LANDASAN TEORI
5
a. Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung
akibat gempa yang kuat.
b. Membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampa sedang,
sehingga masih dapat diperbaiki.
c. Membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika
terjadi gempa ringan sampai sedang.
d. Mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung.
Menurut Applied Technology Council (ATC)-40, kriteria-kriteria struktur tahan
gempa adalah sebagai berikut:
a. Immediete Occupancy (IO)
Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa tersebut, struktur
tidak mengalami kerusakan struktural dan tidak mengalami kerusakan
non struktural. Sehingga dapat langsung dipakai.
b. Life Safety (LS)
Struktur gedung harus mampu menahan gempa sedang tanpa
kerusakan struktur, walaupun ada kerusakan pada elemen non-struktur.
c. Collapse Pervention (CP)
Struktur harus mampu menahan gempa besar tanpa terjadi keruntuhan
struktural walaupun struktur telah mengalami rusak berat, artinya
kerusakan struktur boleh terjadi tetapi harus dihindari adanya korban
jiwa manusia.
6
(Es) didapat dari perbandingan indeks seismik dan kerusakan bangunan yang
disebabkan oleh gempa Tokachi tahun 1968 dan gempa Miyagiken tahun 1978
seperti yang terlihat pada gambar 2.1.
7
berlanjut sampai mencapai poin ‘b’ yang merupakan titik kehancuran dari struktur
kekakuan frame.
Nilai seismik bangunan dinyatakan dengan indeks seismik dasar (E0) yaitu
sebuah nilai nilai dasar yang menetukan kinerja seismik bangunan dengan
mengevaluasi kineja seismik bangunan berdasarkan kekuatan dan daktilitas
bangunan tersebut. Nilai indeks seismik dasar (E0) akan dibandingkan dengan
indeks seismik yang dibutuhkan untuk struktur (Es) untuk menyimpulkan apakah
bangunan tersebut aman terhadap gempa atau tidak (The Japan Building Disaster
Prevention Association, 2001).
8
peristiwa gempa yang terjadi 1 (satu) dekade terakhir di Sumatera Barat, banyak
bangunan beton bertulang yang rusak dan roboh. (Maidiawati et. al. 2008 dan
EERI, 2009).
Gedung yang memiliki rasio (luas dinding terhadap luas lantai bangunan)
yang lebih tinggi yaitu sebesar 1.2 dapat bertahan selama gempa, sedangkan
gedung dengan rasio 0.2 mengalami keruntuhan total (Maidiawati et. al, 2008).
Hal ini memberikan gambaran bahwa dinding bata dalam rangka struktur beton
bertulang dapat memberi pengaruh terhadap rangka struktur beton bertulang itu
sendiri dalam menerima beban gempa.
Pengaruh dinding bata terhadap rangka struktur selalu diabaikan dalam
perencanaan dan hanya dianggap sebagai komponen tanpa penahan beban (non
structure), (Maidiawati, 2008). Beberapa peneliti sebelumnya telah mendapatkan
bahwa dinding bata dalam struktur rangka dapat meningkatkan kekakuan lateral
gedung beton bertulang (Chaker and Cherifati, 1999). Dan dinding bata dalam
struktur rangka dapat meningkatkan kekuatan lateral struktur secara keseluruhan
yaitu sebesar empat kali lebih besar dari pada struktur rangka tanpa dinding bata,
namun daktilitas struktur berkurang dari setengahnya (Maidiawati et. al, 2011).
9
kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Kurva pushover dipengaruhi
oleh pola distribusi gaya lateral yang digunakan sebagai beban dorong.
(Dewobroto, 2005)
Struktur gedung saat menerima beban gempa, maka akan memikul base
shear. Base shear tiap lantai merupakan fungsi dari massa (m) dan kekakuan (k)
dari tiap lantai tersebut. Base shear mengakibatkan tiap lantai
bergeser/displacement dari kedudukan semula. Apabila sifat geometri struktur
simetris maka simpangan yang terjadi hanya pada satu bidang (2-dimensi) yaitu
simpangan suatu massa pada setiap saat hanya mempunyai posisi/ordinat tunggal
sehingga dapat dianggap sebagai satu kesatuan Single Degree of Freedom (SDOF)
dengan parameter displacement yang diukur adalah pada atap. Saat gaya gempa
bekerja, maka gedung akan merespon beban gempa tersebut dengan memberikan
gaya-gaya dalam. Apabila gaya-gaya dalam tersebut melebihi
kemampuan/kapasitas gedung, maka gedung akan berperilaku in-elastis apabila
struktur cukup daktail tetapi langsung hancur apabila kurang daktail.
(Nurchasanah, et, al, 2015).
10
Tujuan nonlinear static pushover analysis adalah mengevaluasi prilaku
seismik struktur terhadap beban gempa, yaitu memperoleh nilai faktor daktilitas
aktual dan faktor reduksi gempa aktual struktur. Dari analisis ini didapat kurva
kapasitas yang menunjukkan hubungan gaya geser dasar (base shear) terhadap
peralihan, yang memperlihatkan perubahan prilaku struktur dari linier menjadi
nonlinear. Hal itu berupa penurunan kekakuan yang diindikasikan dengan
penuruna kemiringan kurva akibat terjadinya sendi plastis pada kolom dan balok.
(Pranata, 2006).
Beban lateral statik yang mewakili gaya gempa diterapkan pada pusat massa
di setiap lantai. Ada beberapa rumus yang dipakai STERA 3D untuk menentukan
distribusi beban sepanjang ketinggian bangunan, salah satunya yaitu UBC
(Uniform Building Code 1997).
( )
n
F i=( Q B −F t ) wi hi / ∑ w j h j (1-1)
j=1
{
F t= 0.07 T Q B ,if T >0.7 sec
0 ,if T ≤ 0.7 sec
(1-2)
Dimana,
√(∑ )( )
n n
wi δ ÷ g ∑ f i δ i
2
T =2 π i
i=1 i=1 (1-3)
QB = V
3.0 C a
V= W (1-4)
R
Keterangan :
QB = Gaya Geser
T = Periode elastik fundamental getaran dalam hitungan detik
W = Total beban mati seismik
wi, wx =Bagian berat seisimik efektif total struktur (W) yang
dikenakan pada tingkat i atau x
11
R = Struktural Sistem. (Tabel 2.1)
Ca = Seismik Koefisien. (Tabel 2.2)
12
Gambar 2.6 UBC Distribusi
(Sumber : STERA Technical Manual V5.8)
13
gravity load
a. Steel 4.4 2.2 160
b. Concrete 2.8 2.2 -
c. Heavy timber 2.8 2.2 65
2. Building Frame system 1. Steel ecctrically barced frame (EBF) 7.0 2.8 240
2. Light-framed wall with shear panels
a. Wood structural panel wall for 6.5 2.8 65
structures three stories or less
b. All other light-framed wall
3. Shaer wall 5.0 2.8 65
a. Concrete
b. Masonry 5.5 2.8 240
4. Ordinary braced frames 5.5 2.8 160
a. Steel
b. Concrete
5.6 2.2 160
c. Heavy timber
5.6 2.2 -
5. Special concentrically braced frames
5.6 2.2 65
a. steel
2. Steel EBF
a. With steel SMRF
b. With steel OMRF 8.5 2.8 N.L
3. Ordinary braced frame 4.2 2.8 160
a. Steel with steel SMRF
b. Steel with steel OMRF 6.5 2.8 N.L
c. Concrete with concrete SMRF 4.2 2.8 160
d. Concrete with concrete IMRF 6.5 2.8 -
4. Special concentrically braced frames 4.2 2.8 -
a. Steel with steel SMRF
b. Steel with steel OMRF
7.5 2.8 N.l
4.2 2.8 160
5. Cantilevered column 1. Cantilevered column element 2.2 2.0 357
building system
6. Shear wall-frame 1. Concrete 5.5 2.8 160
interaction system
7. Undefined system - - -
14
Tabel 2.1. Lanjutan
SF
15
Gambar 2.7 Perilaku Inelastik Struktur Portal Kolom-Balok
(Sumber : Diktat Modul Pelatiahan Performance-based Design Bangunan
Tahan Gempa)
Gambar
2.8 Kurva Kapasitas dan Definisi Daerah Kinerja
(Sumber : ATC-40, 1996)
PF 1 ( MPF ) =¿
(1-5)
(1-6)
16
a 1 ( MMPF )=¿ ¿
V /W (1-7)
Sa =
a1
∆roof (1-8)
Sd =
PF 1 φroof , 1
Dimana :
PF1 = Faktor partisipasi modal untuk mode pertama (MPF)
a1 = koefisien massa modal untuk mode pertama (MMPF)
wi/ q = massa pada level/timgkat ke-i
φ i1 = besaran mode 1 pada level/tingkat ke-1
N = level/tingkat N, level struktur tertinggi
V = Gaya geser dasar
W = Beban mati gedung ditambah beban hidup tereduksi (25%)
∆ roof = Perpindahan atap (V dan Δroof acuan membentuk kurva kapasitas)
Sa = Spektra akselerasi
Sd = Spektra perpindahan/deformasi (Sa dan Sd acuan membentuk spektrum
kapasitas)
17
Pergerakan tanah yang terjadi selama gempa menghasilkan pola
perpindahan horisontal yang kompleks pada struktur. Pola perpindahan itu
bervariasi dari waktu ke waktu. Metoda analisis nonlinear dinilai lebih mudah dan
langsung untuk menggunakan perpindahan lateral. Untuk sebuah struktur dan
pergerakan tanah (ground motion), kebutuhan perpindahan memprediksi respons
maksimum struktur yang diperkirakan terjadi saat pergerakan.
Untuk menentukan kesesuaian level kinerja, perpindahan yang terjadi pada
kurva kapasitas harus ditentukan secara konsisten dengan kebutuhan gempa.
Metoda spektrum kapasitas merupakan metoda yang sudah banyak dikenal dan
diintegrasikan pada perangkat lunak yang ada. Perpindahan kebutuhan (demand
deformation) pada metoda spektrum kapasitas terjadi pada suatu titik di spektrum
kapasitas yang disebut titik kinerja (performance point). (Diktat modul pelatiahan
performance-based design bangunan tahan gempa).
Pembuatan kurva kebutuhan (respons spektrum) berdasarkan SNI 03-1726-
2012 ditentukan berdasarkan pembagian wilayah-wilayah kerawanan terhadap
gempa. Pada gambar 2.10 ditampilkan respons spektrum Kota Padang dalam
format tradisional yang dibentuk berdasarkan jenis tanah yang berbeda.
1
RESPON SPEKTRUM
TANAH SEDANG
AKSELERASI SPEKTERA Sa (g)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Waktu (Detik)
RESPON SPEKTRUM
PEKTRA Sa (g)
0.8
18
0.6
0.4
AKSELERA
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
PERPINDAHAN SPEKTRA Sd (cm)
Respons spektrum standar (Sa, T) diubah kedalam format ADRS (Sa, Sd)
menggunakan persamaan 1-9 sehingga hasil kurva kebutuhan dapat dilihat pada
gambar 2.12.
2
T (1-9)
Sd = 2 S a .( g)
4π
19
Gambar 2.13 Rekaman Pergerakan Tanah Arah Utara-Selatan
20
Gambar
2.15 Peta
ancaman gempa
(Sumber : USGS,
2007)
21
Gambar 2.17 Rekaman Pergerakan Tanah Arah Utara-Selatan
Setelah Dikonfersi
Gambar
2.18
Rekaman
Pergerakan Tanah
Arah Atas- Bawah
Setelah
Dikonfersi
2.6 STERA 3D
STERA 3D (Structural Earth Response Analysis 3D) adalah perangkat
lunak komputer terpadu untuk analisis seismik bangunan baja dan beton bertulang
dalam ruang tiga dimensi yang dikembangkan oleh Prof. Dr. Taiki Saito dan
dibagikan secara gratis untuk tujuan penelitian dan pendidikan. Perangkat lunak
itu dikembangkan sejak tahun 2007. STERA 3D memiliki tampilan visual untuk
membuat model bangunan dan hasil yang mudah dan cepat. gambar 2.19
menunjukan model elemen yang digunakan STERA 3D. Balok dimodelkan
sebagai elemen garis dengan gaya lentur nonlinier pada kedua ujungnya. Sebuah
kolom dimodelkan dengan cara yang sama, dan interaksi nonlinier antara gaya
aksial dan momen dinyatakan dengan menggunakan gaya aksial beton dan baja
yang diatur dalam bagian kedua ujungnya. (M.Afifuddin, M.Panjaitan, D.ayuna,
2016).
22
Gambar 2.19 Model Nonlinier yang Digunakan Pada STERA 3D
(Sumber : STERA Technical Manual V5.8)
23