Anda di halaman 1dari 31

HUKUM ASURANSI

SYARIAH

Dr. Arim Nasim


POKOK BAHASAN
(1) Pengertian Asuransi
Syariah
(2) Dalil-Dalil Asuransi
Syariah
(3) Akad-Akad Dalam Asuransi
Syariah
(4) Praktik Umum Asuransi
Syariah Saving & non Saving
(5) Analisa dan Kritik
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Asuransi Syariah dalam literatur bahasa Arab
disebut : At Ta`min At Taawuni, atau At
Tamin At Takafuli , atau At Ta`min Al Islami.
Contoh literatur berbahasa Arab :
(1) At Ta`min At Taawuni Mahiyatuhu wa
Dhawabituhu wa Muawwiqatuhu, oleh Dr Ali
Muhyidin Al Qarhudaghi.
(2) At Ta`min At Taawuni Muawwiqatuhu
wa Istisyrafu Mustaqbalatihi, oleh Dr
Sulaiman bin Dari` Al Azimi.
(3) At Ta`mi At Takafuli Bayna Dawafi An
Numuwwi wa Makhathir Al Jumud, oleh Dr
Musa Musthafa Musa Al Qudhah
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Kitab karya Dr Ali Muhyidin Al Qarhudaghi.
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Kitab karya Dr Sulaiman bin Dari` Al Azimi.
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Kitab karya Dr Musa Musthafa Musa Al
Qudhah.
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Kitab Al Maayir As Syariyyah (Sharia
Standards) oleh AAOIFI tahun 2010.
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Definisi menurut Dewan Syariah
Nasional MUI (DSN MUI) :
Asuransi Syariah (ta`min, takaful,
tadhaamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan/atau
tabarru yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang
sesuai dengan syariah.
(Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/IX/2001, hlm. 5)
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Maksud dari Akad yang sesuai dengan syariah
tersebut adalah akad yang tidak mengandung
gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan/
kezaliman, suap, barang haram dan maksiat.
(Lihat Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/IX/2001, hlm.
5).
Fatwa-Fatwa DSN MUI terkait Asuransi Asuransi
Syariah :
(1) Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/IX/2001 ttg
Pedoman Umum Asuransi Syariah
(2) Fatwa DSN No 51/DSN-MUI/III/2006 ttg akad
Mudharabah Musyarakah pada Asuransi Syariah
(3) Fatwa DSN No 52/DSN-MUI/III/2006 ttg Akad
Wakalah bil Ujrah.
(4) Fatwa DSN No 53/DSN-MUI/III/2006 ttg Akad
Tabarru pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Definisi menurut AAOIFI (Accounting and
Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions) th 2010 :




( )


( 2010 )364
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Asuransi Islami adalah kesepakatan sejumlah
orang yang menghadapi risiko-risiko tertentu
dengan tujuan untuk menghilangkan bahaya-
bahaya yang muncul dari risiko-risiko
tersebut, dengan cara membayar kontribusi-
kontribusi berdasarkan keharusan tabarru
(hibah), yang darinya terbentuk dana
pertanggungan yang mempunyai badan
hukum sendiri dan tanggungan harta
independen yang darinya akan berlangsung
penggantian (kompensasi) terhadap bahaya-
bahaya yang menimpa salah seorang peserta
sebagai akibat terjadinya risiko-risiko yang
telah ditanggung.
(Al Maayir Al Syariyah, edisi th 2010, hlm. 364)
PENGERTIAN
ASURANSI SYARIAH
Definisi ringkas menurut AAOIFI th 2010 :




)376 2010 (
Asuransi Islami adalah akad pertanggungan oleh
sekelompok orang yg berdasarkan akad itu setiap
peserta membayar sejumlah harta atas dasar tabarru
(hibah) untuk mengganti bahaya-bahaya yang
mungkin menimpa kepada siapa saja dari para
peserta ketika terjadi risiko yang telah ditanggung.
(Al Maayir Al Syariyah, th 2010. hlm. 376).
DALIL-DALIL
ASURANSI SYARIAH
Dalil-dalil yang diajukan pihak yang
melaksanakan Asuransi Syariah antara lain :
(1) Dalil-dalil tolong menolong (misal QS Al
Maidah : 2 dan hadis)
(2) Dalil tabarru, yaitu akad untuk kebajikan
dan tolong menolong, seperti hibah.
(3) Dalil-dalil yang membolehkan mudharabah
/ musyarakah.
(4) Dalil-dalil ijarah (wakalah bil ujrah)
(5) Dalil yang membolehkan tawidh
(pemberian kompensasi), yaitu hadis laa
dharara wa laa dhirara.
(Lihat Al Maayir Al Syariyah, hlm. 372-375,
Fatwa-Fatwa DSN MUI no 21, 51, 52, 52).
DALIL-DALIL
ASURANSI SYARIAH
Dalil hadis yang sering disebut adalah hadis
tentang Kaum Asyariyin sbb :
Dari Abu Musa RA, ia berkata: Nabi saw
bersabda:






Bahwa kaum al-Asyariyun jika mereka kehabisan
bekal di dalam peperangan atau makanan keluarga
mereka di Madinah menipis, maka mereka
mengumpulkan apa yang mereka miliki di dalam
satu lembar kain kemudian mereka bagi rata di
antara mereka dalam satu wadah, maka mereka itu
bagian dariku dan aku adalah bagian dari mereka
(Hr Muttafaq alayh)
(Lihat Abdus Sattar Abu Ghuddah, Nizham At Ta`min At
Takafiuli min Khilal Al Waqf, hlm. 3)
DALIL-DALIL
ASURANSI SYARIAH
Dalil hadis lain yang juga sering disebut adalah
hadis Abu Ubaidah bin Jarrah RA sbb :
Bahwa Rasulullah SAW pernah mengutus Abu
Ubaidah bin Jarrah RA bersama 300 pasukan.
Di jalan bekal habis, lalu Abu Ubaidah
memerintahkan pasukan mengumpulkan
semua bekal makanan, lalu mereka
memakannya sedikit demi sedikit sampai
habis. Sampailah mereka di tepi laut dan
melihat seekor ikan besar seperti bukit, lalu
mereka memakan ikan itu selama 18 malam
(HR Bukhari).
(Lihat Abdus Sattar Abu Ghuddah, Nizham At
Ta`min At Takafiuli min Khilal Al Waqf, hlm.
3)
AKAD-AKAD
ASURANSI SYARIAH
Terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) akad
dalam Asuransi Syariah :
Pertama, akad hibah (tabarru) di antara sesama
pemegang polis (peserta asuransi) di mana
peserta memberikan hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta lain yang terkena
musibah.
Kedua, akad mudharabah /musyarakah, dimana
peserta bertindak sebagai shahibul mal
(pemegang polis), sedang perusahaan bertindak
sebagai mudharib (pengelola).
Akadnya mudharabah, jika perusaan asuransi
tidak sharing modal (Per asrnsi sbg pengelola sj)
Akadnya musyarakah, jika perusahaan asuransi
sharing modal.
AKAD-AKAD
ASURANSI SYARIAH
Ketiga, akad ijarah (wakalah bil ujrah),
yaitu akad wakalah (pemberian kuasa) dari
peserta kepada perusahaan asuransi untuk
mengelola dana peserta dengan memperoleh
imbalan (ujrah/fee).
Akad Wakalah bil ujrah terdapat pada
asuransi yang mengandung unsur tabungan
(saving) maupun unsur tabarru (non
saving).
(Lihat Andri Soemitra, Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah, hlm. 265-266; Fatwa
DSN No 21/DSN-MUI/IX/2001 ttg Pedoman
Umum Asuransi Syariah).
PRAKTIK UMUM ASURANSI
SYARIAH NON SAVING
Seluruh premi yang dibayarkan peserta
asuransi, menjadi dana tabarru (hibah).
Tak ada dana untuk investasi.
Pengelolaan dana tabarru tersebut dan
aktivitas takaful (saling menanggung di
antara peserta) dijalankan oleh
perusahaan asuransi.
Perusahaan asuransi mendapat ujrah (fee)
dari pengelolaan dana tabarru tersebut
berdasar akad wakalah bil ujrah.
Peserta akan mendapat dana
pertanggungan dari dana tabarru tersebut
sesuai ketentuan yang ada.
PRAKTIK UMUM ASURANSI
SYARIAH NON SAVING
Pada asuransi non saving terdapat 2 (dua) akad :
Pertama, akad hibah (tabarru) antar sesama
peserta di bawah pengelolaan perusahaan.
Kedua, akad ijarah (wakalah bil ujrah) antara
semua peserta dengan perusahaan.
Catatan :
(1) Terdapat khilafiyah di antara fuqoha, apakah
hibah itu akad atau bukan akad.
(2) Jika dipahami sebagai akad, berarti harus
ada dua pihak, dengan ijab dan kabul.
(3) Jika dipahami bukan akad, yaitu tasharruf
min jihah wahidah (pengelolaan harta dari satu
pihak saja), berarti cukup ada ijab saja, tak wajib
ada kabul.
PRAKTIK UMUM ASURANSI
SYARIAH DENGAN SAVING
Premi yang dibayarkan peserta asuransi kepada
perusahaan asuransi dibagi dua :
(1) dana untuk tabarru
(2) dana untuk investasi (biasanya lebih besar dari
dana tabarru)
Dana tabarru dikelola perusahaan asuransi dengan
akad ijarah (wakalah bil ujrah)
Perusahaan asuransi mendapat ujrah (fee) dari akad
wakalah bil ujrah tersebut.
Peserta akan mendapat dana pertanggungan dari
dana tabarru tersebut sesuai ketentuan yang ada.
Dana investasi dikelola perusahaan asuransi dengan
akad mudharabah / musyarakah.
Perusahaan asuransi mendapat bagi hasil dari akad
investasi tersebut.
PRAKTIK UMUM ASURANSI
SYARIAH DENGAN SAVING
Dalam asuransi dengan saving terdapat 3 (tiga)
akad :
Pertama, akad hibah (tabarru) antar sesama
peserta di bawah pengelolaan perusahaan
Kedua, akad ijarah (wakalah bil ujrah) antara
semua peserta dengan perusahaan.
Ketiga, akad mudharabah / musyarakah
antara antara semua peserta dengan
perusahaan.
Catatan :
(1) Dalam akad mudharabah / musyarakah tsb
peserta asuransi bertindak sebagai shahibul
mal; perusahaan sebagai mudharib (atau
sekaligus shahibul mal)
PRAKTIK UMUM ASURANSI
SYARIAH DENGAN SAVING
(2) Dikatakan perusahaan asuransi bertindak
sebagai mudharib sekaligus shahibul mal,
karena perusahaan tidak mengelola langsung
dana yang diinvestasikan dalam bisnis riil
(produksi barang atau jasa), melainkan
melakukan re-asuransi, atau
menginvestasikan dana ke bank.
Keuntungan yang diperoleh dari mudharabah
/ musyarakah ini dibagi sesuai kesepakatan,
antara peserta asuransi dan perusahaan
asuransi.
Sebagaian keuntungan ini disisihkan untuk
dana tabarru.
ANALISIS DAN KRITIK
Asuransi Syariah adalah akad yang tidak
sah (batil) dan haram, karena 6 alasan
berikut.
Pertama, karena dalil-dalil yang digunakan
tidak tepat (khususnya hadis Asyariyin
dan hadis Abu Ubaidah bin Jarrah RA).
Pada kedua hadis tersebut, peristiwa
bahaya terjadi lebih dahulu, baru
kemudian terjadi proses taawun.
Dalam asuransi syariah, sudah diadakan
akad taawun, padahal peristiwa bahaya
belum terjadi sama sekali.
ANALISIS DAN KRITIK
Kedua, karena terjadi penggabungan dua
akad menjadi satu akad (multi akad).
Padahal multi akad dilarang dalam syariah
(lihat Materi Multi Akad).
Diriwayatkan oleh Ibnu Masud RA bahwa
Nabi SAW telah melarang dua kesepakatan
[akad] dalam satu kesepakatan [akad]. (HR
Ahmad, hadis sahih)
Pada asuransi syariah NON saving, terjadi
penggabungan akad hibah dengan akad
ijarah.
Pada asuransi syariah dengan saving, terjadi
penggabungan akad hibah, akad ijarah, dan
akad mudharabah.
ANALISIS DAN KRITIK
Ketiga, karena tidak sesuai dengan akad
dhaman (jaminan / pertanggungan) dalam
Islam.
Akad dhaman adalah akad tabarru (bertujuan
kebajikan / tolong menolong), bukan akad
tijarah (bertujuan komersial).
Asuransi Syariah hakikatnya bukan akad
tabarru, tapi akad tijarah, karena peserta
mengharap mendapat klaim (dana
pertanggungan) dan keuntungan dalam
mudharabah.
Jadi pernyataan bahwa Asuransi Syariah
adalah akad taawun bukan akad muawadhah
/ tabaduli (pertukaran), tidak tepat.
ANALISIS DAN KRITIK
Pada akad dhaman (jaminan / pertanggungan),
terdapat 3 pihak :
(1) yang menjamin/ penanggung (dhamin)
(2) yang dijamin / tertanggung (madhmun anhu)
(3) yang mendapat jaminan / tanggungan (madhmun
lahu)
Ingat hadis Abu Qatadah RA :
Kepada Nabi saw. pernah didatangkan sesosok jenazah agar
beliau menshalatkannya. Lalu beliau bertanya, Apakah ia
punya hutang? Para Sahabat berkata, Benar, dua dinar.
Beliau bersabda, Shalatkan teman kalian! Kemudian Abu
Qatadah berkata, Keduanya (dua dinar itu) menjadi
kewajibanku, ya Rasulullah. Nabi saw. pun lalu
menshalatkannya (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai dan al-
Hakim).
ANALISIS DAN KRITIK
Dalam hadis tersebut :
(1) pihak yang menjamin/ penanggung (dhamin)
adalah Abu Qatadah RA.
(2) pihak yang dijamin / tertanggung (madhmun
anhu) adalah jenazah.
(3) yang mendapat jaminan / tanggungan (madhmun
lahu) adalah orang yang memberi utang kepada
jenazah.
Sementara dalam Asuransi Syariah, hanya ada dua
pihak, bukan tiga pihak :
(1) pihak yang menjamin/ penanggung (dhamin),
yaitu para peserta semua.
(2) pihak yang mendapat jaminan / tanggungan
(madhmun lahu) yaitu para peserta semua.
Tidak ada pihak ketiga yaitu pihak yang dijamin /
tertanggung (madhmun anhu).
ANALISIS DAN KRITIK
Keempat, akad hibah (tabarru) dalam
Asuransi Syariah tidak sesuai dengan
pengertian hibah itu sendiri.
Sebab hibah dalam pengertian syari adalah
pemberian kepemilikan tanpa kompensasi /
pengganti (tamliik bilaa iwadh). (Imam
Syaukani, Nailul Authar, Bab Hibah)
Dalam Asuransi Syariah, peserta asuransi
memberikan dana hibah, tapi mengharap
mendapat kompensasi, bukan tidak
mengharap.
Jadi sebenarnya Asuransi Syariah itu bukan
akad hibah, tapi akad investasi yang
mengharapkan adanya keuntungan.
ANALISIS DAN KRITIK
Kelima, hibah (tabarru) yang diberikan peserta
dalam Asuransi Syariah, akan kembali kepada
peserta itu (jika terjadi risiko atas suatu peristiwa
yang ditanggung mis kebakaran) ditambah dengan
hibah dari para peserta lainnya.
Ini haram, sebab menarik kembali hibah yang telah
diberikan hukumnya haram. (Yahya Abdurrahman,
Asuransi dalam Tinjauan Syariah, hlm. 42).
Sabda Nabi SAW :


Orang yang menarik kembali hibahnya, sama
dengan anjing yang menjilat kembali
muntahannya. (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi,
Nasa`i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
ANALISIS DAN KRITIK
Keenam, telah terjadi gharar (ketidaktentuan,
uncertainty) dalam Asuransi Syariah.
Sebab peserta tidak tahu dengan jelas apakah betul
dalam akad investasi perusahaan asuransi
bertindak sebagai pengelola, ataukah sebagai
pengelola sekaligus sebagai pemodal ketika
perusahan melempar dana ke pihak ketiga, dan
seterusnya.
Peserta juga tak tahu dengan jelas ke mana
perusahaan asuransi akan menginvestasikan dana
yang ada, apakah ke bank, bank konvensional atau
bank syariah, ataukah melakukan re-asuransi ke
perusaan asuransi berikutnya, dan seterusnya.
Adanya gharar ini berarti menegaskan keharaman
Asuransi Syariah yang ada saat ini.

Anda mungkin juga menyukai