Anda di halaman 1dari 24

PENERAPAN PRINSIP ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA

Neng Sri Rahayu Mulyani


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Suryakancana
rnengsri3@gmail.com
ABSTRAK
Asuransi merupakan lembaga keuangan non bank yang berfungsi menghimpun dana
masyarakat guna memberikan perlindungan resiko ketidakpastian yang diakibatkan terjadinya
musibah, kecelakaan, atau kerugian lainnya. Salah satu jenis asuransi yaitu asuransi syariah.
Asuransi syariah merupakan sistem asuransi yang berlandaskan syariat Islam dalam proses
pelayanannya dan pengoperasiannya. Asuransi syariah adalah pengaturan pengelolaan risiko
yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta
dan operator. Syariah berasal dari ketentuan- ketentuan di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang menyatakan
bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional banyak mengandung unsur :
gharar, maisir, riba. Asuransi ini memiliki prinsip-prinsip yang dipegang teguh yaitu
ta’awunu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam
kebaikandantakwa)danal-ta’min(rasaaman).
Kata kunci : Asuransi, Asuransi Syariah, Prinsip-prinsip Asuransi Syariah
ABSTRACT
Insurance is a non-bank financial institution that functions to collect public funds in order to
provide protection against the risk of uncertainty caused by a disaster, accident, or other loss.
One type of insurance is sharia insurance. Sharia insurance is an insurance system based on
Islamic law in its service process and operation. Sharia insurance is a risk management
arrangement that complies with sharia provisions, mutual help involving participants and
operators. Sharia comes from the provisions in the Qur'an and as-Sunnah. The emergence of
sharia insurance in the Islamic world is based on the assumption that the existing insurance,
namely conventional insurance, contains many elements: gharar, maisir, usury. This
insurance has principles that are firmly held, namely ta'awunu 'ala al-birr wa al-taqwa (please
help all of you in goodness and piety) and al-ta'min (rasaaman).
Keywords: Insurance, Sharia Insurance, Sharia Insurance Principles
A. PENDAHULUAN

Di Indonesia terdapat dua jenis asuransi yang mana salah satu dari jenis asuransinya
yaitu asuransi syariah. Asuransi syariah merupakan sistem asuransi yang berlandaskan syariat
Islam dalam proses pelayanannya dan pengoperasiannya.

Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Asuransi


atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan. Objek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan
manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak,
rugi, dan atau berkurangnya nilai.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Thun 2001 dalam fatwa DSN No.
21/DSN-MUI/X/2001 bagian Pertama mengenai Ketentuan Umum angka 1, disebutkan
bahwa Asuransi Syariah (Ta‟min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah pihak/orang melalui investasi dalam bentuk asset atau
tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk mengahadapi resiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Untuk mendapatkan jaminan perlindungan asuransi (takaful), seseorang perlu


menghubungi perusahaan yang secara hukum berkompeten menyelenggarakan jasa tersebut.
Tindak lanjut dari hubungan antara perusahaan dengan pengguna jasa, akan diikat oleh suatu
perjanjian yang berlaku dalam perusahaan asuransi. Menurut Fatwa No.
21/DSN-MUI/X/2001, akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas
akad tijarah dan/atau akad tabarru’. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak
sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis).
Sedangkan dalam akad tabarrru’ (hibah), perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola
dana hibah yang diberikan oleh peserta untuk menolong pihak yang terkena musibah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan prinsip asuransi
syariah di Indonesia.

B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode diskriptif dengan
menggunakan sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu pengumpulan data
melalui studi literatur atau pustaka dari jurnal dan situs web site yang relevan.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengertian Asuransi

Asuransi adalah pertanggungan yang merupakan perjanjian antara dua pihak yang
bersepakat yaitu si pembayar iuran dan si pemberi jaminan, apabila terjadi sesuatu kepada si
pembayar iuran masalah kecelakaan atau kematian.
Dalam pengertian bahasa Arab, asuransi disebut juga Ta’min, penanggung disebut
Mu’amin, sedangkan tertanggung disebut Musta’min. Menta’minkan sesuatu artinya
seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan untuk ahli warisnya dengan
mendapatkan sejumlah uang sebagaimana telah disepakati.

Dalam Undang-Undang Hukum Dagang disebutkan Asuransi atau pertanggungan


adalah perjanjian dimana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan
memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan,
kerusakan atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat
diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti.

Pengertian asuransi yang lain dapat dikemukan dalam hukum positif di Indonesia,
yaitu pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam
Undang- undang tersebut Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Objek asuransi adalah benda
dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan
lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurangnya nilai.

2. Pengertian Asuransi Syariah

Asuransi syariah adalah bagian daripada muamalah. Sebagaimana telah kita ketahui
bahwa muamalah adalah bersifat terbuka artinya Allah hanya memberikan aturan yang
bersifat garis besarnya saja yang selebihnya terbuka bagi para mujetahid untuk
mengembangkannya melalui daya berpikir selama tidak bertentangan dengan alquran dan al
Hadist. Baik dalam al Quran maupun Hadist tidak menyebutkan secara nyata apa dan
bagaimana berasuransi. Namun yang demikian bukan berarti berasuransi hukumnya haram di
karenakan dalan hukum Islam memuat subtansi peasuransian secara Islami.

Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam hukum Belanda
disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian
timbul istilah assuradeur bagi penanggung dan greassureerde bagi tertanggung.5Dalam
bahasa Arab Asuransi disebut at-ta‟min, penanggung disebut mu‟ammin, sedangkan
tertanggung disebut mu‟amman lahu atau musta‟min. Men- ta‟min-kan sesuatu, artinya
adalah seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya
mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan
ganti terhadap hartanya yang hilang.

Istilah lain yang sering digunakan untuk asuransi islam adalah takaful yang berasal
dari kata kafala yang berarti menanggung, menjamin; yakfulu, kuflan, seperti7 QS. Ali Imran
: 44

ِ َ‫ك ۗ َو َما ُك ْنتَ لَ َد ْي ِه ْم اِ ْذ ي ُْلقُوْ نَ اَ ْقاَل َمهُ ْم اَيُّهُ ْم يَ ْكفُ ُل َمرْ يَ ۖ َم َو َما ُك ْنتَ لَ َد ْي ِه ْم اِ ْذ يَ ْخت‬
َ‫ص ُموْ ن‬ ِ ‫ك ِم ْن اَ ۢ ْنبَ ۤا ِء ْال َغ ْي‬
َ ‫ب نُوْ ِح ْي ِه اِلَ ْي‬ َ ِ‫ٰذل‬

“yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada
kamu (ya Muhammad); Padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka
melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan
memelihara Maryam. dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa”

Selain itu, dalam QS. Taha : 40

‫كَ ِمنَ ْال َغ ِّم‬uu‫ا فَنَ َّجي ْٰن‬u‫ َزنَ ەۗ َوقَت َْلتَ نَ ْف ًس‬uْ‫ا َواَل تَح‬uَ‫ َّر َع ْينُه‬uَ‫كَ اِ ٰلٓى اُ ِّمكَ َك ْي تَق‬uu‫هٗ ۗفَ َر َج ْع ٰن‬uuُ‫لْ اَ ُدلُّ ُك ْم ع َٰلى َم ْن يَّ ْكفُل‬uuَ‫ك فَتَقُوْ ُل ه‬
َ ُ‫اِ ْذ تَ ْم ِش ْٓي اُ ْخت‬
‫َر ٰيّ ُموْ ٰسى‬ ٍ ‫ك فُتُوْ نًا ۗە فَلَبِ ْثتَ ِسنِ ْينَ فِ ْٓي اَ ْه ِل َم ْديَنَ ەۙ ثُ َّم ِجْئتَ ع َٰلى قَد‬ َ ّ‫َوفَتَ ٰن‬

”(Yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan, lalu dia berkata (kepada keluarga Fir‘aun),
‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?’ Maka Kami
mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati. Dan engkau
pernah membunuh seseorang, lalu Kami selamatkan engkau dari kesulitan (yang besar) dan
Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan (yang berat); lalu engkau tinggal beberapa
tahun di antara penduduk Madyan, kemudian engkau, wahai Musa, datang menurut waktu
yang ditetapkan.”

Dan firman Allah dalam QS. Al-Qashash : 12


ٓ
ٍ ‫ت هَلْ اَدُلُّ ُك ْم ع َٰلى اَ ْه ِل بَ ْي‬
ِ ‫ت يَّ ْكفُلُوْ نَهٗ لَ ُك ْم َوهُ ْم لَهٗ ٰن‬
َ‫صحُوْ ن‬ ِ ‫َو َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْال َم َرا‬
ْ َ‫ض َع ِم ْن قَ ْب ُل فَقَال‬

“dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusui(nya) sebelum itu; Maka berkatalah saudara Musa: "Maukah kamu aku tunjukkan
kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat Berlaku baik
kepadanya?.”

Adapun kata takaful saling menanggung, penjamin seperti terdapat dalam QS. An-
Nahl: 21
َ‫ات َغ ْي ُر اَحْ يَ ۤا ٍء َۗو َما يَ ْش ُعرُوْ ۙنَ اَيَّانَ يُ ْب َعثُوْ ن‬
ٌ ‫اَ ْم َو‬

”(Berhala-berhala itu) benda mati tidak hidup, dan berhala-berhala tidak mengetahui bilakah
penyembah- penyembahnya akan dibangkitkan.”

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Thun 2001 dalam fatwa DSN No.
21/DSN-MUI/X/2001 bagian Pertama mengenai Ketentuan Umum angka 1, disebutkan
bahwa Asuransi Syariah (Ta‟min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah pihak/orang melalui investasi dalam bentuk asset atau
tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk mengahadapi resiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Oleh sebab itu, premi pada Asuransi Syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan
oleh peserta yang terdiri atas Dana Tabungan dan Tabarru. Dana Tabungan adalah dana
titipan dari peserta Asuransi Syariah (life insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil
(al- mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana
tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila yang
bersangkutan mengajukan klaim, baik berupa klaim manfaat asuransi. Sedangkan, Tabarru‟
adalah derma tau dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi jika
sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi ( life
maupun general insurance ).9Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko
yang memenuhi ketentuan syariah, tolong- menolong secara mutual yang melibatkan peserta
dan operator. Syariah berasal dari ketentuan-ketentuan di dalam Al-Quran (firman Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad saw) dan As-Sunnah (teladan dari kehidupan Nabi
Muhammad saw).

3. Landasan Hukum Asuransi Syariah


1. Surah al-Maidah ayat 2
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫اونُوْ ا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن ۖ َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ ‫َوتَ َع‬
Artinya: “… tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa,
dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya”. (QS.al-Maidah(5) : 2)
2. Surah al-Baqarah ayat 185
‫ي ُِر ْي ُد هّٰللا ُ بِ ُك ُم ْاليُ ْس َر َواَل ي ُِر ْي ُد بِ ُك ُم ْال ُعس َْر‬
Artinya: “….Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu….” (QS.al-Baqarah(2) : 185)
3. Surah al-Baqarah ayat 261
‫ ۤا ُء‬u ‫ُض ِعفُ لِ َم ْن ي ََّش‬ ٰ ‫َت َس ْب َع َسنَابِ َل فِ ْي ُك ِّل ُس ۢ ْنبُلَ ٍة ِّماَئةُ َحبَّ ٍة ۗ َوهّٰللا ُ ي‬
ْ ‫َمثَ ُل الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُوْ نَ اَ ْم َوالَهُ ْم فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة اَ ۢ ْنبَت‬
‫ۗ َوهّٰللا ُ َوا ِس ٌع َعلِ ْي ٌم‬
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh butir benih, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah maha luas
(karunia-nya) lagi maha mengetahui.” (QS.al-Baqarah(2) : 261)
4. Surah Yusuf ayat 46-49
َ ‫ت ُخضْ ٍر َوُأ‬
‫خَر‬ ٍ ‫اف َو َسب ِْع ُس ْنبُاَل‬ ٌ ‫ت ِس َما ٍن يَْأ ُكلُه َُّن َس ْب ٌع ِع َج‬ ٍ ‫ق َأ ْفتِنَا فِي َسب ِْع بَقَ َرا‬
ُ ‫يُو ُسفُ َأيُّهَا الصِّ دِّي‬
‫ص ْدتُ ْم فَ َذرُوهُ فِي‬َ ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَ ْعلَ ُمونَ () قَا َل ت َْز َر ُعونَ َس ْب َع ِسنِينَ َدَأبًا فَ َما َح‬ ِ َّ‫ت لَ َعلِّي َأرْ ِج ُع ِإلَى الن‬ ٍ ‫يَابِ َسا‬
‫ك َس ْب ٌع ِشدَا ٌد يَْأ ُك ْلنَ َما قَ َّد ْمتُ ْم لَه َُّن ِإاَّل قَلِياًل ِم َّما‬
َ ِ‫ُس ْنبُلِ ِه ِإاَّل قَلِياًل ِم َّما تَْأ ُكلُونَ () ثُ َّم يَْأتِي ِم ْن بَ ْع ِد َذل‬
ِ ‫َاث النَّاسُ َوفِي ِه يَع‬
َ‫ْصرُون‬ َ ِ‫صنُونَ () ثُ َّم يَْأتِي ِم ْن بَ ْع ِد َذل‬
ُ ‫ك عَا ٌم فِي ِه يُغ‬ ِ ْ‫تُح‬
Artinya: “(Setelah pelayan itu berjumpa dengan yusuf dia berseru: “Yusuf, hai orang
yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang
kurus-kurus dan dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainya yang kering
agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya”. Yusuf
berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa
yang kamu tuai hendaklah kamu biarakan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu
makan. Kemudian setelah itu aakan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali
sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan
datangtahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu
mereka memeras anggur).” (QS.Yusuf(12) : 46-49)
5. Surah at-Taghaabun ayat 11
‫هّٰللا‬
ِ ‫ص ْيبَ ٍة اِاَّل بِا ِ ْذ ِن‬
ِ ‫اب ِم ْن ُّم‬
َ ‫ص‬َ َ‫ۗ َمٓا ا‬
Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin
Allah,….” (QS.at- Taghaabun(64) : 11)
6. Surah Luqman ayat 34
ِّ‫اَي‬uِ‫سٌ ب‬ ِ ِ َ ۚ ‫اِ َّن هّٰللا َ ِع ْند َٗه ِع ْل ُم السَّا َع ۚ ِة َويُنَ ِّز ُل ْال َغي‬
ۢ ‫ ْدريْ نَ ْف‬uَ‫ا ت‬u‫ د ًۗا َو َم‬uَ‫بُ غ‬u‫ْث َويَ ْعلَ ُم َما فِى ااْل َرْ َح ۗ ِام َو َما تَ ْدريْ نَ ْفسٌ َّما َذا تَ ْك ِس‬
ُ ۗ ْ‫ض تَ ُمو‬
‫ت ِا َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم َخبِ ْي ٌر‬ ٍ ْ‫اَر‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
kiamat dan dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. Dan tidak seorangpun yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok; dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui dibumi mana ia
akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi maha mengenal.” (QS.
Luqman(31) : 34)
7. Surah an-Naml ayat 64
‫هّٰللا‬ ۤ
ِ ‫ض َءاِ ٰلهٌ َّم َع‬
ِ ۗ ْ‫ۗ َو َم ْن يَّرْ ُزقُ ُك ْم ِّمنَ ال َّس َما ِء َوااْل َر‬
Artinya: “…dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan
bumi ? apakah disamping Allah ada tuhan yang lain?...” (QS. An-Naml(27) : 64)
8. Surah al-Hijr ayat 20
َ ِ‫َو َج َع ْلنَا لَ ُك ْم فِ ْيهَا َم َعاي‬
َ‫ش َو َم ْن لَّ ْستُ ْم لَهٗ بِ ٰر ِزقِ ْين‬
Artinya: “Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keperluan hidup,
dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
memberi rezeki kepadanya.” (QS.Al-Hijr(15) : 20)

Maksud dari ayat-ayat ini tidak berarti bahwa Allah menyediakan makanan dan
pakain kepada kita tanpa usaha. Sebenarnya, semua ayat itu membicarakan tentang ekonomi
dimasa depan yang penuh kedamaian, yang selalu dibayangkan islam. Dan seperti yang
dinyatakan dalam islam bahwa manusia sebagai Khalifah Allah di Bumi, hanya dapat
mempertahankan gelarnya yang agung bila ia melaksanakan perintah perintah yang
terkandung dalam Al-Qur‟an dengan penafsiran yang tepat. Allah menghendaki tiadanya
orang yang kehilangan mata pencaharianya yang layak, dan ia harus kebal terhadap setiap
gangguan apapun. Oleh karena itu adalah kewajiban tertinggi dari suatu negara untuk
menjamin hal ini. Dan asuransi membantu tercapainya tujuan ini.

Mengenai hal ini, boleh dikemukakan bahwa terdapat sekelompok orang yang tidak
dapat membedakan antar asuransi dengan perjudian, mereka menyamakan asuransi dengan
spekulasi. Padahal dengan asuransi orang yang menjadi tanggungan dari seorang yang
meninggal dunia terlebih dahulu dapat menerima keuntungan lumayan nuntuk sejumlah
untuk sejumlah kecil uang yang telah dibayar almarhum sebagai premi. Tampaknya hal ini
seperti sejenis perjudian. Tetapi perbedaanya antara asuransi dengan perjudian adalah
fundamental, karena dasar asuransi adalah kerja sama yang diakui dalam islam.

Pada kenyataanya ciri khas asuransi adalah pembayaran dari semua peserta untuk
membantu tiap peserta lainnya bila dibutuhkan. Prinsip saling menguntungkan ini tidak
terbatas dalam kadar paling ringan bagi perusahaan bersama tapi berlaku juga untuk semua
organisasi asuransi mana pun walau bgai mana pun struktur hukumnya.
Hadits

،‫ ِة‬u‫وْ ِم ْالقِيَا َم‬uuَ‫ب ي‬


ِ ‫س هَّللا ُ َع ْنهُ ُكرْ بَةً ِم ْن ُك َر‬
َ َّ‫ب ال ُّد ْنيَا نَف‬ َ َّ‫ « َم ْن نَف‬: ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
ِ ‫س ع َْن ُمْؤ ِم ٍن ُكرْ بَةً ِم ْن ُك َر‬ َ َ‫ع َْن َأبِى هُ َر ْي َرةَ ق‬
َ َ‫ال ق‬
‫ْس ٍر يَس ََّر هَّللا ُ َعلَ ْي ِه فِى ال ُّد ْنيَا َواآل ِخ َر ِة » رواه مسلم‬
ِ ‫َو َم ْن يَس ََّر َعلَى ُمع‬

Artinya: “diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad bersabda: Barangsiapa yang
menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT. Akan
menghilangkan kesulitangnya pada hari kiamat, barang siapa yang mempermudah kesulitan
seseorang, maka Allah SWT. Akan mempermudah urusan dunia dan akhirat. (HR. Muslim
No.2699).

Hadits diatas menunjukkan besarnya keutamaan seorang yang membantu


meringankan beban saudaranya sesama muslim, baik dengan bantuan harta, tenaga maupun
pikiran atau nasehat untuk kebaikan.

4. Pandangan Ulama Tentang Asuransi

Konsep dan perjanjian asuransi (aqdu at-ta’miin) merupakan jenis akad baru yang
belum pernah ada pada masa-masa pertama perkembangan fiqih islam. Perbedaan pendapat
bermunculan dari para ulama fiqih masa kini (mu’assirah). Diantara ulama ada yang
menghalalkan da nada yang mengharamkan, kemudian ada pula yang mengharamkan
asuransi hanya pada sebagian jenisnya.

1. Ulama yang berpendapat asuransi dalam segala aspeknya haram termasuk


asuransi jiwa. Pendapat ini didukung oleh kalangan ulama seperti Sayid Sabiq, Abdullah al-
Qalqii, Muhammad Yusuf Qordawi dan Muhammad Bakhit al- Muth‟i. Adapun alasan-
alasan mereka mengharamkan asuransi antara lain :

a) Pada dasarnya asuransi itu sama atau serupa dengan judi

b) Asuransi mengandung ketidakpastian

c) Asuransi mengandung riba

d) Asuransi bersifat eksploitas karena premi yang dibayarkan oleh peserta, jika tidak
sanggup melanjutkan perjanjian maka premi hangus/ hilang atau dikurangi secara tidak adil
( peserta dizalimi )
e) Premi yang diterima oleh perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang
mengandung riba / bunga

f) Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar uang dengan tidak
tunai.

g) Asuransi menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai objek bisnis , yang berarti
mendahului takdir Allah.

Pendapat pertama ini mengarah pada praktek asuransi konvensional yang


mengandung gharar (ketidakpastian), maisir (untung- untungan) dan riba serta menempatkan
posisi peserta sebagai pihak yang terzalimi karena adanya loss premium.

2. Ulama yang berpendapat membolehkan asuransi termasuk asuransi jiwa dalam


prakteknya sekarang. Pendapat ini didukung oleh ulama seperti Abdul Wahab Khallaf,
Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan Abdurrahman isa. Alasan mereka
memperbolehkannya adalah:

a) Tidak ada nas Al Quran dan Hadis yang melarang asuransi

b) Ada kesepakatan antara kedua belah pihak

c) Mengandung kepentingan umum ( maslahah „amah ), sebab premi – premi yang terkumpul
bisa diinvestasikan untuk proyek- proyek yang produktif dan untuk pembangunan

d) Asuransi termasuk akad mudharabah , artinya akad kerja sama bagi hasil antara pemegang
polis ( pemilik modal ) dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar
profit and loss sharin

e) Asuransi termusak koperasi (syirkah ta‟awwuniah)

f) Diqiyaskan (analogi) dengan system pension.

Pendapat kedua ini menitikberatkan pada jenis asuransi sosial dan koperasi yang
dikelola oleh pemerintah, bertujuan bukan komersial, melainkan lebih pada kemaslahatan
umat seperti taspen, Jasa Raharja, dan lain sebagainya.

3. Ulama yang berpendapat bahwa asuransi bersifat syubhat, beralasan karena tidak
dalil-dalil syar‟i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkannya. Bila hukum
asuransi dimasukkan dalam hal syubhat, maka kita harus berhati-hati menghadapinya. Kita
baru diperbolehkan menggunakan asuransi kalau dalam keadaan darurat dan sangat
dibutuhkan. Untuk saat ini setelah munculnya asuransi syariah, maka tidak ada lagi istilah
syubhat.

5. Berdirinya Asuransi Syariah di Indonesia

Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang


menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional banyak
mengandung unsur : gharar, maisir dan riba.

a. Gharar(ketidakjelasan)

Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu
pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika baru sekali seorang
tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal, perusahaan asuransi akan rugi sementara
pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya,
perusahaan asuransi akan untung dan pihak tertanggung merasa rugi secara finansial.

b. Maisir(judi)

Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama
dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum
periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn
menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan
darimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal
ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko
oleh persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disini yaitu jika perusahaan asuransi
mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya.

c. Riba

Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua dananya


dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan
saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia. Jawatan kuasa kecil
malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah Insurance secara Islami”
di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan dari Barat dan sebagian
operasinya tidak sesuai dengan ajaran islam. Atas landasan itulah kemudian dirumuskan
bentuk asuransi yang terhindar dari ktiga unsur yang diharamkan islam.

Selanjutnya, pada dekade tahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di negara-
negara yang mayoritas berpenduduk muslim, mulai bermunculan asuransi yang prinsip
opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan terhindardariunsur-unsuryangdiharamkan.

Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic Insurance Co.
Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal al- Islami di Genewa dan Takaful
Islam di Luxumburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di
Bahrian. Adapun di Negara tetangga yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia
telah berdiri Syarikat Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.

Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring
dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful umum pada
tahun 1995.

Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah muncul


sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat diresmikannya Bank Muamalat
Indonesia pada tahun 1991.

6. Perbedaan antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah

Ada perbedaan mendasar antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah


(Islami). Menurut Mannan perbedaan itu tidak hanya terletak dalam bentuk, tetapi juga dalam
sifat penanganannya (Mannan,1995: 306). Namun sayang Mannan tidak menjelaskan secara
ekplisit dan rinci mengenai perbedaan tersebut. Akan tetapi, mungkin, akan sedikit membantu
kita untuk memahami perbedaan tersebut ketika ia membagi tiga jenis asuransi. Ketiga jenis
asuransi itu adalah koperatif, kapitalis, dan pemerintah (Mannan,1995: 303)

Asuransi koperatif, yang Mannan anggap Islami dan dia anjurkan, para penyumbang
dana asuransi adalah para dermawan, dan sumbangan mereka adalah donasi, dengan tujuan
menanggung kerugian yang menimpa siapa saja dari para penyumbang itu secara bersama-
sama. Kompensasi yang iberikan bertalian dengan kerugian yang diderita dan bukan suatu
jumlah tertentu yang disetujui antara pengasuransi dan yang diasuransikan pada waktu
perjanjian dibuat. (Mannan,1995: 305)
Asuransi kapitalis, adalah usaha jenis asuransi yang sesungguhnya lahir dari asuransi
laut yang berasal dari Romawi. Asuransi ini dibentuk untuk mendapatkan laba dan
didasarkan atas perhitungan niaga. (Mannan,1995: 303) Asuransi pemerintah, asuransi yang
diselenggarakan oleh pemerintah pada skala nasional bagi orang berusia lanjut,
pengangguran, sakit dan luka. Sehingga seluruh bangsa dapat bertanggung jawab secara
bersama-sama untuk menyediakan dana bagi mereka yang sakit, tua, tidak terurus, atau
pengangguran. (Mannan,1995: 304).

Menurut Warkum, perbedaan prinsip operasionalnya dapat dilihat pada empat unsur
yaitu; (1) unsur ketidakpastian, (2) unsur gamling, (3) unsur riba, (4) unsur komersial.
(Warkum Sumitro, 1996: 168-170).

Gambar : Perbedaan Asuransi Islam dan Konvensional

Topik Asuransi Konvensional Asuransi Syariah

Prinsip Dasar Akad pertukaran (jual-beli) 1. Akad saling


Kerja sama Hukum Ekonomi melindungi (takafu)
Aktuaria 2. Tolong – menolong
3. Saling melindungi
4. Saling bertanggung
jawab
5. Saling bekerjasama

Sistem dan Operasional Perusahaan sebagai pemilik Perusahaan sebagai pemegang


Pengelola dana dana. Dana diinvestasikan amanah. Kebijakan investasi
sesuai dengan kebijakan sesuai dengan syariah Bagi
manajemen Bunga hasil (mudharabah)

Biaya Biaya ditanggung pemegang pemegang polis hanya


polis menangg ung biaya sebagian
kecil saja berdasar kan
kesepaka tan kedua belah pihak

Premi Mortalita Biaya (alpa, beta, Mortalita / harapan hidup (net


gamma) Bunga premium)

Sumber : Muhammad Iswadi, “Asuransi Islami dan Pembangunan Ekonomi Umat” , Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Islam, Vol. 01, No. 01 (2015)
7. Aturan Hukum dan Penerapan Asuransi Syariah di Indonesia

Di Indonesia, asuransi syariah diatur dalam UU No. 40 tahun 2014 tentang


perasuransian. Menurut UU Nomor 40 tahun 2014 pasal satu, asuransi syariah merupakan
kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan
pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan
kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara: 1).
Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hokum kepada pihak ketiga
yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu pristiwa yang
tidak pasti; atau 2). Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta
atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah
ditetapkan dan/atau didasarkan pada pengelolahan dana.

Selain itu, uraian tentang asuransi syariah juga dikemukakan dalam Fatwah Dewan
Syariah Nasional MUI, dalam fatwa DSN No. 21/DSN – MUI/X/2001 tentang pedoman
Umum Asuransi Syariah. Dalam ketentuan umum poin 1 disebutkan: “Asuransi syariah
(ta‟min, takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling tolong menolong di antara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru‟ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah”. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud adalah yang tidak mengandung
gharar, perjudian (Maysir), riba, penganiayaan (zhulm), suap (risywah), barang haram dan
maksiat. Di dalam asuransi syariah itu sendiri akad yang dilakukan antara peserta dengan
perusahaan terdiri dari: akad Mudharabah (bagi hasil), dan akad tarbarru‟ (hibah).

Menurut pendapat Hasan Ali menyatakan bahwa: “Akad mudharabah ialah bentuk
akad kerjasama antara dua orang atau lebih yang mengharuskan pemilik modal (dalam hal ini
nasabah asuransi) menyerahkan sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi
(mudharib) untuk dikelola.23 Dana yang terkumpul oleh perusahaan asuransi diinvestasikan
agar memperoleh keuntungan (profit) yang nantinya akan dibagi antara perusahaan dan
nasabah asuransi dengan persentase nisbah yang telah disepakati sejak awal perjanjian.
Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian tersebut akan di tanggung
sepenuhnya oleh pihak shahibul mal sepanjang hal itu disebabkan oleh resiko bisnis dan
bukan karena kelalaian mudharib.

Akad Tabarru‟ merupakan bentuk transakasi atau perjanjian kontrak yang bersifat
nirlaba (not for profit transaction), yakni semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan
kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial24 sehingga tidak boleh
digunakan untuk bisnis. Pihak yang meniatkan tabarru‟ tidak boleh mensyaratkan imbalan
apapun. Menurut Yusuf Qardhawi, dana tabarru‟ ini haram untuk ditarik kembali karena
dapat disamakan dengan hibah. Jika dalam hal evenement tidak terjadi, maka peserta
mengikhlaskan dana yang dimasukannya untuk kepentingan sosial yakni masuk dalam
pertanggungan yang sifatnya derma.

Terkait polis, asuransi menerapkan akad tijarah (mudharabah dan mudharabah


musytakarah), maka peserta asuransi berkedudukan sebagai pihak penyandang dana (shohibul
maal) sedangkan perusahaan asuransi akan bertindak sebagai pengelola dana (mudharib).
Dalam asuransi syariah terdapat rukun-rukun akad yang meliputi : (a). Agid, yaitu pihak-
pihak yang mengadakan agid (perusahaan dengan peserta). (b). Ma‟kud‟alaihi, yaitu sesuatu
yang di akadkan atasnya (barang dan bayaran). (c). Sighah (ijab dan Kabul).

Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada


asuransi syariah adalah sharing of risk atau “saling menanggung resiko”. Apabila terjadi
musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak
terjadi transfer resiko (transfer of risk) atau “memindahkan resiko” dari peserta ke perusahaan
seperti pada asuransi konvensional.

Hakikat asuransi syariah adalah saling bertanggung jawab, dan bantu membantu
serta saling menanggung penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu asuransi diperbolehkan
jika dilakukan sesuai syariah, karena prinsip-prinsip dasar syariah mengajak kepada segala
sesuatu yang berakibat solidaritas jalinan sesama manusia dan kepada sesuatu yang
meringankan bencana mereka, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an surah al-
Maidah ayat 2 yakni: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan
takwa, dan jangan tolonh-menolonglah kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

Dengan demikian, gagasan mengenai tangung-menanggung resiko dalam asuransi


takaful tersebut dilakukan atas dasar kebersamaan saling tolong-menolong dalam kebaikan
dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko
tersebut. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelola operasional perusahaan asuransi
serta investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/di limpahkan kepada perusahaan.
Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru‟
(hibah). Perusahaan asuransi syariah hanya bertindak sebagai fasilitator dan mediator proses
saling menanggung di antara para peserta asuransi.
Hal inilah salah satu yang membedakan antara asuransi syariah dengan asuransi
konvensional, di mana dalam asuransi konvensional tidak terjadi saling menanggung antara
perusahaan asuransi dengan peserta asuransi.

8. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah

Asuransi syariah memiliki prinsip yang tidak sama dengan asuransi konvensional.
Para ulama dan ahli ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah ditegakkan atas
tiga prinsip utama, yaitu :

1. Prinsip bekerjasama dan saling membantu sesama manusia harus semakin meningkatkan
kepeduliannya dalam upaya meringankan beban saudaranya yang lain. ”dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.(QS Al Maidah:2). Nabi SAW
mengajarkan bahwa siapa yang meringankan beban saudaranya, Allah akan meringankan
kebutuhan hidupnya.(HR Bukhari & Muslim)

2. Prinsip saling bertanggung jawab.

Banyak Hadits Nabi SAW yang mengajarkan bahwa hubungan umat beriman dalam
rasa kasih sayang satu sama lain, ibarat satu badan yang apabila yang satu anggota badannya
terganggu atau kesakitan, maka seluruh badan akan ikut merasakan, tidak dapat tidur, dan
terasa panas. Islam mengajarkan mensucikan jiwa dengan mengurangkan sebanyak mungkin
perasaan mementingkan diri sendiri. Rizki Allah yang berupa harta benda hendaklah
disyukuri, jangan hanya dinikmati diri sendiri, tetapi digunakan juga untuk memenuhi
kepentingan masyarakat, meringankan beban penderitaan, dan meningkatkan taraf hidup
mereka. Hadits Nabi SAW tersebut diantaranya :

a. ”Kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang-orang beriman antara satu dengan
lain seperti satu tubuh (jasad) apabila satu dari anggotanya tidak sehat, maka akan berpen-
garuh kepada seluruh tubuh” (HR. Bukhari dan Muslim).

b. ”Seorang mukmin dengan mukmin yang lain (dalam suatu masyarakat) seperti sebuah ba-
ngunan di mana tiap-tiap bagian dalam bangunan itu mengukuhkan bagian-bagian yang
lain”(HR. Bu khari dan Muslim).

c. ”Setiap kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu bertanggung jawab
terhadap orang-orang yang di bawah tanggung jawabmu” (HR. Bukhari dan Muslim).
d. ”Seseorang tidak dianggap beriman sehingga ia mengasihi saudaranya sebagaimana ia
men- gasihi dirinya sendiri”(HR. Bukhari).

Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan kewajiban setiap muslim. Rasa
tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, mencintai, saling membantu dan
merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam
mewujudkan masyarakat yang beriman, takwa dan harmonis.

3. Prinsip saling melindungi penderitaan satu dengan yang lain.

Semua peserta asuransi harus berprinsip bahwa tidak sempurna iman seseorang
sehingga ia tidur nyenyak dengan perut kenyang, sedangkan tetangganya menderita
kelaparan. Komitmen membela dan saling mensejahterakan sangat diharapkan tercipta
melalui keikutsertaan pada takaful.

Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an yang artinya : ”(Allah) yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan.” (QS Al Quraisy ayat 4), dan Hadits Nabi SAW yang artinya :
”Sesungguhnya seseorang yang beriman ialah siapa yang dapat memberi keselamatan dan
perlindungan terhadap harta dan jiwa raga umat manusia.” (HR. Ibnu Majah).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa prinsip dalam asuransi syari’ah yaitu ata’awanu,alal
birri wat-taqwa (tolong-menolong kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta‟min
(rasa aman). Dalam UU Nomor 40 tahun 2014 pasal 1 poin 3 disebutkan bahwa, “prinsip
syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah”. Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga
besar yang satu dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini
disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi syari’ah adalah akad takafuli (saling
menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi
konvensional.

Dalam model asuransi syariah ini tidak ada perbuatan memakan harta manusia
dengan batil (aklu amwalinas bilbathil), karena apa yang telah diberikan adalah semata-mata
sedekah dari hasil harta yang dikumpulkan. Selain itu keberadaan asuransi syariah akan
membawa kemajuan dan kesejahteraan kepada perekonomian umat.
9. Penerapan Akad dan Prinsip Asuransi Syariah

Perusahaan asuransi berperan sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana


dari masyarakat melalui penyediaan jasa asuransi (takaful) untuk memberikan jaminan
perlindungan kepada pemakai jasa terhadap kemungkinan timbulnya kerugian akibat suatu
peristiwa yang tidak terduga. Perlindungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dana yang
selalu siap untuk digunakan ketika yang bersangkutan mengalami musibah.

Untuk mendapatkan jaminan perlindungan asuransi (takaful), seseorang perlu


menghubungi perusahaan yang secara hukum berkompeten menyelenggarakan jasa tersebut.
Tindak lanjut dari hubungan antara perusahaan dengan pengguna jasa, akan diikat oleh suatu
perjanjian yang berlaku dalam perusahaan asuransi. Menurut Fatwa No.
21/DSN-MUI/X/2001, akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas
akad tijarah dan/atau akad tabarru’. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak
sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis).
Sedangkan dalam akad tabarrru’ (hibah), perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola
dana hibah yang diberikan oleh peserta untuk menolong pihak yang terkena musibah.

Berbeda dengan akad tijarah (mudharabah), akad tabarru’ (gratuitous contract)


merupakan bentuk transaksi atau perjanjian kontrak yang bersifat nirlaba (not-for profit
transaction) sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan komersial atau bisnis tetapi semata-
mata untuk tujuan tolong-menolong dalam rangka kebaikan. Karenanya pihak yang
meniatkan tabarru’ tidak boleh mensyaratkan adanya imbalan apapun. Implementasi akad
tijarah dan tabarru’ dalam sistem asuransi syariah direalisasikan dalam bentuk pembagian
setoran premi menjadi dua macam. Untuk produk yang mengandung unsur tabungan (saving),
maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam rekening dana peserta dan satunya lagi
rekening tabarru’. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non
saving), setiap premi yang dibayar akan dimasukkan seluruhnya ke dalam rekening tabarru’.
Keberadaan rekening tabarru’ menjadi sangat penting untuk menjawab pertanyaan seputar
ketidakjelasan (gharar) asuransi dari sisi pembayaran klaim.

Penerapan akad-akad syariah dalam perusahaan perasuransian secara umum dapat


dilihat dalam dua bidang usaha yaitu: (1) Asuransi individu atau Asuransi Jiwa (life
insurance) dan (2) Asuransi Umum (general insurance). Perbedaan karakteristik antara
kedua produk perasuransian tersebut tentu menyebabkan penerapan akad menjadi berbeda
pula. Karena itu sebagai gambaran, berikut ini adalah teknis penerapan akad syariah dalam
usaha perasuransian.

1. Asuransi Jiwa (Life Insurance) adalah bentuk asuransi yang memberikan perlindungan
dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi
takaful.16Berbeda dengan kerugian yang bersifat umum, bentuk asuransi ini bersifat individu
karena jaminan yang diberikan melekat pada diri seseorang. Pengelolaan dana asuransi jiwa
secara umum menggunakan dua sistem pendekatan, yaitu:

a. Pengelolaan dana dengan unsur tabungan yang disebut dana investasi. Setiap peserta
wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Meskipun
perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang bisa dibayarkan, namun pada
prinsipnya pembayaran premi tergantung pada kemampuan peserta. Setiap peserta dapat
membayar premi tersebut rekening koran, giro atau membayar secara langsung. Peserta dapat
memilih pembayaran, baik bulanan, kuartal, semesteran, maupun tahunan sesuai kemampuan.
17Melalui sistem ini, setiap premi takaful yang telah diserahkan kepada perusahaan asuransi
akan dimasukkan ke dalam dua rekening secara terpisah, yaitu: (i) Rekening khusus tabarru’
(Participant Special Account), yaitu rekening yang diniatkan untuk kebaikan apabia ada
diantara peserta yang ditakdirkan meninggal dunia atau mengalami musibah lainnya; (ii)
Rekening tabungan (Participant Account) yang dimiliki oleh para peserta takaful. Rekening
tabungan ini selain dapat diinvestasikan (tijarah) juga dapat didermakan untuk kebaikan
(tabarru’).

Pada asuransi syariah, secara umum peserta tidak memberikan syarat tertentu yang
membatasi tentang cara pengelolaan dana sehingga akad ini dikategorikan sebagai
mudharabah mutlaqah. Dalam hubungannya dengan pengguna jasa (peserta), perusahaan
asuransi syariah sebagai lembaga intermediasi mempunyai fungsi ganda. Dikatakan
demikian, karena dengan pihak perserta perusahaan asuransi berkedudukan sebagai
mudharib, sedangkan dengan intrumen investasi lainnya, perusahaan asuransi berkedudukan
sebagai shaibul maal.

Melalui akad tijarah (mudharabah), kumpulan dana yang dibayarkan oleh peserta
kepada perusahaan asuransi syariah diinvestasikan pada lembaga pembiayaan yang
dibenarkan secara syariah. Pada asuransi jiwa (life insurance), paling tidak ada tiga
kemungkinan manfaat yang dapat diterima oleh peserta, yaitu: (a) Apabila peserta meninggal
dunia dalam masa pertanggungan (sebelum jatuh tempo), maka ahli warisnya akan menerima:
(i) Pembayaran klaim sebesar jumlah angsuran premi yang telah disetorkan dalam rekening
peserta ditambah dengan bagian keuntungan dari hasil investasi; (ii) Sisa saldo angsuran
premi yang seharusnya dilunasi dihitung dari tanggal meninggalnya sampai dengan saat
selesai masa pertanggunannya. Dana untuk tujuan ini diambilkan dari rekening khusus/
tabarru’ para peserta yang memang disediakan untuk itu. (b) Apabila peserta masih hidup
sampai pada selesainya masa pertanggungan, maka yang bersangkutan akan menerima: (i)
Seluruh angsuran premi yang telah disetorkan ke dalam rekening peserta, ditambah dengan
bagian keuntungan dari hasil investasi; (ii) Kelebihan dari rekening khusus/ tabarru’ peserta
terjadi apabila setelah dikurangi biaya operasional perusahaan; (c) Peserta mengundurkan diri
sebelum masa pertanggungan selesai. Dalam hal ini, peserta yang bersangkutan tetap akan
menerima seluruh angsuran premi yang telah disetorkan ke rekening peserta, ditambah
dengan bagi hasil apabila selama menjadi peserta investasinya mendatangkan keuntungan.

b. Pengelolaan dana tanpa unsur tabungan yang disebut dana tabarru’. Dana yang tidak
mengandung unsur tabungan akan disimpan pada rekening tabarru’ oleh perusahaan dalam
suatu rekening khusus. Berbeda dengan unsur tabungan, dana klaim yang diberikan melalui
rekening tabarru’ sejak awal sudah diniatkan oleh semua peserta asuransi syariah untuk
kepentingan tolong menolong yang dikeluarkan apabila: (1) Peserta meninggal dunia; (2)
Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana). Pada dasarnya, dana tabarru’ dimaksudkan
untuk tujuan tolong menolong diantara peserta asuransi. Karena itu keberadaan dana melalui
rekening tabarru’ idealnya hanya untuk tujuan kemanusiaan. Namun ada yang berbendapat,
bahwa dana tabarru’ yang terkumpul sedemikian banyak agar menjadi produktif dapat
diinvestasikan sebelum peserta yang bersangkutan membutuhkannya. Jika demikian yang
terjadi, maka penulis berpendapat bahwa semua akibat hukum yang timbul dari pengelolaan
dana tersebut harus menjadi tanggung jawab penyelenggaranya (perusahaan asuransi),
sehingga apabila sewaktu-waktu dana tersebut dibutuhkan harus selalu tersedia.

2. Asuransi Umum (General Insurance) adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan
perlindungan finansial untuk mengantisipasi kerugiaan atas harta benda milik peserta takaful.
Klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta yang mengalami musibah hingga
menimbulkan kerugian harta benda sesuai dengan perhitungan yang wajar. Untuk kegiatan
asuransi umum, mekanisme pengelolaan dananya sama dengan asuransi jiwa tanpa unsur
tabungan. Jangka waktu pertanggungan untuk produk-produk asuransi kerugian (misalnya
asuransi kebakaran, kendaraan bermotor, kecelakaan diri, dan lain- lain) biasanya berlaku
untuk periode satu tahun, maka produk ini tidak mengandung unsur tabungan (non saving).
Akibatnya seluruh premi yang terkumpul akan dimasukkan ke dalam satu pool/ fund untuk
dikelola oleh perusahaan. Jika dari total dana ditambah hasil investasi dan dikurangi beban-
beban asuransi (komisi agen, premi reasuransi, klaim, dan lain-lain) terjadi surplus, maka
surplus dana tersebut akan dibagi hasilkan antara peserta dan perusahaan sesuai nisbah yang
sudah ditentukan di awal perjanjian. Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana seandainya
investasi tersebut mengalami kerugian? Tentu peserta asuransi sebagai shahibul maal harus
siap menanggung risiko tersebut, kecuali jika kerugiaan itu disebabkan oleh kesalahan dari
pihak perusahaan asuransi sebagai mudharib.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kesimpulan dari prinsip utama dari asuransi
syariah adalah transaksi yang halal, sehingga dana yang dikembangkan juga melalui investasi
yang halal, sehingga prinsip dari asuransi syariah adalah menjamin tidak ada transaksi
terlarang di dalamnya. Hal ini tercermin baik dengan cara saling tolong menolong atau
mengembangkan dana melalui investasi halal. Misalnya, dalam asuransi premi sukarela
berbasis Ta'awun . Dalam asuransi Ta'awun , yang dikembangkan adalah kerja sama saling
tolong menolong antar-sesama peserta asuransi. Konsekuensi dari hal ini,dana yang diberikan
peserta bersifat sukarela, sehingga peserta tidak bisa menarik kembali dalam bentuk uang di
luar klaim yang ditentukan. Nilai yang disumbangkan bisa sama maupun juga berbeda-beda
sesuai kemampuan peserta. Dan ini kembali kepada kesepakatan. Dalam asuransi sukarela
berbasis Ta'awun , ada 3 pihak yang terlibat, yaitu sebagai berikut ini :

1. Peserta asuransi, sebagai penyedia dana

2. Lembaga asuransi, sebagai pengelola dana para peserta

3. Perusahaan x, Unit bisnis halal, sebagai pihak yang menerima investasi dari sebagian besar
dana peserta

Keberadaan perusahaan yang menampung investasi sifatnya opsional. Melibatkan


perusahaan ini tujuannya hanya untuk mengembangkan dana masyarakat di unit usaha yang
halal.

D. KESIMPULAN

Asuransi adalah pertanggungan yang merupakan perjanjian antara dua pihak yang
bersepakat yaitu si pembayar iuran dan si pemberi jaminan, apabila terjadi sesuatu kepada si
pembayar iuran masalah kecelakaan atau kematian.
Asuransi syariah adalah bagian daripada muamalah. Sebagaimana telah kita ketahui
bahwa muamalah adalah bersifat terbuka artinya Allah hanya memberikan aturan yang
bersifat garis besarnya saja yang selebihnya terbuka bagi para mujetahid untuk
mengembangkannya melalui daya berpikir selama tidak bertentangan dengan alquran dan al
Hadist. Baik dalam al Quran maupun Hadist tidak menyebutkan secara nyata apa dan
bagaimana berasuransi. Namun yang demikian bukan berarti berasuransi hukumnya haram di
karenakan dalan hukum Islam memuat subtansi peasuransian secara Islami.

Landasan hukum asuransi syariah terdapat pada QS. Al-Maidah : 2, QS.al-Baqarah :


185, QS.al-Baqarah : 261, QS.Yusuf : 46-49, QS.at-Taghaabun : 11, QS.Luqman : 34, QS.an-
Naml : 64, QS.al-Hijr : 20 dan juga dalam hadits Nabi SAW yang di riwayatkan oleh Muslim
no.2699

Pandangan ulama tentang asuransi, ada 3 ulama yang berbeda pendapat Pertama,
Ulama yang berpendapat asuransi dalam segala aspeknya haram termasuk asuransi jiwa.
Pendapat ini didukung oleh kalangan ulama seperti Sayid Sabiq, Abdullah al- Qalqii,
Muhammad Yusuf Qordawi dan Muhammad Bakhit al- Muth‟i. Adapun alasan-alasannya:
Pada dasarnya asuransi itu sama atau serupa dengan judi, Asuransi mengandung
ketidakpastian, Asuransi mengandung riba, Asuransi bersifat eksploitas karena premi yang
dibayarkan oleh peserta, jika tidak sanggup melanjutkan perjanjian maka premi hangus/
hilang atau dikurangi secara tidak adil ( peserta dizalimi ), Premi yang diterima oleh
perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang mengandung riba / bunga, Asuransi
termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar uang dengan tidak tunai dan
Asuransi menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai objek bisnis , yang berarti
mendahului takdir Allah. Kedua, Ulama yang berpendapat membolehkan asuransi termasuk
asuransi jiwa dalam prakteknya sekarang. Pendapat ini didukung oleh ulama seperti Abdul
Wahab Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan Abdurrahman isa.
Alasannya : Tidak ada nas Al Quran dan Hadis yang melarang asuransi, Ada kesepakatan
antara kedua belah pihak, Mengandung kepentingan umum ( maslahah „amah ), sebab premi
– premi yang terkumpul bisa diinvestasikan untuk proyek- proyek yang produktif dan untuk
pembangunan, Asuransi termasuk akad mudharabah , artinya akad kerja sama bagi hasil
antara pemegang polis ( pemilik modal ) dengan pihak perusahaan asuransi yang memutar
modal atas dasar profit and loss sharin, Asuransi termusak koperasi (syirkah ta‟awwuniah)
dan Diqiyaskan (analogi) dengan system pension. Ketiga, Ulama yang berpendapat bahwa
asuransi bersifat syubhat, beralasan karena tidak dalil-dalil syar‟i yang secara jelas
mengharamkan atau menghalalkannya. Bila hukum asuransi dimasukkan dalam hal syubhat,
maka kita harus berhati-hati menghadapinya. Kita baru diperbolehkan menggunakan asuransi
kalau dalam keadaan darurat dan sangat dibutuhkan. Untuk saat ini setelah munculnya
asuransi syariah, maka tidak ada lagi istilah syubhat.

Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang


menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional banyak
mengandung unsur : gharar, maisir dan riba. Sedangkan berdirinya di Indonesia, asuransi
Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful
Keluarga dan PT. Asuransi Takaful umum pada tahun 1995. Gagasan untuk mendirikan
asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih
menguat pada saat diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.

Perbedaan asuransi konvensional dengan asuransi syariah, pada konvensional akad


pertukarannya (jual-beli) berbentuk kerja sama sedangkan dalam syariah akadnya berbentuk
saling melindungi (takafu),tolong – menolong, saling melindungi, saling bertanggung jawab
dan saling bekerjasama. Untuk sistem operasionalnya, pada konvensional Perusahaan sebagai
pemilik dana. Dana diinvestasikan sesuai dengan kebijakan manajemen Bunga. Sedangkan
pada syariah Perusahaan sebagai pemegang amanah. Kebijakan investasi sesuai dengan
syariah Bagi hasil (mudharabah. Untuk biaya, pada konvensional Biaya ditanggung
pemegang polis. Sedangkan pada syariah pemegang polis hanya menangg ung biaya sebagian
kecil saja berdasar kan kesepaka tan kedua belah pihak. Untuk premi, pada konvensional
Mortalita Biaya (alpa, beta, gamma) Bunga. Sedangkan syariah Mortalita / harapan hidup
(net premium).

Di Indonesia, asuransi syariah di atur dalam UU No. 40 tahun 2014 tentang


perasuransian dan juga fatwa DSN.

Prinsip asuransi syariah menurut para ulama dan ahli ekonomi Islam mengemukakan
bahwa asuransi syariah ditegakkan atas tiga prinsip utama, yaitu : Prinsip bekerjasama dan
saling membantu Sesama peserta harus semakin meningkatkan kepeduliannya dalam upaya
meringankan beban saudaranya yang lain, prinsip saling bertanggung jawab dan prinsip
saling melindungi penderitaan satu dengan yang lain.

Mekanisme Operasional Asuransi Syariah Perusahaan asuransi berperan sebagai


lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penyediaan jasa asuransi
(takaful) untuk memberikan jaminan perlindungan kepada pemakai jasa terhadap
kemungkinan timbulnya kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak terduga. Perlindungan
tersebut diwujudkan dalam bentuk dana yang selalu siap untuk digunakan ketika yang
bersangkutan mengalami musibah.

Untuk mendapatkan jaminan perlindungan asuransi (takaful), seseorang perlu


menghubungi perusahaan yang secara hukum berkompeten menyelenggarakan jasa tersebut.
Tindak lanjut dari hubungan antara perusahaan dengan pengguna jasa, akan diikat oleh suatu
perjanjian yang berlaku dalam perusahaan asuransi. Menurut Fatwa No.
21/DSN-MUI/X/2001, akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas
akad tijarah dan/atau akad tabarru’. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak
sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis).
Sedangkan dalam akad tabarrru’ (hibah), perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola
dana hibah yang diberikan oleh peserta untuk menolong pihak yang terkena musibah.

REFERENSI

Muhammad Tho’in dan Anik, “Aspek-aspek Syariah Dalam Asuransi Syariah” , Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 1 , No.1 (2015) : 1-8
Mukhsinun dan Utihatli Fursotun, “Dasar Hukum dan Prinsip Asuransi Syariah di Indonesia”
, Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, Vol. 2 , No.1 (2018) : 57-67
Arif Effendi, “Asuransi Syariah di Indonesia” (Studi Tentang Peluang ke Depan Industri
Asuransi Syariah)” , Wahana Akademika, Vol. 3 , No.2 (2016)
Burhanuddin S. ” Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Perasuransian di Indonesia” ,
Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 5 , No. 1 (2013) : 97-106
Muhammad Iswadi, “Asuransi Islami dan Pembangunan Ekonomi Umat” , Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Islam, Vol. 01, No. 01 (2015)
Nurul Ichsan, “Peluang dan Tantangan Inovasi Produk Asuransi Umum Syariah” , Jurnal
Ekonomi Islam, Vol. 7, No. 2 (2016)
Nur Azizah Latifah dan Rofifa Dhia ‘Athifa, “Islamisasi Al-Attas Terhadap Konsep
Asuransi: Asuransi Syari’ah Vs Asuransi Konvensional” , Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu
Keislaman, Vol. 19, No. 1 (2019) : 90-105
Mochamad Indrajit Roy, “Pengaruh Pertumbuhan Beban Pemasaran Terhadap Pertumbuhan
Laba pada Asuransi Umum Syariah di Indonesia” , Jurnal Syar’Insurance (SIJAS), Vol. 7 ,
No. 1 (2021)
Tati Handayani dan Muhammad Anwar Fathoni, “Persepsi masyarakat terhadap asuransi
syariah” , Conference on Islamic Management, Accounting, and Economics (CIMAE)
Proceeding. Vol. 2 (2019) : 127-132
Desmadi Saharuddin, “Asuransi Syariah Dalam Praktik (Studi Analisis Terhadap Shariah
Compliance )” , Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 4, No. 3 (2014)

Anda mungkin juga menyukai