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 523). Wallahu
a’lam.

1 MUHARRAM 7 RAJAB
2 SHAFAR 8 SYA’BAN
3 RABIUL AWAL 9 RAMADHAN
4 RABI’UL AKHIR 10 SYAWWAL
5 JUMADIL AWWAL 11 DZULQA’DAH
6 JUMADIL AKHIR 12 DZULHIJJAH

Anda mungkin juga menyukai