Anda di halaman 1dari 4

Halal-haram Bisnis Franchise (Waralaba)

oleh Dr. Muhammad Arifin Badri

Pertanyaan:

Saya saat ini berbisnis franchise, yaitu sebagai pihak kedua berbisnis makanan dengan
menggunakan brand (nama dan produk) dari pihak pertama dengan perjanjian membayar royalty
setiap bulannya sebesar Rp. 500. 000,- kepada pihak pertama. Jadi tidak dalam persen omset
melainkan sudah dipatok nilainya 500 ribu perbulannya. Apa hukumnya bisnis seperti ini
Ustadz?

Jazakallahukhoir

Dari: Yoki

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘alaa Rasulillah..,

Impian menjadi pengusaha sukses tiada pernah usang untuk Anda miliki. Bahkan dari hari ke
hari, impian ini terasa semakin indah dan menggiurkan. Karenanya, berbagai upaya Anda
tempuh, baik yang klasik, maupun baru. Kiat-kiat menjadi pengusaha terus Anda cermati, dan
biografi pengusaha sukses, satu demi satu Anda pelajari. Ujung-ujungnya, siapa tahu Anda
menemukan kiat dan resep yang cocok untuk Anda, sehingga mimpi indah Anda pun dapat
terwujud. Alih-alih kiat tersebut mudah, tidak perlu meras keringat, pikiran, apalagi modal besar.

Di antara kiat menjadi pengusaha sukses ialah dengan mengikuti program waralaba atau
franchise. Tidak usah pusing-pusing memikirkan apa yang harus Anda jual, bagaimana, dan
tanpa perlu membangun nama atau brand khusus untuk usaha Anda. Sekejap Anda dapat
memiliki unit usaha, dengan menjual barang atau jasa yang telah dikenal di masyarakat luas dan
dengan menggunakan merek yang telah tenar pula.

Dengan mengikuti sistem ini, seakan Anda memangkas arah kompas perjalanan Anda. Dalam
waktu singkat Anda memiliki unit usaha yang dikenal luas di masyarakat. Bukan hanya
memiliki, namun Anda juga mendapatkan segudang pengetahuan tentang seluk-beluk usaha yang
Anda jalani. Belum lagi dukungan promosi, pendampingan hingga bantuan teknis dari orang
yang telah kenyang dengan pengalaman di bidang usaha Anda.

Enak memang, sukses segera terwujud, dan resiko kegagalan dapat diperkecil semaksimal
mungkin dan berbagai kemudahan Anda peroleh dengan sistem waralaba.
Walau demikian, sebagai orang yang taat beragama, tentu Anda merasa penasaran ingin [untuk] 
mengetahui hukum sistem waralaba ini.

Waralaba Ditinjau dari Sisi Syariat

Untuk dapat mengikuti sistem ini, biasanya Anda diharuskan memenuhi beberapa persyaratan,
baik berupa persyaratan administrasi atau lainnya. Namun ada beberapa masalah yang layak
dikaji, karena memiliki peran besar dalam menentukan hukum sistem ini dalam syariat.

Pertama, Kekayaan Intelektual.

Sistem waralaba, bukan hanya melibatkan jual-beli barang atau jasa semata, namun juga
melibatkan penggunaan merek dagang (brand), logo, sistem usaha, manajemen, pemasaran atau
tekhnologi pengolahan dan lainnya. Dengan demikian pada sistem waralaba telah terjadi akad
sewa-menyewa kekayaan intelektual antara pewaralaba (franchisor=pemberi waralaba) sebagai
pemilik, dan terwaralaba (franchisee=penerima waralaba) sebagai penyewa. Atas penggunaan
berbagai kekayaan intelektual ini, terwaralaba (franchisee=penerima waralaba) wajib
menanggung beberapa biaya:

1. Biaya Awal.

2. Biaya jasa manajemen atau lainnya.

3. Biaya lisensi.

4. Biaya atas layanan akutansi.

5. Biaya pemasaran bersama, dan layanan lain yang serupa.

Kedua, Pembagian Keuntungan.

Di antara poin penting yang pasti ada dalam setiap sistem waralaba ialah pembalian
[pengembalian] keuntungan. Setiap bulan, pihak terwaralaba (franchisee=penerima waralaba)
diwajibkan membayar fee atau bagi hasil dari keuntungan kotor. Besarnya bagi hasil yang wajib
dibayarkan oleh terwaralaba kepada pewaralaba berbeda-beda. Dari mereka ada yang membayar
5 % dan ada pula yang lebih hingga 15 %.

Ketiga, Kepemilikan Unit Usaha.

Kedua belah pihak yang menjalin kerjasama dengan sistem waralaba, masing-masing berdiri
sendiri, sehingga pihak terwaralaba (franchisee=penerima waralaba) berhak atas laba dari usaha
yang ia jalankan dan bertanggung jawab atas beban-beban usaha waralabanya. Pihak terwaralaba
berkewajiban menanggung beban pajak, gaji pegawai, utang usaha dan tentunya termasuk
kerugian. Ketentuan ini berlaku sebagai konsekwensi dari status pihak terwaralaba sebagai
pemilik unit usaha.
Pembaca yang budiman, dengan mencermati ketiga realita diatas, Anda dapat menemukan
beberapa hal yang layak ‘dipermasalahkan’ secara hukum syariat.

1. Pihak terwaralaba (penerima waralaba) telah membayar uang sewa hak intelektual dan
berbagai layanan  yang diberikan  oleh pewaralaba (franchisor=pemberi waralaba). Dengan
demikian, seharusnya ia tidak lagi memungut bagi hasil bulanan dari keuntungan pihak
terwaralaba. Adanya pungutan fee bulanan ini, menjadikan nominal nilai sewa hak-hak
intelektualnya tidak jelas, atau yang disebut dengan gharar. Dan Anda telah mengetahui bahwa
adanya gharar (ketidak-jelasan) pada suatu akad menjadikannya terlarang dalam syariat.  Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu mengisahkan:

‫ – نهى عن بيع الغرر‬ ‫صلى هللا عليه وسلم‬-  ‫أن النبي‬

“Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli yang bersifat untung-
untungan (gharar).”  (HR. Muslim)

Hadis ini, walaupun secara khusus berbicara tentang hukum jual beli, namun larangan ini berlaku
pula pada akad-akad komersial lainnya.

2. Lain dari permasalahan di atas, ternyata fee (bagi hasi bulanan) yang diambil pewaralaba
(franchisor=pemberi waralaba) dihitung dari keuntungan kotor, bukan dari keuntungan bersih.
Ketentuan ini sudah barang tentu sangat membebani pihak terwaralaba.

SOLUSI
Sebagai solusi atas dua hal yang menjadi permasalahan pada akad waralaba, maka kedua belah
pihak terkait, dapat memilih satu dari beberapa opsi berikut:

Opsi pertama: Menerapkan Akad Serikat Dagang.

Dengan opsi ini, pihak pewaralaba (pemberi waralaba) yang bermodalkan hak kekayaan
intelektualnya (baca: merk dagang), bersinergi dengan pihak terwaralaba (penerima waralaba)
yang bermodalkan dana. Sebagai konsekwensinya, kedua pihak membuat kesepakatan dalam
penentuan nilai sewa hak kekayaan intelektual (baca: penggunaan merk dagang) selama batas
waktu tertentu. Dengan demikian komposisi modal masing-masing jelas, sebagaimana hak dan
kewajiban keduanya-pun telah jelas. Selanjutnya setiap keuntungan yang didapatkan, dibagi ke
masing-masing pihak berdasarkan kesepakatan.

Opsi Kedua: Opsi Sewa Hak Kekayaan Intelektual.

Pada opsi ini, pihak pewaralaba (pemberi waralaba) memungut uang sewa atas penggunaan hak
kekayaan intelektualnya yang berupa merek dagang, dan lainnya, selama batas waktu yang
disepakati pula. Namun sebagai konsekwensi opsi ini, pewaralaba (pemberi waralaba) tidak
berhak mendapatkan fee (bagi hasil bulanan) dari keuntungan usaha.
Dengan menerapkan satu dari kedua opsi ini, maka kedua permasalahan yang dipersoalkan di
atas dapat dihindarkan, sehingga dapat memenuhi ketentuan syariat dalam serikat usaha atau
sewa-menyewa.

Cacatan Penting
Opsi manapun pilihan Anda, maka pada tahapan aplikasinya, pihak pewaralaba harus benar-
benar  mentransfer semua sistem, teknologi, dan manajemen usaha yang berlaku. Ketentuan ini
bertujuan agar akad waralaba tidak menipu konsumen, sehingga merek dagang yang disewakan
kepada pihak terwaralaba bukan sekedar nama kosong. Merek dagang yang selama ini mewakili
sistem kerja, teknologi pengolahan dan mutu barang atau layanan, benar-benar didapat oleh
konsumen, sehingga tidak ada unsur penipuan.

Penutup
Pembaca yang budiman, aplikasi sistem waralaba yang berjalan di masyarakat tidak sewarna,
masing-masing memiliki ciri khas yang membedakan dari sistem serupa lainnya. Bisa jadi di
lapangan Anda menemukan sistem waralaba yang sedikit berbeda dari apa yang saya utarakan di
atas. Meskipun  demikian, garis besar sistem waralaba telah saya paparkan di atas. Dan menurut
pertimbangan kaidah-kaidah umum dalam syariat Islam, kedua kritikan yang saya paparkan
cukup menjadi pertimbangan untuk mengkaji ulang praktek waralaba yang ada. Semoga tulisan
ini menggugah semangat Anda untuk terus melakukan kajian ilmu syariat dan memupuk subur
iman Anda.

Wallahu a’lam bisshawab.

Uraian di atas merupakan sinopsis dari artikel yang ditulis oleh Dr. Muhammad Arifin Badri, dan
telah diterbitkan di majalah pengusaha muslim edisi 22.

Anda mungkin juga menyukai