Anda di halaman 1dari 32

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Umum

Menurut Prof. Benny H. Hoed, struktur adalah bangun (teoritis) yang terdiri atas unsur-

unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur ada struktur atas,

struktur bawah. Struktur mempunyai sifat totalitas, transformatif dan otoregul. Struktur

berfungsi sebagai penahan beban yang bekerja pada bangunan.

Struktur bangunan juga berfungsi meneruskan beban bangunan tersebut dari bagian

bangunan atas menuju bagian bangunan bawah, lalu menyebarkannya ke tanah.

Perancangan struktur harus memastikan bahwa bagian-bagian sistem struktur ini

sanggup mengizinkan atau menanggung gaya gravitasi dan beban bangunan, kemudian

menyokong dan menyalurkannya ke tanah dengan aman.

Struktur bangunan bertingkat merupakan struktur bangunan yang memiliki tingkat

lantai lebih dari 1 lantai secara vertikal. Struktur bangunan bertingkat biasanya dibagi

menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut

1. Bangunan bertingkat tinggi (highrest building) merupakan bangunan gedung yang

memiliki tingkat lantai lebih dari 8 lantai.

2. Bangunan bertingkat sedang merupakan bangunan yang memiliki jumlah lantai

antara 5 lantai sampai dengan 8 lantai.

3. Bangunan bertingkat rendah yang memiliki jumlah lantai terbanyak hanya sampai 4

lantai saja.

Dalam perancangan suatu struktur bangunan bertingkat terutama bangunan bertingkat

tinggi memilki tantangan tersendiri, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki

II - 1
Bab II Tinjauan Pustaka

faktor resiko gempa yang tinggi. Untuk itu dalam perancangannya suatu struktur

haruslah memperhatikan unsur-unsur dasar bangunan. Unsur-unsur tersebut ialah:

1. Unsur linear yang berupa kolom dan balok yang mampu menahan gaya aksial, gaya

geser dan gaya rotasi.

2. Unsur permukaan yang terdiri dari dinding dan plat.

Selain itu, bangunan bertingkat tinggi juga mempunya nilai rasio perbandingan antara

ketinggian dan panjang terbesar bangunannya. Perbandingan tersebut juga sebagai

aspek rasio bangunan (R = Hb/Lb). Struktur bangunan dapat dikatakan langsing jika

aspek rasio bangunan tersebut mempunyai nilai yang besar. Hal ini berbanding terbalik

dengan bangunan tapak lebar, dimana pada bangunan tapak lebar aspek rasio bangunan

biasanya bernilai kecil atau bahkan hanya bernilai 1. Sehingga, nilai ketinggian

bangunan dan panjang terbesar bangunan bernilai sama. Dalam tugas akhir ini akan

digunakan desain struktur bangunan dengan nilai aspek rasio sama dengan 1 atau dapat

juga disebut sebagai bangunan tapak lebar.

2.2 Struktur Bangunan Tahan Gempa

Struktur bangunan tahan gempa adalah struktur yang dirancang untuk menahan gaya

gempa baik gaya gempa horizontal maupun vertikal sehingga dapat mengurangi

terjadinya keruntuhan, serta memiliki fleksibilitas untuk dapat meredam getaran yang

berasal dari beban gempa tersebut. Menurut SNI 1726-2012 struktur bangunan tahan

gempa harus memenuhi ketentuan berikut ini:

1. Pada gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan.

2. Pada gempa menengah komponen struktural tidak boleh rusak, namun komponen

non-struktural diijinkan mengalami kerusakan.

II - 2
Bab II Tinjauan Pustaka

3. Pada gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, namun

bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan.

Bentuk bangunan yang baik dalam menahan gaya gempa adalah bangunan berbentuk

simetris (bujur sangkar, persegi panjang) dan mempunyai perbandingan sisi yang baik

yaitu panjang < 3 kali lebar, ini dimaksudkan untuk mengurangi gaya puntir yang

terjadi pada saat terjadi gempa. Untuk bangunan yang panjang dapat dilakukan

pemisahan ruangan (dilatasi) sehingga dapat mengurangi efek gempa. Juga harus

diperhatikan bukaan akibat jendela dan pintu tidak boleh terlalu besar. Apabila bukaan

itu besar akan terjadi pelemahan pada jendela dan pintu tersebut.

Budiono (2011) menyebutkan struktur bangunan tahan gempa harus memiliki kekuatan,

kekakuan, stabilitas dan daktilitas yang cukup untuk mencegah terjadinya keruntuhan

bangunan.

1. Kekuatan

Kekuatan merupakan sesuatu yang penting bagi suatu struktur bangunan tahan gempa.

Kekuatan merupakan kemampuan elemen dan komponen struktur bangunan yang

bekerja secara horizontal ataupun vertikal bangunan dalam menahan beban yang bekerja

(Zuhri, 2011). Elemen dan komponen struktur bangunan tersebut yaitu berupa kolom,

balok, plat dan shearwall.

2. Kekakuan

Prinsip kekakuan struktur yaitu dimaksudkan untuk menjadikan struktur utama sebuah

bangunan lebih solid terhadap goncangan. Bangunan harus diberikan kekakuan

secukupnya, sehingga gaya inersia yang terjadi tidak besar dan lendutan/simpangan

antar tingkat bangunan masih memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh SNI 1726-

2012. Apabila kekakuan bangunan sangat kecil, maka pada saat tanah bergerak akibat

gempa bangunan praktis tidak mengalami percepatan atau tidak terbawa untuk
II - 3
Bab II Tinjauan Pustaka

bergerak, bangunan lebihterasa mengayun secara fleksibel atau dengan istilah

bangunan lebih elastis. Bangunan yang demikian dikatakan memiliki respons yang

kecil terhadap gempa. Apabila kekakuan bangunan bangunan sangat besar, maka massa

bangunan akan dipaksa untuk mengikuti sepenuhnya pergerakan tanah, sehingga

percepatan yang dialami bangunan akan praktis sama percepatan tanah. Bangunan yang

demikian dikatakan mempunyai respons yang besar terhadap gempa. Kekakuan

struktur bangunan dapat dihitung dengan rumus:

E . I
K =
𝑙

Dimana:

K = Kekakuan

E = Elastisitas bahan

I = Inersia bahan

l = Panjang bentang

3. Stabilitas

Salah satu syarat agar sebuah bangunan memenuhi syarat dan layak dipakai adalah

kestabilan struktur yang bagus. Kestabilan memiliki arti bangunan tidak akan runtuh

(collapse) jika mendapat pengaruh gaya-gaya dari luar.

Gambar 2.1 Kestabilan setelah diberi beban


(Sumber: http://duken.info/sipil/2011/07/28/kestabilan-struktur/)

II - 4
Bab II Tinjauan Pustaka

Pada gambar yang berada di sebelah kiri, struktur yang sangat sederhana akan

mengalami perpindahan (deformasi) yang cukup besar jika diberi beban luar. Struktur

ini akan jatuh (collapse) dan dikatakan tidak stabil terhadap perubahan gaya dari luar.

Kondisi ini berbeda jika kita melihat gambar yang berada di sebelah kanan, struktur

yang diberi pengaku (bracing) dikatakan stabil ketika menerima beban-beban dari luar.

4. Daktilitas

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur bangunan gedung untuk mengalami

simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan siklik akibat beban gempa

di atas yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sehingga struktur bangunan

gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang

keruntuhan.

Menurut SNI 03-1726-2012 faktor daktilitas gedung adalah rasio antara simpangan

maksimum pada ambang keruntuhan dengan sempangan pertama yang terjadi pada

pelelehan pertama. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada rumus dibawah ini:

𝛿𝑚
1≤μ= ≤ μm
𝛿𝑦

2.3 Sistem Struktur Bangunan

Semakin tinggi suatu bangunan, pentingnya aksi gaya lateral menjadi makin berarti.

Pertimbangan kekakuan menentukan jenis rancangan. Derajat kekakuannya terutama

bergantung pada jenis sistem struktur yang dipilih. (Schueller, 1991: 117). Untuk itu,

dikenal beberapa sistem struktur, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan suatu

struktur untuk menahan beban lateral.

II - 5
Bab II Tinjauan Pustaka

Perbandingan berbagai sistem struktur terhadap ketinggian bangunan dapat dilihat pada

gambar dibawah ini. Perbandingan sistem struktur tersebut dikelompokkan dalam dua

bagian berdasarkan materialnya, yaitu baja dan beton.

Gambar 2.2 Kestabilan setelah diberi beban


(Sumber: Krismahardi et al, 2013)

Dalam berbagai sistem struktur, baik yang menggunakan bahan beton bertulang, baja,

maupun komposit, selalu ada komponen (subsistem) yang dapat dikelompokkan dalam

sistem yang digunakan untuk menahan gaya gravitasi dan sistem untuk menahan gaya

lateral. (Juwana, 2005)

Pertimbangan dalam memilih sistem struktur bergantung pada hal-hal berikut ini:

1. Pertimbangan ekonomis

2. Kondisi tanah

3. Rasio tinggi dan lebar bangunan


II - 6
Bab II Tinjauan Pustaka

4. Pertimbangan fabrikasi dan pelaksanaan pembangunan

5. Pertimbangan mekanis

6. Pertimbangan tingkat bahaya kebakaran

7. Pertimbangan lokasi

8. Pertimbangan ketersediaan bahan konstruksi utama

Terdapat 7 sistem dan subsistem struktur penahan gempa menurut SNI 03-1726-2012,

yaitu:

1. Sistem dinding penumpu

Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara

lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban

gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. Berikut yang

merupakan struktur yang menggunakan sistem dinding penumpu:

a. Dinding geser beton bertulang.

b. Dinding penumpu dengan rangka.

c. Rangka bresing dimana bresingnya memikul beban gravitasi.

2. Sistem rangka gedung

Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi

secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. Berikut

yang merupakan struktur sistem rangka gedung:

a. Rangka bresing eksentris baja (RBE).

b. Dinding geser beton bertulang.

c. Rangka bresing biasa.

d. Rangka bresing konsentrik khusus.

II - 7
Bab II Tinjauan Pustaka

3. Sistem rangka pemikul momen

Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi

secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui

mekanisme lentur. Berikut yang merupakan struktur menggunakan sistem rangka

pemikul momen:

a. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK).

b. Rangka pemikul momen menengah beton (SRPMM).

c. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB).

d. Rangka batang baja pemikul momen khusus (SRBPMK).

Dalam SNI 1726-2012 portal dapat disebut sebagai sistem rangka pemikul momen.

Portal merupakan sistem yang baik untuk menahan beban gravitasi dan gempa

dengan mentransimisikan semua beban gravitasi dan gempa melalui kapasitas geser,

aksial dan bending dari elemen struktur balok dan kolom struktur serta hubungan

keduanya (joint balok-kolom).

4. Sistem struktur gedung kolom kantilever.

Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral

5. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka.

Sistem interaksi dinding geser dengan rangka. Sistem ini merupakan gabungan

sistem dinding beton bertulang biasa dengan sistem rangka pemikul momen biasa.

6. Subsistem tunggal.

Subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan

7. Sistem ganda

Sistem ganda merupakan gabungan dari sistem pemikul beban lateral berupa

dinding geser atau rangka bresing dengan sistem rangka pemikul momen.

II - 8
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.3 Macam – macam sistem struktur


(Sumber: https://ceritaengineer.com)

2.4 Sistem Ganda (Dual System)

Secara umum, menurut SNI-1726- 2012 Tabel 3, Sistem Ganda dapat diartikan sebagai

kesatuan sistem struktur yang terdiri dari rangka ruang yang memikul seluruh beban

gravitasi dan pemikul gaya geser berupa dinding geser atau rangka pengaku dengan

rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah

mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh gaya geser. Kedua sistem harus

direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan

memperhatikan interaksi Sistem Ganda.

Menurut SNI 1726-2012, sistem rangka didesain agar mampu menahan gaya lateral

pada struktur bangunan sedikitnya 25% dari total gaya yang bekerja. Sehingga, dinding

geser (shearwall) pada sistem ganda dapat memikul sisanya. Selain itu, berdasarkan

hasil penelitian Krismahardi et al (2013) disimpulkan bahwa pada sistem ganda, beban

gravitasi dipikul oleh frame, sedang beban lateralnya dipikul bersama oleh frame dan

shearwall. Dengan sistem ini, dimensi rangka utama dapat diperkecil dengan shearwall.

II - 9
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.4 Gaya geser pada sistem ganda


(Sumber: Sumajouw et al, 2013)

Namun, pada beberapa kasus seperti pada gambar 2.4 dapat dilihat deformasi yang

bekerja memiliki perilaku yang berbeda pada frame dan wall yang berada pada bagian

teratas bangunan. Apabila gaya geser yang bekerja pada dinding geser (shearwall)

sudah mencapai angka negatif maka struktur dinding geser tersebut akan menyebabkan

terjadinya beban geser tamabahan pada struktur. Oleh karena itu, maka perlu adanya

kajian tentang ketinggian yang efektif agar gaya pada dinding geser (shearwall) tidak

menjadi beban tambahan dan tidak meningkatkan nilai perpindahan atau deformasi pada

struktur bangunan tersebut.

2.5 Dinding Geser (Shearwall)

Dinding geser adalah dinding struktural pada bangunan berbentuk rangka (frame

building) yang harus dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki kekakuan memadai

yang diperlukan untuk mengurangi simpangan antar lantai yang disebabkan oleh gempa.

Fungsi lainnya adalah untuk mengurangi kemungkinan kehancuran komponen

nonstruktural yang ada pada gedung pada umumnya. (Nawy, 2005: 741).

II - 10
Bab II Tinjauan Pustaka

Salah satu hal pokok yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan dinding geser

pada Sistem Ganda adalah penempatan dinding geser. Dalam sistem gedung tinggi yang

bentuknya tidak beraturan, seringkali terjadi eksentrisitas yang berlebihan. Eksentrisitas

pada gedung terjadi karena tidak berimpitnya pusat massa dan pusat kekakuan gedung.

Eksenstrisitas yang besar dapat menyebabkan rotasi pada gedung. Untuk itu, dinding

geser harus ditempatkan sedemikian rupa untuk membatasai eksentrisitas itu, atau

dengan kata lain agar didapatkan eksentrisitas sekecil mungkin. Selain itu, perencanaan

dinding geser yang baik juga tidak terlepas dari pemilihan bentuk dinding, tebal dinding

dan bentuk ragam keruntuhannya.

Gambar 2.5 Dinding Geser


(Sumber : http://jurnalarsitek.blogspot.com)

Jenis dinding geser berdasarkan geometrinya yaitu :

1. Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≥

2, dimana desain dikontrol oleh perilaku lentur.

2. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≤ 2,

dimana desain dikontrol oleh perilaku geser.

3. Coupled shear wall (dinding berangkai), dimana momen guling yang terjadi akibat

beban gempa ditahan oleh sepasang dinding, yang dihubungkan oleh balok-balok

II - 11
Bab II Tinjauan Pustaka

perangkai, sebagai gaya-gaya tarik dan tekan yang bekerja pada masing-masing

dasar pasangan dinding tersebut.

Gambar 2.6 Pola gaya geser yang ditahan oleh dinding geser dan sistem rangka
(Sumber : Juwana, 2005)

Berdasarkan letak dan fungsinya, dinding geser dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis

yaitu :

1. Bearing walls adalah dinding geser yang juga mendukung sebagian besar beban

gravitasi. Tembok-tembok ini juga menggunakan dinding partisi antarapartemen

yang berdekatan.

2. Frame walls adalah dinding geser yang menahan beban lateral, dimana beban

gravitasi berasal dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini dibangun diantara

baris kolom.

3. Core walls adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti pusat dalam

gedung, yang biasanya diisi tangga atau poros lift. Dinding yang terletak di

kawasan inti pusat memiliki fungsi ganda dan dianggap menjadi pilihan ekonomis.

II - 12
Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.7 Tiga jenis dinding geser pada bangunan berdasarkan letak
(Sumber : http://yohannachristiani.blogspot.com)

2.6 Elemen Struktur Beton Bertulang

2.6.1 Kolom

Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya adalah menyangga

beban aksial vertikal, dengan ataupun tanpa momen lentur. Apabila terjadi kegagalan

pada kolom maka dapat mengakibatkan terjadinya keruntuhan pada elemen-elemen

struktur yang lainnya atau bahkan terjadi keruntuhan total pada keseluruhan struktur

bangunan.

Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik, penampang kolom

dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan, yaitu:

1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik,

2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan.

II - 13
Bab II Tinjauan Pustaka

Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang

tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan.

Gambar 2.8 Diagram interaksi kolom


(Sumber : Guntara, 2017)

2.6.2 Balok

Balok adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menopang pelat di atasnya serta

sebagai penyalur momen ke kolom–kolom yang menopangnya. Balok yang bertumpu

langsung pada kolom disebut dengan balok induk, sedangkan yang bertumpu pada

balok induk disebut balok anak. Tulangan rangkap pada perancangan balok pada

umumnya ditujukan untuk meningkatkan daktilitas tampang, pengendalian defleksi

jangka panjang akibat adanya rangkak dan susut (MacGregor, 2005).

Menurut Nawy (2003), ada beberapa jenis keruntuhan yang terjadi pada balok:

1. Penampang seimbang (balance), tulangan tarik beton mulai leleh tepat pada saat

beton mencapai regangan batas dan akan hancur karena tekan. Pada saat awal

terjadinya keruntuhan, regangan tekan yang diijinkan pada serat tepi yang tertekan

II - 14
Bab II Tinjauan Pustaka

adalah 0,003, sedangkan regangan baja sama dengan regangan lelehnya yaitu ɛy =

fy / Es

2. Penampang over reinforced, keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton yang

tertekan. Pada awal keruntuhan, regangan baja Es yang terjadi masih lebih kecil

dari regangan lelehnya, y . Dengan demikian, tegangan baja, fs juga lebih kecil

dari tegangan lelehnya, fy. Kondisi ini terjadi apabila tulangan yang digunakan

lebih banyak dari yang diperlukan dalam keadaan balance.

3. Penampang under reinforced, keruntuhan terjadi ditandai dengan lelehnya tulangan

baja. Kondisi penampang yang demikian dapat terjadi apabila tulangan tarik yang

dipakai pada balok kurang dari yang diperlukan untuk kondisi seimbang.

2.6.3 Pelat

Pelat adalah elemen struktur yang memikul beban, baik berupa beban terpusat maupun

beban merata yang ada diatasnya untuk selanjutnya disalurkan kepada elemen

pendukung seperti balok dan kolom. Pelat yang difungsikan sebagai pelat lantai dan

atap tidak terlalu berbeda, hanya pelat atap langsung terpengaruh cuaca. Menurut

McCormac dan Nilson (2010), elemen – elemen pelat tersebut dapat dirancang sebagai

pelat satu arah atau pelat dua arah.

Menurut Kusuma (2003), yang dipertimbangkan pada perencanaan plat beton bertulang

tidak hanya pembebanan tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Ada

beberapa metode untuk mendesain dan mengetahui kebutuhan tulangan pelat. Yakni

metode desain langsung (Direct Design Method), metode rangka/portal ekuivalen

(Equivalent Frame Method), Metode analisis elastik dan analisis plastik/ garis leleh

(Imran, 2014).

II - 15
Bab II Tinjauan Pustaka

2.7 Beban Struktur Bangunan

Beban pada struktur bangunan merupakan salah satu hal yang terpenting dalam

perencanaan sebuah gedung. Kesalahan dalam perencanaan beban atau penerapan beban

pada perhitungan akan mengakibatkan kesalahan yang fatal pada hasil desain bangunan

tersebut. Untuk itu sangat penting bagi kita untuk merencanakan pembebanan pada

struktur bangunan dengan sangat teliti agar bangunan yang didesain tersebut nantinya

akan aman pada saat dibangun dan digunakan.

Pada struktur bangunan, terdapat beberapa jenis beban yang bekerja. Menurut tentang

beban minimum untuk perancangan gedung dan struktur lain, pembebanan-pembebanan

yang dianalisa adalah sebagai berikut:

1. Beban mati

2. Beban hidup

3. Beban angin

4. Beban gempa

5. Beban khusus

Gambar 2.9 Beban Pada Struktur Bangunan


(Sumber : ritalaksmitasari.wordpress.com)
II - 16
Bab II Tinjauan Pustaka

2.7.1 Beban Mati

Beban mati adalah beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi yang sama

setiap saat. Beban ini terdiri dari berat sendiri struktur dan beban lain yang melekat pada

struktur secara permanen dan bersifat statis. Sebagai contoh adalah berat sendiri balok,

kolom, pelat lantai dan dinding. Contoh lain adalah atap, dinding, jendela, plumbing,

peralatan elektrikal, dan lain sebagainya.

Berikut merupakan contoh beban mati yang biasanya digunakan pada struktur beserta

nilainya berdasarkan SNI 1727-2013:

 Berat jenis beton = 2400 Kg/m3

 Dinding pasangan setengah bata merah = 250 Kg/m2

 Spesi lantai keramik = 2100 Kg/m3

 Penutup lantai keramik = 2400 Kg/m3

 Plafond + penggantung = 18 Kg/m2

2.7.2 Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang besar dan posisinya dapat berubah-ubah. Beban hidup

yang dapat bergerak dengan tenaganya sendiri disebut beban bergerak, seperti

kendaraan, manusia, dan crane. Sedangkan beban yang dapat dipindahkan antara lain

furniture, material dalam gudang dan lain sebagainya. Jenis beban hidup lain adalah

angin, hujan, ledakan, gempa, tekanan tanah, tekanan air, perubahan temperatur, dan

beban yang disebabkan oleh pelaksanaan konstruksi.

Adapun beberapa beban hidup yang biasa digunakan berdasarkan SNI 1727-2013

ditetapkan seperti pada tabel 2.1 dibawah ini.

II - 17
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.1 Beban hidup terdistribusi merata minimum, Lo dan beban hidup terpusat minimum

Merata psf Terpusat lb


Hunian atau penggunaan
(kN/m2) (kN)
Susuran tangga, rel pengamandan batang pegangan Lihat gambar 4.5
Helipad 60 (2,87)de tidak e,t,g
boleh direduksi
Rumah sakit:
Ruang operasi, laboratorium 60 (2,87) 1000 (4,45)
Ruang pasien 40 (1,92) 1000 (4,45)
Koridor diatas lantai pertama 80 (3,83) 1000 (4,45)
Hotel (lihat rumah tinggal)
Perpustakan
Ruang baca 60 (2,87) 1000 (4,45)
Ruang penyimpanan 150 (7,18)a,h 1000 (4,45)
Koridor diatas lantai pertama 80 (3,83) 1000 (4,45)
Pabrik 2000 (8,90)
Ringan 125 (6,00)a 3000
Berat 250 (11,97)a 13,4
Gedung perkantoran:
Ruang arsip dan komputer harus direncanakan untuk
beban
yang lebih berat berdasarkan pada perkiraan hunia
Lobi dan koridor lantai pertama 100 (4,79) 2000 (8,90)
Kantor 50 (2,40) 2000 (8,90)
Koridor diatas lantai pertama 80 (3,83) 2000 (8,90)
Lembaga hukum
Blok sel 40 (1,92)
Koridor 100 (4,79)
Tempat rekreasi
Tempat bowling, kolam renang, dan penggunaan yang 75 (3,59)a
sama
Bangsal dansa dan ruang dansa 100 (4,79)a
Gimnasium 100 (4,79)a
Tempat nonton baik terbuka atau tertutup 100 (4,79)a
Stadium dan tribun/area dengan tempat duduk tetap 60 (2,87)a
(terikat pada lantai)
Rumah tinggal
Hunia (satu keluarga dan dua keluarga)
Loteng yang tidak dapat didiami tanpa gudang 10 (0,48)l
Loteng yang tidak dapat didiami dengan gudang 20 (0,96)m
Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur 30 (1,44)
Semua ruang kecuali tangga dan balkon 40 (1,92)
Semua hunian rumah tinggal lainnya
Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka 40 (1,92)
Ruang publik dan koridor yang melayani mereka 100 (4,79)
(Sumber : SNI 1727:2013)

II - 18
Bab II Tinjauan Pustaka

2.7.3 Beban Gempa

Beban gempa adalah beban yang bekerja pada suatu struktur bangunan secara

horizontal maupun veritakl akibat dari adanya pergerakan tanah yang disebabkan

karena adanya gempa bumi (baik itu gempa tektonik atau vulkanik).

Beban gempa adalah beban yang merupakan fungsi dari waktu, sehingga respons yang

terjadi pada suatu struktur juga tergantung dari riwayat waktu pembebanan tersebut.

Selain itu, beban gempa juga merupakan beban percepatan tanah yang berupa suatu

rekaman percepatan tanah untuk suatu gempa tertentu, sehingga untuk setiap waktu

tertentu akan mempunyai harga percepatan tanah tertentu.

Dalam menghitung beban gmpa yang bekerja dapat menggunakan dua macam metode

analisis, yaitu metode analisis statik dan metode analisis dinamis.

1. Metode analisis statik

Metode ini disebut metode gaya lateral ekivalen (equivalent lateral force method).pada

metode ini diasumsikan bahwa gaya horizontal akibat gempa yang bekerja pada suatu

elemen struktur, besarnya ditentukan berdasarkan hasil perkalian antara suatu konstanta

berat atau massa dari elemen struktur tersebut.

2. Metode analisis dinamis

Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan jika diperlukan

evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur, serta untuk

mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur bangunan

tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk atau konfigurasi yang tidak teratur. Analisis

dinamis dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastis. pada cara elastis

dibedakan analisis ragam riwayat waktu (time history modal analysis), dimana pada

cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan analisis ragam spektrum respons

II - 19
Bab II Tinjauan Pustaka

(response spectrum modal analysis), dimana pada cara ini respons maksimum dari tiap

ragam getar yang terjadi didapat dari spektrum respons rencana (design spectra).

sedangkan pada analisis dinamis inelastis digunakan untuk mendapatkan respons

struktur akibat pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung (direct

integration method).

2.8 Persyaratan Umum Perencanaan Ketahanan Gempa

2.8.1 Penentuan Faktor Keutamaan Gedung

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 dalam menentukan kategori risiko bangunan dan faktor

keutamaan bangunan bergantung dari jenis pemanfaatan bangunan tersebut. Kategori

resiko struktur untuk bangunan gedung dan non gedung diatur sesuai dengan Tabel 2.1.

Pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie

menurut Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori Resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk antara lain:
 Fasilitas pertanian, perkebunan, pertenakan, dan perikanan
I
 Fasilitas sementara
 Gudang penyimpanan
 Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam


kategori resiko I, III, I, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
 Perumahan
 Rumah toko dan rumah kantor
 Pasar
 Gedung perkantoran II
 Gedung apartemen/ rumah susun
 Pusat perbelanjaan/ mall
 Bangunan industry
 Fasilitas Manufaktur
 Pabrik

II - 20
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.2 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa (Lanjutan)

Jenis Pemanfaatan Kategori Resiko


Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk:
 Bioskop
 Gedung pertemuan
 Stadion
 Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan
unit gawat darurat
 Fasilitas penitipan anak
 Penjara
 Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori


risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak
ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap
kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, III
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
 Pusat pembangkit listrik biasa
 Fasilitas penanganan air
 Fasilitas penanganan limbah
 Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori


risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan
atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah
meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di
mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang
disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup
menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas
yang penting
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk IV
mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke
dalam kategori risiko IV.
(Sumber : SNI 1726-2012)

Tabel 2.3 Faktor keutamaan gempa

Kategori Resiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie


I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
(Sumber : SNI 1726-2012)
II - 21
Bab II Tinjauan Pustaka

2.8.2 Menentukan Klasifikasi Situs

Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklasifikasikan sebagai kelas

situs SA (batuan keras) , SB (batuan) , SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak) ,

SD (tanah sedang) , SE (tanah lunak) dan SF (tanah khusus, yang membutuhkan

investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs yang mengikuti Pasal

6.10.1 SNI-1726-2012. Bila sifat-sifat tanah tidak teridentifikasi secara jelas sehingga

tidak bias ditentukan kelas situsnya, maka kelas situs SE dapat digunakan kecuali jika

pemerintah/dinas yang berwenang memiliki data geoteknik yang dapat menentukan

kelas situs SF.

Tabel 2.4 Klasifikasi Situs

Kelas situs Vs (m/detik) N atau Nch Su (KPa)


SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, sangat 350 sampai 750 >50 ≥ 100
padat dan batuan lunak)
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah
dengan karakteristik sebagai beriku :
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. kadar air, w ≥ 40 %,
3. kuat geser niralir Su < 25 kPa
SF (tanah khusus, yang Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih
membutuhkan investasi dari karakteristik berikut :
geoteknik spesifik dan 1. rawan dan berpotensi runtuh akibat beban gempa
analisis respons seperti mudah likuifaksi,
spesifikasi situs yang 2. lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah,
mengikuti 6.10.1) 3. lempung sangat organik dan atau gambut (ketebalan H
> 7,5 m dengan indeks plastisitas PI > 75). Lapisan
lempung lunak/sedang teguh dengan ketebalan H > 35
m dengan Su < kPa
Catatan : N/A = tidak dipakai
(Sumber : SNI 1726-2012)

II - 22
Bab II Tinjauan Pustaka

2.8.3 Menentukan Wilayah Gempa

Parameter Ss adalah percepatan batuan dasar pada periode pendek sedangkan parameter

S1 adalah percepatan batuan dasar pada periode 1 detik. Parameter Ss dan S1

tergantung dari letak dan lokasi bangunan.

Gambar 2.10 Percepatan batuan dasar pada periode pendek


(Sumber: SNI 1726-2012)

Gambar 2.11 Percepatan batuan dasar pada periode 1 detik


(Sumber: SNI 1726-2012)
II - 23
Bab II Tinjauan Pustaka

2.8.4 Menentukan Koefisien Situs

Dalam menentukan Koefesien Situs Fa dan Fv sangat bergantung dari jenis tanah pada

lokasi bangunan dan percepatan batuan dasar pada periode pendek (Ss) serta percepatan

batuan dasar pada periode 1 detik (S1). Koefesien Situs Fa dan Fv ditentukan dari Tabel

2.5 dan Tabel 2.6 sebagai berikut.

Tabel 2.5 Koefisien Situs Fa

Kelas Parameter respons spektral percepatan gempa (MCE R)


situs terpetakan pada periode pendek, T = 0,2 detik, SS
SS ≥
SS ≤ 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1,0 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
b
SF SS
Catatan :
1. untuk nilai-nilai SS dapat dilakukan interpolasi linier,
2. SS = sitis yang memerlukan investigasi geoteknik spesifikasi dan
analisis respons situs-spesifik, lihat 6.10.1
(Sumber: SNI 1726-2012)

Tabel 2.6 Koefisien Situs Fv

Kelas situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)


terpetakan pada periode pendek, T = 1 detik, S1
S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
b
SF SS
Catatan :
1. untuk nilai-nilai S1 dapat dilakukan interpolasi linier
2. SS = sitis yang memerlukan investigasi geoteknik spesifikasi dan
analisis respons situs-spesifik, lihat 6.10.1
(Sumber: SNI 1726-2012)

II - 24
Bab II Tinjauan Pustaka

Nilai spektral respons percepatan (spectral response acceleration) SDS dan SD1 yaitu :

SMS = Fa × Ss ............................................................................................................. (2.1)

SM1 = Fv × S1 ............................................................................................................ (2.2)

2
SDS = × SMS ........................................................................................................... (2.3)
3

2
SD1 = × SM1 .......................................................................................................... (2.4)
3

2.8.5 Spektrum Respon Desain

Desain kurva spektrum respon desain dapat dibuat dengan cara mengikuti ketentuan

dibawah ini:

SD1
1. T0 = 0,2 x ....................................................................................................... (2.5)
SDs

SD1
2. Ts = ................................................................................................................ (2.6)
SDs

3. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, maka persamaan untuk spektrum respon

desain adalah sebagai berikut:

T
Sa = SDs (0,4 + 0,6 ) ....................................................................................... (2.7)
T0

4. Untuk perioda yang lebih besar dari T0 tetapi lebih kecil sama dengan Ts maka

dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:

Sa = SDs ............................................................................................................... (2.8)

5. Untuk perioda yang lebih besar dari Ts maka dapat menggunakan persamaan:

SD1
Sa = ................................................................................................................ (2.9)
T

II - 25
Bab II Tinjauan Pustaka

Grafik 2.1 Grafik Spektrum Respon Desain

2.8.6 Menentukan Kategori Desain Seismik

Struktur harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik yang mengikuti pasal

ini. Struktur dengan kategori risiko I, II, atau III yang berlokasi di mana parameter

respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, 1 S , lebih besar dari atau

sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E.

Struktur yang berkategori risiko IV yang berlokasi di mana parameter respons spektral

percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, 1 S , lebih besar dari atau sama dengan

0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F. Semua

struktur lainnya harus ditetapkan kategori desain seismik-nya berdasarkan kategori

risikonya dan parameter respons spektral percepatan desainnya, SDS dan SD1

Tabel 2.7 Kategori risiko berdasarkan Sds

Kategori risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,5 C D
0,50 ≤ SDS D D
(Sumber: SNI 1726-2012)

II - 26
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.8 Kategori risiko berdasarkan Sd1

Kategori risiko
Nilai SD1
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C
0,33 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
(Sumber: SNI 1726-2012)

2.8.7 Pemilihan Sistem Struktur

Sistem penahan-gaya gempa yang berbeda diijinkan untuk digunakan, untuk menahan

gaya gempa di masing-masing arah kedua sumbu ortogonal struktur. Bila sistem

yang berbeda digunakan, masing-masing nilai faktor R, Cd, dan Ω0 harus dikenakan

pada setiap sistem, termasuk batasan sistem struktur yang termuat dalam Tabel 2.9

(Tabel 9 SNI 1726-2012).

Tabel 2.8. Sistem struktur penahan gempa

(Sumber: SNI 1726-2012)

II - 27
Bab II Tinjauan Pustaka

2.9 Prosedur Gaya Lateral Ekivalen

2.9.1 Perioda Fundamental Struktur

Berdasarkan SNI 1726-2012, perioda dalam arah yang ditinjau harus diperoleh

menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan dalam

analisis yang teruji. Perioda fundamental pendekatan Ta (detik) ditentukan dari

persamaan :

Ta = Ct . hxn ... ............................................................................................................ (2.10)

Dimana :

hn : ketinggian struktur (m) di atas dasar sampai tingkat tertinggi

struktur,

Ct dan x : ditentukan sesuai SNI 1726:2012 Pasal 7.8.2.1

Tabel 2.9 Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung

Parameter percepatan respons Koefisien


spektral desain pada 1 detik SD1 CU
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
(Sumber: SNI 1726-2012)

Tabel 2.10 Nilai parameter perioda pendekatan

Tipe struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100
persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau
dihbungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan
mencegah rangka dari deflksi jika dikenal dengan gaya gempa
Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,8
a
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
a
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75
a
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75
(Sumber: SNI 1726-2012)

II - 28
Bab II Tinjauan Pustaka

2.9.2 Koefisien Respon Seismik

Pada saat menentukan waktu getar alami fundamental (T) Digunakan perioda

fundamental pendekatan (Ta) untuk struktur yang tidak melebihi 12 tingkat, dimana

sistem penahan gaya seismik terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja secara

keseluruhan dan tingkat paling sedikit 3 m sehingga didapat

Ta = 0.10 × N ............................................................................................................ (2.11)

dimana N = jumlah tingkat

Menurut SNI 1726-2012 persamaan 21, 22 halaman 54, Gaya geser (V)

V = Cs × W ................................................................................................................ (2.12)
𝑆𝑑𝑠
Cs = 𝑅 ................................................................................................................ (2.13)
(𝐼𝑒)

Cs di atas tidak perlu melebihi

𝑆𝑑𝑠
Cs = 𝑅 .............................................................................................................. (2.14)
𝑇( )
𝐼𝑒

Cs di atas harus tidak kurang dari

Csmin = 0,044 × SDS × Ie ≥ 0,01 .............................................................................. (2.15)

2.9.3 Gaya Geser Dasar Seismik

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.1, gaya geser dasar seismik dapar ditentukan

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

V = Cs . W ................................................................................................................ (2.16)

dimana, W = beban efektif total pada struktur

2.9.4 Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.3, berikut merupakan persamaan untuk

menghitung gaya horizontal akibat gaya sepanjang tinggi bangunan.

II - 29
Bab II Tinjauan Pustaka

Fx = Cvx . V .............................................................................................................. (2.17)

W . Wk
Cvx = ............................................................................................................. (2.18)
∑ W . Hk

Dimana,

Cvx = Faktor distribusi vertikal

V = Gaya geser desain total

Wi dan Wx = Beban efektif total yang bekerja pada tingkat i atau x

Hi dan Hx = Tinggi dasar bangunan sampai ke tingkat i atau x

K = Eksponen yang terkait dengan periode struktur

Dengan, k=1 untuk T ≤ 0,5 detik

k=2 untuk T ≥ 2,5 detik

k=3 untuk 0,5 < T < 2,5 (dapat dicari dengan interpolasi)

2.9.5 Skala Gaya Gempa

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.9.4.1, kombinasi respons untuk geser dasar

ragam (Vt) lebih kecil 85 persen dari geser dasar yang dihitung (V) menggunakan

prosedur gaya lateral ekivalen, maka gaya harus dikalikan dengan 0,85 .

Berdasarkan ketentuan tersebut maka analisis gaya gempa dengan menggunakan

metode dinamis bisa digunakan jika gaya geser dasar dengan metode dinamis lebih dari

85 % gaya geser dasar dasar dengan metode statik.

2.10 Kombinasi Pembebanan

Berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2013 kekuatan perlu U harus paling tidak sama dengan

pengaruh beban terfaktor dalam persamaan di bawah ini. Pengaruh salah satu atau lebih

beban yang tidak bekerja secara serentak harus diperiksa (beban S (salju) dalam

persamaan-persamaan di bawah dihapus karena tidak relevan, lihat Daftar Deviasi).

II - 30
Bab II Tinjauan Pustaka

1. 1.4 D
2. 1.2 D + 1.6 L + 0.5 (Lr atau R)
3. 1.2 D + 1.6 (Lr atau R)+ (L atau 0.5 W)
4. 1.2 D + 1.0 W + L+ 0.5 (Lr atau R)
5. (1.2+0.2 SDS) D + 1.0 L +1.0 rQE
6. 0.9 D + 1.0 W
7. (0.9-0.2 SDS) DL + 1.0 rQE

2.11 Respon Perilaku Struktur Bangunan

2.11.1 Rasio Partisipasi Massa

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 rasio partisipasi massa merupakan rasio dari jumlah

massa efektif yang sesuai dengan mode massa total. Secara umum, mode yang paling

berpengaruh dianggap telah dicerminkan jika jumlah faktor partisipasi massa di atas

90%. Jika jumlah dari faktor partisipasi massa kurang dari tingkat yang diperlukan,

pengguna harus meningkatkan jumlah mode.

2.11.2 Gaya Geser

Gaya geser adalah gaya yang bekerja tegak lurus terhadap arah panjang batang

(terhadap potongan melintang) yang menyebabkan suatu penampang akan bergeser

bergerak keatas atau kebawah satu sama lain.

Pada struktur bangunan, gaya geser biasanya terjadi karena adanya gaya angin ataupun

gaya gempa. Hal tersebut pasti akan mempengaruhi desain dari bangunan tersebut.

Untuk meningkatkan gaya geser biasanya bangunan bertingkat tinggi menggunakan

sistem dinding geser (shearwall).

Pada sistem ganda, dimana gaya geser diserap oleh frame dan wall, perlu dilakukannya

pengecekan penyerapan gaya geser. Hal ini disebabkan karena pada bagian teratas

II - 31
Bab II Tinjauan Pustaka

bangunan bertingkat dengan sistem ganda tersebut bisa saja sistem wall yang digunakan

malah akan menambahkan gaya geser yang bekerja pada struktur bangunan itu sendiri.

2.11.3 Simpangan Antar Lantai

Berdasarkan SNI 03-1726-2012 pasal 7.12.1, simpangan antar lantai tingkat desain (Δ)

tidak boleh melebihi simpangan antar lantai ijin (Δa). Simpangan antar lantai ijin (Δa)

dapat dilihat pada tabel berikut ini. Hsx pada tabel menunjukkan tinggi tingkat dibawah

tingkat x.

Tabel 2.11 Simpangan antar lantai ijin

II - 32

Anda mungkin juga menyukai