Anda di halaman 1dari 33

RENCANA 5

5.1 KONSEP UMUM PENGEMBANGAN


Peningkatan jumlah penduduk di kawasan perkotaan (urbanisasi) dan
menurunnya kualitas lingkungan perkotaan membawa berbagai konsekuensi masalah di
Indonesia, diantaranya peningkatan angka kemiskinan perkotaan, kemacetan lalu lintas,
kenaikan permukaan air laut, pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang belum merata,
makin banyaknya lingkungan kumuh, dan banjir. Sejumlah permasalahan tersebut
memberi kontribusi pada peningkatan efek pemanasan global (perubahan iklim). Konsep
pengembangan kota hijau merupakan salah satu solusi yang ditawarkan dalam
berkontribusi pada permasalahan perubahan iklim melalui tindakan adaptasi dan
mitigasi.
Beberapa ciri kota hijau antara lain memanfaatkan secara efektif dan efisien
sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi
terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, serta menyinergikan lingkungan alami dan
buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip
pembangunan berkelanjutan (lingkungan, sosial, dan ekonomi). Ada delapan atribut kota
hijau, yaitu:

1. Green planning and design, Upaya peningkatan kualitas perencanaan dan


perancangan kota yang mengadopsi prinsip konsep pembangunan kota
berkelanjutan meliputi penyusunan RDTR, RTBL atapun Masterplan kawasan yang
telah mempertimbangkan rencana penyediaan atau konservasi area hijau (RTH).
2. Green open space, Peningkatan mutu kualitas maupun kuantitas ruang terbuka
hijau (RTH) perkotaan sesuai dengan karakter Kota atau Kabupaten dengan
proporsi minimal RTH kota adalah 30% dari luas kawasan.

LAPORAN AKHIR 116


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

3. Green waste, Upaya pengelolaan limbah/sampah untuk menciptakan zero waste


dengan menerapkan konsep 3R : Reduse (mengurangi sampah), Reuse (memberi
nilai tambah bagi sampah hasil proses daur ulang), Recycle (mendaur ulang
sampah).
4. Green transportation, Upaya mengatasi permasalahan sistem transportasi
khususnya kemacetan dan polusi kendaraan bermotor dengan mengembangkan
transportasi berkelanjutan yang berprinsip pada pengurangan dampak negatif
terhadap lingkungan.
5. Green water, Efisiensi pemanfaatan sumber daya air untuk keberlangsungan
hidup dengan memaksimalkan penyerapan air, mengurangi limpasan air, dan
mengefisienkan pemakaian air.
6. Green energy, Pemanfaatan sumber energi yang tidak terbarukan secara efisien
dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber energi yang terbarukan
(energi alternatif).
7. Green building, Upaya pengembangan bangunan hemat energi dan ramah
lingkungan melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau.
8. Green community, Peran aktif masyarakat atau komunitas serta institusi swasta
dalam pengembangan kota hijau.
Tahapan awal perwujudan kota hijau ini juga terfokus pada tiga atribut,
yakni green planning and design, green open space, dan green community. Upaya
perwujudan kota hijau melalui tercapainya delapan atribut memerlukan peran, dukungan
dan komitmen seluruh stakeholder, yaitu masyarakat, pemda, swasta, dan sektor lain.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara tegas
mengamanatkan minimal 30% dari wilayah kota berwujud ruang terbuka hijau (RTH)
dengan komposisi 20% RTH publik dan 10 persen RTH privat. Pengalokasian RTH ini
ditetapkan ke dalam peraturan daerah (perda) tentang RTRW kabupaten/kota. Strategi
menuju RTH 30% dengan cara menyusun rencana induk RTH dan melegalisasi perda RTH,
menentukan daerah yang tidak boleh dibangun, menghijaukan bangunan, dan
menambah luasan ruang terbuka hijau baru. Selain itu meningkatkan partisipasi
masyarakat, mengembangkan koridor hijau, mengakuisisi RTH privat, dan meningkatkan
kualitas RTH kota.

LAPORAN AKHIR 117


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Green
Planning
and Design
Green Green
Community Open Space

Green Green
Atribut Kota Hijau
Building Waste

Green
Green
Transportati
Energy
on
Green
Water

Gambar 5. 1 Antribut Kota Hijau

Gambar 5. 2 Konsep Green Transportation

LAPORAN AKHIR 118


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

5.2 KONSEP DAN RENCANA PEMANFAATAN LAHAN EKS TANGGUL BENGAWAN


SOLO
5.2.1 Konsep Pemanfaatan Lahan Eks Tanggul Bengawan Solo
Berdasarkan kondisi eksisting dan hasil analisis yang dilakukan sebelumnya,
diperoleh konsep pemanfaatan lahan pada Lahan Eks Tanggul Bengawan Solo.
Pemanfaatan tersebut antara lain adalah untuk konfigurasi jalan di Jalan Mh Thamrin
serta penyediaan RTH di samping ruas Jalan Mh Thamrin. Berikut merupakan konsep
pengembangan Lahan Eks Tanggul Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro:
5.3.1.1 Konsep Konfigurasi Jalan Mh Thamrin
Berdasarkan hasil analisis proyeksi tingkat pelayanan jalan sebelumnya diketahui
bahwa tingkat pelayanan jalan dengan kondisi eksisting yang ada hingga tahun 2040
bahwa tingkat pelayanan jalan di ruas Jalan Mh Thamrin memiliki tingkat pelayanan yang
cukup baik, yaitu berada pada LOS B hingga tahun 2040. Sesuai dengan Manual Kapasitas
Jalan Indonesia dan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 96 Tahun 2015 tentang
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan, karakteristik jalan dengan tingkat
pelayanan B memiliki ciri-ciri masih berada pada dalam zona arus stabil, pengemudi
memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatannya. Namun saat memasuki
tahun ke 2040 tingkat pelayanan jalan pada pagi hari pada ruas Jalan Mh Thamrin mulai
berkurang dengan LOS C, dimana kriteria pada LOS C berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan No. PM 96 Tahun 2015 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di
Jalan, karakteristik jalan dengan tingkat pelayanan C memiliki ciri-ciri bahwa lalu lintas
berada dalam zona arus stabil, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatannya.
Konsep rencana yang dibutuhkan dalam upaya menanggulangi penurunan tingkat
pelayanan Jalan Mh Thamrin adalah dengan konfigurasi jalan sesuai dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum 19/PRT/M/ Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Berikut merupakan persyaratan teknis dalam
penyediaan jalan sedang berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 19/PRT/M/
Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan :

Tabel 5. 1 Kriteria Persyaratan Teknis Jalan


N
Aspek Kriteria Pesyaratan Teknis Jalan
o
1. LHRT (smp/jam) ≤27.100
2. Tipe Jalan Paling Kecil 2/2 TT

LAPORAN AKHIR 119


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

N
Aspek Kriteria Pesyaratan Teknis Jalan
o
3. a Jenis Perkerasan Berpenutup Aspal//Beton
b Kerataan IRI Paling Besar 8
c Kerataan RCI Paling Kecil Sedang
4. Kecepatan Rencana (Km/Jam) 40-80
5. POTONGAN MELINTANG
a RUMAJA
Lebar 13.00
Tinggi 5.00
Kedalaman 1.50
b RUMIJA (m) 15,00
c RUWASJA (m) 5,00
d Badan Jalan (m) 9,00
e Lebar Jalur Lalu Lintas 7
f Lebar Bahu Paling Kecil (m) 1,50
g Lebar Median paling kecil, m Tanpa Median
(lebar median termasuk lebar
bahu dalam, lebar marka garis
tepi termasuk bahu dalam)
h Lebar Jalur pemisah lajur paling Tanpa jalur pemisah
kecil, m
i Lebar Trotoar 1.00
j Lebar Saluran Tepi jalan paling 1.00
kecil
k Lebar ambang Pengaman paling 1.00
kecil, m
l Kemiringan Perkerasan 2
m Kemiringan Bahu, % 4
6. POTONGAN MEMANJANG
a Jarak antara Jalan masuk paling Pada jalan arteri tidak kurang dari 1,0 Km dan pada jalan
dekat, m kolektor 0,5 Km. Untuk mengatasi jalan masuk yang banyak
pada jalan lama, dapat dibuat jalur samping yang
menampung semua jalan masuk dan membatasi bukaan
sebagai jalan masuk ke jalur utama.
b Superelevasi paling besar, % 8
c Kelandaian Paling besar, % 6
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 19/PRT/M/ Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan

Gambar 5. 3 Contoh Konfigurasi Jalan Sedang

LAPORAN AKHIR 120


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 19/PRT/M/ Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan

Gambar 5. 4 Konfigurasi Jalan Sedang


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 19/PRT/M/ Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Perencanaan Teknis Jalan

5.3.1.2 Konsep Penyediaan RTH


A. Konsep RTH Jalan
Konsep penyediaan RTH mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Perkotaan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
05/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan. RTH
jalan dapat berupa sabuk hijau dan jalur hijau. Sabuk hijau merupakan RTH yang
berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu
penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas
satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari
faktor lingkungan sekitarnya. Sabuk hijau dapat berbentuk:
1. RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan
tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau
pemisah;
2. Hutan kota;
3. Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya
(eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan
keberadaannya.
Fungsi lingkungan sabuk hijau:
1. Peredam kebisingan;

LAPORAN AKHIR 121


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

2. Mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi matahari;


3. Menapis cahaya silau;
4. Mengatasi penggenangan; daerah rendah dengan drainase yang kurang baik
sering tergenang air hujan yang dapat mengganggu aktivitas kota serta
menjadi sarang nyamuk.
5. Penahan angin; untuk membangun sabuk hijau yang berfungsi sebagai
penahan angin perlu diperhitungkan beberapa faktor yang meliputi panjang
jalur, lebar jalur.
6. Mengatasi intrusi air laut; RTH hijau di dalam kota akan meningkatkan
resapan air, sehingga akan meningkatkan jumlah air tanah yang akan
menahan perembesan air laut ke daratan.
7. Penyerap dan penepis bau;
8. Mengamankan pantai dan membentuk daratan;
9. Mengatasi penggurunan.
Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman
antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk
menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi
tanaman dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas
daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi
rendah.

Gambar 5. 5 Contoh Letak Jalur Hijau


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan

B. Konsep RTH dan PKL

LAPORAN AKHIR 122


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Mengacu pada Pekerjaan Umum, RTH terbagi menjadi dua fungsi, yaitu fungsi
utama (intrinsik) dan fungsi tambahan (ekstrinsik) dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Fungsi utama (intrinsik), yaitu fungsi ekologis: Fungsi ini memberi jaminan
pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota),
pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat
berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan,
penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta
penahan angin.
2. Fungsi tambahan (ekstrinsik), yaitu:
a. Fungsi sosial dan budaya, yakni dapat menggambarkan ekspresi budaya lokal,
juga merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, sebagai
wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari
alam;
b. Fungsi ekonomi:
- Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur
mayor;
- Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan
lain-lain;
c. Fungsi estetika:
- Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala
mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun skala makro:
- Lanskap kota secara keseluruhan;
- Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
- Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan
tidak terbangun (Permen Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008).
Konsep penataan PKL pada area RTH dapat dikombinasi pola grid dan linier ini
merupakan pola yang memberikan penataan yang beraturan dan tampak tertata dengan
rapi serta pemanfaatan lahan yang maksimal untuk penggunaan lahan pedagang kaki
lima sehingga dapat menampung banyak pedagang. Konsep pedagang kaki lima ini

LAPORAN AKHIR 123


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

direncanakan dengan konsep open space dengan beberapa kios yang ditata dengan rapi,
kios ini bisa dikondisikan untuk permanen atau tidak permanen atau bisa dipindahkan.

Gambar 5. 6 Contoh Penataan PKL di Kota Probolinggo

C. Konsep RTH Tematik


Konsep penataan taman dengan konsep berkelanjutan diharapkan mampu
menambah RTH publik di perkotaan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Green Transportation: tidak jauh berbeda dengan taman jepun dunia taman ini
harus dilengkapi dengan jalur trak pejalan kaki, dan jalur sepeda. Yang unik adalah
konsep green transportation untuk sepeda mampu memberikan akses dari taman
jepun ke taman kota lainnya. Dimaksudkan masyarakat mulai menggunakan saran
transportasi yang ramah lingkungan.

2. Green Waste: penggunaan bahan-bahan yang dapat digunakan kembali seperti


tempat duduk dengan bahan kayu bekas atau drum bekas yang di tambahkan
kegunaannya.

3. Green Water: dilengkapi dengan biopori, sumur resapan, dan bak tampungan air
hujan. Green Energy: semua RTH publik direncanakan menggunakan sumber
energi bertenaga surya/surya sell. Penggunaan surya sel sebagai sumber

LAPORAN AKHIR 124


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

penerangan mampu mengurangi beban anggaran pada biaya penggunaan energy


listrik.

4. Green Open Space: tanaman yang digunakan di taman ini lebih bervariasi, dengan
tajuk yang lebar, dahan dan ranting yang kuat yang mendukung menciptakan iklim
mikro bagi pengguna. Green Building: sarana tidak jauh berbeda dengan konsep
RTH publik di taman jepun dunia, namun pada taman ini ruang pengelolaan
sampahnya lebih diutamakan dengan menyediakan TPST terpadu dalam taman

ini.

Konsep rencana RTH publik ini diharpkan mampu memberikan kontribusi kepada
masyarakat mengingat masih minimnya ketersediaan RTH publik yang dapat diakses oleh
masyarakat.

Gambar 5. 7 Taman Tematik Kota Bandung

Gambar 5. 8 Taman Tematik Kota Malang

LAPORAN AKHIR 125


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

5.3.2 Rencana Pemanfaatan Lahan Eks Tanggul Bengawan Solo


5.3.2.1 Rencana Konfigurasi Jalan Mh Thamrin
Konsep rencana yang dibutuhkan dalam upaya menanggulangi penurunan tingkat
pelayanan Jalan Mh Thamrin adalah dengan konfigurasi jalan sesuai dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum 19/PRT/M/ Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan. Berikut merupakan tabel rencana konfigurasi Jalan Mh
Thamrin :

Tabel 5. 2 Rencana Konfigurasi Jalan Mh Thamrin


N Aspek Lebar (m) Keterangan
o
1. Tipe Jalan 2/2 TT
2. RUMAJA 13 Berpenutup Aspal//Beton
Badan Jalan 9 Tanpa Median
Bahu Jalan 1,5
Saluran 1
3. RUMIJA 15
4. RUWASJA 5
Sumber : Hasil Rencana, 2020

Berdasarkan tabel rencana diatas dapat diketahui bahwa rencana dalam


menanggulangi adanya penurunan tingkat pelayanan jalan di ruas Jalan Mh Thamrin
adalah perencanaan badan jalan dengan lebar 9 meter dengan penyediaan bahu jalan
pada kedua sisi selebar 1,5 meter. Jalan Mh Thamrin direncanakan dengan tipe jalan 2
lajur. Selain itu juga penyediaan saluran drainase pada samping kiri dan kanan jalan
selebar 1 meter. Berikut merupakan penampang rencana konfigurasi Jalan Mh Thamrin :

Gambar 5. 9 Konfigurasi Jalan Mh Thamrin

5.3.2.2 Rencan Penyediaan RTH

LAPORAN AKHIR 126


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

A. Rencana Zonasi
Tapak direncanakan menjadi dua penggunaan lahan utama, yang pertama adalah
sebagai RTH dan Aktivitas PKL. RTH disini meliputi RTH jalur hijau dan RTH tematik.
Berikut merupakan rencana zonasi dalam penyediaan RTH di ruas Jalan Mh Thamrin:

Gambar 5. 10 Rencana Zonasi

Rencana pemanfaatan lahan terdiri dari beberapa zona yang diantaranya yaitu
sebagai berikut:
1. Publik, zona yang berhubungan secara langsung dengan pengunjung, pedagang,
dan pengelola yaitu area terbuka hijau dan fungsi aktifitas outdoor.
2. Semi Publik, zona yang merupakan mencakup fungsi dagang. Dalam fungsi ini
akan terjadi proses jual dan beli antara pedagang dan pengunjung yang bersifat
semi privat, sehingga fungsi dagang dalam tapak diletakkan pada zona semi publik
yang memiliki tingkat privasi menengah.
3. Privat, zona yang memiliki privasi, yaitu pada ruangan kantor pengelola dan ruang
panel.
4. Servis, zona yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan, yaitu area kamar
mandi, mushola, dan parkir. Area ini memiliki fungsi yang bisa diakses oleh

LAPORAN AKHIR 127


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

pengunjung yang merupakan area pelayanan atau kebutuhan dasar pengunjung


dan pedagang serta pengelola.

B. Rencana View dan Kebisingan


Alternatif tindakan yang dapat diambil sebagai antisipasi terhadap masalah view
dan kebisingan antara lain penyediaan vegetasi yang dapat meredam suara bising
kendaraan untuk menciptakan nuansa hening dan tenang di dalam tapak. Sedangkan
untuk meredam kebisingan dapat vegetasi dengan metode penanaman rapat antara
pohon sedang, rendah dan tanaman perdu.
Kriteria tanaman peredam kebisingan adalah terdiri dari pohon, perdu/sema,
membentuk massa, bermassa daun rapat dan erbagai bentuk tajuk. Contoh jenis
tanaman peredam kebisingan adalah Tanjung (Mimusops elengi), Kiara payung (Filicium
decipiens), Teh-tehan pangkas (Acalypha sp), Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis),
Bogenvil (Bogenvillea sp) dan Oleander (Nerium oleander). Sedangkan untuk view
deiberikan beberapa vegetasi, seperti pohon tanjung dan pohon cemara.

Gambar 5. 11 Contoh Tanaman Pemedam Kebisingan dan View

C. Rencana Vegetasi
Rencana penanaman vegetasi pada RTH mengacu pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 tentang Pedoman Penanaman Pohon Pada
Sistem Jaringan Jalan. Berikut merupakan penentuan penanaman vegetasi berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2012 tentang Pedoman
Penanaman Pohon Pada Sistem Jaringan Jalan :

LAPORAN AKHIR 128


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

1. Penentuan Lokasi Penanaman


Lokasi penanaman pohon pada system jaringan di luar kota jalan harus ditanam di
luar ruang manfaat jalan. Pohon pada system jaringan jalan didalam kota dapat
ditanam di batas ruang manfaat jalan, median, atau di jalur pemisah.

Gambar 5. 12 Jalur Tanaman Pada Jalan

2. Peletakan Tanaman
Peletakan tanaman dengan berbagau fungsi selalu akan berkaitan dengan
letaknya di jalur tanaman, hal ini memperlihatkan bahwa kaitan titik tanam
dengan tepi perkerasan perlu dipertimbangkan. Jarak titik tanam dengan tepi
perkerasan mempertimbangkan pertumbuhan perakaran tanaman agar tidak
menganggu struktur perkerasan jalan

Gambar 5. 13 Jarak peletakan Tanaman

3. Jarak antar tanaman


Jarak antar tanaman pohon yang ditanam berbaris terutama pada jalur tanaman
mempertimbangkan jarak titik tanam bagi tanaman pohon. Sedangkan letak

LAPORAN AKHIR 129


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

tanaman perdu/semak ditanam berbaris pada jalur tanaman ditanam membentuk


massa.

Gambar 5. 14 Jarak Antar Tanaman Berbaris

Gambar 5. 15 Peletakan Tanaman Pada Jalur Tanam Cara Berbaris

4. Letak tanaman berkelompok dikhususkan untuk penanaman tanaman secara


berkelompok (massal), dengan jarak maksimal 1 tajuk tanaman

Gambar 5. 16 Peletakan Tanaman Pada Jalur Tanam Cara Berkelompok

LAPORAN AKHIR 130


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

5. Kriteria pengaturan penanaman tepi jalan jenis tanaman tidak boleh melebihi
tinggi kabel pada tiang listrik atau telepon atau menutuppi rambu-rambu lalu
lintas, tanpa harus memotong cabangnya terus menerus, selain itu jenis tanaman
tidak boleh merusak struktur atau utility bawah tanah. Di perkotaan dengan lahan
yang terbatas hanya rumput yang diperbolehkan.
6. Kelompok tanaman yang diperbolehkan antara lain
a. Pohon, atau juga pokok ialah tumbuhan dengan batang dan cabang yang
berkayu. Pohon memiliki batang utama yang tumbuh tegak, menopang tajuk
pohon.
b. Perdu atau semak, suatu kategori tumbuhan berkayu yang dibedakan daerah
pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah,
biasanya kurang dari 5-6 meter. Banyak tumbuhan dapat berupa pohon atau
perdu tergantung kondisi pertumbuhannya.
c. Terna, adalah tumbuhan yang batangnya lunak karena tidak membentuk
kayu.
d. Liana, adalah suatu habitus tumbuhan. Suatu tumbuhan dikatakan liana
apabila dalam pertumbuhannya memerlukan kaitan atau objek lain agar ia
dapat bersaing mendapatkan cahaya matahari

Gambar 5. 17 Contoh Kelompok Tanaman

LAPORAN AKHIR 131


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Gambar 5. 18 Tinggi Tanaman Jalan


7. Tajuk Tanaman
a. Tajuk bulat : Kiara Payung, Biola Cantik

Gambar 5. 19 Tanaman Tajuk

b. Tajuk memayung : Bungur, Dadap

Gambar 5. 20 Tajuk Memayung

c. Tajuk Oval : Tanjung, Johar

LAPORAN AKHIR 132


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Gambar 5. 21 Tajuk Oval

d. Tajuk Kerucut: Cemara, Glodokan, Kayu Manis dan Kenari

Gambar 5. 22 Tajuk Kerucut

e. Taju Menyebar Bebas : Angsana, Akasia daun besar

Gambar 5. 23 Tajuk Menyebar Bebas

f. Tajuk Persegi Empat : Mahoni

LAPORAN AKHIR 133


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Gambar 5. 24 Tajuk Persegi Empat

g. Tajuk Kolom : Bambu, Glodokan Tiang

Gambar 5. 25 Tajuk Kolom


h. Tajuk Vertikal : Jenis Palem dan Raja

Gambar 5. 26 Tajuk Vertikal

8. Kriteria tanaman secara klasik tanaman terdiri dari tiga organ dasar yaitu akar,
batang dan daun. Organ-organ lain dapat digolongkan sebagai organ sekunder
Karena terbentuk dari modifikasi organ dasar. Beberapa organ sekunder dapat
disebut sebagai organ aksesori, karena fungsinya tidak vital. Beberapa organ
sekunder penting yaitu bunga, buah, biji dan umbi diperlukan dalam reproduksi.
Kriteria tanaman jalan berdasarkan kondisi organ tanaman adalah sebagai
berikut :
a. Akar : tidak merusak struktur jalan, kuat dan bukan akar dangkal
b. Batang, Kuat atau tidak mudah patah dan todak bercabang di bawah
c. Dahang/rating: tidak mudah patah dan tidak terlallu menjuntai ke bawah
sehingga menghalangi pandangan
d. Daun : tidak mudah rontok, todak terlalu rimbun dan tidak terlalu besar
sehingga jika jatuh tidak membahayakan pengguna jalan
e. Bunga : tidak mudah rontoj dan tidak beracun

LAPORAN AKHIR 134


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

f. Buah : tidak mudah rontok, tidak berbuah besar dan tidak beracun
g. Sifat lainnya : cepat pulih dari stress salah satu cirinya dengan mengeluarkan
tunas baru dan tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industry
9. Fungsi tanaman jalan
a. Mengurangi pencemaran udara CO2
b. Penyerap Kebisingan
Contoh tanaman yang bertajuk tebal dan massa daun yang padat antara lain :
tanjung, Kiara paying, the-tehan pangkas, puring, pucuk merah, kembang
sepatu, bougenville dan oleander

Gambar 5. 27 Tanaman Berfungsi Sebagai Penyerap Kebisingan

c. Pehalang Silau
Sebaiknya dipilih pohon atau perdu yang bermassa daun padat, ditanam rapat
pada ketinggian 1,5 m. Pada jalur jalan raya bebas hambatan, penanaman
pohon tidak dibenarkan pada jalur median jalan. Sebaiknya pada jalur median
ditanam tanaman semak, agar sinar lampu kendaraan dari arah yang
berlawanan dapat dikurangi. Contoh : Bougenville, Puring, Pucuk Merah,
Kembang Sepatu, Oleander, dan Nusa Indah

Gambar 5. 28 Tanaman Berfungsi Sebagai Penghalang Silau

d. Pembatas Pandang

LAPORAN AKHIR 135


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Contoh tanaman : Bambu, Glodokan Tiang, Pucuk Merah, Kembang Sepatu


dan Oleander

Gambar 5. 29 Tanaman Berfungsi Sebagai Pembatas Pandang


e. Pengarah
Contoh tanaman : Cemara, Glodoka Tiang dan Palem

Gambar 5. 30 Tanaman Berfungsi Sebagai Pengarah

f. Memperindah Lingkungan
Penanaman perdu dan pohon, khususnya di daerah perkotaan didesain
berkaitan dengan jenis dan fungsi dari jalan untuk mengurangi beberpa
gangguan antara lain polusi udara dan kebisingan
g. Penahan Benturan
Penanaman perdu yang berakar dengan kuat dan tumbuh dengan baik, akan
mengurangi kerusakan dan kecelakaan pada kendaraan dan pengemudi
daripada memasang pembatas/dinding yang keras
h. Pencegah Erosi
Pohon perdu dan rumput dapat membantu dalam mengendalikan erosi tanah
i. Habitat Satwa
Salah satu satwa liat yang dapat diekmbangkan diperkotaan adalah burung.
Beberpa burung sangat membutuhkan tanaman sebagai tempat mencari

LAPORAN AKHIR 136


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Tanaman sebagai


sumber makanan bagi hewan serta tempat berlindung kehidupannya. Hingga
secara tidak langsung tanaman dapat membantu pelestarian satwa
j. Pengalih Parkir Ilegal
Penanaman perdu atau pohon pada tepi jalan dapat mencegah parkir liar
khususnya di daerah perkotaan dimana hal ini menjadi masalah, walaupun
rambu sudah dipasang. Pada luasan yang terbatas dapat digunakan pohon
kecil atau perdu untuk menghalangi pengendara yang akan parkir di daerah
larangan parkir
k. Pemecah Angin
Jenis tanaman yang dipakai harus tanaman tinggi dan perdu/semak, bermassa
daun padat, ditanam berbaris atau membentuk massa dengan jarak tanam
rapat <3m. Contoh glodokan tiang, cemara, angsana, tanjung, Kiara paying,
kembang sepatu, puring dan pucuk merah

Gambar 5. 31 Tanaman Berfungsi Sebagai Pemecah Angin

D. Rencana Sirkulasi dan Aksesibilitas


Konsep ini ditujukan untuk munjukkan akses menuju tapak dan keluar tapak, dan
cara pengunjung menuju ke tapak ini. Rencana sirkulasi dan aksesibilitas meliputi rencana
penyediaan parkir Off Street. Penyediaan parkir ini mengacu pada Direktorat Bina Sistem
Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktoran Jenderal Perhubungan tentang Pedoman
Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir.
Pemilihan disain ruang parkir tergantung pada tata letak, bentuk tapak, dan juga
mempertimbangkan keuntungan ekonomis. Tipe parkir jika didasarkan pada penempatan
fasilitas parkirnya dapat dibedakan menjadi parkir di tepi jalan (on street parking) dan

LAPORAN AKHIR 137


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

tidak di jalan (off street parking). Disain ruang parkir di luar badan dapat berupa pelataran
parkir atau gedung parkir.
Pengaturan lokasi parkir pada perencanaan RTH di Jalan Mh untuk masing-masing
pengguna parkir perlu dibedakan, hal ini untuk memberikan kemudahan bagi pengguna
untuk memakirkan kendaraannya dan pengaturan penggunaan ruang parkir. Pengaturan
lokasi parkir berupa penegasan keperuntukan ruang parkir yang dapat berupa pemisahan
lokasi parkir untuk tiap kategori pengguna yang berbeda dan pemasangan rambu
petunjuk yang memberikan informasi sejelas mungkin pada pengguna ruang parkir.
Berdasarkan Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktoran
Jenderal Perhubungan tentang Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir
untuk tempat rekreasi dipengaruhi oleh daya tarik tempat tersebut. Biasanya pada hari-
hari minggu libur kebutuhan parkir meningkat dari hari kerja. Perhitungan kebutuhan
didasarkan pada luas tempat rekreasi. Berikut merupakan kebutuhan SRP tempat
rekreasi:

Tabel 5. 3 Kebutuhan Parkir


Luas Area Total (100 m2) 320
50 100 150 200 400 800 1600 6400
0
Kebutuhan (SRP) 103 109 115 122 146 196 295 494 892
Sumber : Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktoran Jenderal Perhubungan
tentang Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain taman parkir dan
merupakan menjadi kriteria. Kriteria yang digunakan sebagai dasar dalam mendesain
tempat/peraturan parkir adalah sebagai berikut :
- Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD)
- Keselamatan dan kelancaran lalu lintas
- Kelestarian lingkungan
- Kemudahan bagi pengguna jasa
- Tersedianya tata guna lahan
- Letaknya antara jalan akses utama dan daerah yang dilayani
a. Pola Parkir Kendaraan Satu Sisi
1) Pola membentuk sudut 900

LAPORAN AKHIR 138


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Pola parkir ini mempunyai daya tamping lebih banyak jika dibandingkan
dengan pola parkir pararel, tetapi kemudahan dan kenyamanan pengemudi
melakukan menuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih sedikit jika
dibangingkan dengan pola parkir dengan sudut lebih kecil dari 90 0

Gambar 5. 32 Pola Parkir tegak Lurus

2) Membentuk Sudut 300, 450, 600


Pola parkir ini mempunyai daya tamping lebih banyak jika dibandingkan
dengan pola parkir pararel dan kemudahan dan kenyamanan pengemudi
melakukan maneuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih besar jika
dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut 900

Gambar 5. 33 Pola Prkir Sudut

b. Pola Parkir Kendaraan dua sisi


Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup memadai
1) Pola membentuk sudut 900
Pada pola ini, arah gerakan lalu lintas kendaraan dapat satu arah atau dua
arah

Gambar 5. 34 Parkir Tegak Lurus yang Berhadapan

LAPORAN AKHIR 139


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

2) Mebentuk Sudut 300, 450, 600

Gambar 5. 35 parkir Sudut yang Berhadapan

c. Pola Parkir Pulau


Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup memadai
1) Membentuk sudut 900

Gambar 5. 36 Taman Parkir Tegak Lurus dengan 2 Gang

2) Membentuk sudut 450

Gambar 5. 37 Taman Parkir Sudut 2 Gang Type A

LAPORAN AKHIR 140


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Gambar 5. 38 Taman Parkir Sudu dengan 2 Gang Type B

Gambar 5. 39 Taman parkir Sudut dengan Gang Type C

E. Rencana Drainase
Rencana pengembangan drainase pada area tapak adalah sebagai berikut :
a. Membuat sumur resapan langsung dari beberapa bangunan yang diarahkan
langsung ke riol kota atau ke sungai terdekat. Sumur resapan dengan ukuran
diameter 1 meter dan kedalaman 5 meter di beberapa titik dalam tapak,
semakin banyak sumur resapan akan berpengaruh penting dalam drainase
dalam tapak
b. Tidak membuang sampah sembarangan, dan kesadaran warga untuk
membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan, jika belum
terdapat tempat sampah yang memadai, diperlukan penambahan tempat
sampah setiap jarak tertentu.
c. Membuat drainase yang baik dengan membuat tanggul penampungan air
dengan sistem sumur resapan yang nantinya terhubung dengan sistem
drainase
d. Membuat tempat penyerapan air dengan beberapa lubang biopori di area
tapak, terutama pada area pedagang, area dekat sungai, dan tepi jalan.

LAPORAN AKHIR 141


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Gambar 5. 40 Rencana Drainase

F. Rencana Utilitas
1. Air Bersih
Sumber air bersih dipersiapkan dari PDAM atau dari sumur air bersih yang
kedalaman sumber airnya lebih dari 40 meter. Air dari PDAM tersebut
kemudian di pompa ke tandon-tandon yang nantinya disebar ke beberapa
bagian tapak. Peletakkan tandon ditata pada tempat yang lebih tinggi dari
fasilitas yang nantinya akan memanfaatkan air tandon tersebut, sehingga
pendistribusiannya tidak perlu dipompa, melainkan dengan memanfaatkan
aliran air akibat gravitasi.
Pembangunan tandon air sangat penting bagi kelangsungan tersedianya
air bersih. Tandon air dibangun di atas sebuah menara dengan konstruksi besi/
baja yang akan menampung air dari sumur atau PDAM. Kapasitas daya
tampung tandon yang akan dibuat sebesar 5.000 liter sebanyak satu buah.
Dalam perencanaan juga akan disediakan alat pemadam kebakaran serta
hydrant, terutama akan diletakkan pada ruangan kantor pengelola.

KM/WC
KM/WC

Sumber
Sumbermata
mataair
air Tandon
TandonAir
Air Kran
Kranair
air
Pompa
Pompa

Dapur
Dapur

LAPORAN AKHIR 142


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Gambar 5. 41 Rencana Air Bersih

2. Sanitasi
Sistem pembuangan air kotor terdiri atas saluran (pipa) pembuangan,
septic tank, sumur resapan dan bak kontrol. Alur pembuangan air kotor dari
KM/WC disalurkan melalui pipa pembuangan yang diarahkan ke septic tank,
kemudian dilanjutkan ke sumur resapan. Air kotor dari dapur, tempat cuci dan
tempat lain yang tidak berupa padatan disalurkan melalui pipa pembuangan
yang diarahkan ke sumur resapan melalui bak penangkap lemak dan bak
kontrol.
Penggunaan septic tank kolektif dapat dilakukan pada unit bangunan yang
tidak terlalu besar, sebagai usaha penghematan biaya. Sedangkan bangunan
yang besar dan menampung banyak pelaku, septic tank dipisahkan. Beberapa
septic tank dan bak penangkap lemak dapat bermuara pada satu sumur
resapan. Perlu diperhatikan keberadaan septic tank dan sumur resapan harus
berada pada jarak <10 m. Kegiatan pembangunan septic tank meliputi
pemasangan saluran atau pipa penghubung antara toilet umum dengan tempat
penampung limbah padat pada septic tank dan juga sebuah saluran untuk
menyalurkan llimbah berupa cairan.

Dapur
Dapur

Bak
Bakpenangkap
penangkap
KM/WC
KM/WC lemak
lemak Tempat
Tempatcuci
cuci
Septic
Septic tank
tank

KM/WC
KM/WC

Sumur
Sumur
Resapan
Resapan

Gambar 5. 42 Rencana Sistem Sanitasi

LAPORAN AKHIR 143


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Jenis – jenis elemen perencanaan jaringan air limbah yang harus


disediakan adalah septic tank, sumur resapan septic tank, dan saluran pemipaan
air limbah yang selanjutnya dibuang ke saluran drainase. Untuk membuat septic
tank yang baik, sehingga tidak mencemari air dan tanah disekitarnya, maka
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Dinding septic tank dibuat dari bahan kedap air
b. Untuk membuang limbah cair hasil pencemaran dari septic tank perlu
dibuatkan daerah peresapan
c. Jarak sumur gali/ bor sebagai sumber air bersih dengan sumur resapan septic
tank minimal 10 meter.
d. Septic tank direncanakan untuk membuang kotoran dengan jumlah limbah
cair sekitar 100 liter/orang/hari.
e. Waktu tinggal limbah cair di dalam tangki pencerna diperkirakan minimal
selama 24 jam.
f. Besarnya ruang lumpur diperkirakan untuk menampung lumpur yang
dihasilkan proses pencernaan dengan patokan banyaknya lumpur sebesar 30
liter/orang/tahun, sedangkan waktu pengambilan lumpur diperhitungkan
minimal selama 4 tahun.
g. Lantai dasar septic tank harus dibuat miring ke arah ruang lumpur.
h. Pipa air masuk kedalam septic tank hendaknya selalu lebih tinggi ± 2,5 cm dari
pipa air keluarnya.
i. Septic tank hendaknya dilengkapi dengan lubang pemeriksaan dan lubang
penghawaan untuk membuang gas hasil pencernaan.
j. Untuk menjamin terpakainya bidang peresapan, maka pemasangan sipon
otomatis adalah sangat bermanfaat agar limbah cair yang dibuang ke daerah
peresapan terbuang secara berkala.
k. Sambungan saluran pipa dari kios, dan toilet umum dipasang dengan
kemiringan 450 terhadap saluran induk atau septic tank. Pada setiap septic
tank dilengkapi dengan kleb atau saringan, sehingga binatang dari septic tank
tidak masuk ke saluran/ pipa pembuangan dari kios atau MCK.
3. Persampahan

LAPORAN AKHIR 144


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Sampah yang dihasilkan berupa sampah basah dan kering, oleh karena itu
tempat sampah keduanya harus dibedakan. Tempat sampah yang ada terdiri
dari dua bagian yang terpisah dengan petunjuk yang jelas tentang jenis sampah
yang ditampung. Adapun tempat sampah yang digunakan terbagi sesuai jenis
sampah ditampung yaitu sampah organik (daun sisa, sayuran, kulit buah, sisa
makanan, dll), anorganik (gelas, plastik, logam, dll). Tempat sampah
berdasarkan jenis pewadahannya dapat dilihat pada gambar

Gambar 5. 43 Jenis Pewadahan Sampah

Tempat sampah harus bersekat, sehingga sampah basah dan kering tidak
akan tercampur. Bahan yang digunakan harus tahan terhadap perubahan
cuaca, serta dari zat kimia hasil pembusukan sampah. Pemberian tutup perlu
dilakukan agar tidak ada binatang yang masuk dan mengacaukannya, selain itu
juga agar tidak ada air hujan masuk dan mempercepat proses pembusukkan.

4. Drainase
Rencana drainase yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Membuat sumur resapan langsung dari beberapa bangunan yang
diarahkan langsung ke riol kota atau ke sungai terdekat. Sumur resapan
dengan ukuran diameter 1 meter dan kedalaman 5 meter di beberapa titik
dalam tapak, semakin banyak sumur resapan akan berpengaruh penting
dalam drainase dalam tapak
b. Tidak membuang sampah sembarangan, dan kesadaran warga untuk
membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan, jika
belum terdapat tempat sampah yang memadai, diperlukan penambahan
tempat sampah setiap jarak tertentu.

LAPORAN AKHIR 145


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

c. Membuat drainase yang baik dengan membuat tanggul penampungan air


dengan sistem sumur resapan yang nantinya terhubung dengan sistem
drainase
d. Membuat tempat penyerapan air dengan beberapa lubang biopori di area
tapak, terutama pada area pedagang, area dekat sungai, dan tepi jalan.

Gambar 5. 44 Sumur Resapan dan Biopori

5. Sistem Keamanan
Sistem Penanggulangan dan pencegahan kebakaran, sistem ini sangat penting
yang bertujuan untuk melindungi jiwa dan harta benda manusia dalam suatu
tempat terhadap kebakaran. Sistem ini sudah merupakan sistem yang runtut
menjadi satu kesatuan dengan penanda kebarana berupa alarm. Sistem
keamanan kebakaran dalam hal ini yang digunakan adalah Hydrant. Hydrant
adalah sistem salah satu pemadam kebakaran yang terhubung dengan sumber
air yang bertekanan dan mendistribusikan air ke lokasi pemadaman dengan
laju yang cukup. Penempatan Hydrant diharuskan pada lokasi yang mudah
terlihat dan terjangkau serta dapat mengkaver seluruh daerah apabila
sewaktu waktu terjadi kebakaran. Hydrant Pillar penempatan biasanya diluar
bangunan (Outdoor) dimana Hydrant ini dapat disambungkan dengan selang
menuju kendaraan pemadam kebakaran sebagai sarana penyuplai air untuk
mobil pemadam kebakaran serta dapat juga digunakan untuk melakukan
pemadaman di sekitar lokasi kebakaran.

LAPORAN AKHIR 146


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

Gambar 5. 45 Hydrant Pillar

5.4 RANCANGAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANGGUL BENGAWAN


SOLO
5.5 INDIKASI PROGRAM
Berdasarkan pertimbangan hasil analisis dan rencana yang telah dirumuskan
sebelumnya serta kelanjutan proses pemanfaatan lahan, maka dapat disusun urutan
prioritas pelaksanaan pemanfaatan Lahan Eks Tanggul bentuk indikasi program. Indikasi
program memuat program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam kegiatan Pemanfaatan
Lahan Eks Tanggul di ruas Jalan Mh Thamrin. Indikasi program menggambarkan waktu
capaian dari setiap program dan kegiatan dalam Pemanfaatan Lahan Eks Tanggul di ruas
Jalan Mh Thamrin :

Tabel 5. 4 Indikasi Program


Tahun Penanggung
No Program / Kegiatan
1 2 3 4 5 Jawab
1 Perencanaan Pemanfaatan Lahan Eks Tanggul
a Pembebasan lahan untuk pengembangan jalan DPUSDA
b Pembebasan lahan untuk Pengembangan RTH DLH
c Penyusunan Dokumen UKL UPL DLH
d Penyusunan ANDALALIN Dishub
e Penyusunan DED DPUSDA
F Sosialisasi perencanaan DPUSDA
Dialog/diskusi mendalam dengan masayarakat DPUSDA
g
(FGD)
2 Pembangunan Pemanfaatan Lahan
a Pematangan lahan DPUSDA
b Pembanggunan Jalan DPUSDA
c Pembangunan RTH DPUSDA
d Pembangunan fasilitas penunjang DPUSDA
Pembangunan instalasi pemanen air hujan maupun DPUSDA
prasarana pengelolaan air hujan lainnya seperti
e
biopori, downspout disconnection, bioretensi dan
biowales.
f Pembangunan area parkir DPUSDA
3 Operasionalisasi Jalan dan RTH DPUSDA
Sumber : Hasil rencana, 2020

LAPORAN AKHIR 147


INVENTARISASI DAN DETAIL DESAIN PEMANFAATAN LAHAN EKS TANAH TANGGUL
BENGAWAN SOLO JL.MH.THAMRIN, KABUPATEN BOJONEGORO

LAPORAN AKHIR 148

Anda mungkin juga menyukai