1.5.4.1 KOLOM
Kolom adalah elemen vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul
beban dari balok. Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan
tulangan, posisi beban pada penampang dan panjang kolom dalam hubungannya
dengan dimensi lateral. Menurut SNI 2847:2013, kolom merupakan komponen
struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melampaui 3 yang
digunakan terutama untuk menumpu beban tekan aksial. Kegagalan kolom akan
berakibat langsung runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan
dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur
bangunan. Oleh karena itu dalam perencanaan struktur kolom diberikan cadangan
kekuatan lebih tinggi dari komponen struktur yang lain. Pada prakteknya, kolom
tidak hanya menahan beban aksial vertikal, tetapi juga menahan kombinasi beban
aksial dan momen lentur. Atau dengan kata lain, kolom harus diperhitungkan untuk
menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.
1.5.4.2 BALOK
Balok adalah elemen struktur yang menahan beban lentur dan
menyalurkan beban-beban dari slab lantai ke kolom penyangga yang vertikal.
Pada umumnya elemen balok dicor secara monolit dengan slab dan secara
struktural ditulangi di bagian bawah atau di bagian atas. Balok juga berfungsi
sebagai pengekang dari struktur kolom. Pada balok berlaku pula panjang bentang
teoritis l harus dianggap sama dengan bentang bersih L ditambah dengan
setengah panjang perletakan yang telah ditetapkan. Tata cara untuk perencanaan
penampang minimum balok non prategang telah diatur berdasarkan SNI
2847:2013, tabel 9.5(a). Halaman 70, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung seperti pada tabel 2.1 yaitu untuk perencanaan tebal minimum
dari balok.
1.5.4.3 PLAT
Pelat lantai merupakan salah satu komponen struktur konstruksi baik
pada gedung maupun jembatan dan biasanya dibangun dengan konstruksi beton
bertulang. Pelat lantai sangat dipengaruhi oleh momen lentur dan gaya geser yang
terjadi. Sisi tarik pada pelat terlentur ditahan oleh tulangan baja, sedangkan gaya
geser pada pelat lantai ditahan oleh beton yang menyusun pelat lantai itu sendiri.
Berdasarkan perilaku pelat lantai dalam menahan beban yang bekerja, pelat lantai
dibagi menjadi dua yaitu pelat satu arah (one way slab) dan pelat dua arah (two
way slab).
1.5.1 Daktilitas
Daktilitas adalah kemampuan sebuah bangunan untuk menahan dan
mengurangi pengaruh beban yang berulang-berulang setelah tekanan pertama,
artinya bangunan tersebut dapat menahan beban gravitasi tanpa mengalaim
keruntuhan. Perancanagan harus memastikan bahwa elemen-elemen tersebut
disusun dengan baik untuk menghindari keruntuhan akibat tegangan. Rancangan
daktail diaplikasikan pada semua jenis bangunan, termasuk bangunan elastis.
Bangunan yang memiliko daktail cenderung akan bertahan lebih lama dari pada
bangunan biasa.
1.5.2 Analisa pembebanan
Beban dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung
dari jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta
faktor-faktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan
struktur. Jenis-jenis beban yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan
struktur bangunan gedung adalah sebagai berikut:
1. Beban hidup
Beban yang terjadi akibat penghuni atau penggunaan gedung tersebut,
baik akibat beban yang berasal dari orang maupun dari barang yang
dapat berpindah atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak
merupakan bagian yang tetap dari gedung.
2. Beban mati
Beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian dari gedung yang
bersifat tetap, termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom, balok, lantai,
atap, penyelesaian, mesin dan peralatan yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari gedung.
3. Beban gempa
Beban gempa yang nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya
probabilitas beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat
daktalitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih yang
terkandung di dalam struktur tersebut.
Ta C t h n
x
Keterangan:
hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat
tertinggi struktur, dan koefisien Ct dan X ditentukan dari tabel:
Keterangan:
Cs = koefisien respons seismik yang ditentukan
W = berat sesimik efektif
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang
periode pendek
R = faktor modifikasi respons
Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan
7. Distribusi vertikal gaya gempa
Gaya gempa lateral (FX) yang ditimbulkn di semua tingkat harus
ditentukan dari persamaan berikut:
Fx C v x V
Dan
k
Wxh x
Cvx n
Wh
i l
i i
k
Keterangan:
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral desain toral atau geser didasar strukutr,
dinyatakan dalam kilonewton (kN)
Wi dan W x = bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang
ditempatkan atau dikenakan
Perlu dicatat bahwa nilai prosentase efektivitas untuk balok, yaitu 35%, harus
diaplikasikan dengan memperhitungkan pengaruh lebar efektif pelat lantai yang
dianggap bekerja bersama-sama balok dalam menahan lentur. Pada umumnya,
nilai momen inersia penampang balok-T utuh dapat diambil sebesar dua kali
inersia penampang utuh badan penampang, yaitu 2 b w h 3 12 . Dengan demikian,
bila didalam analisis elemen struktur balok dimodelkan sebagai balok dengan
penampang persegi, maka nilai prosentase efektivitas penampangnya dapat
diambil sebesar 2 35% 70%
M e M
(6/5) g
Ag f '
ρ s * 0,45 1 c
Ac fy h
Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang dari pada
persamaan-persamaan dibawah ini.
Untuk potongan penampang yang ara normalnya searah sumbu x:
f ' A g
A shx * 0,3 sh c 1
f y h A ch
f '
A shx 0,09 shcx c
f yh
Untuk potongan penampang yang arah normalnya searah sumbu y:
f ' A g
A shx * 0,3 sh c 1
f y h A ch
f '
A shx 0,09 shcx c
f yh
Dengan,
Ashx =luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan
tegak lurus terhadap dimensi hcx
Ashy = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan
tegak lurus terhadap dimensi hcy
s = spasi tulangan tranversal
hcx = dimensi penampang inti kolom yang arah normalnya sejajar sumbu y,
diukur dari sumbu ke sumbu tulangan transversal terluar
Ag = luas bruto penampang kolom
Ach = luas penampang inti kolom dari sisi luar tulangan sengkang tertutup
Ac = luas penampang inti kolom dari sisi luar ke sisi luar tulangan spiral
fyh = kuat leleh tuangan transversal.
Persamaan (3.5), (3.6), dan (3.8) yang diberi tanda asteriks di turunkan dengan
prinsip bahwa luas tulangan sengkang tertutup atatu spiral yang erpasang harus
mampu meningkatkan kuat tekan inti kolom sedemikian hingga peningkatan
tersebut dapat mengkompensasi berkurangnya daya dukung kolom dengan
lepasnya selimut beton. Secara matematis, al ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
Kuat tekan sumbangan selimut beton = kuat tekan tambahan inti beton
(hilang karena selimut beton lepas) (pengaruh adanya kekangan)
0,85f c ' A g A c = 4,1f y A c A s
Hal ini berarti bahwa epasnya selimut beton pada kolom tidak boelh mengurani
kemampuan kolom dam menahan beban aksial tekan.
Persamaan (3.5), (3.6), dan (3.8) di atas tidak perlu diperhatikan bila bagian inti
penampang kolom (tanpa selimut beton) telah direncanakan terhadp kombinasi
beban gempa dan mampu menahan gaya dalam yang terjadi. Sehingga walaupun
luas tulangan sengkang atau spiral yangterpasasng lebih kecil daripada luasan
tuangan minimum yang disyaratkan oleh persamaan-persamaan tersebut, struktur
kolom tetap mampu menahan gaya dalam yang terjadi pada saat selimut beton
lepas. Jadi, dalam hal ini, kebutuhan tulangan sengkang tertutup dan spiral pada
kolom hanya perlu direncanakan terhadap persamaan-persamaan lainya, yaitu
pers. (3.4), (3.7), dan (3.9).
Rasio volume tulangan spiral, ρs pada persamaan (3,4) dan (3,5) dapat dihitung
sebagai berikut.
volume spiral satu lilitan A sp πD x 4A sp
ρs
volume core 1 2 Dc s
πD c s
4
Berdasarkan SNI beton, spasi tulangan transvesal yang dipasang di sepanjang
daerah yang berpotensi memebentuk sendi plastis (yaitu di ujung-ujung kolom)
tidak boleh lebih dari (gambar).
a. Seperempat dimensi terkecil komoponen struktur
b. Enam kali diameter tulangan longitudinal, dan
350 h x
c. S x 100
3
Nilai Sx pada persamaan di atas dibatasi maksimum 150 mm dan tidak perlu
lebih kecil dari 100 mm.
Tulangan tranversal dapat berupa tulangan sengkang tunggal atau tumpuk.
Penikat silang yang diameter dan spasinya sama dengan sengkang tertutup
juga boleh dipergunakan (gambar). Pada gambar 3.25 juga diberikan
persyaratan jarak maksimum yang di izinkan antartulangan longitudinal kolom
yang diberi penopang lateral, yaitu x ≤ 350 mm.
Daerah-daerah pada kolom yang berpotensi memebentuk sendi plastis, yang
harus dipasang tulangan tranversal dengan luasan dan spasi sesuai ketentuan
di atas diatur sebagai berikut.
a. Sepanjang l0 dari setiap mukahubungan balok-kolom.
b. Sepanjang l0 pada kedua sisi dari setiap penampang yang berpotensi
membentuk leleh lentur (sendi plastis) akibat deformasi lateral inelastis
pada struktur rangka.
c. Sepanjang daerah sambungan lewatan tulangan longitudinal kolom.
d. Kedalam kepala fondasi sejauh minimum 300 mm (gambar).
Panjang l0 dalam hal ini ditentukan tidak kurang dari:
a. Tinggi penampang struktur kolom pada muka hubungan balok-kolom atau
pada segmen yang berpotensi memebentuk leleh lentur,
b. Seperenam (1/6) bentang bersih struktur kolom , dan
c. 500 mm
Bila gaya-gaya aksial terfaktor pada kolom akibat eban gempa melampaui
Ag fc ' 10 dan gaya aksial tesebut berasal dari komponen strktur laninnya yang
sangat kakau yang didukungnya, misalnya dinding (gambar), maka kolom tersebut
harus diberi tulangan transversal sesuai ketentuan diatas pada seluruh tinggi
kolom. Daerah pemasang tulangan transversal tesebut harus diperpanjang untuk
suatu jarak sebesar panjang penyaluran tulangan longitudinal terbesar ke dalam
komponen struktur yang sangat kaku tersebut di atas (gambar).
Di luar daerah l0 tulangan spiral atau sengkang tertutup harus dipasang dengan
spasi sumbu-ke sumbu tidak lebih daripada nilai terkecil dari enam kali diameter
tulangan longitudinal kolom atau 150 mm.
Gambar 3.27 memperlihatkan contoh-contoh kegagalan struktur kolom beton
bertulang aiat beban gempa. Pada contoh-contoh tersebut terlihat bahwa elemen
struktur kolom yang gagal ternyata tidak diberi tulangan pengekang yang
memadai.
5. Perencanaan geser
Gaya geser rencana, Ve untuk perencanaaan geser kolom harus ditentukan
berdasarkan gaya lentur maksimum yang terdapat terjadi pada muka hubungan
balok-kolom pada setiap ujung komponen struktur (gambar). Namun demikian,
momen Mpr kolom yang digunakan untuk perhitungan Ve tidak perlu leih besar
daripada Mpr balok yang merangka pada hubungan balok-kolom yang sama. Gaya
geser Ve yang digunakan untuk desain tidak boleh lebih kecil daripada nilai gaya
geser hasil analisis struktur.
Perencanaan tulangan transversal yang dipasang di sepanjang daerah l0, untuk
menahan gaya geser Ve, harus dilakukan dengan menggunakan Vc = 0 bila:
a. Gaya geser akibat gempa yang dihitung sesuai dengan Mpr mewakili 50%
atau lebih kuat geser perlu maksimum pada bagian di sepanjang l0,
b. Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak
melampaui Ag fc ' 20 .
Karena gaya aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur kolom
umumnya lebih besar daripada Ag fc ' 20 , maka pada dasarnya ketentuan di
atas tidak berlaku. Jadi, perencanaan geser kolom di sepanjang daerah l0 tetap
dapat dilakukan dengan menganggap beton aktif dalam berkontribusi
menahan geser.
V jn c fc ' A j
diafragma struktural, Vn tidak boleh melampaui 2/3 Acv fc ' , dimana Acv
Vn A cv α c fc ' ρn f y
Dengan: Acv = luas penampang total dinding struktural
αc = 1/4 untuk hw/lw ≤ 1,5
= 1/6 untuk hw/lw ≥ 2
ρn = rasio penulangan arah horizontal (transversal)
perlu di catat bahwa pada persamaan diatas pengaruh adanya tegangan aksial
yang bekerja pada dinding geser tidak diperhatikan. Hal ini berarti bahwa
persamaan tersebut di atas akan menghasilkan nilai kuat geser yang bersifat
konservatif. Selain itu, agar penerapan konsep desain geser berdasarkan gaya
dalam ini berhasil, maka kuat lebih (overstrength) desain lentur dinding struktural
yang direncanakan sebaiknya dijaga serendah mungkin. Dalam kaitan dengan hal
ini, SNI 2847:2013 masyaratkan agar beton dan tulangan longitudinal dalam lebar
efektif flens, komponen batas, dan badan dinding harus dianggap efektif menahan
lentur.
Dinding juga harus mempunyai tulangan geser tersebar yang memberikan
tahanan dalam dua arah ortogonal pada bidang dinding. Apabila rasio hw/lw tidak
melebihi 2 (yaitu dinding struktural yang perilakunya didominasi oleh geser dan
bersifat brittle) sebaikanya didesain degan metode desain kapasitas. Sebagai
alternatif, ila kuat geser nominalya tetap diperhatikan lebih kecil daripada gaya
geser yang timbul sehubungan dengan pengembangan kuat lentur nominalnya,
maka dinding sruktural tersebut dapat didesain dengan faktor reduksi yang lebih
rendah, yaitu 0,55 (lihat bab 2 SNI 2847:2013).
b. Konsep desain kapasitas
Pada konsep desain kapasitas, tidak semua elemen struktur dibuat
sama kuat terhadap gaya dalam yang direncanakan, tetapi ada
elemen-elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah
dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dibuat demikian agar di elemen
atau titik tersebutlah kegagalan struktur akan terdai di saat beban
maksimum bekerja pada struktur.
Pada dinding geser kantilever, sendi plastia diharapkan terjdai pada
bagian dasar dinding. Dalam konsep desain kapasitas, kuat geser di
dasar dinding harus didesain lebih kuat daripada geser maksimum
yang mungkin terjadi pada saat penampang di dasar dinding tersebut
mengembangkan momen plastisnya.
Konsep desain kapasitas untuk perencanaan dinding geser dianut
dalam SNI 2847:92, dan SNI 1726-02. Kuat geser rencana pada
penampang di dasar dinding, sehubungan dengan adanya
pembesaran moemen yang mungkin terjadi, dihitung dengan
persamaan berikut:
4. Perencanaan terhadap beban lentur dan aksial
Dinding struktural yang memikul kombinasi beban lentur dan aksial harus
di rencanakan sesuai dengan SNI beton bab lentur dan aksial. Beton dan
tulangan longitudinal dalam daerah lebar efektif sayap dinding (dinding T
atau L atau I), komponen batas, dan badan dinding harus dianggap efektif
sayap dinding yang dianggap efektif menahan beban lentur adalah setebal
badan dinding ditambah nilai terkecil dari setengah jarak bersih antara
dinding ditambah nilai terkecil dari setengah jarak bersih antara dinding-
dinding yang bersebelahan atau seperempat tinggi total dinding.
5. Komponen batas khusus
komponen batas pada suau dinding merupakan bagian pada tepi-tepi
dinding yang diperkuat secara khusus. Komponen batas pada dasarnya
tidak harus diberi ketebalan melebihi tebal dinding. Pada tepi-tepi dinding
yang tegangan/regangan tekannya signifikan, penempang betonnya harus
diberi kekangan agar dapat dihasilkan perilaku dinding yang daktil. Daerah-
daerah yang harus dikekang tersebut merepresentasikan daerah
komponen batas. Kebutuhan komponen batas di tepi-tepi dinding struktural
harus dievaluasikan berdasarkan persyaratan (a) atau (b) di bawah ini SNI
2847:2013), yaitu:
a. Kombinasi momen dan gaya aksial tefaktor yang bekerja pada
dinding geser melebihi 0,2fc’
Pu Mu y
0,2f c '
Ag I
Kecuali bila Vu pada bidang dinding lebih kecil dari 0,083A cv fc ' maka tulangan
horizontal yang berhenti pada tepi dinding struktural tanpa komponen batas harus
memiliki kait standar yang mengait pada tulangan tepi atau tulangan tepi tersebut
harus dilingkupi oleh sengkang jenis “U” yang memiliki ukuran dan spesi yang
sama dengan tulangan horizontal, dan disambung-lewatkan dengan tulangan
horizontal.