Anda di halaman 1dari 65

KONSEP AQAD

DALAM BISNIS
DAN
KONSEKUENSINYA
Misi Bisnis
Pengusaha Muslim :
1. Bisnis Menuju Kebebasan
Finansial
2. Kebebasan Finansial Menuju
Kebebasan beraktifitas
3. Menuju Kebebasan Prinsip
Hidup: Menjadi Bagian
Penegakan Kembali Kehidupan
Islam (Rahmatan lil ‘alamin)
Fiqh Ekonomi Islam :
Bisnis Penuh ‘Berkat’ & Berkah
‘berkat” (profit, tumbuh dan sinambung)__Sustainable.
Berkah adalah ridlo Allah Swt atas amal bisnis, yaitu ketika bisnis dijalankan sesuai dengan syariah-Nya.

Mengapa harus Bisnis Islami?


Dua telapak kaki manusia akan selalu tegak (di hadapan Allah), hingga ia
ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya untuk
apa ia pergunakan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia
belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia korbankan.
HR. Tirmidzi dari Abu Barzah ra

Jangan membuatmu takjub, seseorang yang memperoleh harta dari cara


haram, jika dia infakkan atau dia sedekahkan maka tidak diterima, jika ia
pertahankan maka tidak diberkahi dan jika ia mati dan ia tinggalkan harta
itu maka akan jadi bekal dia ke neraka.
HR. ath-Thabarani, ath-Thayalisi dan al-Baihaqi, lafal ath-Thabarani
-
-> Maka mata kuliah Fiqh Iqtishad ini penting untuk kita pelajari, agar
Bisnis penuh ‘berkat’ dan berkah.
Bisnis Dalam Pilar Ekonomi Islam
PENGELOLAAN KEPEMILIKAN

K. INDIVIDU K. UMUM K. NEGARA KEPEMILIKAN

INDIVIDU NEGARA PENGELOLA

Ekonomi Privat Ekonomi Negara SEKTOR

Konsumsi Produksi PENGELOLAAN

PERTANIAN PERDAGANGAN PERINDUSTRIAN BIDANG

Konsumsi Pertanahan Jual Beli (al Bai’) Industri & HUKUM


(al Aradhi) dan Syarikah Ketenagakerjaan
Karakteristik Anatomi
Bisnis ISLAMI vs non Islami (Konvensional-sekuler)
ISLAMI KARAKTER BISNIS NON ISLAMI
Nilai-nilai transendental Asas Sekularisme
Dunia – akhirat Motivasi (Nilai-nilai material)
Dunia
Profit & Orientasi Profit,
Benefit (non materi/qimah), Pertumbuhan,
Pertumbuhan, Keberlangsungan
Keberlangsungan,
Keberkahan
Tinggi, Etos Kerja Tinggi,
Bisnis adalah bagian dari Bisnis adalah kebutuhan
ibadah duniawi
Maju & produktif, Sikap mental Maju & produktif sekaligus
Konsekuensi keimanan konsumtif Konsekuensi
& manifestasi kemusliman aktualisasi diri
Karakteristik
Bisnis ISLAMI vs non Islami (Konvensional)
ISLAMI KARAKTER BISNIS NON ISLAMI
Cakap & ahli di bidangnya, Keahlian Cakap & ahli di bidangnya,
Konsekuensi dari kewajiban Konsekuensi dari motivasi
seorang muslim reward & punishment
Terpercaya & bertanggung Amanah Tergantung kemauan
jawab, individu (pemilik kapital),
Tujuan tidak menghalalkan Tujuan menghalalkan cara
cara
Halal Modal Halal & haram
Sesuai dengan akad SDM Sesuai dengan akad
kerjanya kerjanya atau sesuai
keinginan pemilik modal
Halal Sumber Halal & haram
daya
Karakteristik
Bisnis ISLAMI vs non Islami (Konvensional)
ISLAMI KARAKTER BISNIS NON ISLAMI
Visi dan misi organisasi Manajemen Visi dan misi organisasi
terkait erat dengan misi Strategik ditetapkan berdasarkan
penciptaan manusia di pada kepentingan material
dunia belaka.
Jaminan halal bagi setiap Manajemen Tidak ada jaminan halal
masukan, proses & Operasi bagi setiap masukan,
keluaran, proses & keluaran,
Mengedepankan Mengedepankan
produktivitas dalam koridor produktivitas dalam koridor
syariah manfaat
Jaminan halal bagi setiap Manajemen Tidak ada jaminan halal
masukan, proses & keluaran Keuangan bagi setiap masukan,
keuangan proses & keluaran
keuangan
Karakteristik
Bisnis ISLAMI vs non Islami (Konvensional)

ISLAMI KARAKTER BISNIS NON ISLAMI


Pemasaran dalam koridor Manajemen Pemasaran menghalalkan
jaminan halal, Pemasaran cara
SDM profesional & Manajemen SDM profesional,
berkepribadian Islam, SDM SDM adalah faktor
SDM adalah pengelola produksi,
bisnis, SDM bertanggung jawab
SDM bertanggung jawab pada diri & majikan
pada diri, majikan & Allah
SWT
POKOK-POKOK
IMPLEMENTASI SYARIAH DALAM
KONSEP AKAD
Pengertian Fiqih Muamalah

Fiqih Muamalah terdiri dari dua kata : (1) Fiqih, dan (2)
Muamalah.

• Fiqih secara bahasa (etimologis)


al-fahmu (memahami)

• Fiqih secara istilah (terminologis)


ilmu tentang hukum-hukum syara' yang amaliah
yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci.

‫العلم باألحكام الشرعية العملية املستنبطة من أدلتها التفصيلية‬


Cakupan Fiqih Muamalah
Fiqih Muamalah mencakup segala hukum-hukum syara’
yang berkaitan dengan pengelolaan harta benda
(tasharruf fi al-maal).

Maka, fiqih muamalah sering disebut juga FIQIH


MUAMALAH MALIYAH.

Tidak termasuk cakupan Fiqih Muamalah :


1. Hukum-hukum Ibadah, ex sholat, haji.
2. Hukum-hukum Uqubat (Jinayat), ex qishash.
3. Hukum-hukum Munakahat, ex talak, ruju.
4. Hukum-Hukum Siyasah, ex hukum khilafah.
Macam Muamalah
Dari Segi Ada Tidaknya Akad

1. Muamalah tanpa akad (sepihak, tanpa perlu


ijab qabul) seperti hawalah, dhoman,
kafalah, washiyat, dll.

2. Muamalah dengan akad (wajib ada ijab


qabul) seperti jual beli, ijarah, syirkah, dll.
Pengertian Akad
 Secara bahasa : ikatan (ar-rabthu), pengukuhan (al-ihkam),
penguatan (at-taqwiyah).
‫ عقد الحبلين أي ربط الواحد باالخر‬
 Aqada al-hablaini, artinya dia mengikat yang satu dengan yg
lain. (Al-Buyu’, As-Sabatin, 13)

 Secara istilah syar’i :


‫اِْرتبَاط اجياب بقبول على وجه مشروع يظهر اثره يف حمله‬
Ikatan ijab dengan kabul yang sesuai hukum syara’ yang
menimbulkan akibat hukum pada objek akad.
(Al-Buyu’, As-Sabatin, 13)
Rukun Akad

1. Al-aqidani (Dua Pihak Yg Berakad)


2. Mahallul Aqad (Objek Akad)
3. Shighat Akad (Ijab Kabul)
1.al-’Âqidân 2.Mahall
 iYaitu dua pihak yang berakad.  al-’Aqd
Yaitu Sesuatu yang menjadi
1) Harus layak melangsungkan obyek akad (hanya barang
akad, yakni baligh dan atau jasa)
berakal, atau minimal  Sesuatu yang di dalamnya
mumayyiz tapi tergantung ditetapkan berlaku implikasi
izin dari pihak yang akad dan hukum-hukumnya
bertanggungjawab atasnya.  Mis, barang yang dijual
2) Secara syar’i berwenang dalam akad bay’, utang yang
melangsungkan akad. dijamin dalam akad kifâlah,
3) Salah satu atau keduanya proyek/kegiatan bisnis untuk
bisa atas nama dirinya mendapat keuntungan
sendiri atau mewakili pihak dalam akad syirkah
lain.
3.Shighat (Ijab & Qabul)

 Ungkapan timbal balik yang menunjukkan kesepakatan kedua


pihak
 Redaksi lafzhiyah yang mengungkapkan kehendak kedua pihak
dalam melangsungkan akad
 Harus dinyatakan secara jelas
 Ijab harus menunjukkan kepastian, karenanya biasa
menggunakan lafal lampau (mâdhi). Jadi tidak
menggunakan kalimat masa depan, seperti ‘saya akan
membeli’.
 Bisa dengan ucapan, tulisan, praktek yang menunjukkan
deal/kesepakatan (bi at-ta’âthâ), dengan isyarat, dsb.
 Ijab dan qabul harus bertaut, dalam satu majelis
Akad Sah & Tidak Sah
Akad Ada Dua Macam :
 Akad Yang Sah
(Memenuhi Rukun Akad)
 Akad Yang Tidak Sah/batil
(Tidak Memenuhi Rukun Akad)
Akad Batil & Fasid

 Akad batil = akad yang cacat (melanggar) pada


rukun dan atau pada ketentuan akadnya; yaitu
cacat salah satu rukunnya, atau cacat pada syarat
yang wajib melekat pada rukun aqad.
 Akad seperti ini menjadi batal dengan sendirinya.
 Contoh : jual beli yang barangnya tidak jelas (janin)

 Akad fasid = akad yang cacat di luar rukun-rukun


akad.
 Akad seperti ini menjadi sah (sempurna) setelah
penyebab fasad-nya diperbaiki/dihilangkan.
 Contoh : Jual beli dengan harga yang tidak jelas.
Status Hukum Syarat dalam Akad
1. Syarat yang Sah dan Mengikat:

 Syarat yang diharuskan oleh akad, mis. Syarat jaminan terhadap cacat,
syarat penyerahan upah, dsb
 Syarat untuk kemaslahatan salah satu pihak, dimana ia tidak mau
menerima akad kecuali syarat itu terpenuhi. Mis, syarat tentang
karakteristik obyek, waktu dan cara pembayaran
 Syarat bukan muqtadha al-‘aqd (ketentuan akad) dan tidak menyalahi
muqtadha al-’aqd dan bagi salah satu atau kedua pihak terdapat
maslahat di dalamnya. Mis, seseorang menjual mobil dan mensyaratkan
ia kendarai sampai tempat tertentu baru diserahterimakan, kasus Jabir
bin Abdullah.
Status Hukum Syarat dalam Akad

2. Syarat Yang Batil, Sementara Akadnya Tetap Sah

 Yaitu syarat yang menyalahi hukum dan muqtadha al-’aqd (ketentuan


akad)
 Mis, syarat agar pembeli tidak menghibahkan barang yang dibeli. Atau
misal jual beli buku, dimana penerbit melarang pembeli untuk
memfoto copy buku.
Status Hukum Syarat dalam Akad
3. Syarat yang membatalkan akad :
 Syarat yang membatalkan akad sejak asalnya. Yaitu syarat yang
berupa akad lain. Mis, saya jual barang ini dengan syarat anda
menjadi makelar saya untuk cari pelanggan
ٍ َ‫ف وبيع والَ َشرط‬
‫ان يِف ْ َبْي ٍع‬ ِ
ْ َ ٌ َْ َ ٌ َ‫الَ حَي ُّل َسل‬
Tidak halal salaf dan jual beli dan tidak pula dua syarat dalam
satu jual beli (HR. Nasai, Tirmidzi dan Daruquthni)
 Syarat yang dengannya tidak terakadkan akad. Mis, syarat dalam
kasus ‘aqd al-mu’allaq (akad pengaitan). Mis, ‘saya jual tanah
saya ini jika ortu saya setuju’.
 Syarat yang tak jelas dan tak tertentu. Mis, jual beli sesuatu
dengan syarat bisa mengembalikannya kapan saja tanpa ada
batasan waktu yang jelas.. Tak jelas, sebab ini jual beli atau
pinjam meminjam. Tak tertentu, sebab jika jual beli, ia
mengharuskan ijab kabul dalam satu majelis tanpa ada
jeda waktu.
Konsekuensi atas Pemenuhan Ketentuan Rukun
Akad :
1) Jika akad bisnis yang terjadi memenuhi syarat dan rukun
akad tersebut di atas, maka akadnya sah. Namun jika tidak
memenuhi syarat dan rukun akad tersebut, maka akadnya
tidak sah.
2) Akad yang tidak sah berimplikasi pada diterima atau
tidaknya akad, yakni :
a) Akad batil, yaitu akad yang cacat pada rukun akad,
cacat salah satu rukunnya, atau cacat pada syarat yang
wajib melekat pada rukun akad. Akad seperti ini
menjadi batal dengan sendirinya.
b) Akad fasid (rusak), akad yang cacat di luar rukun-rukun
akadnya. Akad seperti ini menjadi sah setelah fasad-
nya diperbaiki.
Contoh-Contoh Akad Batil
 Akad batil karena larangan terhadap akadnya sendiri
 Bay’ al-Munâbadzah, JB dg cara saling melempar barang/pakaiannya
 Bay’ al-Mulâmasah, JB dg meraba/pegang bayar, tdk ada hak
khiyar/pilihan.
 Bay’ al-Hishah, JB dg melempar batu kerikil pd barang yg ditawarkan
(sighat).
 Akad kerja maksiat
 Akad batil karena larangan atas rukun akad
 Bay’ al-Malâqîh, JB hewan yg masih di perut induknya (zat)
 Bay’ al-Madhâmîn, JB air (sperma) yg masih berada di sulbi hewan
jantan. Pembeli (betina), penjual (jantan), anaknya milik pembeli.
 Bay’ al-Janin, JB janin hewan (unta/domba), majhul/tdk jelas.
 Bay’ al-Haml, JB janin
 Akad batil karena gharar (ketidakjelasan yg tetap ada, sementara transaksi
tetap berlangsung sehingga menyebabkan perselisihan) dan sebagainya
 Jual beli susu masih belum diperah
Contoh-Contoh Akad Fasad
 Akad fasad karena kemajhulan harga/kompensasi
 Jual beli dengan harga yang belum jelas, nikah
maharnya tidak jelas, ijarah upahnya tidak
disebutkan.
 Akad fasad karena ketidakjelasan waktu
 Ijarah sampai datang musim hujan, jual beli hewan
sampai melahirkan.
POKOK-POKOK
IMPLEMENTASI SYARIAH DALAM
MUAMALAH KEUANGAN
SYARIAH
al-Bay’ (Jual Beli)

 Definisi
mubâdalah mâl bi mâlin tamlîkan wa tamallukan ‘alâ sabîl at-
tarâdhiy
(pertukaran harta dengan harta sebagai pertukaran pemilikan
berdasarkan kerelaan)

 RUKUN
1. Al-’Âqidân (penjual dan pembeli)
2. Shighat (Ijab dan Qabul)
3. Al-Ma’qûd ‘alayh (obyek akad) yaitu al-mabî’ (barang yang
dijual-belikan)
Syarat-Syarat Bay’
 Syarat al-’âqid
Harus berakal atau minimal mumayyiz. Akad anak kecil yang
mumayyiz sah tetapi bergantung kepada izin dari wali, mushi
atau orang yang bertanggungjawab terhadapnya

 Syarat al-Ma’qûd ‘alayh


1. Suci zatnya
2. Secara syar’i bisa dimanfaatkan
3. Kepemilikan al-’âqid –kecuali dalam bay’ as-salaf atau
al-istishnâ’
4. Kemampuan al-’âqid untuk menyerahkannya
5. Jelas (ma’lûm)
6. Memenuhi ketentuan tentang al-qabdh
 Jenis-Jenis Bay’ dari sisi harga dan tawar menawar:
 Bay’ al-Mu’athâ, yaitu bay’ dimana tidak perlu ada tawar
menawar karena harga sudah diketahui secara umum. Biasanya
untuk barang yang tidak mahal
 Bay’ al-Musâwamah, yaitu bay’ yang bersifat tawar menawar
 Bay’ al-Amânah yaitu bay’ dimana harga dikaitkan dengan harga
awal/modalnya. Macamnya:
 Bay’ al-Wadhî’ah, yaitu bay’ dengan harga awal disertai
kerugian yang disepakati penjual dan pembeli
 Bay’ at-Tawliyah, yaitu bay’ dengan harga pembelian awal
 Bay’ al-Murâbahah, yaitu bay’ dengan harga awal dan
keuntungan yang disepakati penjual dan pembeli
 Jenis-Jenis Bay’ dari Sisi Cara Pembayaran :
 Bay’ un hâlun, dimana jual beli secara kontan, barang dan harga
diserahkan pada saat akad di majelis akad
 Bay’ as-Salaf atau Bay’ as-Salam, dimana harga dibayarkan pada
saat akad dan barang dengan spesifikasi yang dijamin oleh penjual
diserahkan setelah tempo tertentu. Hanya untuk barang yang
termasuk al-ma’dûd (dihitung) wa al-makîl (ditakar) wa al mawzûn
(ditimbang)
Termasuk al-Istishnâ’, pesan sesuatu yang termasuk barang
shinâ’ah (dibuat lebih dahulu), dimana harga dibayar oleh
mustashni’ (pemesan) pada saat akad baik seluruhnya atau
sebagiannya dan lunas saat serah terima barang, sedangkan barang
dengan spesifikasi yang dijamin oleh Shâni’ diserahkan setelah
tempo tertentu.
 Bay’ bi ad-Dayn wa bi at-Taqsîth, dimana barang diserahkan di
depan pada saat akad, sedang harga dibayar setelah tempo tertentu
baik sekaligus atau dengan diangsur
Murabahah
Definisi :
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati.

1. Pesan barang
2. Jual-beli Rp. X
3. Jual-beli
Rp. X + marjin
PEMBELI PENJUAL SUPPLIER
4. Bayar (tunai/cicilan)
Rp. X + marjin

Syarat & rukun


1. Ada Penjual 6. Keuntungan diketahui bersama
2. Ada Pembeli 7. Harga jual tidak boleh berubah (bertambah)
3. Ada Harga 8. Barang yang dibeli halal
4. Ada Barang
5. Ada Akad
Bay’ al-Murâbahah li al-Âmir bi asy-
 Yang Banyak Terjadi: Syirâ’
Si A ingin membeli barang milik si C tetapi uangnya tidak cukup, lalu ia datang
kepada si B, dan si A berjanji (berkomitmen) jika B mau membeli barang dari
C lalu menjualnya secara kredit maka A berjanji akan membelinya dari B
secara kredit. Si B setuju dan berjanji akan membeli barang dari si C dan
akan menjualnya secara kredit kepada A. Lalu B membeli barang si C dan
setelah itu menjualnya secara kredit kepada si A

 Di sini terjadi :
 Tahap kesepakatan saling berkomitmen –marhalah at-tawâ’ud–
 Tahap pembelian barang oleh si B dari si C
 Tahap si B menjual barang secara kredit atau murabahah secara
kredit kepada si A
Bay’ al-Murâbahah li al-Âmir bi asy-
Syirâ’
 Yang Harus Diperhatikan Dalam Kasus Ini & Solusinya:

1. Tentang Janji (Komitmen) itu:


 Tidak bersifat mengikat (ghayr mulzim)  tidak bersifat wajib
 Tidak dinilai di dalam akad jual beli yang terjadi nanti
 Karena tidak mengikat, jika ada sejumlah uang yang dibayar sering
disebut uang muka, tidak boleh disepakati jika batal uang itu untuk
pedagang (B)
 Tetapi orang yang berkomitmen (A) boleh memberi B sebagai hibah,
untuk penawar hati

2. Pembelian B kepada C:
 Harus sah dan sempurna bukan hanya formalitas dan barang
sempurna berpindah kepemilikannya dari C kepada B
Bay’ al-Murâbahah li al-Âmir bi asy-
Syirâ’
3. Penjualan B Kepada A:
 Barang harus sudah sah dan sempurna menjadi milik B
 Tidak harus dengan alasan komitmen sebelumnya, artinya B
boleh saja menjualnya kepada orang lain
 Si A dan si B sama-sama memiliki hak khiyar
 Tidak memperhitungkan komitmen sebelumnya
 Boleh terjadi tawar menawar. Boleh kontan ataupun kredit.
Jika kredit harus memenuhi ketentuan jual beli secara kredit
 Boleh secara murabahah baik kontan ataupun kredit, dan
harus memenuhi ketentuan murabahah
 Begitu sempurna transaksi jual belinya, kepemilikan barang
berpindah dari B kepada A
Bay’ as-Salam

 Jual beli dengan tunai dan barang diserahkan kemudian


 Dapat diterapkan pada barang yang ditimbang, diukur atau
dihitung
 Saat aqad ditentukan:
 Sifat / spesifikasi barang

 Tempo dengan jangka atau waktu, bukan kondisi

 Harga, dihindari ghabn fakhisy


Bay’ as-Salam

1. Pesan padi X ton harga Rp. Y,


bayar dimuka 100%
PEMBELI
PENJUAL (Petani)
3. Saat panen mengirimkan
2. Tanam padi
pesanan padi X ton

PENGADAAN (Misal tanam padi)

Syarat & Rukun

1. Ada Penjual 6. Harga jual tidak boleh berubah (bertambah)


2. Ada pembeli 7. Barang yang dibeli halal
3. Ada harga 8. Pembayaran di muka 100%, sedangkan penghantaran kemudian
4. Ada Barang 9. Ukuran/takaran barang yang dipesan/dibeli harus jelas
5. Ada akad
Bay’ Al-Istishna’
Definisi
Kontrak penjualan antara pembeli dengan pembuat barang, dimana si pembeli memesan barang
dengan kriteria khusus. Penjual & pembeli bersepakat masalah harga
dan cara pembayaran apakah pembayaran di muka, dicicil atau di akhir

1. Pesan barang tipe X harga Rp. Y,


bayar uang muka Rp. Z

PENJUAL (Petani) PEMBELI


4. Pembeli bayar Rp (Y-Z)
2. Pembuatan barang 3. Setelah selesai mengirimkan
pesanan harga Rp. Y
PENGADAAN (Misal pembuatan lemari
Syarat & Rukun

1. Ada Penjual 6. Harga jual tidak boleh berubah (bertambah)


2. Ada pembeli 7. Barang yang dibeli halal
3. Ada harga 8. Pembayaran boleh di muka, dicicil atau di akhir
4. Ada Barang 9. Spesifikasi barang yang dipesan
5. Ada akad 11. Barang yang dipesan harus dibuat dulu (proses manufacture)
al Bay’ bid-Dayn wa Taqsid
[Jual Beli Kredit]

 Diperbolehkan memberi dua harga atau tawar menawar


karena belum dianggap jual beli
 Tidak diperbolehkan 2 aqad jual beli dalam satu transaksi
( ‫ة‬2‫يع‬222‫يب‬222‫يعتانف‬222‫) ب‬
 Tambahan dari pembayaran yang disepakati adalah riba
Rahn - Agunan

 Agunan harus barang lain, bukan barang yang dibeli

 Jika barang yang dibeli diagunkan kembali kepada penjualnya:


1. Belum pasti ada dayn (utang)
2. Harga belum pasti menjadi hak penjual karena barang belum
sempurna menjadi milik pembeli
3. Jika dalam akad bay’ bi ad-dayn itu, disyaratkan Barang
diagunkan kepada penjualnya, maka sama saja mensyaratkan
pembatasan tasharruf pembeli terhadap Barang. Syarat
demikian adalah syarat yang batil
Rahn - Agunan
 Eksekusi terhadap agunan:
1. Debtor tak sanggup bayar dan kreditor tidak memberi
kelonggaran
2. Agunan dijual dg izin debitor melalui penjualan yang wajar
menurut pasar
3. Hasil penjualan untuk melunasi utang, jika ada kelebihan
dikembalikan kepada debitor, dan jika masih kurang
kekuarangannya tanggung jawab debitor

ِ ‫الرهن ِمن ص‬
»ُ‫ لَهُ غُْن ُمهُ َو َعلَْي ِه غُ ْرُمه‬،ُ‫احبِ ِه الَّ ِذ ْي َرَهنَه‬ َ ْ ُ ُ َّ ‫«الَ ُيغْلَ ُق‬
Agunan itu tidak boleh dihalangi dari pemiliknya yang telah
mengagunkannya. Ia berhak atas kelebihan (manfaat)-nya, dan wajib
menanggung kerugian (penyusutan)-nya.
(HR. Syafi’i, al-Bayhaqi, al-Hakim, Ibn Hibban dan ad-Daraquthni)
POKOK-POKOK
IMPLEMENTASI SYARIAH DALAM
KERJASAMA USAHA
Syirkah

ً‫النصيبين فصاعدا‬
ْ ‫الشركة في اللغة خلط‬
‫بحيث ال يتميز الواحد عن اآلخر‬
Pengertian bahasa
Mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga
tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya.
(An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam, hal. 134).
Syirkah
ِ ‫فأكثر يتَّ ِف َق‬
‫ان‬ َ َ َ ‫اثنين‬ ِ
‫والشركة شرعاً هي َع ْق ٌد بين‬
ِ ِ
‫الربْ ِح‬ ‫د‬ ‫ص‬ ‫ق‬
ِّ ْ َ ٍّ ‫ب‬ ‫مالي‬ ٍ
‫بعمل‬ ‫القيام‬ ‫على‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ْ ‫ف‬

Makna Syariat
Syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang
bersepakat untuk melakukan suatu usaha/bisnis dengan tujuan
memperoleh keuntungan.
(An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fil Islam, hal. 134).
Hukum Syirkah

 Hukumnya jâ’iz (mubah).


 Dalilnya As-Sunnah, a.l.
(1) Nabi SAW men-taqrir muamalah syirkah.
(2) Nabi SAW bersabda :

ُ
‫خرجت من بينهما‬ ‫ فإن خان‬،‫ث الشريكين ما لم يَ ُخن أح ُدهما صاحبَه‬g‫قال هللا تعالى أنا ثال‬ 

"Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari
dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak
mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku
keluar dari keduanya."
[HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni]
Rukun & Syarat Syirkah

1. Dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya :


memiliki ahliyah at-tasharruf (kecakapan
melakukan tindakan hukum);
2. Obyek akad (ma’qûd ‘alayhi), mencakup pekerjaan
(amal) dan/atau modal (mâl);
3. Shighat (ijab-kabul).
Syarat Syirkah

1. Obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu perbuatan atau


perkataan yang mempunyai akibat hukum. Contoh :
menerima barang (perbuatan), atau mengadakan akad
jual-beli (perkataan).
2. Obyek akadnya dapat diwakilkan (qabilun li al-
wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak
bersama di antara para syarîk (mitra usaha).
(An-Nabhani, 1990: 146).
Macam-macam Syirkah

1. SYIRKAH AMLAK= kepemilikan bersama oleh dua pihak


atau lebih atas suatu barang yang diperoleh melalui
salah satu sebab kepemilikan, seperti hibah, jual beli,
waris, dll.
2. SYIRKAH AKAD = akad antara dua pihak atau lebih dalam
pekerjaan (amal) dan/atau modal (mal) atau
keuntungan.
Macam-macam Syirkah

(1) Syirkah Inan


(2) Syirkah Abdan
(3) Syirkah Mudharabah
(4) Syirkah Wujuh
(5) Syirkah Mufawadhah
Jenis Syirkah
Md P Md + P
Md x M M

P M A M

Md + P M M I

• X : Bathil
• M : Mudharabah
• A : Abdan
• I : Inan (Musyarokah)
• Wujuh : Mudharabah +
• Mufawadhah : Campuran
Syirkah Wujuh
 Syirkah yang didasarkan pada wujûh (kedudukan, ketokohan,
atau keahlian) seseorang di tengah masyarakat.
 Terdapat 2 (dua) bentuk/model syirkah wujuh :
1. Syirkah wujuh yang termasuk kategori syirkah
mudharabah.
2. Syirkah wujuh yang termasuk kategori syirkah abdan.

Catatan :
Wujûh yang dimaksud adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah),
bukan semata-semata ketokohan di masyarakat. Misalnya, syirkah wujûh
yang dilakukan oleh seorang , dimana para pedagang menilai dia memiliki
kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur
dan tepat janji dalam urusan keuangan (An-Nabhani, 1990: 155-156).
Syirkah Wujuh

 Syirkah wujûh model pertama


 Syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan
konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang
memberikan konstribusi modal (mâl). Pihak A dan B adalah tokoh
masyarakat.
 Termasuk dalam syirkah mudhârabah.

 Syirkah wujûh model kedua


 Syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang
yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang
kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak
(An-Nabhani, 1990: 154).
 Termasuk dalam syirkah ‘abdan.
Syirkah Mufawadhah
 Syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua
jenis syirkah (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh). (An-
Nabhani, 1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25).
 Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini adalah boleh. Sebab,
setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula
ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. (An-Nabhani,
1990: 156).

 Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan.


 Kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya;
1. Ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal, jika berupa
syirkah inân,
2. Ditanggung pemodal saja, jika berupa syirkah mudhârabah,
3. Ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang
dagangan yang dimiliki, jika berupa syirkah wujûh.


contoh

Syirkah Mudharabah

Shahibul Maal Mudhorib

MODAL 100 % SKILL

x% y%
PROYEK

PENDAPATAN/KEUNTUNGAN
contoh

Nisbah [Rasio] Bagi Hasil

 Nisbah merupakan ratio atau porsi bagi hasil yang akan


diterima oleh tiap-tiap pihak yang melakukan akad kerja
sama usaha, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan
pengelola dana (mudharib) yang tertuang dalam akad
dan telah ditandatangani pada awal sebelum
dilaksanakan kerja sama usaha.
 Misalnya, porsi bagi hasil berdasarkan suatu
perbandingan 40 : 60, maksudnya adalah hasil usaha
didistribusikan :
 40% kepada pemilik dana/investor (shahibul maal)
 60% kepada pengelola dana (mudharib)
contoh

Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil


Profit Sharing (Bagi Laba)
Perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada laba, yaitu
pendapatan usaha dikurangi beban usaha.

Berbeda dengan yg digunakan di hampir semua bank syariah :


Revenue Sharing

Revenue Sharing (Bagi Pendapatan)


Perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada pendapatan
usaha tanpa dikurangi beban usaha.
contoh
Contoh Bagi Hasil
Ahmad dan Mahmud melakukan kerjasama bagi hasil. Ahmad
memberikan modal 20 juta dan Mahmud 30 juta. Kesepakatannya
adalah keuntungan dibagi dengan nisbah 30% Ahmad dan 70%
Mahmud.
1. Jika usahanya mendapatkan keuntungan 5 juta, berapa bagi hasil
Ahmad dan Mahmud?
2. Jika usahanya merugi 10 juta, siapa yang menanggung kerugian?

Untung
Ahmad = 30% x 5 juta = 1,5 juta
Mahmud = 70% x 5 juta = 3,5 juta

Rugi
Ahmad = 20jt/50jt x 10jt = 4 juta
Mahmud = 30jt/50jt x 10 jt = 6 juta
POKOK-POKOK
IMPLEMENTASI SYARIAH DALAM
INVESTASI
Prinsip Umum Investasi

 Uang harus senantiasa beredar, tidak diperbolehkan ditimbun.


 Karena itu, ketika seseorang memiliki modal (setelah seluruh
kebutuhan pokok dan kewajibannya terpenuhi), ia diwajibkan
mengelola modal tersebut sehingga memiliki andil dalam
perekonomian.
 Pada saat seseorang memiliki modal namun tidak mampu
mengelolanya sendiri, Islam mendorong melakukan syirkah atau
kerjasama bisnis lainnya.
 Investasi hanya dibenarkan pada usaha yang transaksinya
dihalalkan oleh syariah.

57
Investasi di Bidang Pertanian
Investasi berupa tanah untuk dijualbelikan kembali di kemudian hari
diperbolehkan. Yang tidak diperbolehkan adalah menyewakan
tanah/lahan untuk kegiatan pertanian.

Tanah dengan peruntukan pertanian diwajibkan untuk dikelola


hingga produktif. Tanah secara umum yang terlantar lebih dari 3
tahun, menurut hukum Islam akan diambil alih oleh negara dan
diserahkan kepada orang yang sanggup mengelolanya. (agar tdk ada
tanah yg nganggur)

Pemilik tanah diperkenankan menjalin syirkah dengan syarat


memberikan andil berupa modal di luar tanah atau ikut sebagai
pengelola. Semata-mata andil berupa tanah tidak diperkenankan.

-syirkah untuk tanaman sekali panen tidak boleh seperti padi,


jagung, gandum.
-syirkah untuk tanaman yg pepohonan seperti mangga, kelapa,
kurma itu boleh
Investasi di Bidang Perdagangan
Perdagangan yang diperbolehkan di antaranya jual beli, salam,
dan istishna’.

Perdagangan yang dilarang di antaranya tadlis (penipuan


karena ada cacat barang yang disembunyikan), ghabn fakhisy
(penipuan harga), penimbunan barang dagangan (ihtikar),
pematokan harga (harga atap atau harga dasar) dan ijon.

Perdagangan hanya diperkenankan pada obyek barang yang


halal dan cara yang halal saja.
Investasi Berbasis Riba
Bunga uang adalah sama dengan riba, hukumnya terlarang.

Riba adalah tambahan yang terjadi pada barter (tukar


menukar) beberapa jenis barang tertentu yang sudah dibatasi
oleh syara’, baik dengan sebab berlebih ketika terjadi tukar-
menukar dua barang sejenis di majlis aqad (riba fadhl) atau
dengan sebab terlambat melakukan pembayaran (riba
nasi’ah).

Yang termasuk dalam riba adalah produk-produk seperti


tabungan, giro, deposito dan kredit dalam bank konvensional
dimana nasabah mendapatkan keuntungan berupa bunga.
Investasi Emas
Emas dan perak dalam pandangan Islam adalah uang
sehingga harus difungsikan sebagaimana uang.

Investasi dengan menimbun emas (menyimpan tanpa


tujuan apapun) hukumnya haram.

Menyimpan emas sebagai saving diperbolehkan karena


hanya menunda belanja di kemudian hari.
Investasi Di Bursa Saham &
Valas
Investasi di bursa saham hukumnya haram karena beberapa
alasan: (1) dalam bursa saham terdapat spekulasi yang masuk
dalam kategori money game/judi; (2) Saham yang
diperdagangkan merupakan produk syirkah musahamah
(perseroan terbatas) yang batil dalam pandangan Islam.

Investasi di bursa valas hukumnya haramnya karena beberapa


alasan: (1) menggunakan uang sebagai alat spekulasi; dan
(2) terjadi perbedaan waktu penyerahan uang, padahal
pertukaran uang mensyaratkan tunai.

Pertukaran mata uang (sharf) di money changer hukumnya


boleh sepanjang tunai.
Beberapa Studi Kasus yang akan
dibahas di depan
 PT
 Leasing
 Asuransi
 MLM
 Koperasi
 Pegadaian
 DLL
Matriks Peluang Hidup

BISNIS BISNIS
ISLAMI NON ISLAMI

SISTEM HIDUP Hidup


ISLAM IDEAL tidak ideal

SISTEM
Hidup Hidup
KAPITALIS/
tidak ideal Ideal
SOSIALIS
Sumber:

 Yuana Ryan Tresna, SE., M.Ag.

Anda mungkin juga menyukai