Anda di halaman 1dari 44

PENERAPAN KESELAMATAN

KERJA PADA PROYEK


INFRASTRUKTUR JALAN
DAN JEMBATAN

Gatot Soerjatmodjo
Kegiatan Konstruksi
menimbulkan berbagai
dampak yang tidak
diinginkan

KECELAKAAN KERJA
KONSTRUKSI
Karakteristik
Kegiatan Proyek
Konstruksi
• Bersifat sangat kompleks, multi
disiplin ilmu dan gaya seni
arsitektur;
• Melibatkan banyak tenaga kerja
kasar dan berpendidikan relatif
rendah;
• Masa kerja terbatas;
• Intensitas kerja yang tinggi;
• Menggunakan peralatan kerja
beragam dan berpotensi bahaya
STUDI KELAYAKAN / TAHAP PERENCANAAN /
FEASIBILITY STUDY DETAIL ENGINEERING
DESIGN
TAHAPAN
PEKERJAAN
KONSTRUKSI

TAHAP PEMBANGUNAN TAHAP PEMBONGKARAN


FISIK / ACTUAL / DEMOLITION
CONSTRUCTION
Bidang konstruksi menjadi peringkat pertama
penyumbang tingginya kecelakaan kerja

• Bidang konstruksi masih menjadi peringkat pertama


pekerjaan yang paling berbahaya dan juga menjadi
penyumbang tingginya kecelakaan kerja, tidak
hanya di Indonesia, melainkan di seluruh dunia.
• Secara umum, kecelakaan kerja ini disebabkan
karena dua hal, yakni unsafe condition dan unsafe
act.
• Unsafe condition merupakan kondisi di mana
adanya ketidaklayakan dan ketidakrapihan tempat
kerja, serta kondisi Alat Pelindung Diri (APD) yang
tidak layak, serta sistem peringatan yang tidak
memadai. Sedangkan unsafe act dapat terjadi
karena posisi kerja yang berbahaya, menjalankan
mesin berkecepatan yang berbahaya, maupun
mengangkat dengan cara yang salah.
Risiko kecelakaan kerja di bidang konstruksi

Beberapa risiko kecelakaan kerja pada bidang


konstruksi meliputi:
• Kemungkinan jatuh dari ketinggian
• Kemungkinan terinjak
• Kejatuhan barang dari arah atas
• Kontak langsung dengan suhu dingin, suhu
panas, lingkungan yang beradiasi pengion
(radiasi elektromagnetik atau partikel yang
mampu menghasilkan ion), serta kebisingan
• Jatuh dan terguling
• Tertabrak
• Terkena barang yang roboh / runtuh
• Terbentur barang keras
Akibat buruk mengabaikan aspek K3

beberapa waktu yang lalu, sedikitnya terdapat 13 kecelakaan


kerja pada bidang konstruksi yang meliputi :
• Launching girder proyek DDT kereta api Jatinegara, Jakarta
Timur yang ambruk ketika petugas akan menaikkan bantalan
rel. Kejadian ini mengakibatkan lima korban yang terdiri atas
empat tewas dan satu luka-luka
• Terjatuhnya dua pekerja hingga tewas dari tiang penyangga
Light Rail Transit (LRT), Palembang
• Jembatan proyek pembangunan jalan Tol Bocimi (Bohor,
Ciawi, Sukabumi) yang ambruk hingga mengakibatkan satu
pekerja tewas dan dua lainnya luka berat
• Jatuhnya crane proyek jalan tol BORR (Bogor Ring Road) ke
jalan raya
• Jatuhnya beton proyek LRT Jakarta hingga menyebabkan satu
mobil rusak
• Jatuhnya girder proyek pembangunan jalan tol Jakarta-
Cikampek II
Akibat buruk mengabaikan aspek K3

• Robohnya plafon area podium proyek pembangunan apartemen


Pakubuwono Spring
• Ambruknya girder proyek pembangunan jalan tol Depok
Antasari karena tersenggol ekskavator
• Ambruknya girder LRT Lintas Veldrome Kelapa Gading hingga
menyebabkan lima pekerja luka-luka
• Ambruknya girder proyek pembangunan PASPRO (Pasuruan
Probolinggo) hingga satu pekerja tewas
• Girder proyek pembangunan jembatan Ciputaringgan ambruk.

Dua insiden pertama disebabkan karena kelalaian dari operator serta SOP yang tidak
dijalankan semestinya. Bantalan rel yang akan dipasang sebetulnya belum tepat pada
posisinya, akan tetapi dilepas menggunakan alat angkat. Karena dudukan tidak pas,
maka bantalan rel jatuh menimpa pekerja.

Kecelakaan kerja pada sektor konstruksi yang terjadi secara terus menerus ini
menimbulkan pertanyaan apakah kecelakaan ini diakibatkan karena buruknya penerapan
dari K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) pada sektor konstruksi?
Penyebab utama kecelakaan kerja
Kementerian PUPR : terdapat lima penyebab utama yang dapat menimbulkan
kecelakaan kerja. :
1. Kelalaian manusia atau human error, yang mana hal ini disebabkan karena
minimnya pekerja yang mendapatkan sertifikasi K3. Pada tahun 2017, Kadin
Bidang Konstruksi dan Infrastruktur mencatat hanya terdapat 150 ribu
tenaga ahli tersertifikasi pada semua level, baik pengawas, perencana, dan
juga pelaksana proyek. Padahal, secara ideal, tenaga ahli yang
mendapat sertifikasi K3 sekitar 500 hingga 750 ribu orang.
2. Penggunaan material konstruksi yang belum memenuhi standar mutu.
3. Peralatan konstruksi yang digunakan belum tersertifikasi.
4. Metode pelaksanaan konstruksi pada lapangan belum memadai terutama
pada aspek K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
5. Adanya efisiensi anggaran.
• Dari lima penyebab ini, yang paling menjadi sorotan adalah tentang metode
pelaksanaan konstruksi di lapangan. Padahal, kelancaran pelaksanaan proyek
konstruksi di lapangan akan selalu menitikberatkan aspek K3. Program inilah yang
dapat menjamin dan melindungi keselamatan dari para pekerja.
• Maraknya kasus kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi telah mengingatkan
bahwa aspek K3 tidak mendapatkan perhatian dari para kontraktor. Padahal, K3 adalah
aspek yang terpenting dalam penyelenggaraan konstruksi.
Keberhasilan sebuah proyek
konstruksi, selain diukur dari
tercapainya target waktu, biaya
dan mutu, juga ditentukan oleh
keselamatan dalam
pelaksanaan dengan tidak
adanya kecelakaan (zero
accident) dan pada akhirnya
dapat dimanfaatkan dengan
handal oleh masyarakat luas.
Karakteristik pekerjaan
konstruksi memang memiliki
resiko bahaya yang tinggi
sehingga membutuhkan
penanganan secara
komprehensif dan tersistem
dengan baik untuk menurunkan
potensi terjadinya kecelakaan.
KECELAKAAN KONSTRUKSI DI INDONESIA

1. Runtuhnya Rukan Cendrawasih, Samarinda (Juni 2014)

• Bangunan rumah kantor (Rukan) tiga lantai yang terletak di


kompleks Cendrawasih Permai, Jl. Ahmad Yani, Kecamatan
Sungai Pinang Kota Samarinda Kalimantan Timur runtuh pada
tanggal 3 Juni 2014 saat masih dalam proses pengerjaan yang
menyebabkan 12 pekerjanya tewas. Bangunan ini memiliki lebar
25 m dan panjang 100 m dengan biaya konstruksi senilai kurang
lebih 15 Milyar rupiah.
• Dari observasi yang dilakukan penyebab keruntuhan bangunan ini
sangatlah kompleks diantaranya:
• Pertama, Kegagalan pondasi. Hal ini didasarkan keterangan
bahwa pengerjaan pengerukan lahan sampai lantai 1 selesai
dikerjakan hanya memerlukan waktu enam bulan. Padahal kondisi
tanah eksisting adalah rawa dan merupakan tanah lempung
sehingga memerlukan waktu lama untuk terkonsolidasi jika tanpa
penanganan khusus seperti vertical drain.
2. Jatuhnya Girder Box proyek LRT, Jakarta (Januari 2018)

Peristiwa terjadi pada hari


Senin, tanggal 22 Januari 2018
pukul 00.20 WIB.
• Girder Box yang sedang
diereksi menggunakan gantry
launcher tiba tiba jatuh dan
rubuh. Peristiwa ini melukai 5
(lima) orang pekerja dan tidak
ada korban jiwa.
• Sampai sekarang dugaan
penyebab terjadinya
kecelakaan belum diketahui
karena SOP telah diikuti,
keadaan peralatan juga baik
dan layak operasi. Proyek ini
dikerjakan oleh PT Wijaya
Karya (persero) dengan PT
VSL Indonesia selalu subkon
stressing box girder precast.
3. Ambruknya Launcher Gantry proyek Double-Double Track (DDT),
Jakarta (Februari 2018)

Peristiwa terjadi pada hari Minggu,


tanggal 4 Februari 2018 pukul 05.00
WIB.
• Launcher Gantry yang digunakan
mengangkat segmen girder box
precast terguling dari supportnya.
Peristiwa ini menyebabkan 4
(empat) pekerja meninggal dunia
karena tertimpa beton precast, dan
1 (satu) orang pekerja cidera.
Proyek ini dikerjakan oleh
kontraktor PT Hutama Karya
(persero). support launcher gantry
• Proyek DDT ini dilakasanakan
dengan menggunakan metode span
tergelincir dari supportnya diduga by span dengan alat Launcher Gantry
disebabkan karena kesalahan buatan Italia berkapasitas 50 ton.
pengoperasian pada saat Sistem pergerakan dari Launcher
digunakan untuk mengangkat dikendalikan secara elektronik dan
girder box. hidrolik. sistem pengereman
memanfaatkan tahanan gaya gesek
(friksi). Batas kemiringan gantry yang
dapat ditolerir adalah < 4,5 %.
4. Jebolnya Turap Underpass Bandara Soeta,
Jakarta (5 Februari 2018)

Peristiwa ini memang bukan masuk kategori kecelakaan konstruksi,


karena lebih tepat disebut sebagai kegagalan bangunan sebab
underpass tersebut telah selesai dibangun dan digunakan oleh
masyarakat.

Hujan deras sepanjang hari diduga


menjadi penyebab jebolnya turap
sisi underpass bandara soekarno
hatta tersebut. Peristiwa ini menelan
korban jiwa 1 (satu) orang
pengemudi mobil yang terkubur
material longsoran meninggal dunia
dan 1 (satu) orang penumpangnya
luka, Underpass ini dikerjakan oleh
PT. Wijaya Karya (persero).
5. Ambruknya Bekisting Pier Head Tol Becakayu,
Jakarta (Februari 2018)
Peristiwa ini terjadi pada hari Selasa, tanggal 20 Februari 2018
pukul 03.40 WIB.
Bekisting pier head yang
sedang dicor tidak kuat
menahan beban sehingga
roboh dan pekerja terjatuh dan
tertimpa material. Peristiwa ini
menyebabkan 7 (tujuh) pekerja
cidera karena tertimpa material
pengecoran. Proyek ini
dikerjakan oleh PT Waskita
Karya (persero).

Pier head yang sedang


dikerjakan adalah pada pilar
dengan tipe oktagonal setinggi
25 m dan panjang pier head
3m. Pondasi yang digunakan
adalah spun pile diameter 0,6
m dan bore pile diameter 1,2 m.
6. Jatuhnya besi di proyek rusun Pasar Rumput,
Jakarta (Maret 2018)
Peristiwa terjadi pada hari Minggu, tanggal 18 Maret 2018 pukul 09.25 WIB.

Besi sepanjang 4 meter jatuh


dari lantai 10 proyek Rusunawa
Pasar Rumput dan menimpa
warga yang sedang berbelanja
di pasar samping proyek.
Peristiwa ini mengakibatkan 1
(satu) orang warga yang
tertimpa besi meninggal dunia.
Proyek ini dikerjakan oleh PT
Waskita Karya (persero) dengan
konsultan supervisi PT. Ciriajasa
Cipta Mandiri.

Kecelakaan konstruksi diduga terjadi pada saat proses pembongkaran


bekisting plat lantai. Sistem bekisting yang digunakan menggunakan sistem
bongkar pasang (knock down) dari material besi hollow dan plat baja.

Rusun pasar rumput sendiri merupakan bangunan hunian yang terdiri atas
tiga menara dengan total 25 lantai, dengan jumlah hunian total sebanyak
1.984 unit.
7. Robohnya Box Culvert Jalan Tol Manado - Bitung,
Manado (April 2018)
Peristiwa terjadi pada hari Selasa, tanggal 17 April 2018 pukul 13.50 WITA.

Slab box culvert untuk


underpass jalan tol yang
sedang dicor ambruk.
Peristiwa ini mengakibatkan
2 (dua) orang pekerja
meninggal dunia, 1 (satu)
orang pekerja cidera berat,
dan 14 (empat belas)
pekerja cidera ringan.
Proyek ini dikerjakan oleh
PT Wijaya Karya (persero).

Jalan tol Manado-Bitung memiliki total panjang 39,9 km yang terbagi


menjadi lima segmen sesuai dengan skema pendaan konstruksi yang
digunakan. Kecelakaan terjadi pada salah satu underpass yang menjadi
akses lintas warga yang berada di STA 13+575, Desa Tumaluntung,
Kecamatan Airmadidi, Kab. Minahasa Utara, Prov. Sulawesi Utara.
8. Ambruknya Jembatan Cincin Lama,
Tuban (April 2018)
Peristiwa ini juga bukan merupakan kecelakaan konstruksi melainkan
kegagalan bangunan. Insiden terjadi Selasa, 17 April 2018 pukul 10.50 WIB.

Jembatan yang menghubungkan kecamatan widang, Tuban


dengan kecamatan Babat, Lamongan rubuh mengakibatkan
1 (satu) unit truk bermuatan limbah smelter, 2 (dua) unit truk
tronton bermuatan pasir, dan 1 (satu) unit sepeda motor
terperosok jatuh ke sungai. kecelakaan ini mengakibatkan 2
(dua) orang pengemudi truk meninggal dunia di lokasi
kejadian.
Jembatan Cincin Lama ini dibangun 1978, panjang 240 m
dan lebar 9m. Bangunan atas jembatan t.a rangka baja
Callender Hamilton (Tipe B) sebanyak lima bentang dan
beton sebanyak satu bentang. Bangunan bawah jembatan
pondasi tiang pancang beton. Dari riwayat pemeliharaan
rutin tiap tahunnuya maka telah diketahui terjadinya
penurunan 10 cm pada tahun 2015 dan penurunan 10 - 15
cm di tahun 2017. perbaikan dan pemeliharaan telah
dilakukan setiap tahunnya hanya saja disinyalir terjadinya
overload dari kendaraan yang melintas sehingga
mempercepat proses penurunan jembatan.
9. Robohnya Scaffolding Proyek Jalan Tol Pandaan - Malang

Peristiwa terjadi pada hari Rabu, tanggal 1 Agustus 2018 pukul 13.30 WIB.

Pekerjaan box culvert untuk overpass


di STA 10+300 sedang dilakukan
pembongkaran scaffolding yang terdiri
dari 876 unit perancah.
Pembongkaran dilakukan oleh 5
(lima) orang pekerja.

Rentetan peristiwa kecelakaan konstruksi dan kegagalan


bangunan di atas sudah selayaknya menjadi perhatian
bersama untuk meningkatkan kesadaran terkait
Keselamatan dan Keamanan Konstruksi. Kecelakaan
kerja sering kali terjadi karena diabaikannya hal- hal
yang dianggap sederhana di metode kerja. Kerjasama
seluruh pihak dibutuhkan untuk mampu menghindari
kejadian yang sama terulang di masa depan.
Pada saat kejadian salah seorang pekerja terpeleset dan mengalami
kehilangan keseimbangan sehingga terjatuh yang mengakibatkan lima
baris scaffolding yang masih berdiri ikut roboh dan menimpa korban. 1
(satu) orang pekerja meninggal karena tertimpa material scaffolding.
Kontraktor pelaksana pekerjaan adalah PT. PP (Persero).
PENERAPAN K3 PADA PROYEK JALAN & JEMBATAN

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Berarti


Merencanakan Dan Menerapkan Pengendalian Terhadap Semua Aktivitas Dalam
Organisasi Yang Memiliki Potensi Membahayakan Keselamatan Dan Kesehatan Pekerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu aspek perlindungan
ketenagakerjaan dan hak dasar dari setiap tenaga kerja. Konsep dasar K3 adalah menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di perusahaan.

Sistem manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Pertimbangan diterapkannya SMK3
adalah:

• Terjadinya kecelakaan di tempat kerja sebagian besar diakibatkan oleh faktor manusia dan
sebagian kecil oleh faktor teknis

• Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di
tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi, dan lingkungan kerja dalam keadaan
aman, maka perlu penerapan SMK3

• Penerapan SMK3 dapat mengantisipasi hambatan teknis dalam era globalisasi perdagangan.
PENERAPAN K3 PADA PROYEK JALAN & JEMBATAN

Realitas di lapangan menunjukkan masih banyak perusahaan


yang enggan menerapkan SMK3 karena beberapa alasan, di
antaranya:
▪ Masih kurangnya pemahaman masyarakat umumnya dan
pengusaha khususnya akan pentingnya K3
▪ Menganggap penerapan SMK3 menghabiskan banyak biaya
▪ Perusahaan tidak memprioritaskan K3
▪ Sumber daya manusia yang terbatas.
▪ Penerapan SMK3 membutuhkan komitmen dari pengusaha,
pihak manajemen atau pengurus, dan pekerja. Ketiganya harus
memahami bahwa SMK3 bukanlah pemborosan, pengeluaran
biaya yang sia-sia atau sekadar formalitas yang harus dipenuhi
organisasi, tetapi sebuah investasi.
Penerapan SMK3 bertujuan untuk :
▪ Meningkatkan efektivitas perlindungan K3 yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi.
▪ Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, pekerja, dan/atau serikat pekerja.
▪ Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman,
dan efisien untuk mendorong produktivitas.
UNDANG-UNDANG NO. 1
TAHUN 1970 TENTANG
KESELAMATAN KERJA
Panduan Penerapan SMK3
Berdasarkan PP 50 Tahun 2012
PERATURAN MENTERI PU NO.05/PRT/M/2014
TENTANG : PEDOMAN SMK3 KONSTRUKSI BID. PU

Bab I : Ketentuan Umum


Bab II : Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup
Bab III : Penerapan (SMK3) Konstruksi Bidang PU
Bab IV : Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang
Bab V : Biaya Penyelenggaraan (SMK3) Konstruksi Bidang PU
Bab VI : Sanksi
Bab VII : Ketentuan Penutup
LAMPIRAN:
Lampiran I : Tata Cara Penetapan Tingkat Risiko K3 Konstruksi
Lampiran II : Format Rencana K3 Kontrak (RK3K)
Lampiran III : Format Surat Peringatan, Surat Penghentian
Pekerjaan dan Surat Keterangan Nihil Kecelakaan Kerja
Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang
PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN

a. Menerapkan SMK3 Konstruksi Bidang PU untuk setiap paket


pekerjaan konstruksi;
b. Mengidentifikasi dan menetapkan potensi bahaya K3
Konstruksi;
c. Dalam mengidentifikasi bahaya dan menetapkan potensi
bahaya K3 Konstruksi, PPK dapat mengacu hasil dokumen
perencanaan atau berkonsultasi dengan Ahli K3 Konstruksi;
d. Menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang didalamnya
memperhitungkan biaya penyelenggaraan SMK3K Bid. PU;
e. Membahas dan mengesahkan RK3K yg disusun Penyedia
Jasa pd saat rapat persiapan atas dasar rekomendasi Ahli
K3/Petugas K3
SMK3 KONSTRUKSI
BIDANG PEKERJAAN UMUM ( PerMen PU No : 05/PRT/2014 )
PENGENDALIAN OPERASI K3

PENGENDALIAN OPERASI BERUPA PROSEDUR KERJA/PETUNJUK KERJA


YANG HARUS MENCAKUP SELURUH UPAYA PENGENDALIAN,
DIANTARANYA :
1. MENUNJUK PENANGGUNG JAWAB KEGIATAN SMK3 KONSTRUKSI
YANG DITUANGKAN DALAM STRUKTUR ORGANISASI K3 BESERTA
URAIAN TUGAS;
2. UPAYA PENGENDALIAN BERDASARKAN LINGKUP PEKERJAAN
3. PREDIKSI DAN RENCANA PENANGANAN KONDISI KEADAAN
DARURAT TEMPAT KERJA;
4. PROGRAM-PROGRAM DETAIL PELATIHAN SESUAI UPAYA
PENGENDALIAN;
5. SISTEM PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN;
6. DISESUAIKAN KEBUTUHAN TINGKAT PENGENDALIAN RISIKO K3
SEPERTI YANG TERTERA PADA CONTOH IDENTIFIKASI BAHAYA,
PENILAIAN RISIKO DAN PENGENDALIANNYA.
TAHAP PELAKSANAAN
IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENGENDALIAN
TAHAP PELAKSANAAN

IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENGENDALIAN


Job Safety Analysis/ Risk Assessment

Job Safety Analysis Adalah : Sebuah metoda yang


sistematis untuk mengidentifikasi bahaya dalam
pekerjaan, mengevaluasi risiko dan menentukan
tindak pencegahan yang tepat.
Metoda Job Safety Analysis
PENGENDALIAN OPERASI K3 JEMBATAN
PENGANGKATAN GIRDER
QUALIFICATION & COMPETENCY OF LIFTING OPERATION PERSONNEL

a. Manager
b. Site Lifting Coordinator
c. Operator Crane Pedestal
d. Operator Crane Mobile
e. Operator Crane Overhead / Gantry
f. Operator Forklift
g. Rigger (Juru Ikat)
h. Dogger / Banksman / Signalman
(Juru Aba-aba)

Sumber : Lifting and Moving Equipment


Oleh : Ir. Erwin Ananta
FAKTOR LAIN YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN
DALAM PENGANGKATAN GIRDER
PENGENDALIAN OPERASI K3 JEMBATAN DALAM
PENGANGKATAN GIRDER

LIFTING
STUDY

SEBUAH RENCANA PENGANGKATAN YANG KOMPREHENSIP MULAI


DARI PROSEDUR, GAMBAR DAN SPESIFIKASI ALAT & PERALATAN
ANGKAT YANG DIPERLUKAN UNTUK MENILAI SECARA AKURAT
SEMUA FAKTOR BEBAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENTING YANG
BERKAITAN DENGAN PROSES PENGANGKATAN.
PENGENDALIAN OPERASI K3 JEMBATAN DALAM PENGANGKATAN GIRDER

Lifting study diperlukan


apabila proses pekerjaan
pengangkatan merupakan
jenis risiko :
▪ Medium risk
▪ High risk
▪ Critical & Extrime risk

Sumber : Lifting and Moving Equipment


Oleh : Ir. Erwin Ananta
Medium risk
Pengangkatan dibawah 75% dari kapasitas Crane

High risk
▪ Pengangkatan melebihi atau sama dengan 75% dari
kapasitas crane sesuai loadchart
▪ Pengangkatan dengan berat beban 20 ton atau lebih.
▪ Pengangkatan dimana crane mengangkat ke atau dari
air (seperti di pelabuhan).
▪ Pengangkatan beban yang mengan-dung cairan lebih
dari 1000 liter.
▪ Pengangkatan dimana beban sulit untuk diikatkan ke
lifting gear.
Critical & Extrime risk

▪ Pengangkatan lebih dari 90% dari kapasitas crane


sesuai load chart
▪ Pengangkatan lebih dari satu crane
▪ Pengangkatan dimana crane ditempatkan diatas LCT
/Tongkang
▪ Pengangkatan dilakukan diatas landasan gantung
(Jembatan)
▪ dimensi dan berat beban yang akan diangkat
▪ jenis dan kapasitas crane yang akan digunakan
▪ load chart dari crane yang akan digunakan untuk mengetahui
kapasitas angkat crane optimum pada derajat boom,panjang boom
yang akan digunakan (working radius), panjang outrigger dan jarak
as ke as antar crane dan beban yang akan diangkat).
LIFTING ▪ alat bantu angkat (lifting gear) apa saja yang akan digunakan
PLAN
▪ hasil inspeksi crane dan lifting gear (untuk crane dapat dilakukan
inspeksi visual,load test (untuk testing ada nya kebocoran pada
hydraulic system atau tidak, ada keretakan atau kerusakan pada
hook dan wire sling atau tidak, dll) untuk mengetahui ada cacat atau
keretakan atau tidak.
▪ Lokasi pengangkatan (area yang lapang atau kah ada existing
facility di area tersebut)
▪ total beban dari lifting gear yang akan digunakan
▪ panjang webbing / wire sling yang akan digunakan
PENGENDALIAN AREA TERBATAS

➢ Dilakukan penilaian risiko lingkungan kerja untuk


mengetahui daerah-daerah yang memerlukan
pembatasan izin masuk.
➢ Ada pengendalian atas daerah/tempat dengan
pembatasan izin masuk.
➢ Disediakan fasilitas dan layanan di tempat kerja sesuai
dengan standar dan pedoman teknis.
➢ Rambu-rambu K3 harus dipasang sesuai dengan
standar dan pedoman
Rambu peringatan bahaya terpasang sesuai dengan
persyaratan peraturan perundang-undangan dan/atau
standar yang relevan.
7 Kunci Keberhasilan SMK3
Untuk mencapai penerapan SMK3 diperlukan beberapa faktor berikut ini:

1. SMK3 harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi dengan seluruh


langkah pengendalian risiko yang dilakukan. Antara elemen implementasi
dengan potensi bahaya atau risiko yang ada harus sejalan.

2. Setiap program K3 atau kebijakan K3 yang diambil harus mengacu kepada


SMK3 yang ada.

3. SMK3 harus dijalankan dengan konsisten sesuai hasil identifikasi bahaya dan
penilaian risiko yang sudah dilakukan.

4. SMK3 harus mengandung elemen-elemen implementasi yang berlandaskan


siklus proses manajemen (Plan-Do-Check-Action) atau sesuai prinsip dasar
penerapan SMK3 sesuai PP Nomor 50 Tahun 2012.

5. Semua unsur atau individu yang terlibat dalam operasi harus memahami
konsep dan implementasi SMK3.

6. Adanya dukungan dan komitmen manajemen puncak dan seluruh elemen


dalam organisasi untuk mencapai kinerja K3 terbaik.

7. SMK3 harus terintegrasi dengan sistem manajemen lainnya yang ada dalam
organisasi.
KESIMPULAN

Pekerjaan Konstruksi harus menerapkan kaidah – kaidah


Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang tertuang dalam :

1. Undang – Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan


Kerja
2. Undang – Undang No 2 tahun 2017 Tentang jasa Konstruksi
3. Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2012 Tentang
Penerapan SMK3
4. Permen PU No 05 Tahun 2014 Tentang SMK3 Bidang PU
(diganti Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019 tentang
Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi)
5. Peraturan menteri lain nya terkait dengan K3

Anda mungkin juga menyukai