Anda di halaman 1dari 32

1.5.

1 KONSEP DESAIN TERHADAP BEBAN GEMPA


Kertiteria desain untuk struktur bangunan tahan gempa menyaratkan
bahwa bangunan harus didesain agar mampu menahan beban gempa, sesuai
dengan SNI gempa yang berlaku, yaitu SNI 1726:2012. SNI gempa indonesia ini
mendasarkan beban gempa untuk desain sebagai gempa kuat. Dalam prosedur
perencanaan berdasarkan SNI gempa, struktur bangunan tahan gempa pada
perinsipnya boleh direncanakan terhadap beban gempa yang direduksi dengan
suatu faktor modifikasi respons struktur (faktor R), yang merupakan representasi
tingkat daktilitas yang dimiliki struktur. Dengan penerapan konsep ini, pada saat
gempa kuat terjadi, elemen-elemen struktur bangunan tertentu yang dipilih
diperbolehkan mengalami plastifikasi (kerusakan) sebagai sarana untuk
pendisipasian energi gempa yang diterima.
Untuk menjamin agar proses plastifikasi hanya terjadi pada elemen-
elemen struktur yang terpilih maka elemen-elemen struktur yang diharapkan tetap
elastis pada saat gempa kuat terjadi harus didesain lebih kuat dari pada elemen-
elemen terpilih tersebut. perlu diperhartikan bahwa struktur bangunan diharapkan
tidak runtuh pada saat terjadi gempa kuat. Untuk menjamin hal ini, elemen-elemen
struktur bangunan yang diharapkan mengalami plastifikasi harus diberi detailing
penulangan yang memadai agar perilakunya tetap stabil walaupun telah
mengalami deformasi inelastis yang besar. Terdapat dua mekanisme keruntuh
dalam mendesain gedung tahan gempa yaitu:
1. Mekanisme keruntuhan lokal adalah terjadinya sendi plastis di ujung
kolom sehingga mengakibatkan keruntuhan terjadi pada kolom (strong
column-weak beam).
2. Mekanisme keruntuhan global adalah terjadinya sendi plastis di ujung
balok sehingga mengakibatkan keruntuhan terjadi pada balok (strong
beam-weak column).

1.5.2 PERSYARATAN MATERIAL KONTRUKSI


Karakteristik material beton dan baja tulangan yang digunakan pada
struktur beton bertulang tahan gempa akan sangat mempengaruhi perilaku
plastifikasi struktur yang di hasilkan. Parameter material beton yang paling
berpengaruh dalam hal ini adalah nilai kuat tekan. Berdasarkan SNI 2847:2013,
kuat tekan, fc’ untuk material beton yang digunakan pada struktur bangunan tahan
gempa sebaiknya tidak kurang dari pada 20 Mpa. Salah satu parameter yang
paling berpengaruh terhadap perilaku plastifikasi yang di hasilkan pada elemen
struktur tahan gempa adalah kondisi permukaan baja tulangan yang digunakan.
Berdasarkan kondisi permukaannya, baja tulangan dapat dibagi dalam 2 jenis,
yaitu baja tulangan polos dan baja tulangan ulir. Parametar baja tulangan yang
juga ikut berpengaruh terhadapa perilaku plastifikasi elemen struktur yang di
hasilkan adalah nilai kuat leleh, nilai faktor kuat lebih, dan nilai rasio kuat ultimit.

1.5.3 SISTEM STRUKTUR BETON BERTULANG PENAHAN BEBAN


GEMPA
Acuan dalam perencanaan bangunan beton bertulang tahan gempa di
indonesia adalah standard perancanaan ketahanan gempa untuk struktur
bangunan gedung (SNI 1726:2012) dan tata cara perhitungan struktur beton untuk
bangunana gedung (SNI 2847:2012). Bangunan yang berada pada resiko gempa
yang tinggi harus direncanakan dengan menggunakan sistem struktur penahan
beban lateral yang memenuhi persyaratan detailing yang khusus atau memiliki
tingkat daktalitas penuh.
Berdasarkan SNI 2847:2012 sistem struktur dasar penahan beban lateral
secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Sistem rangka pemikul momen (SRPM)
Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPM) adalah sistem rangka
ruang di mana komponen-komponen struktur balok, kolom, dan join-
joinya menahan gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser, dan
aksial. SRPM dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Sistem rangka pemikul momen biasa (SRPMB) adalah suatu sistem
rangka yang memiliki tingkat daktalitas terbatas dan hanya cocok
digunakan di daerah dengan resiko gempa yang rendah.
b. Sistem rangka pemikul momen menengah (SRPMM) adalah Suatu
sistem rangka yang selain memenuhi ketentuan-ketentuan detailing
yang memiliki daktilitas sedang.
c. Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) adalah Suatu
sistem rangka yang memiliki sistem tingkatan daktilitas penuh yang
diperuntukan gempa dalam katagori kuat.
2. Sistem dinding struktural (SDS)
Sistem dinding struktural (SDS) adalah dinding yang diproposisikan untuk
menahan kombinasi gaya geser, momen, dan gaya aksial yang
ditimbulkan gempa. Suatu “dinding geser” (shear wall) pada dasarnya
merupakan dinding struktural. Dinding struktural dapat dikelompokan
sebagai berikut:
a. Dinding struktural beton biasa (SDSB) adalah Suatu dinding
struktural yang memenuhi ketentuan-ketentuan yang memiliki
daktilitas terbatas.
b. Dinding struktural beton khusus (SDSK) adalah suatu dinding
stuktural yang selain memenuhi ketentuan untuk dinding struktural
beton biasa, sistem ini pada perinsipnya memiliki tingkat daktilitas
penuh dan harus digunaka didaerah gempa kuat.
Pada praktiknya, sistem struktur penahan beban lateral dapat di buat
sebagai sistem ganda, yaitu kombinasi dari sistem rangka penahan mmen dan
sistem dinding struktural. Berdasarkan SNI 1726:2012, sistem rangka penahan
momen pada sistem ganda harus mampu menahan minimum 25% beban lateral
total yang bekerja pada struktur bangunan.

1.5.4 STRUKTUR BETON BERTULANG


Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan:
beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tarik
yang rendah dan batang-batang baja yang ditanamkan didalam beton dapat
memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Beton tidak dapat menahan gaya tarik
melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat
bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan
memberinya perkuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas
menahan gaya tarik yang bakal timbul didalam sistem.
Struktur beton bertulang banyak digunakan untuk struktur bangunan
tingkat rendah, tingkat menengah sampai bangunan tingkat tinggi. Struktur beton
bertulang merupakan struktur yang paling banyak digunakan atau dibangun orang
dibandingkan dengan jenis struktur yang lainya. Struktur beton bertulang lebih
murah dan lebih monolit dibandingkan dengan struktur baja maupun struktur
komposit. Karena elemen-elemen dari struktur beton bersifat monolit, maka
struktur ini mempunyai perilaku yang baik dalam memikul beban gempa. Di dalam
perancangan struktur beton bertulang tahan gempa, perlu diperhatikan adanya
detail penulangan yang baik dan benar.

Untuk gedung bertingkat tinggi dengan menggunakan struktur beton


bertulang, struktur atas yang utama terdiri dari balok, kolom dan plat lantai.
Menurut struktur, urutan pelaksanaan ketiganya adalah:
1. Kolom
2. Balok (dapat bersamaan dengan plat/slab)
3. Pelat / slab (termasuk tangga)
4. Dinding geser

1.5.4.1 KOLOM
Kolom adalah elemen vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul
beban dari balok. Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan
tulangan, posisi beban pada penampang dan panjang kolom dalam hubungannya
dengan dimensi lateral. Menurut SNI 2847:2013, kolom merupakan komponen
struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melampaui 3 yang
digunakan terutama untuk menumpu beban tekan aksial. Kegagalan kolom akan
berakibat langsung runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan
dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur
bangunan. Oleh karena itu dalam perencanaan struktur kolom diberikan cadangan
kekuatan lebih tinggi dari komponen struktur yang lain. Pada prakteknya, kolom
tidak hanya menahan beban aksial vertikal, tetapi juga menahan kombinasi beban
aksial dan momen lentur. Atau dengan kata lain, kolom harus diperhitungkan untuk
menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.

1.5.4.2 BALOK
Balok adalah elemen struktur yang menahan beban lentur dan
menyalurkan beban-beban dari slab lantai ke kolom penyangga yang vertikal.
Pada umumnya elemen balok dicor secara monolit dengan slab dan secara
struktural ditulangi di bagian bawah atau di bagian atas. Balok juga berfungsi
sebagai pengekang dari struktur kolom. Pada balok berlaku pula panjang bentang
teoritis l harus dianggap sama dengan bentang bersih L ditambah dengan
setengah panjang perletakan yang telah ditetapkan. Tata cara untuk perencanaan
penampang minimum balok non prategang telah diatur berdasarkan SNI
2847:2013, tabel 9.5(a). Halaman 70, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung seperti pada tabel 2.1 yaitu untuk perencanaan tebal minimum
dari balok.

1.5.4.3 PLAT
Pelat lantai merupakan salah satu komponen struktur konstruksi baik
pada gedung maupun jembatan dan biasanya dibangun dengan konstruksi beton
bertulang. Pelat lantai sangat dipengaruhi oleh momen lentur dan gaya geser yang
terjadi. Sisi tarik pada pelat terlentur ditahan oleh tulangan baja, sedangkan gaya
geser pada pelat lantai ditahan oleh beton yang menyusun pelat lantai itu sendiri.
Berdasarkan perilaku pelat lantai dalam menahan beban yang bekerja, pelat lantai
dibagi menjadi dua yaitu pelat satu arah (one way slab) dan pelat dua arah (two
way slab).

1.5.4.4 DINDING GESER


Bangunan tinggi tahan gempa umumnya menggunakan elemen-elemen
struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya geser, momen
dan gaya aksial yang timbul akibat beban gempa. Dengan adanya dinding geser
yang kaku pada bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap oleh
dinding geser tersebut.

1.5.1 Daktilitas
Daktilitas adalah kemampuan sebuah bangunan untuk menahan dan
mengurangi pengaruh beban yang berulang-berulang setelah tekanan pertama,
artinya bangunan tersebut dapat menahan beban gravitasi tanpa mengalaim
keruntuhan. Perancanagan harus memastikan bahwa elemen-elemen tersebut
disusun dengan baik untuk menghindari keruntuhan akibat tegangan. Rancangan
daktail diaplikasikan pada semua jenis bangunan, termasuk bangunan elastis.
Bangunan yang memiliko daktail cenderung akan bertahan lebih lama dari pada
bangunan biasa.
1.5.2 Analisa pembebanan
Beban dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung
dari jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta
faktor-faktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan
struktur. Jenis-jenis beban yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan
struktur bangunan gedung adalah sebagai berikut:
1. Beban hidup
Beban yang terjadi akibat penghuni atau penggunaan gedung tersebut,
baik akibat beban yang berasal dari orang maupun dari barang yang
dapat berpindah atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak
merupakan bagian yang tetap dari gedung.
2. Beban mati
Beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian dari gedung yang
bersifat tetap, termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom, balok, lantai,
atap, penyelesaian, mesin dan peralatan yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari gedung.
3. Beban gempa
Beban gempa yang nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya
probabilitas beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat
daktalitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih yang
terkandung di dalam struktur tersebut.

1.5.3 Parameter penentuan beban gempa


1. Faktor keutamaan struktur bangunan (Ie)
Faktor keutamaan struktur bangunan (Ie) adalah faktor untuk
penyesuaian periode ulang gempa terkait dengan penyesuaian
probabilitas terjadinya gempa selama umur layan bangunan, dan Ie
adalah faktor untuk penyesuaian periode ulang gempa terkait dengan
penyesuaian umur layan gedung. Bangunan-bangunan yang harus tetap
berfungsi setelah terjadinya gempa rencan, yaitu gempa 2500 tahun,
harus didesain terhadap gaya gempa yang kemungkinannya terlewati
selama umur layan bangunan 50 tahun adalah kurang dari 2%. Hal ini
bertujuan agar struktur bangunan maksimal memiliki kinerja immediate
occupancy setelah terjadinya gempa 2500 tahun.
2. Klasifikasi situs
Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan
tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari
batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut
harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus
diklasifikasikan sesuai dengan SNI 1726:2012, berdasarkan profil tanah
lapisan 30 m. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan tanah di
lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan oleh otoritas yang
berwewenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat, dengan minimal
mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah yang
tercantum dalam Tabel 3. Dalam hal ini, kelas situs dengan kondisi yang
lebih buruk harus diberlakukan. Apabila tidak tersedia data tanah yang
spesifik pada situs sampai kedalaman 30 m, maka sifat-sifat tanah harus
diestimasi oleh seorang ahli geoteknik yang memiliki sertifikat/ijin keahlian
yang menyiapkan laporan penyelidikan tanah berdasarkan kondisi
getekniknya. Penetapan kelas situs SA dan kelas situs SB tidak
diperkenankan jika terdapat lebih dari 3 m lapisan tanah antara dasar
telapak atau rakit fondasi dan permukaan batuan dasar.
3. Koefisien situs dan parameter respons spektral percepatan gempa
maksimum.
Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa di permukaan
tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik
dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi geteran
terkait percepatan pada getaran periode pendek (Fa) dan faktor
amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran periode 1 detik (Fv)
parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan
periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs.
4. Spektrum respons desain
Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur
gerak tanah dari spesifikasi situs tidak digunakan, maka kurva spektrum
respons desain harus dikembangkan dengan mengacu gambar 1 dan
mengikuti kententuan di bawah ini :
a. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan
desain, Sa, harus diambil dari persamaan:
 T 
S a  SDS  0,4  0,6 
 T0 
b. Untuk periode lebih besar dari atatu sama dengan T 0 dan lebih kecil
dari atau sama dengan TS, spektrum respons percepatandesain, Sa,
sama dengan SDS;
c. Untuk periode lebih besar dari TS, sektrum respons percepatan
desain, Sa diambil berdasarkan persamaan
SD1
Sa 
T
Keterangan:
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada periode
pendek.
SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1
detik.
S D1
T0  0,2
S DS
S D1
TS 
S DS
Gambar 1 spektrum respons desain

5. Periode fundanmental pendekatan


Periode fundanmental pendekatan (Ta), dalam detik, harus dihentikan dari
persamaan berikut:

Ta  C t h n
x

Keterangan:
hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat
tertinggi struktur, dan koefisien Ct dan X ditentukan dari tabel:

tabel koefisen untuk batas atas pada periode yang diitung


parameter percepatan respons spektral desain
koefisien Cu
pada 1 detik
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7

Tabel nilai parameter periode pendekatan Ct dan x


TIPE STRUKTUR Ct X
sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100 persen gaya
gempa yang di isyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan
komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi
jika dikenal gaya gempa
rangka baja pemikul moemen 0,0724a 0,8
rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9
rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75
rangka baja denganbresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75
semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75

6. Beban geser dasar nominal akibat gempa


Beban geser dasar nominal horizontal akibat gempa yang bekarja pada
struktur bangunan gedung, dapat ditentukan dari rumus:
V  Cs W

Dengan ketentuan nilai Cs sebagi berikut:


S DS
Cs 
R
 
 Ie 
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan tidak perlu melebihi
berikut ini:
S D1
Cs 
R
T 
 Ie 
Cs harus tidak kurang dari
C s  0,044S DSIe  0,01

Keterangan:
Cs = koefisien respons seismik yang ditentukan
W = berat sesimik efektif
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang
periode pendek
R = faktor modifikasi respons
Ie = faktor keutamaan gempa yang ditentukan
7. Distribusi vertikal gaya gempa
Gaya gempa lateral (FX) yang ditimbulkn di semua tingkat harus
ditentukan dari persamaan berikut:
Fx  C v x V

Dan
k
Wxh x
Cvx  n

Wh
i l
i i
k

Keterangan:
Cvx = faktor distribusi vertikal
V = gaya lateral desain toral atau geser didasar strukutr,
dinyatakan dalam kilonewton (kN)
Wi dan W x = bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang
ditempatkan atau dikenakan

hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, dinyatakan dalam


meter (m)
k = eksponen yang terkait dengan periode sebesar 0,25 detik
atau kurang, k=1
untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 2,5 detik
atatu lebih, k = 2
untuk struktur yang mempunyai periode antara 0,5 dan 2,5
detik, k harus sebesr 2 atatu harus ditentukan dengan
interpolasi linier antara 1 dan 2

1.5.4 KOMBINASI PEMBEBANAN


Berdasarkan SNI 1727:2013 pasal 2.3.2, mengatur tentang kombinasi
pembebanan yang akan dipakai untuk perencanaan gedung.
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (L atau S atau R)
3. 1,2D + 1,6(L atatu S atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0W + L+ 0,5 (L atau S atau R)
5. 1,2D + 1,0E + L + 0,2S
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
Dimana:
D = beban mati
L = beban hidup
E = beban gempa

1.5.5 MOMEN INERSIA


Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh beban rencana,
pengaruh peretakan beton pada unsur-unsur struktur yang terbuat dari material
beton bertulang, beton pratekan dan juga baja komposit, harus diperhitungkan
terhadap kekakuannya. Untuk itu, momen inersia efektif penampang utuh dikalikan
dengan suatu prosentase efektivitas penampang. Namun perlu dicatat bahwa
penggunaan momen inersia efektif pada dasarnya hanya direkomendasikan untuk
perhitungan gaya dalam dan deformasi pada elemen struktur, dan bukan untuk
penentuan level beban gempa (geser dasar) nominal yang diterima oleh struktur.
Level beban gempa nominal yang diterima struktur sebaiknya dihitung
berdasarkan nilai periode T hasil estimasi persamaan empiris, dan bukan
berdasarkan nilai periode T hasil analisis vibrasi bebas struktur dengan nilai
momen inersia efektif (yang direduksi).
SNI beton (SNI 2847:2013) memberikan rekomendasi nilai prosentase
efektivitas penampang untuk perhitungan momen inersia efektif sebagai berikut.
1. Untuk balok : 35%
2. Untuk kolom : 70%
3. Untuk pelat dan lantai dasar : 25%
4. Untuk dinding:
a. Tidak retak : 70%
b. Retak : 35%

Perlu dicatat bahwa nilai prosentase efektivitas untuk balok, yaitu 35%, harus
diaplikasikan dengan memperhitungkan pengaruh lebar efektif pelat lantai yang
dianggap bekerja bersama-sama balok dalam menahan lentur. Pada umumnya,
nilai momen inersia penampang balok-T utuh dapat diambil sebesar dua kali
 
inersia penampang utuh badan penampang, yaitu 2 b w h 3 12 . Dengan demikian,
bila didalam analisis elemen struktur balok dimodelkan sebagai balok dengan
penampang persegi, maka nilai prosentase efektivitas penampangnya dapat
diambil sebesar 2  35%  70%

1.5.6 DIAFRAGMA STRUKTURAL


Pada struktur bangunan gedung, pelat lantai selain berfungsi sebagai
beban gravitasi juga berfungsi sebagai diafragma pengikat elemen-elemen vertikal
penahan beban lateral. Sebagai diafragma, pelat lantai berperan dalam
mendistribusikan beban lateral gempa yang diterima struktur ke elemen-elemen
vertikal penahan beban lateral. Distrubisi yang terjadi pada dasarnya sangat
dipengaruhi oleh kekakuan yang dimiliki elemen diafragma. Bila diafragma bersifat
kaku maka beban lateral gempa akan terdistribusi ke elemen-elemen vertikal
secara proporsional, sebanding dengan kekakuannya. Bila diafragma bersifat
fleksibel maka beban lateral gempa akan terdistribusi ke elemen vertikal sesuai
dengan tributari beban.

1.5.7 FAKTOR REDUKSI UNTUK PERHITUNGAN KUAT RENCANA


Faktor reduksi berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 9.3 dapat digunakan
sebagai dasar dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa. Nilai-nila yang
direkomendasikan sebagai berikut.
1. Penampang terkendali tarik................................................................. 0,9
2. Penampang terkendali tekan
a. Komponen struktur dengan tulangan spiral ................................ 0,75
b. Komponen struktur bertulang lainya ........................................... 0,65
3. Geser dan torsi ................................................................................. 0,75

1.5.8 PERSYARATAN DETAILING KOMPONEN STRUKTUR LENTUR


SRPMK
1. Persyaratan geometri
Komponen struktur lentur didefinisikan sebagai komponen struktur di mana
gaya aksial tekan terfaktor yang bekerja ada penampang tidak melebihi
0,1.Ag.fc’ dengan Ag adalah luas penampang komponen strktur. Secara
geometri, ada bebarapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk komponen
lentur:
a. Bentang bersih koponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali
tinggi efektifnya (lentur).
b. Perbandingan lebar terhadap tingi kompone struktur tidak boleh
kurang dari 0,3. Persyaratan ini terkait dengan stabilitas
panampang komponen struktur, khususnya pada saat penampang
mengalami deformasi inelastik yang cukup signifikan.
c. Lebar penampang haruslah
1) ≥ 250 mm
2) ≤ lebar kolom ditambahkan jarak pada tiap sisi kolom yang
tidak melebihi tiga per empat tinggi komponen struktur
lentur. Persyaratan ini terkait dengan transfer momen akibat
gempa dari elemen struktur balok ke kolom.

2. Persyaratan tulangan lentur


Ada bebarapa persyaratan tulangan lentur yang perlu diperhatikan pada
perencanaan komponen lentur SRPMK, diantaranya adalah:
a. Masing-masing luas tulangan atas dan bawah harus lebih besar dari luas

tulangan minimum yang dipersyaratkan, yaitu 0,25b wd 


fc ' f y atau

1,4b w d f y dengan bw dan d masing-masing adalah lebar dan tinggi efektif

penampang kompnen lentur). Rasio tulangan lentur maksim ρ maks  juga


dibatasi sebsar 0,025. Selain itu, pada penampang harus terpasang secara
menerus minimum dua batang tulangan atas dan dua batang tulangan
bawah
b. Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar atau sama
dengan setengah kuat lentur negatifnya. Kuat lentur negatif dan positif
pada setiap penampang di sepanjang bentang harus tidak kurang dari
seperempat kuat lentur terbesar pada batang tersebut.
c. Sambungan lewatan untuk penyambungan tulangan lentur harus diberi
tulangan spiral atau sengkang tertutup disepanjang sambungan tersebut.
Pemasangan tulangan spiral atau sengkang tertutup ini penting untuk
mengekang beton di daerah sambungan dan mengatasipasiterkelupasnya
selimut beton pada saat penampang mengalami deformasi inelastik yang
signifikan.
d. Sambungan lewatan tidak boleh ditempatkan pada:
1) Daerah hubungan balok-kolom
2) Daerah hingga jarak dua kali tinggi balok h dari muka kolom, dan
3) Lokasi-lokasi yang berdasarkan hasil analisis, memperlihatkan
kemungkinan teradinya lele lentur akibat perpindahan lateral
inelastik struktur portal bangunan.
3. Persyaratan tulangan tranversal
Tulangan transversal pada komponen lentur dibutuhan terutama untuk
menahan geser, mengekang daerah inti penampang beton dan
menyediakan tahanan lateral bagi batang-batang tulangan lentur dimana
tegangan leleh dapat terbentuk. Karena pengelupasan (spalling) selimut
beton dapat terjadi pada saat gempa kuat, terutama di daerah sendi plastis
dan di daerah sekitarnya, maka semua tulang transversala pada elemen
SRPMK harus berbentuk sengkang tertutup. Bebarapa persyaratan harus
dipenuhi untuk pemasangan tulangan sengkang tertutup, diantaranya:
a. Sengkang tertutup harus dipasang:
1) Pada daerah hingga dua kali tinggi balok diukur dari muka tumpuan:
2) Di sepanjang daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari
ssuatau penampang yang berpotensi membentuk sendi plastis.
b. Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm
dari muka tumpuan. Spasi sengkang tertutup tidak boleh melebihi
(gambar)
1) d/4, dengan d adalah tinggi efektif penampang komponen
lentur
2) delapan kali diameter terkecil tulangan lentur
3) 24 kali diameter betang tulangan sengkang tertutup, dan
4) 300 mm
Tulangan sengkang tertutup dan pengikat silang (crosstie) harus diberi kait gempa
diujung-ujungnya (gambar). Pengikat silang didefinisakan sebagai tulangan
pengikat yang ujung-ujungnay diberi kait gempa dan kait 90˚. Sedangkan kait
gempa didefinisikan sebagai kait pada sengkang yang mempunyai bengkokan
tidak kurang dari 135˚ (untuk sengkang cincin dapat diambil ≥90˚ + perpanjang 6d
(gambar).
4. Persyaratan kuat geser untuk komponen struktur lentur
Kuat geser perlu Ve unutk perencanaan geser bagi komponen struktur
lentur SRPMK harus ditentukan dari peninjauan gaya statik pada
komponen struktur antara dua muka tumpuan (gambar), yaitu:
Mpr1  Mpr2 Wu L
Ve  
L 2
Dengan :
Ve = kuat geser perlu diujung-ujung balok
Mpr1 = kuat lentur paling maksimum yang mungkin termobilasi di
perletakan kiri akibat goyang ke kiri (atau kanan)
Mpr2 = kuat lentur paling maksimum yang mungkin termobilisasi
diperletakan kanan akibat goyangan ke kiri (atau kanan)
Wu = pengaruh beban gravitasi
L = panjang bentang bersih balok
Momen ujung Mpr (probable moment capacity) didefinisikan sebagain
momen maksimum yang diperlukan untuk membuat penampang desain
(yaitu penampang dengan dimensi dan konfiguransi baja tulangan sesuai
desain) membentuk sendi plastis. Momen ujung Mpr dihitung berdasarkan
nilai kuat tarik baja tulangan yang telah diperbesar dengan menerapkan
faktor kuat lebih bahan, yaitu sebesar 1,25fy.
Perencanaan geser dilakukan dengan mengasumsikan bahwa baik beton
maupun baja tulangan transversal harus di rancang untuk menahan kuat
geser perlu dengan menganggap kontribusi penampang beton dalam
menahan geser (Vc) = 0 selama:
a. Gaya geser akibat gempa mewakilisetengah atau lebih dari kuat
geser perlu maksimum di sepanjang daerah tersebut.
b. Gaya aksial tekan tefaktor pada penampang termasuk akibat
gempa, lebih kecil dari A g fc ' 20 .

1.5.9 PERSYARATAN DETAILING KOMPONEN STRUKTUR SRPMK YANG


MENERIMA KOMBINASI LENTUR DAN BEBAN AKSIAL
1. Peryaratan geometri
Komponen struktur yang dibahas dalam pasal ini adalah komponen
struktur kolom, yang menerima kombinasi lentur dan beban aksial.
Besarnya beban aksial terfaktor yang bekarja pada komponen struktur
kolom dibatasi tidak kurang dari 0,1Agfc’. beberapa persyaratan geometri
juga harus dipenuhi oleh komponen struktur kolom SRPMK, diantaranya
(gambar):
a. Ukuran penampang terkecil tidak kurang dari 300 mm.
b. Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran
dalam arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.
2. Perencanaan lentur
Berdasarkan SNI beton, kuat lentur kolom SRPMK harus memenuhi ketentuan
kolom kuat-balok lemah sebagaimana diperlihatkan pada (gambar).

M e M
 (6/5) g

Dengan M e = jumlah Mn kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom.

Mn harus dihitung untuk gaya aksial. Terfaktor, yang sesuai


dengan arah gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan
nilai Mn terkecil.

M g = jumlah Mn balok yang merangka pada hubungan balok-kolom.

Pada kontruksi balok-T, dimana pelat dalam keadaan tertarik


pada muka kolom, tulangan pelat yang berada dalam daerah
lebar efektif pelat harus diperhitungkan dalam menentukan Mn
balok bila tulangan tersebut terangkur dengan baik pada
penampang kritis lentur.
Seperti diuraikan diatas, kuat lentur kolom harus emenuhi ketentuan
kolom kuat-balok lemah (strong column-weak beam). Tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya leleh pada kolom-kolom yang pada dasarnya didesain
sebagai komponen pemikul beban lateral. Bila komponen kolom ini direncanakan
tidak lebih kuat dari pada balok-balok yang merangka pada suatu hubungan balok-
kolom yang sama, sangat mungkin terjadinya perilaku inelastik, dan bahkan
plastifikasi di ujung-ujung kolom. Hal ini tidak diinginkan karena kolom tidak
memiliki kemampuan disipasi energi sebaik balok. Besarnya beban aksial yang
bekerja pada kolom dibandingkan dengan daktilitas balok. Bila ada desain kolom
yang tidak memenuhi ketentuan kolom kuat-balok lemah di atas, maka kuat lateral
dan kekakuan kolom tersebut harus diabaikan dalam perhitungan kekakuan dan
kekakuan struktur.
Untuk perhitungan Mn pada kontruksi balok-T yang merangka pada hubungan
balok-kolom, lebar efektif pelat dapat diambil sesuai SNI 2847:2013 pasal.
Berdasarkan SNI beton, lebar efektif pelat pada kontruksi balok-T tidak boleh
melebihi seperempat bentangan balok. Slain itu, lebar efektif dari masing-masing
sisi badan balok-T tidak boleh melebihi:
a. Delapan (8) kali tebal belat,
b. Setengah (1/2) jarak bersih antara balok-balok yang bersebelahan.
Untuk balok tepi, lebar efektif sayap dari sisi badan tidak boleh lebih dari:
a. Seperduabelas (1/12) dari bentang balok,
b. Enam (6) kali tebal pelat, dan
c. Setengah (1/2) jarak bersih antara balok-balok yang bersebelahan.
3. Persyaratan tulangan lentur
Berdasarakan SNI beton, tulangan lentur kolom harus memenuhi beberapa
persyaratan berikut:
Rasio penulangan dibatasi minimum tidak boleh kurang dari 0,01 dan
maksimum tidak boleh lebih dari 0,06.
a. Batas bawah rasio tulangan lentur kolom terutama berguna untuk
mengantisipasi pengaruh deformasi jangka panjang dan agar kuat lentur
rencana penampang kolomlebih besar daripada kuat lentur retaknya. Batas
atas rasio tulangan lentur ditetapkan untuk menjaga agar tidak terjadi
kongesti (kerapatan) tulangan yang berlebihan pada penampang,
khususnya didaerah sambungan lewatan.
b. Sambunagn mekanis tipe 1 untuk penyamungan tulangan lentur (dengan
kekuatan 125% kuat leleh batang tulangan yang disambung) tdak boleh
ditempatkan dilokasi yang berpotensi membentuk sendi plastis, kecuali
sambungan mekanis tipe 2 (yaiu sambungan mekanis dengan kekuatan
yang lebih kuat dari kuat tarik batang tulangan yang disambung).
c. Sambungan las untuk penyambungan tulangan lentur (dengan kekuatan
125% kuat leleh batang tuangan yang di sambung) tidak boleh ditempatkan
di lokasi yang berpotensi memebentuk sendi plastis.
d. Sambungan lewatan hanya di izinkan di lokasi setengah panjang elemen
struktur yang berada di tengah (gambar), direncanakan sebagai
sambungan lewatan tarik, dan harus diikat dengan tulangan spiral atatu
segkang tertutup yang direncanakan sesuai ketentuan tulangan
transversal dibawah ini.
4. Persyaratan tulangan transversal
Tlangan teranvesal pada kolom utama berfungsi untuk mengekang daerah inti
kolom. Tulangan transversal pada kolom dapat berpa tulagan spiral atau tulangan
sengkang, tertutup. Pada saat kolom menerima gaya aksial tekan, inti kolom
cenderung mengembang karena adanya pengaruh asio poison dan sifat dilatasi
material beton (imran dan pantazopoulou, 2001). Pengembangan ini
menyebabkan tulangan sengkang tertutup atatu spiral yang melingkupi inti beton
(gambar). Dalam kondisi yang lebih daktail (imran dan pantazoupoulou, 1996;
mander dkk., 1988). Gambar memperlihatkan perubahan perilaku aksial beton
dengan meningkatnya tegangan lateral yang di aplikasikan.
SNI beton mensyaratkan bahwa jumlah tulangan spiral atau sengkang tertutup
yang dipasang di daerah-daerah tertentu kolom yang berpotensi membentuk sendi
plastis harus memenuhi ketentuan berikut:
Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang cincin, ρs tidak boleh kurang dari:
fc '
ρ s  0,12
fy h

 Ag f '
ρ s *  0,45  1 c
 Ac  fy h
Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang dari pada
persamaan-persamaan dibawah ini.
Untuk potongan penampang yang ara normalnya searah sumbu x:
 f '  A g 
A shx *  0,3 sh c   1
 f y h  A ch 
  

 f '
A shx  0,09 shcx c 
 f yh 

Untuk potongan penampang yang arah normalnya searah sumbu y:
 f '  A g 
A shx *  0,3 sh c   1
 f y h  A ch 
  
 f '
A shx  0,09 shcx c 
 f yh 

Dengan,
Ashx =luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan
tegak lurus terhadap dimensi hcx
Ashy = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan
tegak lurus terhadap dimensi hcy
s = spasi tulangan tranversal
hcx = dimensi penampang inti kolom yang arah normalnya sejajar sumbu y,
diukur dari sumbu ke sumbu tulangan transversal terluar
Ag = luas bruto penampang kolom
Ach = luas penampang inti kolom dari sisi luar tulangan sengkang tertutup
Ac = luas penampang inti kolom dari sisi luar ke sisi luar tulangan spiral
fyh = kuat leleh tuangan transversal.
Persamaan (3.5), (3.6), dan (3.8) yang diberi tanda asteriks di turunkan dengan
prinsip bahwa luas tulangan sengkang tertutup atatu spiral yang erpasang harus
mampu meningkatkan kuat tekan inti kolom sedemikian hingga peningkatan
tersebut dapat mengkompensasi berkurangnya daya dukung kolom dengan
lepasnya selimut beton. Secara matematis, al ini dapat dinyatakan sebagai berikut.

Kuat tekan sumbangan selimut beton = kuat tekan tambahan inti beton
(hilang karena selimut beton lepas) (pengaruh adanya kekangan)

0,85f c ' A g  A c  = 4,1f y A c  A s 

Hal ini berarti bahwa epasnya selimut beton pada kolom tidak boelh mengurani
kemampuan kolom dam menahan beban aksial tekan.
Persamaan (3.5), (3.6), dan (3.8) di atas tidak perlu diperhatikan bila bagian inti
penampang kolom (tanpa selimut beton) telah direncanakan terhadp kombinasi
beban gempa dan mampu menahan gaya dalam yang terjadi. Sehingga walaupun
luas tulangan sengkang atau spiral yangterpasasng lebih kecil daripada luasan
tuangan minimum yang disyaratkan oleh persamaan-persamaan tersebut, struktur
kolom tetap mampu menahan gaya dalam yang terjadi pada saat selimut beton
lepas. Jadi, dalam hal ini, kebutuhan tulangan sengkang tertutup dan spiral pada
kolom hanya perlu direncanakan terhadap persamaan-persamaan lainya, yaitu
pers. (3.4), (3.7), dan (3.9).
Rasio volume tulangan spiral, ρs pada persamaan (3,4) dan (3,5) dapat dihitung
sebagai berikut.
volume spiral satu lilitan A sp πD x 4A sp
ρs   
volume core 1 2 Dc s
πD c s
4
Berdasarkan SNI beton, spasi tulangan transvesal yang dipasang di sepanjang
daerah yang berpotensi memebentuk sendi plastis (yaitu di ujung-ujung kolom)
tidak boleh lebih dari (gambar).
a. Seperempat dimensi terkecil komoponen struktur
b. Enam kali diameter tulangan longitudinal, dan
350  h x
c. S x  100 
3
Nilai Sx pada persamaan di atas dibatasi maksimum 150 mm dan tidak perlu
lebih kecil dari 100 mm.
Tulangan tranversal dapat berupa tulangan sengkang tunggal atau tumpuk.
Penikat silang yang diameter dan spasinya sama dengan sengkang tertutup
juga boleh dipergunakan (gambar). Pada gambar 3.25 juga diberikan
persyaratan jarak maksimum yang di izinkan antartulangan longitudinal kolom
yang diberi penopang lateral, yaitu x ≤ 350 mm.
Daerah-daerah pada kolom yang berpotensi memebentuk sendi plastis, yang
harus dipasang tulangan tranversal dengan luasan dan spasi sesuai ketentuan
di atas diatur sebagai berikut.
a. Sepanjang l0 dari setiap mukahubungan balok-kolom.
b. Sepanjang l0 pada kedua sisi dari setiap penampang yang berpotensi
membentuk leleh lentur (sendi plastis) akibat deformasi lateral inelastis
pada struktur rangka.
c. Sepanjang daerah sambungan lewatan tulangan longitudinal kolom.
d. Kedalam kepala fondasi sejauh minimum 300 mm (gambar).
Panjang l0 dalam hal ini ditentukan tidak kurang dari:
a. Tinggi penampang struktur kolom pada muka hubungan balok-kolom atau
pada segmen yang berpotensi memebentuk leleh lentur,
b. Seperenam (1/6) bentang bersih struktur kolom , dan
c. 500 mm
Bila gaya-gaya aksial terfaktor pada kolom akibat eban gempa melampaui
Ag fc ' 10 dan gaya aksial tesebut berasal dari komponen strktur laninnya yang

sangat kakau yang didukungnya, misalnya dinding (gambar), maka kolom tersebut
harus diberi tulangan transversal sesuai ketentuan diatas pada seluruh tinggi
kolom. Daerah pemasang tulangan transversal tesebut harus diperpanjang untuk
suatu jarak sebesar panjang penyaluran tulangan longitudinal terbesar ke dalam
komponen struktur yang sangat kaku tersebut di atas (gambar).
Di luar daerah l0 tulangan spiral atau sengkang tertutup harus dipasang dengan
spasi sumbu-ke sumbu tidak lebih daripada nilai terkecil dari enam kali diameter
tulangan longitudinal kolom atau 150 mm.
Gambar 3.27 memperlihatkan contoh-contoh kegagalan struktur kolom beton
bertulang aiat beban gempa. Pada contoh-contoh tersebut terlihat bahwa elemen
struktur kolom yang gagal ternyata tidak diberi tulangan pengekang yang
memadai.
5. Perencanaan geser
Gaya geser rencana, Ve untuk perencanaaan geser kolom harus ditentukan
berdasarkan gaya lentur maksimum yang terdapat terjadi pada muka hubungan
balok-kolom pada setiap ujung komponen struktur (gambar). Namun demikian,
momen Mpr kolom yang digunakan untuk perhitungan Ve tidak perlu leih besar
daripada Mpr balok yang merangka pada hubungan balok-kolom yang sama. Gaya
geser Ve yang digunakan untuk desain tidak boleh lebih kecil daripada nilai gaya
geser hasil analisis struktur.
Perencanaan tulangan transversal yang dipasang di sepanjang daerah l0, untuk
menahan gaya geser Ve, harus dilakukan dengan menggunakan Vc = 0 bila:
a. Gaya geser akibat gempa yang dihitung sesuai dengan Mpr mewakili 50%
atau lebih kuat geser perlu maksimum pada bagian di sepanjang l0,
b. Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa tidak
melampaui Ag fc ' 20 .

Karena gaya aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur kolom
umumnya lebih besar daripada Ag fc ' 20 , maka pada dasarnya ketentuan di

atas tidak berlaku. Jadi, perencanaan geser kolom di sepanjang daerah l0 tetap
dapat dilakukan dengan menganggap beton aktif dalam berkontribusi
menahan geser.

1.5.5 PERSYARATAN DETAILING HUBUNGAN BALOK-KOLOM


Hubungna balok-kolom (join) merupkan elemen struktur yang paling
penting dalam suatu sistem struktur rangka pemikul momen. Akibat gaya lateral
yang bekerja pada struktur, momen lentur ujung pada balok-balok yang merangka
pada joinyang sama akan memutar join pada arah yang sama. Hal ini akan
menimbulkan gaya geser yang besar pada hubungan balok-kolom (gambar). Ada
beberapa tipe hubungan balok-kolom yang dapat di jumpai pada suatu sistem
struktur rangka pemikul momen dan tipenya tergantung pada lokasi tempat join
tesebut berada (gambar).
1. Persyaratan gaya dan geometri
pada perencanaan hubungan balok-kolom, gaya pada tulangan lentur di
muka hubungan balok-kolom dapat ditentukan berdasarkan tegangan
1,25fy faktor reduksi untuk perencanaan join dapat diambil sebesar 0,8.
Beberapa persyaratan geometri harus dipenuhi untuk join SRPMK,
diantaranya:
a. untuk beban normal, dimensi kolom pada hubungan balok kolom
dalam arah paralel tulangan longitudinal balok minimal harus 20 kali
diameter tulangan longitudinal terbesar pada balok.
b. Untuk beban rinagan, dimensi minimumnya adalah 26 kali
diameter.
2. Persyaratan tulangan transversal
Tulangan transversal seperti sengkang tertutup yang dipasang
pada daerah sendi plastis kolom harus dipasang juga di daerah
hubungan balok-kolom (HBK), kecuali bila hubungan tersebut
dikekakang oleh komponen-komponen struktur balok yang
merangka padanya. Bila ada balok-balok dengan lebar setidaknya-
tidaknya tiga per empat (3/4) lebar kolom merangka pada keempat
sisi HBK maka tulangan transversal yang harus dipasang di daerah
join hanyalah setengah (1/2) dari yang dipasang di daerah sendi
plastis kolom. Tulangan transversal ini harus dipasang mulai dari
sisi terbawah balok yang merangka ke hubungan tersebut. Spasi
tulangan transversal pada kondisi ini dapat diperbesar menjadi 150
mm.
Pada HBK dengan lebar balok lebih besar daripada lebar kolom,
tulangan tranversal seperti pada daerah sendi plastis kolom harus
dipasang juga pada hubungan tersebut untuk memeberikan
kekangan terhadap tulangan longitudinal balok yang berada di luar
daerah inti kolom. Gaya geser horizontal pada daerah HBK dapat
dihitung dengan mengasumsikan bahwa elemen lentur yang
merangka pada HBK tersebut telah mencapai kapasitasnya,
dengan menetapkan gaya tarik tulangan lentr balok besar
 
A s 1,25f y (gamabar).

Berdasarkan SNI beton, persamaan kuat geser HBK dapat dihitung


sebagai berikut.

V jn  c fc ' A j

Dengan nilai c dibatasi sama dengan 1,7 untuk hubungan balok-kolom


yang terkekang pada keempat sisinya, 1,25 untuk hubungan yang
terkekang pada ketiga sisinya atau dua sisi yang berlawanan, dan 1,0
untuk hubungan lainnya. Suatu balok yang merangka pada suatu
hubungan balok-kolom dianggap memberikan kekangan bila setidak-
tidaknya tiga per empat (3/4) bidang muka HBK tersebut tertutupi oleh
balok yang merangka pada masing-masing keempat sisi HBK tersebut.
Luas efektif join (Aj) pada pers.(3.17) dapat dihitung sebagai hasil perkalian
antara leber efektif join dan tinggi h (lihat bidang yang di arsir pada gambar
3.34).
Pengangkuran tulangan lentur balok di daerah join dapat dilakukan dengan
tulangan berkait atau tanpa kait, tergantung pada ketersedian space di
daerah join. Bila digunakan tulangan berkait maka panjang penyalurannya
ditetapkan sebagi berikut:
Untuk tulangan diameter 10 mm hingga 36 mm, panjang penyaluran ldh
unutk tulangan tarik dengan kait standar 90˚ dalam beton normal (gambar)
tidak boleh di ambil lebih kecil dari 8db 150 mm, dan nilai yang ditentukan
oleh prs.(3.18) berikut ini.
f y db
l dh 
5,4 f c '

Bila digunakan tulangan tanpa kait, untuk diameter 10 mm hingga 36 mm,


panjang penyaluran tulangan tarik tidak boleh diambil lebih kecil dari:
a. Dua detengah (2,5) kali panjang penyaluran dengan kait bila
ketebalan pengecoran beton dibawah tulangan tersebut kurang dari
300 mm, dan
b. Tiga setengah (3,5) kali panjang enyaluran dengan kait bila
ketebalan pengecoran beton dibawah tulangan tesebut melebihi
300 mm.
Gambar 3.36a memperlihtkan contoh kegagalan pada hubungan balok-
kolom akibat kurang memadainya tulangan pengekang. Sedengkan
gambar 3.36b ,memperlihatkan contoh detailing penulangan yang benar di
daerah join.

1.5.6 Perencanaaan diafragma


Pelat diafragma pada struktur bangunan berfungsi sebagai pengikat
elemen-elemen vertikal penahan beban lateral. Pelat diafragma juga
berfungsi sebagai elemen pentransfer gaya lateral akibat gempa ke
elemen-elemen vertikal yang diikatnya (gambar). Seperti diketahui,
sebagian massa bangunan (termasuk beban hidup) berada di atas pelat
lantai. Pada saatterjadi gempa, bangunan akan mengalami percepatan
yang menyebabkan timbulnya gaya inersia pada pelat lantai tersebut.
Akhir-ahir ini, pelat pracetak yang diberi topping cor di tempat sering di
gunakan sebagai sistem struktur untuk pelat lantai. Berdasarkan SNI
2847:2013, pelat penutup komposit cor setempat di atas lantai atau atap
pracetak dapa difungsikan sebagai diafragma struktural selama penutup
cor setempat memiliki tebal tidak kurag dari 50 mm, diberi tulangan, dan
sambungan-sambungannya didetailkan untuk dapat menyalurakan gaya-
gaya kepada batang-batang tepi, komponen-komponen kolektor, dan
sistem pemikul beban lateral. Selain itu, penutup tak komposit yang dicor
setempat di atas lantai atau atap pracetak juga dapat difungsikan sebagai
diafragma struktural selama penutup tersebut memiliki tebal tidak kurang
dari 65 mm dan secara individual direncanakan terhadap gaya-gaya yang
bekerja.
Penulangan pada pelat diafragma harus direncanakan dengan
memperhatikan persyaratan-persyaratan di bawah ini.
a. Rasio tulangan minimum diafragma dapat diambil sesuai
persyaratan untuk tulangan minimum pelat.
b. Spasi tulangan dalam masing-masing arah tidak boleh melebihi 500
mm. bila jaringan kawat las (wiremesh) digunakan maka spasi
pusat ke pusat tulangan yang searah dengan bentang komponen
pracetak tidak boleh kurang dari 250 mm.
c. Kabel prategan dengan lekatan dapat digunkan, namun harus di
rancanakan dengan membatasi tegangan akibat gaya-gaya gempa
tidak melebihi 400 MPa.
d. Kabel prategang tanpa lekatan boleh digunakan untuk memikul
gaya-gaya pada diafragma selama ada penyaluran gaya yang
sempurna antara kabel prategang dan beton.
e. Komponen-komponen diafragma dengan tegangan tekan melebihi
0,2fc’ harus diberi tulangan transversal sesuai persyaratan untuk
daerah sendi plastis kolom di sepanjang bentangnya. Tulangan
tersebut dapat dihentikan pada tempat di mana tegangan tekan-
tekannya kurang dari pada 0,15fc’.
f. Semua tulangan menerus pada diafragma, rangka batang,
penyokong, pengikat, batang tepi, dan komponen kolektor, harus
diangkur atau disambungkan lewat sesuai ketentuan untuk
tulangan tarik.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukannya, pantazopoulou dan imran (1992)
merekomendasikan agar tulangan atas dan bawah pelat lantai yang difungsikan
sebagai diafragma struktural harus dibuat menerus.
1. Perencanaan geser diafragma struktural
Kut geser nominal, Vn diafragma struktural tidak boleh melampaui
 fc ' 
Vn    ρn f y 
 6 
 
Kuat geser nominal, Vn pelat penutup komposit atau pelat penutup pelat
tak komposit yang dicor di atas lantai atau atap pracetak tidak boleh
melampaui
Vn  A cv ρ n f y

Dengan Acv pada persamaan (3.20) dihitung berdasarkan tebal penutup


(topping). Tulangan geser yang diperlukan harus tersebar merata di kedua
arah pelat diafragma. Perlu diperhatikan bahwa kuat geser nominal

diafragma struktural, Vn tidak boleh melampaui 2/3 Acv fc ' , dimana Acv

adalah luas penampang bruto diafragma.

1.5.7 Sistem dinding struktural khusus


1. Dinding geser
Bangunan tingi tahan gempa umumnya menggunkana elemen-elemen
struktur kaku berupa dinding geser untuk menaha kombinasi gaya geser,
momen, dan gaya aksial yang timbul akibat beban gempa. Dengan adanya
dinding geser yang kaku pada bangunan, sebagian besar beban gempa
akan terserap oleh dinding geser tersebut.
dinding geser biasanya dikatagorikan berdasarkan geometrinya, yaitu:
a. flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki
rasio h w l w  2 dan desainnya sikontrol oleh periaku lentur.
b. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio
h w l w  2 dan desainnya dikontrol oleh prilaku geser.

c. Coupled shear wall (dinding berangkai), dimana momen guling


yang tejadi akibta beban gempa ditahan oleh sepasang dinding,
yang dihubungkan oleh balok-balok perangkai, sebagai gaya-gaya
tarik dan tekan yang bekerja pada masing-masing dasar pasangan
dinding terebut.
Dalam praktiknya. Dinding geser selalu dihubungkan dengan sistem
rangka pemikul momen pada gedung. Dinding struktural yang umum
digunakan pada gedung tinggi adalah dinding geser kantilever dan dinding
geser berangkai. Berdasarkan SNI 1726:2012, dinding geser beton
bertulang kantilever adalah suatu subsistem struktur gedung yang fungsi
utamanya untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana.
Kerusakan pada dinding ini hanya boleh terjadi akibat momen lentur (bukan
akibat gaya geser), melalui pembentuk sendi plastis di dasar dinding. Nilai
momen leleh pada dasar dinding tersebut dapat mengalaim pembesaran
akibat faktor kuat lebih bahan. Jadi berdasarkan SNI 1726:2012, dinding
geser harus direncanakan dengan metode desain kapasitas. Dinding geser
kantilever termasuk dalam kelompo flexural wall, dimana rasio antara tinggi
dan panjang dinding geser tidak boleh kurang dari 2 dan dimensi
panjangnya tidak boleh kurang dari 1,5 m.
Kerja sama antara sistem rangka penahan momen dan dinding geser
merupakan suatu keadaan skhusus dengan dua struktur yang berbeda
sifatnya tersebut digabungkan. Dari gabungan keduanya diperoleh suatu
struktur yang lebih kuat dan ekonomis. Kerjasama ini dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis.
a. Sistem rangka gedung yaitu sistem struktur yang pada dasarnya
memeiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap.
Pada sistem ini, beba lateral dipukul dinding geser atau rangka
bresing. Sistem rangka gedung dengan dinding geser beton
bertulang yang yang bersifat daktail penuh dapat direncanakan
dengan menggunakan nilai faktor modifikasi respon,R, sebesar
6,0.
b. Sistem ganda, yang merupakan gabungan dari sistem pemikul
beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan
sistem rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus
direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-
kurangnya 25% dari seluruh beban lateral yang bekerja. Kedua
sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama
seluruh beban lateral gempa, dengan memperatikan interaksi
keduanya. Nilai R yang direkomendasikan untuk sistem ganda
yang tediri atas sistem dinding geser dengan rangka SRPMK
adalah 8,5.
c. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka. Sistem ini
merupakan gabungan dari sistem dinding beton bertulang biasa
dan sistem rangka pemikul momen biasa. Nilai R yang
direkomendasikan untuk sistem ini adalah 5,5.
2. Persyaratan penulangan
Rasio penulangan vertikal dan horizontal minimum pada dinding struktural
ditetapkan sebesar 0,0025. Spasi tulangan dibatasi maksimum 450 mm.
persyaratn lainnya untuk penulangan dinding geser dapat dilihat pada
gambar.
3. Perencanaan geser
Perencanaan dinding geser sebagai elemen struktur penahan beban
gemapa pada gedung bertingkat bisa dilakukan dengan konsep gaya
dalam (yaitu dengan hanya meninjau gaya-gaya dalam yang terjadi akibat
kombinasi beban gempa) atau dengan konsep desain kapasitas. Pada
bagian berikut ini, kedua konsep desain tersebut akan dijelaskan.
a. Konsep gaya dalam
Menurut konsep ini dinding geser didesain berdasarkan gaya dalam
Vu dan Mu yang terjadi akibatbeban gempa. Konsep desain dinding
geser bedasarkan gaya dalam ini pada dasarnya mengacu pada
SNI 2847:2013. Kuat geser perlu dinding struktural Vu dinding
struktural harus memenuhi:


Vn  A cv α c fc '  ρn f y 
Dengan: Acv = luas penampang total dinding struktural
αc = 1/4 untuk hw/lw ≤ 1,5
= 1/6 untuk hw/lw ≥ 2
ρn = rasio penulangan arah horizontal (transversal)
perlu di catat bahwa pada persamaan diatas pengaruh adanya tegangan aksial
yang bekerja pada dinding geser tidak diperhatikan. Hal ini berarti bahwa
persamaan tersebut di atas akan menghasilkan nilai kuat geser yang bersifat
konservatif. Selain itu, agar penerapan konsep desain geser berdasarkan gaya
dalam ini berhasil, maka kuat lebih (overstrength) desain lentur dinding struktural
yang direncanakan sebaiknya dijaga serendah mungkin. Dalam kaitan dengan hal
ini, SNI 2847:2013 masyaratkan agar beton dan tulangan longitudinal dalam lebar
efektif flens, komponen batas, dan badan dinding harus dianggap efektif menahan
lentur.
Dinding juga harus mempunyai tulangan geser tersebar yang memberikan
tahanan dalam dua arah ortogonal pada bidang dinding. Apabila rasio hw/lw tidak
melebihi 2 (yaitu dinding struktural yang perilakunya didominasi oleh geser dan
bersifat brittle) sebaikanya didesain degan metode desain kapasitas. Sebagai
alternatif, ila kuat geser nominalya tetap diperhatikan lebih kecil daripada gaya
geser yang timbul sehubungan dengan pengembangan kuat lentur nominalnya,
maka dinding sruktural tersebut dapat didesain dengan faktor reduksi yang lebih
rendah, yaitu 0,55 (lihat bab 2 SNI 2847:2013).
b. Konsep desain kapasitas
Pada konsep desain kapasitas, tidak semua elemen struktur dibuat
sama kuat terhadap gaya dalam yang direncanakan, tetapi ada
elemen-elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah
dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dibuat demikian agar di elemen
atau titik tersebutlah kegagalan struktur akan terdai di saat beban
maksimum bekerja pada struktur.
Pada dinding geser kantilever, sendi plastia diharapkan terjdai pada
bagian dasar dinding. Dalam konsep desain kapasitas, kuat geser di
dasar dinding harus didesain lebih kuat daripada geser maksimum
yang mungkin terjadi pada saat penampang di dasar dinding tersebut
mengembangkan momen plastisnya.
Konsep desain kapasitas untuk perencanaan dinding geser dianut
dalam SNI 2847:92, dan SNI 1726-02. Kuat geser rencana pada
penampang di dasar dinding, sehubungan dengan adanya
pembesaran moemen yang mungkin terjadi, dihitung dengan
persamaan berikut:
4. Perencanaan terhadap beban lentur dan aksial
Dinding struktural yang memikul kombinasi beban lentur dan aksial harus
di rencanakan sesuai dengan SNI beton bab lentur dan aksial. Beton dan
tulangan longitudinal dalam daerah lebar efektif sayap dinding (dinding T
atau L atau I), komponen batas, dan badan dinding harus dianggap efektif
sayap dinding yang dianggap efektif menahan beban lentur adalah setebal
badan dinding ditambah nilai terkecil dari setengah jarak bersih antara
dinding ditambah nilai terkecil dari setengah jarak bersih antara dinding-
dinding yang bersebelahan atau seperempat tinggi total dinding.
5. Komponen batas khusus
komponen batas pada suau dinding merupakan bagian pada tepi-tepi
dinding yang diperkuat secara khusus. Komponen batas pada dasarnya
tidak harus diberi ketebalan melebihi tebal dinding. Pada tepi-tepi dinding
yang tegangan/regangan tekannya signifikan, penempang betonnya harus
diberi kekangan agar dapat dihasilkan perilaku dinding yang daktil. Daerah-
daerah yang harus dikekang tersebut merepresentasikan daerah
komponen batas. Kebutuhan komponen batas di tepi-tepi dinding struktural
harus dievaluasikan berdasarkan persyaratan (a) atau (b) di bawah ini SNI
2847:2013), yaitu:
a. Kombinasi momen dan gaya aksial tefaktor yang bekerja pada
dinding geser melebihi 0,2fc’
Pu Mu y
  0,2f c '
Ag I

Cara ini disebut sebagai pendekatan tegangan. Batasan tegangan


tekan 0,2fc’ pada dasarnya dianggap sebagai batas tegangan tekan
minimum dimana beton sudah harus dikekang.
b. Jarak c dari serat terluar zona kompresi lebih besar dari (gamabar)
lw
c
δ 
600 u 
 hw 
Besaran δu/lw dalam persamaan di atas tidak boleh kurang dari
0,007 cara ini disebut sebagai pendekatan perpindahan.
Pendekatan tegangan biasanya lebih konservatif daripada
pendekatan perpindahan. Secara teoretis, pendekatan
perpindahan pada dasarnya lebih realistis. Pada pendekatan ini
kebutuhan daerah dengan nilai regangan tekan melebihi 0,003
(gambar). Bagi beton yang tidak terkekang, regangan 0,003
merupakan batas regangan ultimit yang masih mamapu ditahan
beton. Hanya beton yang terkekang dengan baik yang masih
mampu menerima regangan tekan melebihi 0,003.
Bila komponen batas diperlukan, ketentuan berikut ini harus
dipenuhi seperti terlihat pada gambar.
1) Komponen batas harus menerus secara horizontal dari sisi
serat tekan terluar sejarak tidak kurang dari (c-0,1) dan c/2.
2) Pada daerah penampang berflens (bersayap), komponen
batas harus mencakup lebar efektif flens pada sisi teka dan
harus menerus setidak-tidaknya 300 mm ke dalam web.
3) Tulangan transversal komponen batas khusus harus
memenuhi persyaratan yang berlaku untuk kolom, yaitu
pers (3,7) dan (3,9) (gambar).
4) Tulangan horizontal pada badan dinding harus diangkur di
dalam inti beton yang terkekang pada komponen batas agar
tulangan horizontal tersebut dapat mengembangkan kuat
lelehnya, fy.
5) Rasio tulngan longitudinal di daerah komponen batas
khusus tidak boleh kurang dari 0,5% (UBC, 1997).
Bila komponen batas tidak diperlukan, ketentuan berikut ini (SNI 2847:2013 pasal
23.6.6.4) harus dipenuhi:
Bila rasio tulangan utama pada tepi dinding melebihi 2,8/f y maka harus dipasang
tulangan transversal pada daerah tepi dinding sesuai dengan ketentuan tulangan
tranversal kolom (pers. (3.7) dan (3.9)). Spesi maksimum tulangan transversal
tersebut tidak boleh lebih dari 200 mm.

Kecuali bila Vu pada bidang dinding lebih kecil dari 0,083A cv fc ' maka tulangan

horizontal yang berhenti pada tepi dinding struktural tanpa komponen batas harus
memiliki kait standar yang mengait pada tulangan tepi atau tulangan tepi tersebut
harus dilingkupi oleh sengkang jenis “U” yang memiliki ukuran dan spesi yang
sama dengan tulangan horizontal, dan disambung-lewatkan dengan tulangan
horizontal.

Anda mungkin juga menyukai