Anda di halaman 1dari 6

1

HUKUM BISNIS BERKEBUN EMAS


A. Pendahuluan

Bank Indonesia mencegah maraknya praktek 'kebun emas' dan 'angsa emas' sebagai sarana spekulasi
menggunakan layanan gadai emas.”kata Deputi Perbankan Syariah Bank Indonesia Mulya E. Siregar

Skema 'kebun emas' merupakan skema gadai yang memberikan pinjaman dana sekitar 90 – 100
persen dari nilai emas itu sendiri. Uang gadai tersebut kemudian dibelikan emas lagi, kemudian
digadaikan kembali pada beberapa bank. (Deputi Perbankan Syariah Bank Indonesia Mulya E. Siregar).

Transaksi dengan model tersebut dinilai spekulatif, karena dilakukan secara berkali-kali.

Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Mulya Effendi Siregar, menilai metode tersebut digunakan
para spekulan untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi harga emas. Sayangnya, harga emas
memiliki kemungkinan turun yang akhirnya membuat nasabah merugi.

Gadai emas di bank syariah dinilai tidak lagi untuk pembiayaan yang mendesak. Hal itu terlihat dari
besarnya transaksi gadai emas di bank syariah per nasabah yang bisa mencapai miliaran rupiah. Bank
Indonesia pernah mencatat transaksi seorang nasabah gadai emas di bank syariah dengan nilai hingga
Rp 107 miliar.

Bahkan terdapat laporan mengalami kerugian yang mencapai Rp. 90.000.000,-


(sembilan puluh juta rupiah) sebagai biaya ujroh selama tiga bulan ketika
berinvestasi produk kebun emas pada salah satu bank syariah.
Modus gadai emas yang diterapkan bank untuk transaksi dengan nasabah memakai dua metode.
Pertama, metode berkebun emas yakni gadai dilakukan berkali-kali (bertingkat). Kedua, menggunakan
metode angsa emas yakni bank memberikan tambahan pembiayaan di luar nilai gadai emas yang
diterima nasabah. 

**Produk gadai emas pada perbankan syariah hakikatnya adalah untuk membantu orang yang
sedang kesulitan keuangan jangka pendek, lalu mereka membutuhkan pinjaman (al-qard) dengan
jaminan gadai emas (rahn emas). (Guru Besar Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Program
Pasca Sarjana IAIN Sumatera Utara Amiur Nuruddin).

Dilihat dari segi katagori akad, dua transaksi itu bersifat akad tabarru’ (not-for profit transaction atau
transaksi nirlaba.), yaitu al-qardh dan al-rahn.

Akad tabarru" pada umumnya berlaku pada aktifitas muamalah dalam rangka mengharapkan
imbalan dari Allah SWT, dengan tujuan memberikan kelapangan, kemudahan dan pertolongan
kepada orang lain. (Guru Besar Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Program Pasca Sarjana IAIN
Sumatera Utara Amiur Nuruddin).
2

 Seseorang menggadaikan emas untuk tujuan :

1. Butuh dana jangka pendek untuk keperluan yg mendesak, misal tahun ajaran baru, hari raya,
kebutuhan modal kerja.

2. Untuk investasi (berkebun emas)………..di bahas selanjutnya.

BERKEBUN EMAS
Sejatinya, dalam proses transaksi kebun emas, masyarakat tidak menggunakan kata
‘kebun emas’, namun mereka biasa menyebutnya gadai emas. Sebagian orang
menyatakan kehalalan praktek berkebun emas dengan alasan bahwa berkebun emas sama
dengan gadai emas yang dalam fatwa DNS-MUI No. 26/DNS-MUI/III/2002 bahwa gadai
emas adalah halal. Sebelum membahas bagaimana hukum berkebun emas, perlu
dipaparkan terlebih dahulu mengenai istilah-istilah yang berkaitan dengan berkebun
emas.
a.      Gadai
Definisi rahn dalam istilah syariat, dijelaskan para ulama dengan ungkapan, “Menjadikan harta
benda sebagai jaminan utang, agar utang bisa dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si peminjam
tidak mampu melunasi utangnya.”
Sedangkan Syekh al-Basaam mendefinisikan ar-rahn sebagai jaminan utang dengan barang yang
memungkinkan pelunasan utang dengan barang tersebut atau dari nilai barang tersebut, apabila
orang yang berutang tidak mampu melunasinya.
Mayoritas ulama memandang bahwa rukun ar-rahn (gadai) ada empat, yaitu:
1. Ar-rahn atau al-marhun (barang yang digadaikan).
2. Al-marhun bih (utang).

3. Shighah.

4. Dua pihak yang bertransaksi, yaitu rahin (orang yang menggadaikan) dan  murtahin (pemberi
utang).

b.      Gadai emas
Gadai emas adalah produk bank syariah berupa fasilitas pembiayaan dengan cara memberikan utang
(qardh) kepada nasabah dengan jaminan emas (perhiasan/lantakan) dalam sebuah akad gadai (rahn).
Bank syariah selanjutnya mengambil upah (ujrah, fee) atas jasa penyimpanan/penitipan yang
dilakukannya atas emas tersebut berdasarkan akad ijarah (jasa). Jadi, gadai emas merupakan akad
rangkap (uqud murakkabah, multi-akad), yaitu gabungan akad rahn danijarah. (lihat Fatwa DSN
MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai emas).
Menggadai emas sekarang sudah tidak asing lagi bagi  masyarakat. Selain bank syariah, gadai emas
juga bisa dilakukan di pegadaian syariah.
3

Ketika melakukan transaksi gadai emas di pegadaian syariah, ada empat macam komponen
perhitungan, antara lain taksiran, uang pinjaman, ijarah, dan biaya administrasi.
1. Taksiran  adalah perkiraan harga jual emas yang kita miliki yang ditentukan oleh pihak
pegadaian secara sepihak.
2. Uang pinjaman adalah jumlah dana yang bisa kita pinjam berdasarkan barang yang kita
gadaikan (85%-90% dari nilai taksiran).

3. Biaya administrasi adalah biaya yang harus kita keluarkan untuk mendapatkan transaksi
gadai emas ini. Besarnya biaya administrasi tergantung dari nilai peminjaman.

4. Ijarah merupakan biaya gadai yang menjadi hak pihak pemilik dana, dalam hal ini adalah
pihak pegadaian (bank). 

c.       Riba
Riba didefinisikan sebagai tambahan atas pembayaran hutang. Dalam hal ini penggadai harus
membayar uang tambahan sebagai uang pemeliharaan emas yang dititipkannya kepada bank. Riba
hukumnya haram berdasarkan nash al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’ umat Islam.
(tambahan penjelasan….termasuk riba juga bagi gadai sawah)

d.      Berkebun emas
Berkebun emas pada dasarnya adalah berinvestasi emas. Yakni seseorang memiliki sejumlah dana
tertentu yang kemudian uang tersebut digunakan untuk membeli emas. Emas ini kemudian
digadaikan di bank dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang besar setelah berlalunya
masa tertentu, dengan spekulasi bahwa harga emas akan naik sekian persen.
Contoh perhitungan
-         Investasi rutin 25 gram:
-         Harga emas 25 gram =Rp 9 juta
-         Nilai gadai 80% dari harga taksir
-         Harga taksir bank 300rb/gram
-         Biaya penitipan Rp.2500/gram/bulan
Caranya:
Beli emas batangan 25 gram, gadaikan emasnya anda dapat dana segar 6 jt. 6 juta ini diperoleh dari
=> Harga taksir x nilai gadai x berat emas yang dititipkan = 300rb x 80%  x 25gram = Rp.6 juta.
-         setor biaya titipan 1 tahun, 2500x25x12 bulan=Rp.750.000
-         Posisi investasi anda menjadi:
1. 25 gram digadaikan maka dpt -> 6jt, tambah pinjam dari bank 3 jt dana segar = 9jt -> | 750rb
biaya titip.
2. Lalu beli emas lagi 25 gram
4

-         Setiap Anda memiliki dana tambahan (pinjam dari bank) Rp.3,75 jt ulangi langkah diatas lagi,
begitu seterusnya sesuai kebutuhan. Kalau sudah lima kali maka posisi menjadi:

1. 25 gram digadaikan-> 6jt, tambah 3 jt dana segar (pinjam dari bank) = 9jt -> beli emas lagi |
750rb -> biaya titip
2. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
3. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
4. 25 gram -> 6jt, tambah 3 jt dana segar = 9jt -> beli emas lagi | 750rb -> biaya titip
5. 25 gram (disimpan) emas yg ke-5 ini tidak digadaikan.

-         Perhatikan biaya pembelian emas ke-2 dst, 2/3 modal pinjam adalah dari bank modal aslinya
hanya 6jt namun dia pinjam 9jt (3jt+3jt+3jt). 6/9=2/3
-         Setelah waktu berlalu, harga emas naik 30 persen, jadi emas batangan 25 gram sekarang
nilainya Rp.12jt, inilah saatnya seorang nasabah kebun emas panen, langkahnya cukup dibalik saja
yaitu:

-         Jual emas nomor 5, maka anda mendapatkan dana segar Rp.12 jt, dana segar ini anda pakai
untuk menebus 2 emas lainnya. Ulangi sampai semua emas ditebus, dan jual semuanya.
-         Maka posisinya:
-         penjualan emas 5 x 12 jt = 60 jt
-         tebus gadai 4 x 6 jt     = 24 jt
-         sisa                   = 36 jt ——> sub total 1

-         Berapa modal anda?


-         1. beli emas pertama          =  9 jt
-         2. beli emas ke 2 sampai 5 = 3jt x 4 = 12 jt
-         3. biaya titip 750rb x 4      =  3 jt
-         total modal                   = 24 jt ——> sub total 2

-         Keuntungan anda:


-         [{sub total 1 - sub total 2 = 36 jt - 24 jt = 12 jt}

Jika dilihat dari paparan di atas, dalam praktek kebun emas, pelaku kebun emas menggunakan 2/3
modal dari bank. Kemudian ia belikan emas lagi, kemudian digadaikan lagi pada beberapa bank.
Bahkan menurut Bank Indonesia skema 'kebun emas' merupakan skema gadai yang memberikan
pinjaman dana sekitar 90 – 100 persen dari nilai emas itu sendiri. Uang gadai tersebut kemudian
dibelikan emas lagi, kemudian digadaikan kembali pada beberapa bank.
5

Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan tampaknya sudah melihat kejanggalan atas investasi
ini. Itu sebabnya, otoritas moneter dan perbankan ini secara resmi melarang adanya pembiayaan
bank atas gadai emas, terutama oleh perbankan syariah. Kegiatan ini dianggap kegiatan spekulatif.
Ketika harga emas turun maka nasabah tidak mau membayar biaya tambahan karena harga emas
yang berfluktuasi.

Menurut Muhaimin Iqbal, pengelola geraidinar.com,


gadai emas Dari sisi hukum agama, hal ini juga dipertanyakan kehalalannya, karena terjadi :
1. Pengambilan manfaat atas pemberian utang. Walaupun disebut fee ( ujrah  atas jasa
penitipan, namun hakikatnya hanya rekayasa hukum (hilah) untuk menutupi riba, yaitu
pengambilan manfaat dari pemberian utang, baik berupa tambahan ( ziyadah), hadiah, atau
manfaat lainnya. Padahal manfaat-manfaat ini jelas merupakan riba yang haram hukumnya.
Dari Anas RA, bahwa Rasulullah SAW,”Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah
dia mengambil hadiah.” (HR Bukhari, dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir).
2. Selain itu, dalam gadai emas, fee (ujrah) untuk jasa penitipan/penyimpanan dibebankan
kepada penggadai (rahin), yaitu nasabah. Padahal seharusnya biaya itu dibebankan kepada
penerima gadai (murtahin), yaitu pegadaian/bank syariah, bukan nasabah. Dalilnya sabda
Rasulullah SAW,”Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya, dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya
dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu
wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan.” (HR Jama’ah, kecuali Muslim dan
Nasa`i).

Menurut Imam Syaukani, hadits tersebut menunjukkan pihak yang menanggung biaya barang
jaminan adalah murtahin (penerima gadai), bukan rahin (penggadai). Alasannya, bagaimana
mungkin biayanya ditanggung rahin (penggadai), karena justru rahin (penggadai) itulah yang
memiliki barang jaminan. Jadi, menurut Imam Syaukani, hadits itu memberikan pengertian bahwa
jika faidah-faidah terkait dengan kepentingan murtahin (penerima gadai-bank syariah), seperti
penitipan (wadi’ah) barang jaminan, maka yang harus menanggung
biayanya  adalah murtahin (penerima gadai-bank syariah), bukan rahin (penggadai). (Imam
Syaukani, As-Sailul Jarar, hlm. 275-276).

Solusi kalau mau simpan emas, simpan saja dalam bentuk dinar atau menabung dinar.
6

Berdasarkan paparan di atas, ada beberapa masalah yg hrs dihukumi :


1. Hukum gadai (ar-rahn) dan gadai emas (rahn ad-dzahab) (210)
*hukum gadai boleh dgn ketentuan di hal (211-212), dan gadai emas juga boleh dengan cat
berapapun berat emasnya biaya simpan tetap sama.
2. Hukum biaya penitipan (ujrah at-tautsiq) (213)
*barang hidup digadaikan misal sapi= karena makhluk hidup maka butuh perawatan dan
biayanya ditanggung nasabah pegadaian.
**barang mati digadaikan seperti emas, mobil, motor, rumah, sawah= karena benda mati maka
tidak perlu biaya perawatan sehingga nasabah tidak perlu (tidak diwajibkan) membayar biaya
perawatan karena bebas biaya (214).
3. Pemanfaatan barang agunan (intifa’ al-marhun) (217)
*gadai barang agunan diperlukan untuk melengkapi akad:
**jika terjadi akad jual-beli dengan kredit misal murabahah kredit mobil, nasabah menggadaikan
sawah (bisa sertifikat tanah). Maka Bank syariah boleh memanfaatkan sawah.
***jika terjadi akad qardh (pinjam-meminjam uang). Misal Andi meminjamkan uang kepada Budi,
maka Budi menyerahkan sertifikat Tanah sawahnya kepada Andi. namun Andi tidak boleh
memanfaatkan sawah Budi.
4. Hukum gadai emas sebagai investasi. (220)
Hukum asal gadai (rahn) adalah akad tabarru’ (non bisnis), sehingga ketika digunakan bisnis
maka sudah menyalahi hukum syariat Islam.
Lebih lengkapnya bisa dilihat di buku bisnis dan muamalah kontemporer hlm. 209-222

Anda mungkin juga menyukai