Anda di halaman 1dari 185

CURRICULUM VITAE

Nama Lengkap : Meiborn Simanjuntak


Tempat & Tanggal Lahir : Belawan, 13 Mei 1978
Pendidikan Formal:
 S-1 : Institut Sains Dan Teknologi Nasional (Lulus 2015)
 S-2 : Institut Sains Dan Teknologi Nasional (Lulus 2020)
Pekerjaan:
 Direktur Utama : PT. Karya Mandiri Anabel Konsultan - Tangerang
 Direktur : PT. Paromas Persada Cipta Konsultan - Jakarta
 Tenaga Ahli Bersertifikat IPTB Konstruksi Bangunan Gedung di DKI Jakarta
 Tenaga Ahli Struktur di PT. QIES Nusantara Konsultan
 Tenaga Ahli Struktur di PT. Pasura Sinergi Maduma Jaya Konsultan
WEBINAR SIPILPEDIA

KEANDALAN STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG TERHADAP


BEBAN GEMPA BERDASARKAN SNI TERBARU 1726-2019
 

DISAJIKAN OLEH: 
MEIBORN. SIMANJUNTAK, S.T., M.T.
PT. KARYA MANDIRI ANABEL KONSULTAN
PT. PAROMAS PERSADA CIPTA KONSULTAN

JULI 2020
Daftar isi:
1. Pendahuluan
2. Kajian Pustaka
3. Metodologi Penelitian
4. Analisa Hasil Penelitian
5. Kesimpulan dan Saran
I. PENDAHULUAN
Wilayah kepulauan Indonesia secara geologis berdiri diatas lima
lempeng tektonik aktif (ring of fire). Sehingga gempa bumi diatas 5
Skala Richter (SR) dapat terjadi hampir setiap saat di sekitar wilayah
tersebut (Tamara, 2011), dan kerusakan serta kehancuran yang terjadi
dapat sangat dahsyat sebagaimana yang menghantam Tohoku (9,0 SR)
pada tahun 2011, Aceh (8,5 SR) pada tahun 2012, dan Padang (7,9 SR)
pada tahun 2009.
Berdasarkan sejumlah kejadian dan permasalahan diatas maka sudah
saatnya menganggap perlu dilakukan penelitian lebih dalam terhadap
keandalan bangunan eksisting untuk mengetahui bagaimana keandalan
struktur bangunan yang direncanakan dengan peraturan-peraturan gempa
terdahulu.
Menurut Pribadi (2008) ada beberapa jenis kerusakan yang biasa
ditemukan pada bangunan di Indonesia, yaitu:
1. Soft story, didefenisikan sebagai tingkat pada gedung yang memiliki
sebagian besar kekakuan atau kapasitas untuk menyerap energinya sangat
kecil untuk melawan atau menahan induksi tekanan akibat gempa
terhadap gedung tersebut
Gambar 1.1 Kegagalan struktur kolom bangunan di California akibat
gempa
Sumber: pubs.usgs.gov
Gambar 1.2 Efek Soft Story yang menyebabkan keruntuhan total
struktur
Sumber: Pribadi
2. Elemen dan sambungannya yang gagal, terlepas dari bangunan.

Gambar
Gambar1.3 Kegagalan
3 Kegagalan elemen
elemen dan dan sambungan
sambungan struktur
struktur
Sumber:
Sumber: Pribadi
Pribadi

3. Kekurangan atau kelemahan dalam sistem struktural dan / atau komponen


mengakibatkan kerusakan kecil hingga runtuhnya sebagian atau keseluruhan
Gambar 3 Kegagalan elemen dan sambungan struktur
Sumber: Pribadi

3. Kekurangan atau kelemahan dalam sistem struktural dan / atau komponen


mengakibatkan kerusakan kecil hingga runtuhnya sebagian atau keseluruhan
struktur, seperti terungkap dari gempa bumi baru-baru ini.

Gambar 41.4
Gambar Gedung Kantor
Gedung Pemerintah
Kantor Yang Runtuh
Pemerintah Yang Akibat
RuntukGempa
Akibat Gempa
Sumber: Iffah
Sumber: Iffah
Kerusakan tersebut dapat bersifat non-struktural dan struktural. Kerusakan
non-struktural dapat berupa retak halus pada plesteran dinding. Sementara,
kerusakan struktural dapat berupa:

a. Kerusakan ringan struktur, dimana terjadi retak kecil dengan lebar celah
0,075 – 6 cm yang menyebar luas di banyak tempat.
b. Kerusakan struktur tingkat sedang, dimana terjadi retak besar dengan lebar
celah > 6 cm yang meyebar luas di banyak tempat.
c. Kerusakan struktur tingkat berat, dimana elemen struktur mengalami
tingkat kerusakan sekitar 50%.
d. Kerusakan total, dimana dimana elemen struktur mengalami tingkat
kerusakan sebesar > 65% atau bangunan roboh seluruhnya. Kerusakan
struktural tidak dapat diabaikan dan harus dicarikan solusinya. Untuk
mendapatkan solusi yang tepat perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
keadaan dan kekuatan struktur bangunan tersebut. Dalam penelitian ini
untuk mengkaji keandalan struktur bangunan gedung beton bertulang
terhadap gempa dengan menggunakan metode yang bersifat tifdak
merusak (non-destructive test).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Peraturan pertama tentang tata cara perencanaan struktur bangunan
gedung terhadap gempa di Indonesia dikeluarkan pada tahun 1966 (PBI
1966). Dalam peraturan ini peta daerah rawan gempa adalah Pulau
Kalimantan bagian Timur, Pulau Sulawesi bagian Utara, kepulauan
Pulau Jawa bagian Selatan, kepulauan Nusa Tenggara. Sebagaimana
dapat dilihat dalam Gambar 5 daerah Irian Jaya dalam PBI 1966 belum
dimasukan Maluku, Pulau Sumatera bagian Barat.
Gambar 5. Peta
Gambar 2.1 PetaGempa
Gempa PBI
PBI 1966
1966
Sumber: Geophysical
Sumber: PBINotes
1966No. 2 1962
Selanjutnya, pada tahun 1970 pembagian wilayah gempa dilakukan revisi
dengan diterbitkannya Peraturan Muatan Indonesia 1970 (PMI 1970), yang
sudah memasukkan Irian Jaya. Revisi PBI 1966 menjadi PMI 1970 didasari
salah satunya karena indonesia akan membangun gedung tinggi pertama (30
lantai) oleh putra bangsa, yaitu Teddy Boen dan Wiratman.
Gambar 2.2 Peta Gempa PMI 1970
Sumber: PMI 1970
Setelah terjadinya gempa di Bali (1979) yang cukup banyak menelan
korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit, para ahli gempa Indonesia
merasa perlu melakukan tinjauan ulang terhadap peta wilayah gempa
Indonesia. Selanjutnya, terbitlah Peraturan Pembebanan Indonesia 1981
(PPI 1981) sebagai revisi PMI 1970, dan Peraturan Perencanaan Tahan
Gempa Indonesia Untuk Gedung (PPTGIUG 1981).
Banyak hal baru yang diperkenalkan dalam peraturan ini, seperti: konsep
daktilitas struktur; konsep keruntuhan yang aman, yaitu mekanisme
goyang dengan pembentukan sendi plastis dalam balok (beam side sway
mechanism), yang mensyaratkan kolom yang lebih kuat dari balok (strong
column weak beam); dan konsep perencanaan kapasitas (capacity design).
Diperkenalkan pula tiga cara analisa yaitu; (1) Analisa beban statik
ekivalen; (2) Analisa ragam spektrum respons; dan (3) Analisa respons
riwayat waktu. Peta gempa diubah menjadi enam daerah gempa.
Gambar. 2.3. Peta Gempa PPI1981
Sumber: PPI 1981
Peraturan ini mendasarkan respons spektra yang digunakan kepada gempa
dengan periode ulang 200 tahun (kemungkinan terjadi 10 % dalam jangka
waktu kira-kira 20 tahun), setelah dibagi dengan daktilitas struktur sebesar
4. Peraturan ini kemudian berubah nama menjadi Pedoman Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, SKBI-1.3.53.1987, UDC:
699.84.
Seiring dengan semakin bertambah besarnya gaya gempa yang terjadi
maka dikeluarkan kembali peraturan untuk Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Gedung SNI 03-1726-2002, peraturan ini
memperbaruhi peta gempa dengan tetap menggunakan enam daerah
gempa. Respons spektra yang digunakan adalah respons spektra gempa
yang kemungkinan terjadinya 10 % dalam kurun waktu 50 tahun, yaitu
gempa dengan periode ulang 500 tahun (disebut gempa rencana).
Gambar
Gambar 8 Peta
2.4 Peta Gempa2002
Gempa 2002
Sumber:
Sumber: SNISNI
03 03 1726-2002
1726-2002
Pada tahun 2004 dan 2005 terjadi beberapa kejadian gempa besar di
Indonesia, yaitu gempa Aceh dangempa Nisa, yang memiliki magnituda
lebih besar dari magnituda maksimum perkiraan sebelumnya. Sehingga,
peta gempa pada tahun 2002 dinilai kurang relevan lagi. Di samping itu,
pada beberapa tahun terakhir telah dikembangkan metoda analisis baru
yang bisa mengakomodasi model atenuasi sumber gempa tiga dimensi
(3D).
Akhirnya, dilakukan revisi peta gempa pada tahun 2010 yang dijadikan
acuan untuk membuat Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Gedung, SNI 1726-2012, sejak diterbitkannya SNI 03-1726-2002.
Penggunaan model 3D dapat menggambarkan atenuasi penjalaran
gelombang secara lebih baik dibandingkan dengan model 2-D yang
digunakan untuk penyusunan peta gempa SNI 03-1726-2002.
Gambar 2.5. Peta Gempa SNI 1726-2012
Sumber: SNI 1726-2012
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR)
telah merilis Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 yang
merupakan hasil pemutakhiran Peta Gempa Tahun 2010.
Peta Gempa 2010 diperbaharui dengan pertimbangan antara lain peta telah
berumur lebih dari 5 tahun; adanya identifikasi sumber kegempaan yang
baru dari sisi geologi, seismologi, dan geodesi; peningkatan keakuratan
estimasi parameter penting dalam mengkonstruksi peta gempa; dan
pendetailan sumber gempa background, menggunakan persamaan atenuasi
gelombang gempa terkini. Hasil dari Peta Gempa 2017 ditemukan banyak
sesar aktif yang muncul di berbagai wilayah di Indonesia, yang mana
sebelumnya pada Peta Gempa 2010 hanya terdapat 81 sesar aktif namun
pada Peta Gempa 2017 terdapat 295 sesar aktif (Gambar 10).
Gambar
Gambar 10
2.6Peta
Peta Gempa
Gempa RSNI 1726-2018
SNI 1726-2019
Sumber:
Sumber: RSNI 1726-2018
SNI 1726-2019
Prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan terkait keandalan bangunan gedung
telah diatur secara jelas, tegas dan memadai dalam Undang-Undang (UU),
Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan
Gubernur (Pergub), Peraturan Daerah (Perda). Secara lebih teknis perihal
keandalan bangunan gedung diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)
terkait perencanaan struktur gedung.
Terdapat dua jenis metode pengujian keandalan struktur bangunan gedung
yaitu metode merusak (destructive test) dan metode tak-merusak (non-
destructive test – NDT) (Karundeng, 2015). Untuk pengujian dengan cara
merusak material specimen atau detructive test, ada beberapa metode
pengujian, yaitu:
a) Pengujian tarik (tensile test) yang
b) Pengujian tekan (compressed test) material tersebut hancur
c) Pengujian bengkok (bending test)
d) Pengujian kekerasan (hardness test)
Sementara pengujian tak-merusak (non-detructive test) dapat dilakukan dengan
beberapa beberapa metode, yaitu:
a) Pemeriksaan Konfigurasi Tulangan (Covermeter)
b) Pengujian Kerapatan Mutu Beton (UPV PUNDIT Test)
c) Pemeriksaan Homogenitas Mutu Permukaan Beton (Hammer Test)
d) Pengujian Kekerasan Mutu Baja (Brinell Hardness Test).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Alur Penelitian
Penelitian atas keandalan struktur bangunan gedung beton bertulang terhadap
beban gempa berdasarkan SNI 1726:2019 ini dilakukan dalam tahapan-tahapan
yang jelas dan sistematis. Ide mengenai penelitian ini berangkat dari pengalaman
bertahun-tahun penulis, sebagai praktisi rekayasa struktur, mengamati berbagai
fakta kerusakan struktur bangunan akibat gempa dan diskusi dengan berbagai
pihak terkait tema penelitian. Selanjutnya, untuk merumuskan permasalahan
pokok penelitian dan tujuan penelitian sebagaimana yang dituangkan dalam
bagian awal tesis ini, penulis melakukan pengamatan/observasi lapangan secara
serius dan terstruktur.
Observasi lapangan tersebut dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Studi lapangan, pemeriksaan secara visual lapangan.
2. Studi literatur, pemeriksaan secara peraturan dan kaidah yang berlaku.
Studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data-data primer bagi penelitian
ini. Sementara, studi literatur dilakukan untuk menyusun konsep-konsep
teoritis dan relevansi penelitian ini secara keilmuan. Secara sifat, penulis
mengumpulkan data-data sekunder yang meliputi dokumen perencanaan,
dokumen pembangunan, regulasi-regulasi, dan terbitan-terbitan ilmiah yang
dapat diakses peneliti.
Penelitian ini menggabungkan kerja eksperimental dan kerja analitikal. Kerja
eksperimental dilaksanakan menggunakan metode tak-merusak (NDT) untuk
mendapatkan data-data primer berupa hasil audit struktur terhadap, masing-
masing, Stuktur A, Struktur B dan Struktur C. Terhadap masing-masing
struktur tersebut telah dilakukan Hammer test, UPV test, Cover Meter test dan
Rebar Scanner dan didapatkan keadaan terkini terkait kekuatannya
Selanjutnya, penulis melakukan analisa struktur dengan menggunakan data-
data primer tersebut. Analisa struktur dilakukan menggunakan perangkat lunak
computer berbasis metode elemen hingga, baik itu pemodelan, simulasi
pembebanan dan perhitungan gaya-gaya dalam serta tegangan-tegangan yang
timbulkan akibat komnbinasi pembebanan yang diberikan. Hasil analisa
struktur apabila Not OK, maka proses diulangi kembali dari tahap menganalisa
data hasil NDT, apabila OK maka proses dinyatakan selesai. Keseluruhan
pekerjaan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 3.1 di bawah ini.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Keandalan Struktur Gedung
3.2. Obyek dan Lokasi Penelitian
Obyek penelitian ini adalah suatu struktur bangunan gedung yang sudah
dibangun dalam periode 1950-2018 yang berlokasi di wilayah Jakarta Pusat
diberi nama Struktur X. Ilustrasi gambar tampak Gedung X dapat dilihat
dalam Gambar 3.2
Gedung X adalah bangunan gedung perkantoran dengan jumlah lantai
sebanyak 15 lapis yang terbuat dari konstruksi beton bertulang.
Peralatan uji yang dipergunakan dalam penelitian ini dan ilustrasi
penggunaannya dapat dilihat dalam Gambar 3.3 sampai Gambar 3.10.
Gambar 3.2 Tampak Struktur X
3.3. Metodologi Pelaksanaan
• Survey Instansional, Koordinasi dan Review Dokumen

Kegiatan meliputi koordinasi dengan pihak terkait untuk menentukan arah kegiatan
dan proses singkronisasi rencana kegiatan yang berhubungan dengan perijinan dan
koordinasi wilayah pemeriksaan pada Gedung X Jakarta, review dokumen dan data
eksisting Gedung X dari pihak pengelola Gedung X di Jakarta.
Dokumen-dokumen teknis struktur yang dimiliki oleh pemilik Gedung X Jakarta
sangat penting untuk dicermati sebelum dilakukan pemeriksaan. Data-data yang
bersumber pada dokumen tersebut harus diverifikasi dengan pemeriksaan lapangan
bila dianggap perlu. Sementara data-data penting yang tidak tersedia harus dapat
diperoleh melalui pemeriksaan lapangan. Dokumen teknis struktur antara lain:
• Dokumen-dokumen dan gambar-gambar perencanaan
• Dokumen-dokumen dan gambar-gambar pelaksanaan (As-built-drawing)
• Dokumen-dokumen sertifikat bahan dan hasil uji bahan
• Pemeriksaan Visual

Pemeriksaan visual dilakukan terhadap elemen-elemen struktur Gedung X Jakarta


dan kondisi lingkungannya, dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi
mengenai struktur Gedung X Jakarta. Pemeriksaan visual dilakukan dengan
menggunakan indera penglihatan untuk memeriksa setiap elemen-elemen struktur,
yang kemudian setiap jenis elemen struktur serta lokasi akan didokumentasikan.

• Pemeriksaan Khusus

Merupakan pengamatan/pengujian/pengukuran yang dilakukan lebih cermat dan


mendetail yang merupakan tindak lanjut dari pengamatan kerusakan pada
pemeriksaan detail. Pemeriksaan khusus dilakukan untuk memperoleh data yang
lebih akurat dari kerusakan yang terjadi pada elemen Gedung X Jakarta khususnya
elemen struktural.
• Pelaksanaan Non Destructive Test (NDT)
1. Pengujian Kerapatan Mutu Beton (UPV Test)

Metode pengujian dilakukan dengan alat PUNDIT dikembangkan berdasarkan prinsip


bahwa kecepatan rambat gelombang yang melalui suatu media padat bergantung pada
sifat-sifat elastik media padat tersebut. Alat ini secara tak langsung juga dapat
memberikan informasi mengenai nilai kuat tekan beton, jika hubungan antara sifat-sifat
elastik suatu benda padat dengan nilai kuat tekannya diketahui.
Sebuah sinyal getaran longitudinal yang dihasilkan transduser elektroakustik, yang
dibuat dengan cara kontak dengan permukaan beton yang akan diuji. Ketika sinyal
ditransmisikan dari transducer melalui permukaan beton menggunakan cairan
penghubung seperti minyak atau pasta selulosa, beton mengalami berbagai refleksi pada
material-material yang berbeda di dalamnya. Sebuah sistem yang lengkap dari
perkembangan gelombang tegangan, termasuk di dalamnya gelombang longitudinal dan
gelombang geser dan merambat melalui beton. Gelombang pertama yang ditangkap oleh
tranduser penerima yaitu gelombang longitudinal dan dikonversi menjadi sinyal elektrik
oleh transduser kedua.
Non Destructive Test (NDT)

Standar
Pengujian UPV Pundit dilakukan berdasarkan BS 1881 : Part 203: 1986 dan ASTM
C597-97. Di dalam standar ini dijelaskan bahwa tranduser penerima mendeteksi
datangnya komponen pulse yang tiba lebih awal. Pengukuran Pulse Velocity dapat
dilakukan dengan 3 metode, antara lain:
• Direct transmission
• Semi-direct transmission
• Indirect/surface transmission

Metode Pengambilan
Pulse Velocity (a) Direct
Transmission, (b) Semi-
direct Transmission, (c)
Indirect/Surface
Gambar 3.3 Metode Pengambilan Pulse Velocity (a) Direct
Transmission
Transmission, (b) Semi-direct Transmission, (c) Indirect/Surface
Transmission
Non Destructive Test (NDT)
Standar
Tabel 3.1. Kriteria Penilaian Pengujian Dengan Gelombang Elektromagnetik

Peralatan
Peralatan UPV Pundit terdiri dari:
• UPV Pundit Lab+ Versi Digital
• Gurinda
• Media kalibrasi
• Ultrasonic gel/Grease
• Meteran
• Sikat Kawat
Non Destructive Test (NDT)

Gambar 3.3 Alat UPV Test Gambar 3.4 Ilustrasi pelaksanaan UPV Test
Non Destructive Test (NDT)
Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan UPV Pundit dibagi tiga tahap pelaksanaan yaitu:


• Persiapan Lokasi Uji
Tahapan ini adalah persiapan awal untuk menentukan dan mempersiapkan lokasi titik
uji. Penentuan lokasi uji didasarkan dengan kondisi beton dengan permukaaan yang
relatif bagus di antara lainnya. Setelah itu meratakan permukaan titik uji (flattening)
dengan gerinda dan memberi tanda lokasi uji dengan pilox (marking).
Non Destructive Test (NDT)
Metode Pelaksanaan
• Persiapan Alat
Tahapan ini adalah menyetel alat UPV Pundit sesuai keperluan kemudian
dikalibrasi sesuai ketentuan pada benda uji kalibrasi (Oles permukaan benda uji
dengan Gel Ultrasonik).
• Pengujian
Tahapan ini adalah tahapan pengambilan pulse velocity dengan alat pundit. Sesuai
penjelasan singkat standar yang dipakai, terdapat tiga metode pengambilan pulse
velocity. Untuk pengambilan dengan direct transmission sangat direkomendasikan
karena hasil yang paling akurat namun keterbatasan pengambilannya di lapangan,
pada semi-direct hasil yang diperoleh bisa dibilang sangat akurat, dan yang terakhir
adalah indirect/surface transmission merupakan metode yang paling buruk hasilnya
dibanding metode yang lainnya, namun butuh direduksi agar hasilnya mendekati
nilai pulse velocity direct transmission. Setiap melakukan pengujian diwajibkan
mengoleskan ultrasonik gel pada beton yang akan diuji.
Non Destructive Test (NDT)
Flowchart Pelaksanaan

Gambar 3.5 Flowchart Pelaksanaan UPV


2. Pemeriksaan Konfigurasi Tulangan (Covermeter)
Umum

Alat pendeteksi tulangan beton merupakan suatu alat elektromagnetik yang


digunakan untuk pendeteksian ketebalan selimut beton. Prinsip kerja alat ini
adalah dengan adanya tulangan di dalam beton akan mempengaruhi medan
elektromagnet yang dihasilkan oleh rangkaian seperti pada Gambar 2.8.

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui


:
• Tebal selimut beton ( concrete cover )
• Lokasi tulangan
• Diameter dari baja tulangan

Gambar 3.6 Alat Covermeter untuk • Jarak/posisi tulangan.


Pemeriksaan Tulangan
Pemeriksaan Konfigurasi Tulangan (Covermeter)
Peralatan

Peralatan yang digunakan sebagai berikut:


• Profometer 5+
• Bar Scanner
• Gerinda
• Ultrasonic Gel/Grease
• Meteran
• Sikat Kawat

Gambar 3.7 Alat Covermeter Test


Gambar 3.8 Ilustrasi pelaksanaan Covermeter Test
Pemeriksaan Konfigurasi Tulangan (Covermeter)
Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan pemeriksaan susunan tulangan baja secara umum dapat
dideskripsikan sesuai tahapan sebagai berikut:
• Meratakan permukaan beton yang akan diperiksa susunan tulangannya.
• Mengukur dimensi struktur kolom/pelat lantai/balok yang akan diperiksa.
• Melakukan persiapan alat Profometer 5+. Pengaturan scan area, object number
dan scanning bar.
• Menscan area kolom/pelat lantai/balok yang dituju, untuk scan awal dilakukan
pada main bar direction (arah tulangan utama) dan selanjutnya scan pada stirrups
direction (arah tulangan sengkang).
• Melakukan penyimpanan hasil scan kolom dan mencatat object number.
Non Destructive Test (NDT)
Pemeriksaan Konfigurasi Tulangan (Covermeter)
Flowchart Pelaksanaan

Gambar 3.9 Flowchart Pelaksanaan Cover Meter


Non Destructive Test (NDT)
3. Half Cell Potential Test
Umum

Metode pengukuran half-cell potential biasanya melibatkan pengukuran kekuatan


tulangan relatif terhadap rujukan penempatan half-cell pada permukaan beton. Pada
pengujian half-cell biasanya digunakan tembaga/tembaga sulfat atau perak/sel perak
klorida atau kombinasi lainnya. Beton berfungsi sebagai elektrolit dan resiko korosi
tulangan di dekat lokasi pengujian, dapat terkait secara empiris pada perbedaan
pengukuran potensial. Pada beberapa kondisi, pengukuran yang bermanfaat dapat
diperoleh antara dua half-cell pada permukaan beton. Teknik ini biasa digunakan
untuk penilaian ketahanan beton bertulang dimana diprediksi terjadi korosi tulangan.
Non Destructive Test (NDT)
Half Cell Potential Test
Standar

Standar yang dipakai dalam pengujian ini adalah:


• ASTM C876-91: Standar Test method for half-Cell Potential of Uncoated
Reinforcing Steel in Concrete.
• ACI 222R-01: Protection of Metal in Concrete Againts Corrosion
Peralatan

Peralatan yang digunakan pada Half Potential Test yaitu :


• Form pengujian
• Meteran
• 1 Set Half Potential Tester (Tester, probe,
wooden plug, soak, kabel connector, serbuk sulfat)
• Botol dan sendok
• Air
Gambar 3.10 Set Half Cell Potential Tester
Non Destructive Test (NDT)
Half Cell Potential Test
Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan Half Potential Test sebagai berikut ;


• Tahapan Persiapan
a. Membuat larutan elektroda, yaitu mencampurkan 1 gelas besar berisi air (550 ml)
dengan 1 sendok bubuk sulfat, kemudian larutkan dan diaduk. Memindahkan
larutan ke probe.
b. Merendam soak dan wooden plug selama 1 jam dan dibiarkan
c. Marking Area Pengujian. Area pengujian dibuat dalam ukuran 50cm x 50cm,
dengan jarak titik dari tepi terluar adalah 5 cm dan arak antar titik adalah 10 cm.
mengebor beton di dekat area pengujian untuk menghubungkan canin dengan
beton.
d. Melubangi beton sedalam selimut beton
Non Destructive Test (NDT)
Half Cell Potential Test
Metode Pelaksanaan

• Tahapan Pengujian
a. Menghubungkan probe yang berisi larutan elektroda dengan Half Potential Tester
menggunakan kabel connector dan tempelkan kabel connector beton tulangan
yang sudah dilubangi. Memastikan alat terpasang dengan benar. Mengatur ID,
dan mengkonfigurasikan alat tersebut.
b. Pengujian dilakuan dengan menempelkan probe yaitu soak pada permukaan beton
berdasarkan area marking. Melakukan penyimpanan data.

Gambar 3.11 Pengujian Half Cell Potential


Non Destructive Test (NDT)
Half Cell Potential Test
Flowchart Pelaksanaan

Gambar 3.12 Flowchart Pelaksanaan Half Cell Potential Test


Non Destructive Test (NDT)
4. Pengujian Pembebanan (Loading Test)
Umum

Tata cara pelaksanaan loading test telah disesuaikan dengan Peraturan Beton
Bertulang Indonesia (PBI 1971, 1983) dan SNI 2487-2019. Selain itu dipergunakan
juga American Code Institute (ACI 318) sebagai referensi untuk meneliti kekuatan
struktur eksisting secara langsung di lapangan, loading test dilakukan pada pelat
lantai yang ditentukan, dimana sistem pembebanan yang dipakai adalah beban air
yang dianalogikan sebagai beban merata.
Standar

Standar yang dipakai dalam pengujian ini adalah:


• Peraturan Beton Bertulang SNI 2487-2019
• ACI 318-14
Non Destructive Test (NDT)
Pengujian Pembebanan (Loading Test)
Peralatan dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian loading test sebagai berikut:
• Scaffolding dan support
• Dial Gauge ketelitian 0,01 mm
• Timer
• Loading Test Form
• Terpal
• Selang
• Kayu Kasau 5/5
• Pipa besi Panjang 6 meter
• Lampu dan kabel listrik
• Pompa Air
Gambar 3.13 Dial Gauge
• Air
Non Destructive Test (NDT)
Pengujian Pembebanan (Loading Test)
Metode Pelaksanaan

Prosedur Loading test adalah langkah-langkah yang akan diaplikasikan di lapangan


terdiri dari persiapan, penentuan area pembebanan, sampai dengan pemasangan dial
yang akan digunakan untuk mengetahui lendutan yang terjadi di lokasi yang akan
diuji.
Berikut adalah prosedur yang akan diterapkan di lokasi Gedung X Jakarta:
a. Persiapan area yang akan dilakukan pengujian. Area loading berbentuk kolam
dengan 6m x 6m. Jadi total area loading adalah 36 m 2.

Gambar 3.14 Area Pembebanan Lantai 4 Gambar 3.15 Area Pembebanan Lantai 13
Non Destructive Test (NDT)
Pengujian Pembebanan (Loading Test)
Metode Pelaksanaan

b. Pemasangan Scaffolding dan Support sebagai penyokong dial gauge yang akan
dipasang di bawah balok dan pelat pengujian. Catatan : Scaffolding dan Support
tidak boleh menumpu pada area balok dan pelat yang akan diuji.
c. Pemasangan dial gauge dipasang tepat di bawah balok bertumpu pada scaffolding
dan Support.

Gambar 3.16. Pemasangan Dial Gauge


Non Destructive Test (NDT)
Pengujian Pembebanan (Loading Test)
Metode Pelaksanaan

d. Setting dial gauge di angka nol


e. Setelah pemasangan dial gauge selesai, pasang kolam terpal. Pada area loading
test dipasang pelindung bertujuan untuk menjaga area pengujian dari gangguan
luar.
f. Sebelum dilakukan pembebanan dilakukan pemeriksaan kondisi awal balok
sebelum menerima beban dan melakukan dokumentasi.

Gambar 3.17. Pemasangan Terpal Pada Area Pengujian


Non Destructive Test (NDT)
Pengujian Pembebanan (Loading Test)
Metode Pelaksanaan

g. Tahapan pembebanan dan mencatat lendutan diantaranya:


• Kondisi Beban 0%, (belum ada beban)
• Pembebanan 25%, dilakukan selama 1 jam dengan 3 kali pembacaan dial. Catatan:
Waktu pembacaan terlampir pada Loading Test Form
• Pembebanan 50%, dilakukan selama 1 jam dengan 3 kali pembacaan dial. Catatan:
Waktu pembacaan terlampir pada Loading Test Form.
• Pembebanan 75%, dilakukan selama 1 jam dengan 3 kali pembacaan dial. Catatan:
Waktu pembacaan terlampir pada Loading Test Form.
• Pembebanan 100%, dilakukan selama 6 jam dengan 3 kali pembacaan dial. Catatan:
Waktu pembacaan terlampir pada Loading Test Form.
• Pengurangan 50%, dilakukan selama 1 jam dengan 3 kali pembacaan dial. Catatan:
Waktu pembacaan terlampir pada Loading Test Form.
• Pengurangan 0%, (pengosongan beban) dilakukan selama 1 jam dengan 3 kali
pembacaan dial. Catatan : waktu pembacaan terlampir pada Loading Test Form.
Non Destructive Test (NDT)
Pengujian Pembebanan (Loading Test)
Sistem Pembebanan

Pembebanan dilaksanakan dengan menggunakan beban air yang dimasukkan ke dalam


kolam yang telah dibuat. Pembebanan dilakukan secara bertahap. Masing-masing tahap
yang telah ditentukan dapat dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini:
Tabel 3.2 Tahapan Pembebanan
Non Destructive Test (NDT)
Pengujian Pembebanan (Loading Test)
Pengukuran Lendutan

Pengukuran lendutan adalah inti dari loading test, dimana lendutan yang terjadi dapat
memberikan indikasi dari kekuatan struktur eksisting dan perilaku struktur pada saat
menerima beban.
Pengukuran lendutan dilaksanakan dengan mempergunakan dial dengan ketelitian 0,01
mm kapasitas 50 mm. Dial-dial tersebut dipasang pada tiang-tiang referensi yang bebas
dari pengaruh pergerakan-pergerakan yang dapat mempengaruhi pembacaan.
Selain pengukuran lendutan, perilaku struktur lainnya yang terjadi selama loading test
seperti adanya retakan, deformasi maupun gejala failure diamati dan dicatat sebagai
tambahan informasi.
Dalam hal ini lendutan maksimum untuk balok adalah ;
Lendutan ijin = L2 / 20000h
Jika lendutan yang terjadi lebih besar dari L 2/20000h, maka untuk pemulihan lendutan
(recovery) selama 24 jam minimum harus mencapai 75% dari lendutan yang terjadi.
Tabel pencatatan hasil pembacaan lendutan dapat dilihat dibawah ini.
IV. ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Hasil dan Pembahasan
1. Data Hasil Pengujian

Data Hasil UPV Pundit Test untuk mutu elemen struktur pada Struktur X diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Data Hasil UPV Pundit Test Struktur X


Mutu Beton
Uraian  
 fc'  (MPa)
Rata-rata mutu beton kolom 20.66  
Rata-rata mutu beton balok 21.71  
Rata-rata mutu beton pelat 19.34  
Data Hasil Covermeter Test / Pofo Meter Test untuk mutu elemen struktur pada Struktur X
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Tabel 4.3 Data Hasil Covermeter Test / Profo Meter Test


Struktur X
Tebal Selimut Beton
Uraian
Kolom Balok Pelat
Rata-rata tebal selimut beton (mm) 40 60 30
Data Hasil Brinell Test untuk mutu elemen struktur pada Struktur X,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Tabel 4.4 Data Hasil Brinell Test Struktur X


Mutu Tulangan (f y )
Uraian
Kolom Balok Pelat
Rata-rata mutu tulangan utama (MPa) 240 240 240
Rata-rata mutu tulangan geser (MPa) 240 240 240
Tabel 4.5 Data Hasil Hardness Test
2. Data Beban
2.1. Data Beban Hidup
Dengan mengacu pada SNI 1727:2013 Pasal 3.1. dapat ditentukan besaran
beban mati untuk Struktur X, serta untuk besaran nilai beban hidup ditentukan
menurut SNI 1727:2013 Pasal 4 dapat dilihat dalam Tabel 4.7 dibawah ini.
Tabel 4.7 Beban hidup terdistribusi merata minimum,
Lo dan beban hidup terpusat minimum
Tabel 4.7 Beban hidup terdistribusi merata minimum,
Lo dan beban hidup terpusat minimum
2.2. Data Beban Mati

• Beton bertulang : 2400 kg/m3


• Baja : 7850 kg/m3
• Pasir : 1600 kg/m3
• Keramik /Tegel : 2200 kg/m3
• Spesi / Waterproofing : 2100 kg/m3
• Penutup Lantai : 2200 kg/m3
• Plafon + Rangka : 30 kg/m2
• ME : 10 kg/m2
• Beban Atap : 200 kg/m2
• Beban Kantor : 220 kg/m2
• Beban Mall : 300 kg/m2
2.3. Kombinasi Beban
Mengacu pada SNI 2847:2019 Pasal 5.3.1, kombinasi pembebanan yang
digunakan adalah:
1. 1,4D
2. 1,2D +1,6L+ 0,5( Lr atau R )
3. 1,2D + 1,6 (Lr atau R) +(1,0L atau0,5W )
4. 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5( Lr atau R)
5. 1,2D + 1,0E+ 1,0L
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
2.4. Perhitungan Beban Gempa

2.4.1. Ketentuan umum


Gempa rencana, faktor keutamaan gempa dan kategori risiko struktur
bangunan
2.4.2. Gempa rencana
Tata cara ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan nongedung serta
berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Gempa rencana ditetapkan
sebagai gempa dengan kemungkinan terlampaui besarannya selama umur
struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 %.

Kategori resiko bangunan, faktor keutamaan gempa untuk Struktur X


dapat dilihat dalam Tabel 4.8 dan Tabel 4.9 dibawah ini.
Tabel 4.8 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Nongedung Tabel 4.9 Faktor Keutamaan Gempa
Sumber: SNI 1726-2019 Sumber: SNI 1726-2019
2.4.3. Koefisien-koefisien situs dan paramater-parameter respons spektral
percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget
(MCER)
Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan
tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada periode 0,2 detik dan
periode 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait
percepatan pada getaran periode pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait
percepatan yang mewakili getaran periode 1 detik (Fv). Parameter respons
spektral percepatan pada periode pendek (SMS) dan periode 1 detik (SM1)
yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan
perumusan berikut ini:
Dengan koefisien situs Fa dan Fv mengikuti Tabel 4.10 dan Tabel 4.11. Jika kelas
situs SE digunakan sebagai kelas situs berdasarkan 6.1.3, maka nilai Fa tidak boleh
kurang dari 1,2.
Jika digunakan prosedur desain sesuai dengan pasal 8, maka nilai Fa harus
ditentukan
sesuai 8.8.1 serta nilai Fv, SMS, dan SM1 tidak perlu ditentukan.
Tabel 4.10 Tabel 6 – Koefisien situs, Fa
Sumber: SNI 1726-2019

Dengan cara interpolasi diperoleh: Nilai Fa = 1,268

1,1

1,268

1 1,30
0,79 0,75
Dengan cara yang sama dengan menggunakan metode interpolasi maka diperoleh
nilai Fv, sebagai berikut:

Tabel 4.11 Tabel 6 – Koefisien situs, Fv


Sumber: SNI 1726-2019

Dengan cara interpolasi diperoleh: Nilai Fv = 2,4588

2,4

2,4588

0,4 2,80
0,3853 0,3
Lokasi bangunan berada pada Bujur 106,82388 Lintang -6,187307, termasuk
kelas situs SE (kondisi tanah lunak). Bangunan berfungsi sebagai apartemen
dengan kategori risiko II (Tabel 3 SNI 03-1726-2019) dengan Faktor Keutamaan
Gempa ( Ie ) = 1.0 (Tabel 4 SNI 1726-2019). Struktur beton bertulang dengan
sistem penahan gaya seismik yang digunakan adalah sistem rangka pemikul
momen khusu (SRPMK) koefisien modifikasi respon (R) = 8. (Tabel 12 SNI 1726-
2019).
Dari peta respon spektral parameter percepatan gempa dengan 2% kemungkinan
terlampaui dalam kurun waktu 50 tahun dan redaman 5% (SNI 1726-2019)
untuk periode 0.2 detik diperoleh Ss = 0.79 g dan parameter respon spektral
percepatan gempa untuk 1 detik S1 = 0.3853 g. Faktor amplifikasi getaran
terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) = 1,268 (Tabel 6 SNI 1726-
2019) dan factor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1
detik (Fv) = 2,4588 (Tabel 7 SNI 17262019) maka,
Parameter respons spektral percepatan pada periode pendek

= 1,268 X 0,79 = 1,00172 g

Parameter respons spektral percepatan pada periode 1 detik


S M 1=F v S 1=2,4588 X 0,3853=0,9474 g

Keterangan:
Ss = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
periode pendek;
S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
periode 1,0 detik.

Dengan koefisien situs Fa dan Fv mengikuti Tabel 6 dan Tabel 7. Jika kelas situs
SE
digunakan sebagai kelas situs berdasarkan 6.1.3, maka nilai Fa tidak boleh kurang
dari 1,2.
Jika digunakan prosedur desain sesuai dengan pasal 8, maka nilai Fa harus
ditentukan
sesuai 8.8.1 serta nilai Fv, SMS, dan SM1 tidak perlu ditentukan.
Parameter percepatan spektral desain
Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek, S DS dan pada
periode 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:
2
𝑆 𝐷𝑆 = 𝑆 𝑀𝑆
3

Diperoleh nilai SMS = (2/3)SDS = 0,66781g

2
𝑆 𝐷 1= 𝑆 𝑀 1
3

Diperoleh nilai SM1 = (2/3)SD1 = 0,6316g


Untuk periode lebih besar dari Ts tetapi lebih kecil dari atau sama dengan T L,
respons spektral percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan:
= 0,2815

Keterangan:
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek;
SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1 detik;
T = periode getar fundamental struktur.
= 0,18806 detik

TL = Peta transisi periode panjang yang ditunjukkan pada Gambar 3 yang


nilainya diambil dari Gambar 20
TL = 20 detik
Respon Spektrum Desain
Kelas T0 Ts Sds Sd1
SB 0,09 0,45 0,47 0,21
SC 0,12 0,62 0,63 0,39
SD 0,16 0,78 0,63 0,49
SE 0,19 0,94 0,67 0,63
Bujur 106,82388
Lintang -6,187307
pga 0,3768
ss 0,79
s1 0,3853
tl 20
Tabel 4.12 Data Respon Spektrum

Gambar 4.2 Respon Spektrum Desain


Tabel 4.13 Kategori desain seismik berdasarkan parameter
respons percepatan pada perioda pendek
Kategori Risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0.167 A A
0.167 ≤ SDS < 0.33 B C
0.33 ≤ SDS < 0.50 C D
0.50 ≤ SDS D D

Tabel 4.14 Kategori desain seismik berdasarkan parameter


respons percepatan pada perioda 1 detik
Kategori Risiko
Nilai SD1
I atau II atau III IV
SD1 < 0.167 A A
0.067 ≤ SD1 < 0.133 B C
0.133 ≤ SD1 < 0.20 C D
0.20 ≤ SD1 D D
Factor , untuk sistem pemikul gaya seismik untuk Struktur X dapat dilihat
dalam Tabel 4.15 dibawah ini.
Tabel 4.15 factor
Penentuan periode
Periode fundamental struktur, T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh
menggunakan sifat struktur dan karakteristik deformasi elemen pemikul dalam
analisis yang teruji. Periode fundamental struktur, T, tidak boleh melebihi hasil
perkalian koefisien untuk batasan atas pada periode yang dihitung (Cu) dari
Tabel 4.14 dan periode fundamental pendekatan, Ta, yang ditentukan sesuai
SNI 1726-2019 Pasal 7.8.2.1. Sebagai alternatif dalam melakukan analisis
untuk menentukan periode fundamental struktur, T, diizinkan secara langsung
menggunakan periode bangunan pendekatan, Ta, yang dihitung sesuai SNI
1726-2019 Pasal 7.8.2.1.
Periode fundamental pendekatan
Periode fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan dari persamaan
berikut:
𝑇 𝑎=𝐶 𝑡 h 𝑥𝑛
Keterangan:
hn adalah ketinggian struktur (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur,
dan koefisien Ct dan x ditentukan dari Tabel 4.15
Tabel 4.16 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung

𝐷𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎:𝐶 𝑡 =0,0466 , h𝑛 =73,835 𝑚 ;𝑥 =0,9


𝑇 𝑎=0,0466 × 73,8350,9 =2,2378 detik
Tabel 4.17 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung
Sumber: SNI 1726-2019
Parameter percepatan respon spektral desain pada 1 detik SD1 Koefisien Cu
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7

0,945 ≥ 0,4
𝑇 𝑎=2,2378 detik

Digunakan nilai T = 2,2378 detik


PERHITUNGAN BERAT SEISMIK EFEKTIF (W)

Tabel 4.18 Berat Seismik


Story Weight (Wi) Elevasi (hi)
  kgf m
ROOF 2.200.463,71 5,13
L14 1.883.733,37 5,10
L13 1.838.558,93 5,10
L12 1.957.417,93 5,10
L11 1.933.638,27 5,10
L10 2.028.545,56 5,10
L9 2.105.569,28 5,10
L8 2.132.776,47 5,10
L7 2.189.112,70 5,10
L6 2.261.385,46 5,10
L5 2.261.623,88 5,10
L4 2.310.101,01 5,10
L3 2.011.114,24 3,09

ROOF STORAGE 1.179.060,68 3,38


L2 5.162.653,16 5,10
L1 4.902.796,82 5,10
Total 38.358.551,47  
6. Perencanaan Gaya Dasar Seismik
Gaya Dasar Seismik, V, dihitung sesuai persamaan SNI 1726-2019 Pasal 7.8.1
(Pers. 30)
V = Cs . W                                                                  

Keterangan
:
V    = base shear
Cs   = koefisien respons seismik yang ditentukan sesuai
dengan SNI 1726-2019 Pasal 7.8.1.1;
W   = berat seismik efektif menurut SNI 1726-2019
Pasal 7.7.2.
- Perhitungan koefisien respon seismik (SNI 1726-2019, Pasal 7.8.1. Pers. 31)

Cs = SDs
R
Ie

Cs = 0,670 = 0,0838
8
1,0
Gambar 4.3. Peta Transisi Periode Panjang, T L, Wilayah Indonesia
Diperoleh nilai: Ta ≤ TL
2,2378 detik detik ≤ 20 detik
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan (3.19) tidak
perlu melebihi berikut ini:

Untuk T ≤ TL

SDS
Cs = ....................................................................................... (3.20)
R
Cs T =  0,0255
 Ie 
0, 607
Cs   0, 022968
 8 
3, 2872   
 1, 0 
Cs = 0,000295
Maka, Cstidak
Cs harus yangkurang dari
Cs harus tidak kurang
digunakan 3
dari= 0,0255
C  0, 044 S I 0, 01 ......................................................................... (3.21)
s DS

Cs  0, 044S DS I33 0, 01 ......................................................................... (3.21)


Cs  0, 044  0, 607  (1, 0)  0, 01  0, 000267
Distribusi Vertikal
 Distribusi
DistribusiVertikal
VertikalGaya
GayaSeismik
SeismikStruktur
StrukturAA(RSNI03
(RSNI031726-2018,
1726-2018,Pasal
Pasal
• Distruibusi Vertikal Gaya Seismik Struktur X (SNI 1726-2019,Pasal 7.8.3.)
7.8.3)
7.8.3)
• Gaya gempa lateral Fx (kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari
Gayagempa
Gaya gempalateral
lateralFFx x(kN)
(kN)yang
yangtimbul
timbuldidisemua
semuatingkat
tingkatharus
harusditentukan
ditentukandari
dari
persamaan berikut:
persamaanberikut:
persamaan berikut:

FFx xccvxvxVV....................................................................................................
....................................................................................................(3.22)
(3.22)
dan:
Dimana :
dan:
Geser Dasar Seismik :
V W kk =
h Cs x W
C  Wx hx x x = ............................................................................................ (3.23)
Cvxvx 0,0255 x 38.358.551,47
............................................................................................ (3.23)

nn k
wwhi hki=
i i11 i i
977.292,62 kg

Dimana: (Perioda, Ta
Dimana:=
k 2 = 3,2872 detik)
CCvxvx == faktordistribusi
faktor distribusivertical
vertical

VV == Gayalateral
Gaya lateraldesain
desaintotal
totalatau
ataugeser
geserdididasar
dasarstruktur,
struktur,dinyatakan
dinyatakan
dalamkilonewton
dalam kilonewton(kN)
(kN)

wwi idan
danwwx x == Bagianberat
Bagian beratseismik
seismikefektif
efektiftotal
totalstruktur
struktur(W)
(W)yang
yangditempatkan
ditempatkan
ataudikenakan
atau dikenakanpada
padatingkat
tingkati iatau
atauxx

hhi idan
danhhx x == Tinggidari
Tinggi daridasar
dasarsampai
sampaitingkat
tingkati iatau
ataux,x,dinyatakan
dinyatakandalam
dalam
dan:

Wx hxk
Cvx  ............................................................................................ (3.23)
 i1 wi hik
n

Dimana:
Cvx = faktor distribusi vertical
V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur, dinyatakan
dalam kilonewton (kN)
wi dan wx = Bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang ditempatkan
atau dikenakan pada tingkat i atau x
hi dan hx = Tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dinyatakan dalam
meter (m)
k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:
untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau
kurang, k=1
untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau
lebih, k=2
untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik,
k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier
antara 1 dan 2

Dengan cara interpolasi diperoleh nilai, k = 1,75 (Perioda, Ta = 2,2378 detik)


Tabel 4.19 Perhitungan besaran Distribusi Vertikal Gaya Gempa Struktur X
Story Weight (Wi) Elevasi (hi) hik wi hik cv(x,y)
  kgf m      
ROOF 2.200.463,71 5,13 17,46 38.413.022,67 0,06
L14 1.883.733,37 5,10 17,31 32.603.726,36 0,05
L13 1.838.558,93 5,10 17,31 31.821.845,49 0,05
L12 1.957.417,93 5,10 17,31 33.879.061,43 0,05
L11 1.933.638,27 5,10 17,31 33.467.482,20 0,05
L10 2.028.545,56 5,10 17,31 35.110.141,06 0,06
L9 2.105.569,28 5,10 17,31 36.443.270,44 0,06
L8 2.132.776,47 5,10 17,31 36.914.173,48 0,06
L7 2.189.112,70 5,10 17,31 37.889.243,02 0,06
L6 2.261.385,46 5,10 17,31 39.140.142,60 0,06
L5 2.261.623,88 5,10 17,31 39.144.269,19 0,06
L4 2.310.101,01 5,10 17,31 39.983.313,13 0,06
L3 2.011.114,24 3,09 7,18 14.442.197,70 0,02
ROOF
STORAGE 1.179.060,68 3,38 8,40 9.908.667,76 0,02
L2 5.162.653,16 5,10 17,31 89.355.390,52 0,14
L1 4.902.796,82 5,10 17,31 84.857.787,44 0,13
Total 38.358.551,47     633.373.734,49 1,0000
Perhitungan besaran Distribusi Gaya Geser Struktur X dapat
dilihat dalam Tabel 4.20
Tabel 4.20 Distribusi Gaya Geser Struktur X
Story Weight (Wi) Elevasi (hi) hik wi hik cv(x,y) Fx Fy (30%)
  kgf m       kg kg
ROOF 2.200.463,71 5,13 17,46 38.413.022,67 0,0606 979.532,08 293.859,62
L14 1.883.733,37 5,10 17,31 32.603.726,36 0,0515 831.395,02 249.418,51
L13 1.838.558,93 5,10 17,31 31.821.845,49 0,0502 811.457,06 243.437,12
L12 1.957.417,93 5,10 17,31 33.879.061,43 0,0535 863.916,07 259.174,82
L11 1.933.638,27 5,10 17,31 33.467.482,20 0,0528 853.420,80 256.026,24
L10 2.028.545,56 5,10 17,31 35.110.141,06 0,0554 895.308,60 268.592,58
L9 2.105.569,28 5,10 17,31 36.443.270,44 0,0575 929.303,40 278.791,02
L8 2.132.776,47 5,10 17,31 36.914.173,48 0,0583 941.311,42 282.393,43
L7 2.189.112,70 5,10 17,31 37.889.243,02 0,0598 966.175,70 289.852,71
L6 2.261.385,46 5,10 17,31 39.140.142,60 0,0618 998.073,64 299.422,09
L5 2.261.623,88 5,10 17,31 39.144.269,19 0,0618 998.178,86 299.453,66
L4 2.310.101,01 5,10 17,31 39.983.313,13 0,0631 1.019.574,48 305.872,35
L3 2.011.114,24 3,09 7,18 14.442.197,70 0,0228 368.276,04 110.482,81
ROOF
STORAGE 1.179.060,68 3,38 8,40 9.908.667,76 0,0156 252.671,03 75.801,31
L2 5.162.653,16 5,10 17,31 89.355.390,52 0,1411 2.278.562,46 683.568,74
L1 4.902.796,82 5,10 17,31 84.857.787,44 0,1340 2.163.873,58 649.162,07
Total 38.358.551,47     633.373.734,49 1,0000 16.151.030,23 4.845.309,07
Nilai Fx dan Fy dari Tabel 4.10 dan 4.11 diatas dimasukkan untuk input parameter beban
kedalam program ETABS 2018 sebagai beabn gempa pada arah sumbu x dan sumbu y pada
masing-masing lantai bangunan Struktur X, sehingga akan mendapatkan nilai gaya-gaya
dalam yang dapat digunakan untuk mengetahui keandalan elemen-elemen Struktur X.

Analisa harus dilakukan untuk menentukan ragam getar alami untuk struktur. Analisa harus
menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam
terkombinasi sebesar 100% dari massa struktur.

Dari hasil analisis Etabs 2018 periode getar untuk Struktur


X adalah;
Tc = 0,06 detik

Dapat dilihat dudalam Tabel 4.21


dibawah ini.
Tabel 4.21 Modal Participating Mass Ratio
Tabel 4.21 Modal Participating Mass Ratio

Tc = 0,06
T = Tc ≤ Ta maks
= 0,06 ≤ 3,287 OK
2. Denah Struktur

Gambar 4.4. Denah Lantai 1 Gambar 4.5. Denah Lantai 2


Gambar 4.6. Denah Roof Storage Gambar 4.7. Denah Lantai 3

Gambar 4.8. Denah Lantai 4 Gambar 4.9. Denah Lantai 5


Gambar 4.10. Denah Lantai 6 Gambar 4.11. Denah Lantai 7

Gambar 4.12. Denah Lantai 8 Gambar 4.13. Denah Lantai 9


Gambar 4.14. Denah Lantai 10 Gambar 4.15. Denah Lantai 11

Gambar 4.16. Denah Lantai 12 Gambar 4.17. Denah Lantai 13


Gambar 4.18. Denah Lantai 14 Gambar 4.19. Denah Lantai Roof
Perancangan Struktur

Struktur atas dimodelkan sebagai sistem rangka beton bertulang yang dijepit pada lantai
basement dan terdiri atas kolom, balok dan pelat dengan dimodelkan menggunakan
progran komputer ETABS secara 3 dimensi.
Konsep Perhitungan Struktur

a. Kolom
Kolom direncanakan sebagai kolom beton dengan analisa dari output ETABS dan
pengecekan dengan bantuan SPColumn, serta pengecekan perhitungan secara manual.
b. Balok
Balok direncanakan menggunakan balok beton dengan analisa output Etabs dan
pengecekan perhitungan secara manual.
c. Pelat Lantai
Pelat direncanakan menggunakan beton konvensional dengan analisa perhitungan
menggunakan bantuan formula Excel.
Pemodelan Struktur Eksisting

Pemodelan struktur eksisting dengan bantuan Program Etabs.

Gambar 4.20 Pemodelan Struktur Eksisting


Pemodelan Struktur Eksisting

Gambar 4.21. Bidang Gaya Dalam Momen Gambar 4.22. Bidang Gaya Dalam
Akibat Beban Gempa Geser Akibat Beban Gempa
Tabel 4.22 Simpangan antar tingkat izinΔ  struktur X ab
a

 Kategori risiko 
Struktur
I atau II III IV
Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4 tingkat
atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan
0,025 h sx
c 0,020 h 0,015 h
sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk sx sx
mengakomodasi simpangan antar tingkat.
Struktur dinding geser kantilever batu batad 0,010 h 0,010 h 0,010 h
sx
Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 h sx 0,007 h 0,007 h sx
Semua struktur lainnya 0,020 hsx sx 0,015 h
sx
0,010 h sx
sx sx

Dari Tabel 4.22 diatas didapat simpangan ijin antar lantai untuk kategori resiko II (struktur lainnya),
untuk Struktur A sebesar 0,020 h sx .
Didapatkan hasil bahwa persyaratan simpangan antar lantai pada arah X dan arah Y, sehingga Struktur
A, terpenuhi untuk memenuhi persyaratan kemampuan layan. Hasil perhitungan simpangan antar lantai
untuk kedua arah X dan Y dapat dilihat dalam Tabel 4.21 dan Tabel 4.22 .
Berdasarkan SNI 1726:2019 torsi terdiri atas torsi bawaan dan torsi tidak terduga. Nilai eksentrisitas
dari torsi bawaan arah X dan arah Y Struktur A dapat dilihat dalam Tabel 4.23. dan Tabel 4.24..
Tabel 4.23. Simpangan antar lantai arah X struktur X
Story h (m) CM Displ (mm) δxe (mm) δx (mm) δijin (mm) STATUS
ROOF 5,125 48,2398 -1,0163 -5,58965 102,5 OK
L14 5,1 49,2561 0,3242 1,7831 102 OK
L13 5,1 48,9319 0,1136 0,6248 102 OK
L12 5,1 48,8183 0,0276 0,1518 102 OK
L11 5,1 48,7907 0,0055 0,03025 102 OK
L10 5,1 48,7852 -0,057 -0,3135 102 OK
L9 5,1 48,8422 0,0941 0,51755 102 OK
L8 5,1 48,7481 -0,1054 -0,5797 102 OK
L7 5,1 48,8535 0,1016 0,5588 102 OK
L6 5,1 48,7519 -0,0014 -0,0077 102 OK
L5 5,1 48,7533 -0,0046 -0,0253 102 OK
L4 5,1 48,7579 0,0393 0,21615 102 OK
L3 3,085 48,7186 27,8411 153,12605 61,7 NOT OK
ROOF
STORAG 3,375 20,8775 -21,7406 -119,5733 67,5 OK
E
L2 5,1 42,6181 -0,6743 -3,70865 102 OK
L1 5,1 43,2924 43,2924 238,1082 102 NOT OK
Tabel 4.24. Simpangan antar lantai arah Y struktur X
Story h (m) CM Displ (mm) δxe (mm) δx (mm) δijin (mm) STATUS
ROOF 5,125 45,7395 0,0159 0,08745 128,125 OK
L14 5,1 45,7236 0,0052 0,0286 127,5 OK
L13 5,1 45,7184 0,1493 0,82115 127,5 OK
L12 5,1 45,5691 0,0582 0,3201 127,5 OK
L11 5,1 45,5109 -0,0049 -0,02695 127,5 OK
L10 5,1 45,5158 -0,0255 -0,14025 127,5 OK
L9 5,1 45,5413 0,0384 0,2112 127,5 OK
L8 5,1 45,5029 0,0241 0,13255 127,5 OK
L7 5,1 45,4788 -0,0239 -0,13145 127,5 OK
L6 5,1 45,5027 0,0017 0,00935 127,5 OK
L5 5,1 45,501 -0,0017 -0,00935 127,5 OK
L4 5,1 45,5027 -0,0001 -0,00055 127,5 OK
L3 3,085 45,5028 -19,5733 -107,65315 77,125 OK
ROOF
3,375 65,0761 27,1823 149,50265 84,375 NOT OK
STORAGE
L2 5,1 37,8938 0,5041 2,77255 127,5 OK
L1 5,1 37,3897 37,3897 205,64335 127,5 NOT OK
Tabel 4.25. Pengecekan Torsi arah Sumbu X
Story δmax (mm) δmin (mm) δAVG (mm) 1,2 δAVG (δmax/1,2 δAVG)2 Hasil
TIDAK ADA
ROOF 48,240 48,2398 48,240 57,888 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L14 49,2561 49,2561 49,256 59,107 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L13 48,932 48,9319 48,932 58,718 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L12 48,818 48,8183 48,818 58,582 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L11 48,791 48,7907 48,791 58,549 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L10 48,785 48,7852 48,785 58,542 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L9 48,842 48,8422 48,842 58,611 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L8 48,748 48,7481 48,748 58,498 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L7 48,854 48,8535 48,854 58,624 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L6 48,752 48,7519 48,752 58,502 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L5 48,753 48,7533 48,753 58,504 0,694 TORSI
TIDAK ADA
Tabel 4.26. Pengecekan Torsi arah Sumbu Y
δAVG
Story δmax (mm) δmin (mm) 1,2 δAVG (δmax/1,2 δAVG)2 Hasil
(mm)
TIDAK ADA
ROOF 45,740 45,740 45,740 54,887 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L14 45,724 45,724 45,724 54,868 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L13 45,718 45,718 45,718 54,862 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L12 45,569 45,569 45,569 54,683 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L11 45,511 45,511 45,511 54,613 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L10 45,516 45,516 45,516 54,619 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L9 45,541 45,541 45,541 54,650 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L8 45,503 45,503 45,503 54,603 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L7 45,479 45,479 45,479 54,575 0,694 TORSI
TIDAK ADA
L6 45,503 45,503 45,503 54,603 0,694 TORSI
TIDAK ADA
Untuk mengecek jenis torsi yang terjadi maka dilakukan perbandingan antara nilai
 rata  rata yang telah difaktorkan dengan  max yang ada. Dengan ketentuan sebagai
berikut:
  max  1, 2 rata  rata maka struktur dianggap tanpa ketidakberaturan torsi

 1, 2 rata  rata   max  1, 4 rata  rata maka struktur dianggap memiliki


ketidakberaturan torsi 1a
  max  1, 4 rata rata maka struktur dianggap memliki ketidakberaturan torsi 1b
Berdasarkan ketentuan diatas maka terlihat bahwa struktur tanpa ketidakberaturan
torsi sehingga nilai Ax da Ay bernilai 1.
Pemeriksaan Balok Struktur

Pada bagian ini, akan direview hasil analisis struktur terhadap kondisi eksisting.
Analisis berikut mengikutsertakan hasil pembebanan akibat gempa. Berikut hasil
analisisnya:

Diambil salah satu contoh penulangan yang terpasang pada gambar struktur
(dilingkari merah). Lalu dengan penampang balok G12-35X75(3-1) dengan
spesifikasi seperti di bawah:
Pemeriksaan Balok Struktur
Pada bagian ini, akan direview hasil analisis struktur terhadap kondisi eksisting. Analisis
berikut mengikutsertakan hasil pembebanan akibat gempa. Berikut hasil analisisnya:

Gambar 4.23. Denah Balok Struktur X


Hasil Gaya Dalam Balok A

Gambar 4.24. Hasil Perhitungan Kapasitas Balok A


Struktur X
Hasil Gaya Dalam Balok A

Gambar 4.24. Hasil Perhitungan Kapasitas Balok A


Struktur X
Hasil Perhitungan
Kapasitas Balok A
Struktur X

Gambar 4.25. Hasil Perhitungan Kapasitas Balok A


Struktur X
Hasil Perhitungan
Kapasitas Balok
A Struktur X

Gambar 4.25. Hasil Perhitungan Kapasitas Balok A


Struktur X
Hasil Perhitungan
Kapasitas Balok A
Struktur X

Gambar 4.25. Hasil Perhitungan Kapasitas Balok A


Struktur X
Hasil Perhitungan
Kapasitas Balok A
Struktur X

Gambar 4.25. Hasil Perhitungan Kapasitas Balok A


Struktur X
Pemeriksaan Tulangan Balok G12-35X75 (3-1) Struktur X
Diambil salah satu contoh penulangan yang terpasang pada gambar struktur
(dilingkari merah). Lalu dengan penampang balok G12-35X75 (3-1 dengan
spesifikasi seperti di bawah:

Gambar 4.27 Luas Tulangan Rencana


balok G12

Gambar 4.26 Penulangan balok G12


Luas tulangan negative kebutuhan: 3683 mm2 terpasang 6D25, As: 2946,429
mm2 (TIDAK OK!)
Luas tulangan positif kebutuhan: 2342 mm2 terpasang 4D25, As: 1964,286
mm2 (TIDAK OK!)

Gambar 4.28 Nilai Gaya Geser

Selanjutnya pemeriksaan terhadap sengkang terpasang:


Vu : 190,9046 KN
Vn : 309,2995 KN (OK!)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa balok ini mampu terhadap geser
namun pada pemeriksaan lentur negatif dan positif, kapasitas balok belum
memenuhi persyaratan.
Hasil Gaya Dalam
Balok B

Gambar 4.29. Data Balok B Struktur X


Hasil Gaya Dalam
Balok B

Gambar 4.29. Data Balok B Struktur X


Hasiltulangan
Luas Perhitungan
negative kebutuhan: 2342 mm2 terpasang 8D32, As: 6436,571429
Kapasitas Balok
B Struktur
mm2 (TIDAKX OK!)

Luas tulangan positif kebutuhan: 3683 mm2 terpasang 10D32, As: 8045,714286

mm2 (TIDAK OK!)

Gambar 4.30. Hasil Perhitungan


Kapasitas Balok B Struktur X
Hasiltulangan
Luas Perhitungan
negative kebutuhan: 2342 mm2 terpasang 8D32, As: 6436,571429
Kapasitas Balok
B Struktur
mm2 (TIDAKX OK!)

Luas tulangan positif kebutuhan: 3683 mm2 terpasang 10D32, As: 8045,714286

mm2 (TIDAK OK!)

Gambar 4.30. Hasil Perhitungan


Kapasitas Balok B Struktur X
Hasiltulangan
Luas Perhitungan
negative kebutuhan: 2342 mm2 terpasang 8D32, As: 6436,571429
Kapasitas Balok
B Struktur
mm2 (TIDAKX OK!)

Luas tulangan positif kebutuhan: 3683 mm2 terpasang 10D32, As: 8045,714286

mm2 (TIDAK OK!)

Gambar 4.30. Hasil Perhitungan


Kapasitas Balok B Struktur X
Hasiltulangan
Luas Perhitungan
negative kebutuhan: 2342 mm2 terpasang 8D32, As: 6436,571429
Kapasitas Balok
B Struktur
mm2 (TIDAKX OK!)

Luas tulangan positif kebutuhan: 3683 mm2 terpasang 10D32, As: 8045,714286

mm2 (TIDAK OK!)

Gambar 4.30. Hasil Perhitungan


Kapasitas Balok B Struktur X
Pemeriksaan Balok B Struktur X
Diambil salah satu contoh penulangan yang terpasang pada gambar struktur
(dilingkari merah). Lalu dengan penampang balok G6-450X1200~850~1200
dengan spek seperti di bawah:
Pemeriksaan Tulangan Balok B G6-450X1200~850~1200Struktur X
Diambil salah satu contoh penulangan yang terpasang pada gambar struktur
(dilingkari merah). Lalu dengan penampang balok G6-450X1200~850~1200
dengan spesifikasi seperti di bawah:

Gambar 4.32 Luas Tulangan Rencana


balok G6

Gambar 4.31 Penulangan balok G6


Luas tulangan negative kebutuhan: 1783 mm2 terpasang 3D32, As: 2413,714
mm2 (OK!)
Luas tulangan positif kebutuhan: 1788 mm2 terpasang 4D32, As: 3218,286
mm2 (OK!)

Gambar 4.33 Nilai Gaya Geser


Selanjutnya pemeriksaan terhadap sengkang terpasang:
Vu : 363,1494 KN
Vn : 620,9391 KN (OK!)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa balok ini mampu terhadap geser dan
pada pemeriksaan lentur negatif dan positif, kapasitas balok belum memenuhi
persyaratan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa balok ini mampu terhadap geser dan
pada pemeriksaan lentur negatif dan positif, kapasitas balok juga masih
memenuhi.
Secara keseluruhan diperoleh data kesimpulan atas Rasio kapasitas Balok
terhadap Beban Rencana, seperti dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 4.27 Tabel Rasio Kapasitas Balok Struktur X
Tabel 4.27 Tabel Rasio Kapasitas Balok Struktur X
Tabel 4.27 Tabel Rasio Kapasitas Balok Struktur X
Tabel 4.27 Tabel Rasio Kapasitas Balok Struktur X
Tabel 4.27 Tabel Rasio Kapasitas Balok Struktur X
Pemeriksaan Kolom
Secara praktis keandalan elemen struktur beton bertulang ditentukan sebagai rasio
antara besaran beban yang bekerja dibandingkan dengan kapasitas beban yang
dimiliki oleh elemen struktur tersebut, khususnya elemen kolom struktur.
Pada Struktur X, Kolom 60/60 memiliki kapasitas kekuatan kolom yang cukup
untuk menahan beban yang bekerja, dimana rasio keandalan terbesar adalah
0,924 sehingga masih terdapat cadangan kekuatan kolom.
Kolom 70/200 secara umum dalam kondisi baik namun terjadi kegagalan struktur
kolom karena terdapat gaya aksial yang besar pada kombinasi beban
DCon26max, DCon28max dimana rasio terbesar adalah 1,122 yang artinya
kapasitas kolom masih dibawah beban rencana yang bekerja khusus pada
kombinasi beban untuk beban-beban gempa, seperti yang ditunjukkan didalam
Gambar 4.32 sampai Gambar 4.35.
Gambar 4.33 Cek Kolom 70x140
Gambar 4.34 Cek Kolom 70x160
Gambar 4.35 Cek Kolom 60x60
Gambar 4.36 Cek Kolom 70x200
Berikut ini adalah Tabel Hasil Perhitungan Rasio Kapasitas Kolom,

Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur


X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Tabel 4.28 Tabel Rasio Kapasitas Kolom Struktur X
Pemeriksaan Keandalan Struktur
Untuk pengecekan Strong Coloumn Weak Beam, kekuatan lentur harus
dijumlahkan sedemikian hingga momen-momen kolom yang berlawanan dengan
momen-momen balok harus dipenuhi untuk momen-momen balok yang bekerja
pada kedua arah pada bidang vertikal rangka yang ditinjau. Hasil Kekuatan
Kolom Terhadap Balok Struktur X ditunjukkan dalam Gambar 4.36 dapat dilihat
dengan jelas bahwa kolom lebih lemah daripada balok sehingga perlu dilakukan
perbaikan/penguatan pada kolom-kolom strukturalnya.
Gambar 4.37 Hasil Kekuatan Kolom Terhadap Balok Struktur X
Ketika terjadi plastifikasi dibalok, gaya yang terjadi di dalam balok akan
ditransfer ke dalam kolom. Oleh karena itu, momen kapasitas kolom harus
sanggup menerima gaya yang terjadi. Momen tersebut juga tidak terlepas dari
gaya geser. Ketika kolom bergoyang, sambungan balok dan kolom akan
mengalami gaya tarik dan tekan karena ikut menahan kolom yang bergoyang.
Gaya tersebut harus didesain sehingga joint tersebut dilindungi dari gaya yang
terjadi. Ilustrasi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.38dibawah ini

Gambar 4.38 Free‐body Diagram di Joint Kolom‐Balok


Ketika dengan
Sesuai terjadi plastifikasi
SNI, joint dibalok,
kolom harus
gaya dilindungi
yang terjadi
jugadioleh
dalam
tulangan
balok geser
akan
ditransferdari
menerus ke kolom.
dalam Sengkang
kolom. Oleh
ini melindungi
karena itu, joint
momendari runtuhnya
kapasitas kolom
“Joint Core”
harus
sanggup
akibat gaya
menerima
tarik dangaya
tekan.
yang
Berikut
terjadi.
adalah
Momen
contoh
tersebut
tulangan
juga
geser
tidak
yang
terlepas
harus dari
ada
gaya
di jointgeser.
sepertiKetika
ditunjukkan
kolomdalam
bergoyang,
Gambar 4.39
sambungan
dibawah balok
ini. dan kolom akan
mengalami gaya tarik dan tekan karena ikut menahan kolom yang bergoyang.

Gambar 4.39 Detail Join Struktur

Pada Gambar 4.40 di bawah ini, diperlihatkan bahwa semua rasio geser join
mengalami N/A atau Not Applicable, rasio lebih besar dari 1, maka kegagalan
geser pada joint dapat mengakibatkan runtuhnya bangunan apabila terjadi gempa.
Ketika terjadi plastifikasi dibalok, gaya yang terjadi di dalam balok akan
ditransfer ke dalam kolom. Oleh karena itu, momen kapasitas kolom harus
sanggup menerima gaya yang terjadi. Momen tersebut juga tidak terlepas dari
gaya geser. Ketika kolom bergoyang, sambungan balok dan kolom akan
mengalami gaya tarik dan tekan karena ikut menahan kolom yang bergoyang.

Gambar 4.40 Rasio Joint Shear Struktur X


Pemeriksaan Pelat

Gambar 4.41 Perhitungan kapasitas pelat S135


Gambar 4.42 Penulangan Pelat S135
Pemeriksaan Pelat

Gambar 4.43 Perhitungan kapasitas pelat S150


Gambar 4.44 Penulangan Pelat S150
Pemeriksaan Pelat

Gambar 4.45 Perhitungan kapasitas pelat S150


Gambar 4.46 Penulangan Pelat S200
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan pengujian tanpa merusak dan analisa struktur dengan bantu
software ETABS 2018 pada Struktur X yang dianalisa dengan mengacu pada
Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI-
1726-2019, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
• Kesimpulan
1. Pada Struktur X, ada beberapa kolom, belum memenuhi syarat teknis
dalam menahan gaya-gaya dalam yang terjadi akibat beban gempa, dimana
banyak ditemukan elemen kolom yang nilai momen kapasitas < momen
rencana.
2. Ada beberapa balok belum memenuhi syarat teknis dalam menahan gaya-
gaya dalam yang terjadi akibat beban gempa.
3. Pelat lantai memerlukan perkuatan dalam menahan beban yang terjadi.
4. Untuk rasio join antara kolom dan balok, didapatkan hasil bahwa kolom
lebih lemah daripada balok sehingga perlu dilakukan perbaikan kolom.
• Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Pihak pemilik gedung yang gedungnya telah melewati usia 30 tahun atau telah
mengalami gempa diatas 6 SR perlu diaudit strukturnya secara menyeluruh.
2. Berdasarkan hasil pengujian NDT pada ketiga struktur, perlu dilakukan
perkuatan struktur, Perkuatan struktur dengan menggunakan metode antara lain:
• Concrete Jacketing (Penambahan dimensi struktur beton)
• Steel Plate Bonding/H-Beam (Penambahan pelat baja/H-beam)
• Epoxy Spray (Menyemprotkan cairan epoxy ke dalam beton)
• Fiber Reinforced Polymer (FRP)
3. Pihak pemilik gedung disarankan untuk melakukan perawatan rutin ataupun
berkala untuk bangunan gedung, dan melakukan assesmen struktur secara
berkala setiap 5 tahun.
SEKIAN DAN TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai