Anda di halaman 1dari 40

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Prinsip Perencanaan Bangunan Tahan Gempa

Bangunan tingkat tinggi pada suatu struktur bangunan harus memiliki


struktur yang kuat terhadap gaya gempa. Struktur yang kuat yaitu struktur yang
tidak akan rusak dan tidak terjadi keruntuhan terhadap gaya-gaya yang bekerja
seperti gaya gempa, dengan perencanaan sesuai dengan daerah dan kondisi tanah
pada wilayah yang akan di bangun bangunan tersebut.

Dalam perencanaan struktur tahan gempa harus juga di perhitungkan beban


gempa, dalam perhitungan akan mendapat peluang keruntuhan yang seragam
terhadap gempa yang terencana. Untuk mendapat peluang keruntuhan struktur
yang seragam terhadap gempa rencana digunakanlah parameter MCE R yaitu
percpatanrespon gerak tanah gempa maksimum yang terjadi di suatu wilayah
dengan mempertimbangkan resiko gempa yang tertarget. Jika spectrum gempa
maksimum MCER dibutuhkan, maka spectrum respon desain harus dikalikan
angka 1,5. Resiko gempa MCER diambil sebagai gempa dengan periode ulang
berkisar 2500 tahun dengan gempa yang mungkin terlewati besarnya selama
rentan waktu umur struktur bangunan tersebut 50 tahun sebesar 2%. Pengambilan
qperencanaan perancangan dan pelaksanaan. Struktur bangunan yang tahan
terhadap gempa harus mengklasifikasikan daerah yang akan di bangun bangunan
tersebut. Dalam perencanaan perlu memperhatikan desain penulangan dan
sambungan dari keseluruhan struktur. dari segi material yang akan di pergunakan
juga harus mampu menunjang kekuatan struktur bangunan itu sendiri dan tahan
terhadap aktivitas lingkungan sekitar. Dalam pelaksanaannya perlu juga

4
5

memperhatikan system quality control dalam tahapannya harus


dilaksanakan dengan benar dan sesuai desain perencanaan yang telah di
rencanakan.

2.2 Definisi Dingding Geser

Menurut Tangoro (2006) Dinding geser merupakan komponen struktur yang


berfungsi meningkatkan kekakuan struktur dan menahan gaya lateral. Dinding
geser (shear wall) berupa beton atau baja, dirancang dapat menahan gaya lateral
yang ditimbulkan beban hidup dari angin atau gempa pada suatu sistem struktur
bangunan bertingkat tinggi.

Dalam perencanaan struktur bangunan tinggi, pada daerah atau lokasi


yangterkena pengaruh gempa bumi sering digunakan struktur gabungan antara
portalpenahan momen dengan dinding geser. Penggabungan struktur ini popular
digunakan pada bangunan bertingkat tinggi dengan struktur beton, karena struktur
bangunan akan memperoleh kekenyalan atau daktilitas (ductility) dan kekakuan
sistem struktur dengan hasil baik. Disajikan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Perilaku Sistem Gabungan Penahan Gaya Lateral


(Sumber : Juwana, 2005)
6

2.2.1 Klasifikasi Dinding Geser Berdasarkan Letak

Berdasarkan letak dan fungsinya, dinding geser dapat diklasifikasikan


dalam 3 jenis yaitu :

1. Bearing walls adalah dinding geser yang juga mendukung sebagian besar
beban gravitasi. Tembok-tembok ini juga menggunakan dinding partisi
antarapartemen yang berdekatan.
2. Frame walls adalah dinding geser yang menahan beban lateral, dimana
beban gravitasi berasal dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini
dibangun diantara baris kolom.
3. Core walls adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti pusat
dalam gedung, yang biasanya diisi tangga atau poros lift. Dinding yang
terletak di kawasan inti pusat memiliki fungsi ganda dan dianggap menjadi
pilihan ekonomis.

Gambar 2.2 Shearwall Berdasarkan Letak dan Fungsinya


(Sumber : Nugroho, F., 2017)

2.2.2 Elemen Struktur Dinding Geser

1. Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio
hw/lw ≥ 2, dimana desain dikontrol oleh perilaku lentur.
2. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio
hw/lw ≤ 2, dimana desain dikontrol oleh perilaku geser.
3. Coupled shear wall (dinding berangkai), dimana momen guling yang
terjadi akibat beban gempa ditahan oleh sepasang dinding, yang
7

dihubungkan oleh balok-balok perangkai, sebagai gaya-gaya tarik dan


tekan yang bekerja pada masing-masing dasar pasangan dinding tersebut.

2.2.3 Susunan Pada Shear Wall

1. Tertutup adalah susunan dinding-dinding melingkupi ruang simetris


seperti persegi panjang, bujur sangkar, segitiga, bulat, membentuk inti
(core).
2. Terbuka adalah susunan dinding-dinding terdiri dari unsur linear tunggal
atau gabungan unsur yang tidak lengkap melingkupi ruang geometrik.

2.3 Prinsip Shearbulding


Pada struktur bertingkat tinggi apabila mengalami goyang kea rah
horizontal, pada umumnya memiliki 3 macam pola goyang yang terjadi.
Kombinasi antara kelangsingan struktur. Jenis struktur utama penahan beban dan
jenis material bahan yang akan dipakai akan sangat berpengaruh terhadap pola
goyang yang telah dimaksudkan.

Umumnya pada analisis dinamika struktur pola goyangan pertamalah yang


diadopsi, artinya struktur dianggap cukup fleksibel dengan lantai-lantai tingkat
yang relatif kaku. Untuk sampai pada anggapan hanya terdapat satu derajat
kebebasan pada setiap tingkat, maka terdapat beberapa penyederhanaan/
anggapan-anggapan. Anggapan-anggapan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Massa struktur akibat beban berguna, beban sendiri, beban hidup dan berat
kolom pada setengah tingkat di bawah dan di atas tingkat yang
bersangkutan harus dianggap terkonsentrasi pada tiap lantai tingkat di satu
titik (lumped mass) elevasi tingkat yang bersangkutan. Bertujuan agar
struktur yang terdiri atas tak terhingga derajat kebebasan berkurang
menjadi satu derajat kebebasan saja.

2. Dibandingkan dengan kolom-kolom pada struktur bangunan, lantai-lantai


pada tiap tingkatnya dianggap sangat kaku karena balok-baloknya
disatukan secara monolit oleh plat lantai. Berarti sebelum dan sesudah
8

goyangan, lantai tingkat tetap horisontal karean dianggap beam column


joint tidak berotasi. Sehingga simpangan massa yang terjadi hanya ke arah
horisontal saja tanpa terjadi punter, yang berkemungkinan mempunyai tak
terhingga derajat kebebasan.

3. Beban aksial kolom atau deformasi aksial kolom diabaikan, simpangan


massa dan pengaruh P-delta dianggap tidak terpengaruh terhadap momen
kolom tersebut. Oleh karena itu dengan anggapan ini dan anggapan-
anggapan sebelumnya lantai tingkat tetap pada elevasinya dan tetap
horisontal baik sebelum maupun setelah terjadi penggoyangan.

Dari anggapan-anggapan diatas maka struktur portal dianggap bergoyang


akibat gaya lintang saja yang berarti lentur balok dianggap tidak ada, atau pola
goyangan pada struktur bangunan ini didominasi oleh geser (shear mode). Dengan
perilaku atau anggapan tersebut, maka struktur bangunan tersebut disebut dengan
shear building. Dengan perilaku pola goyangan ini, maka hanya akan mempunyai
satu derajat kebebasan saja pada tiap tingkatnya, dan pada struktur portal
bangunan akan mempunyai N-derajat kebebasan pada tiap N-tingkatnya.

2.4 Perilaku Goyangan Pada Struktur Utama Bangunan


Pada kekuatan struktur atas bangunan gedung bertingkat banyak ini akan
terletak pada jenis, penempatan, ukuran dan bahan dari struktur utama. Maka dari
itu harus benar-benar perlu diketahui sifat-sifat perilaku struktur utamanya. Dan
perilaku tersebut adalah perilaku goyangan horisontal yang terjadi akibat beban
gempa.

2.4.1 Perilaku Goyangan Portal Terbuka

Portal merupakan gabungan antara balok dan kolom yang dihubungkan secara
kaku dan membentuk bangun kisi-kisi (“grid”). Portal termasuk struktur utama
bangunan yang bersifat fleksibel, yaitu mampu berubah cukup besar, karena balok
dan kolom bertampang ramping. Pada kenyataannya kekuatan portal akan
bergantung pada:
9

1. Kekakuan dasar balok dan kolom EI (flexural rigidity). Konstanta EI akan


bergantung pada jenis, mutu bahan dan dimensi potongan.

2. Jenis joint yaitu jenis hubungan antara balok dan kolom. Apabila joint
bersifat kaku, maka sifat kaku tersebut akan mampu mengekang/menahan
terjadinya rotasi ujung batang. Sifat pengekangan pada joint inilah yang
memberikan andil kekuatan dan portal.

Gambar 2.3 Pola Simpangan pada Portal


(Sumber : Pawirodikromo, 2012)

2.4.2 Pola Goyangan Struktur Dinding (Sructural Walls)

Pada dinding beton yang pendek, apabila dibebani secara horisontal, maka
proses deformasi akan didominasi oleh gaya geser, oleh karena itu konstruksinya
disebut dinding geser. Tetapi pada bangunan tinggi, dinding beton menjadi
ramping, lentur, sehingga dinding beton akan lebih tepat disebut “Cantilever
Wall”.
Pawirodikromo (2012) menyatakan bahwa, tujuan utama memperkaku walls
adalah untuk mengendalikan simpangan antara tingkat yang cukup besar yang
umumnya terjadi pada tingkat-tingkat bawah struktur portal terbuka. Oleh karena
itu kadang-kadang portal terbuka lebih ditujukan untuk menahan beban vertikal
saja. Menurut Wolfgang Schueller (1977) dalam Pawirodikromo (2012)
menyatakan, walaupun struktur utama jenis ini sangat popular tetapi berdasarkan
pengalaman, jenis “moment resisting frame” ini hanya efektif untuk 20-tingkat ke
bawah pada konstruksi beton dan 30-tingkat ke bawah untuk konstruksi baja.
Karena struktur dinding merupakan struktur yang kaku, maka perilaku goyangan
10

lebih dipengaruhi oleh lentur/flexure, kecuali untuk struktur dinding yang pendek.
Pola goyangan struktur dinding yang didominasi oleh “flexural mode” tersebut
adalah seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2.4 Letak dan Pola Goyangan Struktur Dinding (Structural Walls)
(Sumber : Pawirodikromo, 2012)

2.5 Konsep Dalam Perencanaan Dinding Geser


Dilakukan asumsi terhadap dinding geser untuk menghindari tekuk
adalah dengan memperlakukannya sebagai kolom, dimana dimensi dinding geser
dengan komponen batas (boundary element) perlu dibatasi sesuai Gambar 2.11

Gambar 2.5 Dimensi Minimum Dinding Geser


(Sumber : Paulay and Priestley, 1992)

yang mana nilai bc didapat dari hubungan antara ketebalan kritis dinding
geser (bc) dan daktilitas displacement (μΔ) sesuai dengan Gambar 2.12
11

Gambar 2.6 Hubungan Antara bc dan μΔ


(Sumber : Paulay and Priestley, 1992)

lw adalah panjang dinding geser dan μΔ merupakan faktor daktilitas desain yang
diambil ≤ 5. Untuk memenuhi kriteria stabilitas semua persyaratan yang terdapat
pada Gambar 3.7 harus terpenuhi dan luasan boundary element (Awb) harus
memenuhi syarat sesuai Persamaan 2.1.
bc2≤ Awb ≥ lw⁄ 10 [2.1]

2.6 Pembebanan Struktur


Pembangunan dari perancangan bangunan struktur bangunan adalah sebagai
ruang agar dapat digunakan untuk berbagai macam prasarana umum maupun
pribadi conroh seperti apartemen ini yang berfungsi sebagai tempat hunian.
Struktur sendiri terbuat dari material yang memiliki massa, massa struktur akan di
pengaruhi juga oleh berat sendiri dari struktur bangunan tersebut. Berat sendiri
pada struktur bangunan dan elemen-elemen sendiri dari struktur bangunan dan
elemen-elemen sendiri dari struktur bangunan disebut sebagai beban mati (dead
load), sedangkan beban hidup (live load) merupakan beban akibat dari
penghunian dan penggunaan suatu struktur tersebut, selain itu juga di pengaruhi
12

oleh pengaruh dari luar seperti kondisi alam berupa angin, salju dan gempa dan
lingkungan.
Jadi pembebanan sendiri merupakan sebuah beban yang akan di
perhitungkan dalam perancangan struktur bangunan dengan memperhitungkan
beban sendiri bangunan dan berdasarkan gaya dari luar. Beban mati beban hidup
sendiri dapat dihitung berdasarkan SNI-2874-2013 Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton. Sedangkan beban-beban pada struktur bangunan dengan arah
kerjanya di bagi menjadi dua yaitu :
a. Beban Vertikal (Gravitasi).
1) Beban Mati (Dead Load)
2) Beban Hidup (Live Load).
3) Beban Hujan (Run Load)
b. Beban Horizontal (Lateral).
1) Beban Gempa (Earthquake).
2) Beban Angin (Wind Load).
3) Beban Tanah(Soil Load).

Sedangkan pada perhitungan analisa dinding geser ini akan


memperhitungkan beban horizontal yaitu beban gempa dan mengabaikan beban
angin, tekanan tanah. Sedangkan beban vertikal memperhitungkan beban mati dan
beban hidup.

2.6.1 Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup adalah beban yang besar dan posisinya berubah-rubah, beban
hidup bergerak dengan tenaganya sendiri, dan di sebut beban gerak, seperti
manusia, perabotan pada hunian dan alat-alat elektronik. Beban hidup sendiri di
tinjau dari sisi arah dapat bekerja secara vertikal maupun horizontal besarnya
beban hidup sendiri dapat di tinjau dari sisi arah mampubekerja secara vertikal
maupun horizontal, besarnya beban hidup sendiri dapat di tentukan berdasarkan
standar yang berlaku, standar tersebut diatur pada SNI-2487-2013 Persyaratan
Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung.
13

2.6.2 Beban Mati (Dead Load)

Dalam perencanaan bangunan besarnya beban mati harus di hitung terlebih


dahulu, beban mati adalah beban yang bekerja secara vertikal ke bawah dari
struktur bagunan dengan besarnya yang konstan dan berada pada posisi yang tetap
dan tidak berubah-ubah yang terdiri dari berat sendiri pada struktur. Dalam
perencanaan berat beban mati dapat diperhitungkan, yang selanjutnya akan
digunakan sebagai analisa. Dapat di tinjau dari dimensi dan berat elemen struktur
yang sangat berpengaruh dalam perhitungan beban mati, berat elemen struktur
pada beban mati di pengaruhi oleh volume dan material yang akan digunakan
pada elemen struktur.

2.6.3 Beban Gempa(Earthquake)

Beban gempa termasuk dalam beban horizontal(lateral) yang bekerja pada


struktur bangunan yang di akibatkan dari pergerakan pada tanah kerena adanya
kondisi alam gempa bumi baik vulkanik maupun tektonik. Gempa bumi sangat
berpengaruh pada kekuan dan kekuatan struktur banguan tingkat tinggi, dan
apabila perencanaan yang kurang tepat maka dapat menyebabkan keruntuhan
struktur pada bangunan yang diakibatkan oleh gempa, dalam analisa perhitungan
perlu adanya pemetaan wilayah yang akan memiliki koefisien yang berbeda-beda
pada setiap wilayah, yang akan digunakan sebagai analisa untuk struktur
bangunan tersebut.

2.6.4 Kombinasi Beban Ultimit

Pada struktur bawah yaitu struktur pondasi harus di desain dan dirancang
sedemikian rupa agar kuat dan mampu menahan tumpuan dari struktur diatasnya,
dan mampu menahan beban ultimit yang bekerja, berikut beban-beban terfaktor
dengan kombinasi-kombinasi sesuai dengan SNI-2487-2013 sebagai berikut :

1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau S atau R)
3. 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0w + L + 0,5 (Lr atau S atau R)
14

5. 1,2D + 1,0 E + L + 0,25


6. 0,9D + 1,0w
7. 0,9D+ 1,0E
2.7 Katagori Resiko Gempa dan Faktor keutamaan Gempa

Menurut SNI-1726-2012:13 Berbagai kategori risiko struktru bangunan


gedung dan non gedung sesuai Tabel 2.2 pengaruh gempa rencana terhadapnya
harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut Tabel 2.1. Khusus
untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk
untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur
bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan kategori risiko
IV.
Tabel 2.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk
beban gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori Resiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tepi tidak di batasi untuk
antara lain :

- Fasilitas petanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan I


- Fasiltas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur lainnya

Semua Gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam


katagori risiko I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
15

- Pabrik

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa III
manusiapada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat
darurat
- Fasilita penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung,tidak termasuk kedalaman kategori risiko
IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar
dan gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penganganan limbah
Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko
IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,
penanganan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,
bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana di mana jumlah
kandungan bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan oleh instansi
berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi
kebocoran
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas
bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta
garasi kendaraan dadrurat IV
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan
tempat perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi, dan fasilitas
lainnya untuk tanggap darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasion
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau
struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadaman
kebakaran) yang diisyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan
darurat.
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV
Sumber: SNI 1726 (2012:14)
16

Tabel 2.2 Faktor keutamaan gempa


Kategori risiko Faktor keutamaan
gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,5
Sumber : SNI 1726 (2012:15)

2.8 Analisis Dinamik

Analisis dinamik adalah analisis struktur dimana pembagian gaya geser gempa
di seluruh tingkat diperoleh dengan memperhitungkan pengaruh dinamis gerakan
tanah terhadap struktur .
2.8.1 Analisis Ragam Respons Spektrum

Menurut Widodo (2012), respons spektrum adalah suatu spektrum yang


disajikan dalam bentuk grafik/plot antara periode getar struktur T, lawan respons-
respons maksimumnya untuk suatu rasio redaman dan beban gempa tertentu
respons maksimum dapat berupa simpangan maksimum (Spectral Displacement,
SD), kecepatan maksimum (Spectral Velocity,SV), atau percepatan maksimum
(Spectral Acceleration, SA) suatu massa struktur dengan derajat kebebasan
tunggal (Singel Degree of Freedom, SDOF). Suatu spektrum maksimum suatu
gempa tertentu kadang-kadang dinyatakan dalam fungsi :
SD (ξ, T, μ, S)
SV (ξ, T, μ, S)
SA (ξ, T, μ, S)
dengan ξ adalah rasio redaman, T adalah periode getar dan μ adalah daktalitas
struktur dan S adalah jenis tanah.
Dapat diketahui bahwa respons spektrum suatu struktur SDOF akan
bergantung pada beban gempa, rasio redaman, periode getar, daktalitas struktur
dan jenis tanah setempat. Umumnya beban gempa, rasio redaman, daktalitas dan
jenis tanah sudah dijadikan suatu variable kontrol sehingga grafik yang ada
tinggalah plot antara periode getar T lawan nilai simpangan, kecepatan atau
percepatan maksimum.
17

Parameter SS (percepatan batuan dasar pada perioda pendek) dan S1


(percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing
respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik
dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen
dalam 50 tahun), dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan
gravitasi. Bila S1 < 0,04g dan Ss < 0,15g, maka struktur bangunan boleh
dimasukkan ke dalam kategori desain seismik A, dan cukup memenuhi
persyaratan dalam kategori desain seismik A. Nilai parameter SS dan S1 dapat
dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 berikut.

Gambar 2.7 SS, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget


(MCRER), Kelas Situs SB
(Sumber : SNI 1726-2012)

Gambar 2.8 S1, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget


(MCER), Kelas Situs SB
(Sumber : SNI 1726-2012)
18

Koefisien risiko terpetakan masing-masing CRS dan CR1, dengan CRS


adalah koefisien risiko terpetakan untuk spektrum respon periode pendek dan CR1
adalah koefisien risiko terpetakan untuk spektrum respon periode 1 detik. Nilai
CRS dan CR1 dapat dilihat pada Gambar 2.15 dan Gambar 2.16

Gambar 2.9 CRS, Koefisien Risiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral


0,2 detik
(Sumber : SNI 1726-2012)

Gambar 2.10 CR1, Koefisien Risiko Terpetakan, Perioda Respons Spektral 1


detik
(Sumber : SNI 1726-2012)
Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah,
diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1
detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan
19

pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang
mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan
pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan
pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:
SMS = Fa . SS [2.2]
SM1 = Fv . S1 [2.3]
Keterangan:
SS = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
perioda pedek
S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
perioda 1,0 detik
Koefisiensi situs nilai Fa dan Fv dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5

Tabel 2.3 Klasifikasi Situs


Kelas Situs Vs (m/dt) N atau U (kPa)
Nch
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai N/A N/A
1500
SC (tanah keras, sangat 350 sampai
>50 ≥ 100
padat dan batuan lunak) 750
SD (tanah sedang) 175 sampai 15 50 sampai
350 sampai 50 100
< 175 < 15 < 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3
SE (tanah lunak) m tanah dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Indeks plastisitas, PI > 20
2. Kadar air, w ≥ 40%
3. Kuat geser niralisir Su < 25 kPA
SF (tanah khusus, yang Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu
membutuhkan investigasi atau lebih dari karakteristik berikut:
geoteknik spesifikasi dan  Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban
analisis respon spesifik- gempa seperti mudah likuifasi, lempung sangat
situs) sensitive, tanah tersementasi lemah
 Lempung sangat organik dan atau gambut (ketebalan H
> 3m)
 Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H>7,5
m dengan Indeks Plastisitas PI>75)
Lapisan lempung lunak setengah teguh dengan
ketebalan H>35m dengan Su < 50 kPA
Sumber : SNI 1726 (2012:17)
20

Tabel 2.4 Koefisien Situs, Fa


PARAMETER RESPONS SPEKTRAL PERCEPATAN GEMPA
KELAS MCER TERPETAKAN PADA PERIODA PENDEK, T=0,2 DETIK,SS
SITUS
SS≤0,25 SS=0,5 SS =0,75 SS =1,0 SS ≥ 1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1.1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

Sumber : SNI 1726 (2012:22)


Tabel 2.5 Koefisien Situs, Fv
KELAS Parameter respons spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan untuk perioda
SITUS 1,0 detik, S1

S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5


SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SSb

Catatan:
(a) Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier
(b) S1 = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis
respons situs-spesifik

Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek (SDS) dan pada
periode 1 detik (SD1), harus ditentukan melalui rumus:
SDS = . SMS [2.4]
SD1 = . SM1 [2.5]
Desain respons spektrum diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak
tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain
21

harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 2.17 dan mengikuti ketentuan di


bawah ini:

1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain,
Sa, harus diambil dari persamaan :

Sa = SDS (0,4 + 0,6 . ) [2.6]

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS.

3. Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa,
diambil berdasarkan persamaan :

Sa = [2.7]

Keterangan:
SDS = Parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek,
SD1 = Parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik,
T = Perioda getar fundamental struktur

T0 = 0,2 . [2.8]

TS = [2.9]

S
Gambar 2.11 Spektrum Respons Desain
(Sumber : SNI 1726-2012)
22

Masing-masing bangunan dan struktur harus ditetapkan ke dalam kategori desain


seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons spectral
percepatan desainnya, SDS dan SD1 sesuai Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.
Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons
Percepatan pada Perioda Pendek

Nilai SDS Kategori risiko


I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D

Tabel 2.7 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons


Percepatan pada Perioda Pendek 1 Detik

Nilai SD1 Kategori risiko


I atau II atau III IV
SD1 < 0,167 A A
0,067 ≤ SD1 < B C
0,133
0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D

2.9 Pemodelan struktur

Model matematikaa harus dibuat untuk tujuan penentuan gaya elemen


struktur perpindahan struktur yang dihasilkan dahasilkan dari beban yang di
terapkan dari semua perpindahan yang dikenakan atau terpengaruh oleh p-delta.
Model harus menyertakan kekakuan dan kekuatan elemen yang signifikan
terhadap distribusi gaya dan deformasi dalam struktur dan mempresentasikan
distribusi massa dan kekakuaan secara spesial pada seluruh struktur.Model
tersebut sesuai dengan hal berikut ini :

a. Properti kekakuan elemen beton dan batu bata harus di perhitungkan


pengaruh penampang retak
23

b. Untuk sistem rangka baja memikul momen, konstribusi deformasi daerah


panel pada simpangan antar lantai tingkat keseluruhan harus di sertakan

2.9.1 Geser Dasar Seismik


Menurut SNI-1726-2012:54 geser dasar seismik, V, dalam arah yang
ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut :

[2.10]

Keterangan :
Cs = Koefisien respons seismik yang ditentukan sesuai dengan perhitungan
koefisien respons seismik
W = Berat seismik efektif
2.9.2 Perhitungan Koefisien Respons Seismik
Menurut SNI-1726-2012:54 koefisien respons seismik, Cs, harus ditentukan
sesuai dengan persamaan berikut :

[2.11]
( )

Keterangan :
SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda
pendek
R = Faktor modifikasi respons
Ie = Faktor keutamaan gempa
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan diatas tidak perlu melebihi
berikut ini :

[2.13]
( )

Cs harus tidak kurang dari


Cs = 0,044SDSIe ≥ 0,01
24

Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di ndaerah dimana S1 sama


dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari :

[2.14]
( )

Keterangan :
SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda sebesar 1,0
detik
T = Perioda fundamental struktur (detik)
S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan
2.9.3 Perioda Fundamental Pendekatan
Menurut SNI 1726 (2012:55) periode fundamental pendekatan (Ta), dalam
detik, harus dittentukan dari persamaan berikut :
[2.15]

Keterangan :
hn = Ketinggian struktur, dalam (m), di atas samapi tingkat tertinggi s
truktur, Ct , x ,Ditentukan dari Tabel 2.5

Tabel 2.8 Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung
Parameter percepatan
respons spektral desain pada 1 Koefisien Cu
detik, SD1

≥ 0,4 1,4

0,3 1,4

0,2 1,5

0,15 1,6

≤ 0,1 1,7

Sumber : SNI 1726 (2012:56)


25

Tabel 2.9 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x


Tipe struktur Ct X

Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100


persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau
dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan
mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa:

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75

Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75

Sumber : SNI 1726 (2012:56)


2.10 Geser Dasar Minimum Untuk Menghitung Simpangan Antar Lantai
Distribusi gaya lateral gempa (Fx), yang dihasilkan oleh semua lantai yang
diambil dari persamaan berikut. SNI 1726 (2012:57)

Fx = CVX . V [2.16]

Dan

Cvx = ∑ [2.17]

Keterangan :

Cvx = Faktor distribusi Vertikall

V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (Kn)


26

Wi dan Wx = Bagian total berat seismic efektif total struktur (W) yang
di tempatkan atau di kenalkan pada tingkat I atau x

hi dan hx = Tinggi dari dasar sampai tingkat I atau x

k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai


berikut:

untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detik atau


kurang, k = 1

untuk struktur yang mempunyai periode sebesar 2,5 detik


atau lebih, k =2

untuk struktur yang mempunyai periode antara 0,5 dan 2,5


detik k harus sebesar 2 atau harus di tentukakan melalui
interpolasi linier antara 1 dan 2

2.11 Penentuan Simpangan Antar Lantai

Defleksi pusat massa di tingkat x,( 𝛿x) mm harus ditentukan sesuai dengan
persamaan berikut :

𝛿x [2.18]

Keterangan :

Cd = Faktor amflikasi

𝛿𝑥𝑒 = Defleksi pada lokais yang diisyaratkan

𝑒 = Faktor keutamaan gempa

2.12 Geser Dasar Minimum Untuk Menghitung Simpangan Antar Lantai

Analisa elastik sistem penahan gaya gempaaa untuk perhitungan simpangan


antar lantai harus dilakukan dengan menggunakan gaya desain.
27

2.13 Nilai Perioda untuk Menghitung Simpangan Antar Lantai

Untuk menentukan kesesuain dengan batasan simpangan antara lantai tingkat


dalan di injinkan untuk menentukn simpangan antar lantaiu elastis ,( 𝛿xe),
menggunakan gaya desain seismik berdasarkan pada periode fundamental struktur
yang dihitung tanpa batasan atas ( Cu Ta) yang di tetapkan

2.14 Torsi Tak Terduga

Torsi bawaan merupakan untuk difragma yang tidak fleksibel, pada distribusi
gaya lateral pada masing-masing lantai harus memperhitungankan besarnya
pengaruh momen torsi bawaan, yang di peroleh dari hasil eksentrisitas antara
lokasi pusat massa dan pusat kekakuan yang diasumsikan dengan lima persen
demensi struktur tegak lurus terhadp gaya arah yang di terapkan.

Apabila gaya gempa di terapkan ke semua arah orthogonal maka perpidahan


pusat massa sebesar lima persen yang telah di syaratkan tidak perlu di pergunkan
dalam kedua arah orthogonal pada saat persamaan, tetapi harus di terapkan dalam
arah yang menghasilkan pengaruh yang lebih besar.

2.15 Perbesarn Momen Torsi Terduga

Unturk struktur yang dirancang pada kategori C,D,E dan F dimana tipe 1a
dan 1b ketidakberaturan torsi memiliki perhitungan dengan mengalikan Mta yang
tiap tingkat dengan pembesaran torsi (Ax) ditentukan dengan persamaan berikut :

Ax = [2.19]
28

Gambar 2.12 Faktor pembesaran Torsi Ax


Sumber : SNI-1726:2012

2.16 Pengaruh P-Delta


P-delta akan mempengaruhi geser,momen tingkat,dan momen elemen struktur,
tidak harus memperhitungkan koefisien stabilitas (θ) pada simpangan antar lantai
bila nilainya kurang dari 0,1, persamaannya adalah sebagai berikut :

θ= [2.20]

Pada saat θ > 0,10 maka harus menggunakan persamaan untuk mengecek

θmax = ≤ 0,25 [2.21]

Bila θ > θmax berarti struktur tidak stabil dan desain ulang menjadi pilihan terakhir.

2.17 Kekakuan

Bangunan geser (shear building) balok pada lantai tingkat prinsipnya baik
sebelum maupun sesudah penggoyangan dianggap horisontal. Plat lantai yang
29

menyatu secara kakun dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok
sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsip desain bangunan
tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat dibanding dengan balok, namun
rasio tersebut tidak selalu linier dengan kekakuannya. Maka pada prinsip shear
building dimungkinkan pemakaian lumped mass model, yaitu kekakuan setiap
kolom dapat dihitung berdasarkan rumus standar. Widodo (2001) menyatakan
pada prinsipnya, semakin kaku balok maka semakin besar kemampuannya dalam
mengekang rotasi ujung kolom, sehingga akan menambah kekakuan kolom.

2.17.1 Kekakuan Kolom Jepit-jepit


Untuk menyederhanakan proses analisis dinamik, maka beberapa
asumsi perlu diambil. Salah satunya adalah bahwa titik pertemuan antara kolom
dengan balok dianggap tidak berotasi agar balok tetap horisontal sebelum dan
sesudah penggoyangan. Namun karena kenyataannya join-join struktur bangunan
dapat berotasi secara bebas, maka untuk menghitung kekakuan kolom ini diambil
model kolom jepit-jepit yang join atasnya mengalami perubahan tempat secara
horisontal seperti pada Gambar 2.18.

a) Kolom Jepit-jepit b) Jepit-sendi

Gambar 2.13 Kekakuan Kolom Jepit-jepit dan Jepit-sendi


(Sumber : Widodo, 2001)

Menurut prinsip mekanika, suatu kolom jepit-jepit panjang h


dengankekakuan lentur (flexural rigidity) EI yang salah satu ujungnya mengalami
perpindahan tempat sebesar y, maka ujung-ujung elemen tersebut akan timbul
momen sebesar,
30

M1 = y dan, M2 = y [2.22]

Karena elemen tersebut mempunyai potongan yang prismatik maka M1


akan sama dengan M2. Adanya momen akan menimbulkan gaya geser yang
bekerja pada masing-masing join sebesar,

H1= + ={ } = [2.23]

Pada hakekatnya gaya horisontal yang bekerja pada join atas P = H1 = H2,
maka kekakuan kolom dapat dihitung dengan,

K= = = [2.24]

Persamaan 3.18 adalah kekakuan kolom prismatik jepit-jepit dengan


mengabaikan efek P-delta. Untuk kolom jepit-sendi maka kekakuannya dapat
dicari dengan cara yang sana dan dapat dihitung dengan

K= [2.25]

Gambar 2.14 Pegas Paralel dan Pegas Seri


(Sumber : Widodo,2001)

Struktur bangunan umumnya didukung oleh beberapa kolom, kolom tersebut


memiliki fungsi utama menahan beban baik beban vertikal maupun horisontal.
Kolom-kolom tersebut akan memperkuat satu sama lain dalam menahan beban.
Pemodelan kekakuan kolom dimodelkan sebagai serangkaian pegas parallel yang
bekerja secara bersamaan. Ciri-ciri rangkaian pegas parallel adalah apabila kolom-
kolom/pegas-pegas tersebut berhubungan dengan massa secara bersamaan. Pegas
yang tersusun secara parallel menganut prinsip persamaan regangan artinya
31

seluruh pegas memiliki regangan yang sama, sehingga kekakuan total yang
merupakan kekakuan ekivalen dihitung dengan rumus,

Keq = ∑ [2.26]

dimana i = 1, 2, 3,...n adalah jumlah kolom, Ki adalah kekakuan kolom i menurut


persamaan 3.19.

Pada rangkaian pegas seri, sebelum bertemu dengan massa maka pegas
yang satu saling bertemu/berhubungan dengan pegas lain. Oleh karena itu pegas-
pegas tersebut tidak saling memperkuat sebagaimana rangkaian parallel tetapi
justru saling memperlemah. Pembebanan vertikal pada lapisan-lapisan tanah yang
mana tiap-tiap lapis mempunyai kekakuan masing-masing adalah salah satu
contoh dari pemodelan kekakuan tanah dengan pegas seri. Pendekatan pegas
merupakan jumlah dari pendekatan masin-masing pegas dan menganut prinsip
persamaan tegangan/beban sepanjang pegas sehingga,

y1 = , y2 = , y3 = , [2.27]

dimana y adalah pendekatan yang dialami oleh masing-masing pegas.


Total pendekatan yang dialami pegas seri adalah jumlah dari pendekatan
yang dialami oleh masing-masing pegas sehingga,

y = y1 + y2 + y3 = + + = P{ }=P{ } [2.28]

Dengan demikian kekakuan ekivalen rangkaian pegas seri dapat dihitung


dengan rumus,

∑ ( ) [2.29]

2.17.2 Kekakuan Menurut Cara Muto (1975)

Muto (1975) dalam Widodo (2001) memberikan alternatif tata cara


menghitung kekakuan kolom dengan memperhitungkan kekakuan balok. Hal ini
32

berarti bahwa join-join dimungkinkan untuk berotasi. Kekakuan relatif balok dan
kolom dinyatakan dalam,

Kkc = , Kkb= [2.30]

yang mana K adalah koefisien kc dan kb masing-masing adalah


kekakuan relatif kolom dan balok, hc dan Ib berturut-turut adalah tinggi kolom
dan panjang balok. Kekakuan Muto dapat ditulis seperti pada persamaan berikut,
Km = Cm . Kf [2.31]

Dengan

Cm= dan Kf = [2.32]

yang mana Km adalah kekakuan Muto, Kf adalah kolom jepit-jepit dan Cm


adalah koefisien, sedangkan nilai k’ adalah bentuk persamaan umum.

Ada terdapat perbedaan kekakuan relatif antar balok seperti pada Gambar
2.20 berikut.

a) Kolom Tepi b) Kolom Tengah c) Kolom Bawah

Gambar 2.15 Beberapa Kondisi Pengekangan Kolom oleh Balok-balok


(Sumber : Widodo, 2001)
33

Nilai k’ yang diapatkan berdasarkan letak/kondisi masing-masing kolom


seperti ditunjukan pada Gambar 2.20 diatas, yaitu:

a) Kolom tepi yaitu kolom yang dipegang oleh dua balok, maka koefisien k’
adalah

[2.33]

b) Kolom tengah yaitu kolom yang dipegang oleh 4 balok, maka koefisien k’
adalah,

[2.34]

c) Kolom bawah (dasar).

[2.35]

yang mana kolom dasar dapat berotasi yang dikontrol oleh adanya balok-balok
sloof

yang mana titik balik kolom terletak pada 1/3h dari join atas dengan h tinggi
kolom. Apabila kekakuan tingkat dasar diambil rata-rata dari kekakuan kolom
jepit-jepit dan kekakuan normal.

2.17.3 Kekakuan dengan Cara Matrik

Matrik hubungan antara kekakuan K, simpangan d, dan gaya F dapat


ditulis sebagai berikut:

[2.36]
34

Gambar 2.16 Model Struktur Bangunan Gedung 3 Lantai (Gedung


Bertingkat3)
(Sumber : Sarwidi, 2013)

Mengacu dari Gambar 2.21 matrik kekakuan struktur K dan matrik gaya
gempa F disusun sebagai berikut.

[2.37]

[2.38]

[2.39]

Kemudian nilai-nilai F dan d dimasukan dalam persamaan 2.33, 2.34, 2.35


maka akan didapatkan nilai kekakuan tingkatnya.
35

2.17.4 Kekakuan Struktur Dinding (Structural Wall)


Struktur dinding (structural wall) sangat sering dipakai sebagai struktur
utama penahan beban horisontal. Sebagaimana diketahui bahwa pada portal
bangunan bertingkat sangat banyak, karena deflected shape portal mengikuti pola
shear mode maka simpangan antar tingkat pada tingkat-tingkat bawah umumnya
menjadi sangat besar. Simpangan antar tingkat yang besar dapat mengakibatkan
terjadinya sendi-sendi plastik pada balok. Sesuatu yang perlu diperhatikan adalah
bahwa terbentuknya sendi-sendi plastik jangan sampai terjadi terlalu dini karena
begitu tingginya bangunan. Oleh karena itu diperlukan elemen struktur yang lain
yaitu struktur dinding beton bertulang yang dapat mengendalikan simpangan antar
lantai tingkat yang berlebihan pada tingkat-tingkat bawah.
Antara struktur dinding dan portal mempunyai pola simpangan yang saling
berlawanan (conflict of deformation modes). Struktur portal akan mengalami pola
simpanganyang didominasi shear, sedangkan struktur dinding mempunyai pola
simpangan yang didominasi oleh lentur (flexure). Tingkat-tingkat bawah struktur
portal umumnya dibantuoleh struktur dinding. Namun sebaliknya pada tingkat-
tingkat atas struktur dinding mempunyai pengaruh yang kurang baik.
Untuk keperluan analisis perlu ditetapkan besarnya kekakuan elemen struktur
dinding. Walaupun perilaku struktur dinding dan kolom pada portal sangat
berbeda, namun rumus kekakuan kolom dapat diaplikasikan pada struktur
dinding. Pada struktur dinding, selain kekakuan akibat lentur, maka kekakuan

akibat pengaruh geser perlu diikutsertakan.oleh karena itu kekakuan struktur


dinding adalah jumlah dari pengaruh lentur dan geser.
Blume dkk (1961) dalam Widodo (2001) mengatakan bahwa untuk struktur
dinding dengan dukungan jepit-jepit (join tidak mengalami rotasi), kekakuan
dapat dihitung menurut rumus,

[2.40]
36

yang mana G adalah modulus geser bahan, A adalah luas tampang struktur
dinding, Iw adalah panjang struktur dinding danK adalah suatu koefisien yang
bergantungan pada potongan.
Sedangkan menurut Muto (1975) dalam Widodo (2001) menyatakan nilai K =
1, K= 1-1,5 dan K = 1,5 untuk struktur dinding dengan potongan berturut-turut
seperti Gambar 2.24

a)Jepit-jepit b)Jepit-bebas Potongan


Gambar 2.17 Struktur Dinding dengan Potongan
(Sumber : Widodo, 2001)

2.18 Pengertian Core wall

Core Wall merupakan sistem dinding pendukung linear yang cukup sesuai
untuk bangunan tinggi yang kebutuhan fungsi dan utilitasnya tetap yang juga
berfungsi untuk memenuhi kekakuan linear yang diperlukan oleh struktur
bangunan. Dan dalam aplikasi konstruksi dilapangan kita dapat mengenal struktur
corewall ini sebagai struktur ruang lift. Sihalf atau service duct. Struktur core wall
ini juga biasanya ditempatkan memanjang searah tinggi bangunan.

Sebagai gambarannya, core wall dapat dibayangkan sebagai penahan lateral


yang miring dengan balok besar yang terkantilever dari tanah. Oleh sebab itu
tegangan geser dan lentur yang bekerja pada dinding inti menyerupai balok
berpenampang persegi. Dengan anggapan bahwa struktur itu akan sanggup
menahan gaya-gaya yang bekerja padanya dan tidak akan runtuh. Karena inti ini
juga memikul beban gravitasi. Keutungannya adalah timbul pratekan oleh gaya-
gaya induksi sehingga inti tersebut tidak perlu dirancang untuk menahan tegangan
37

tarik oleh lentur yang diakibatkan oleh beban lateral (hal ini nyata sangat berlaku
pada struktur inti beton yang besar).

Dalam aplikasi desain konstruksi penggunaan core wall dipertimbangkan


sebagai suatu bagian dari sistem konstruksi bangunan tinggi yang bisa memikul
gaya puntir (torsi), yang dapat terjadi akibat adanya eksentrisitas beban atau
eksentrisitas struktur. Selain itu, struktur ini juga dapat dibuat secara asimetris dan
disematkan didalam ataupun diluar bangunan.

2.19 Teori Core wall

Dalam perancangan strukturnya sangat perlu diperhatikan mengenai


bagian-bagian core wall yang terdiri dari struktur horisontal dan vertikal yang
saling terkait terhubung. Sistem core wall untuk aplikasi bangunan tinggi terdiri
dari :

1. Sistem kolom yang terdiri dari core wall dan kolom


2. Struktur bebas pada lantai yang terhubung pada struktur core wall
3. Core wall dengan kolom-kolom di atas satu struktur grid sebagai
alasnya, dimana di atas struktur pondasi hanya berupa struktur vertikal
4. Core wall digabungkan dengan plat lantai yang digantung pada struktur
grid
5. Core wall yang terhubung dengan kolom di atas grid dengan tujuan
membuat sistem struktur statis

Uraian di atas menjelaskan sistem core wall, masing-masing memiliki


kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sehingga pada penelitian ini
dapat fokus terhadap permasalahan analisa core wall terhadap gaya gempa yang
terjadi.

Pada dasarnya core wall adalah sistem struktur yang dirancang menahan
gaya lateral akibat beban angin dan gempa yang merupakan beban dinamis.
38

2.19.1 Metode Core wall

a. Metode Semi-Inverse St.Venant


Metode yang digunakan untuk bentuk core wall tidak bundar, metode ini
menggambarkan perpindahan u, v dan w sebagai perandaian pertama, berikut
terdapat dua asumsi yang digunakan untuk menjelaskan komponen yang
berpindah :
1. Bentuk potongan penampang tidak boleh berubah setelah mengalami puntir
2. Warping (lekukan) dari potongan harus sama
b. Metode Dinding Tipis, Thin Tube Bredt Teori
Persamaan yang lebih ringkas diturunkan Bredt bertujuan untuk persamaan
torsi pada beton bertulang, dengan variabel yang ketebalan yang ditunjukkan
dalam gambar 2.13. Tube mempunyai sumbu z longitudinal yang dibebani
momen torsi T. Suatu elemen ABCD menerima tegangan dasar seperti yang
ditampilkan sepanjang dz, tegangan geser pada muka AD adalah τ1 dan pada
muka BC adalah τ2. Tebal dari muka AD dan BC adalah t1 dan t2

[2.41]

Bila t1 = t2 = t, maka shear flow q = τ t dimana gaya geser per unit Panjang, maka
q harus sama pada titik A dan B. Pada gambar 2.8 gaya geser sepanjang ds
adalah qds, maka dapat ditulis momen torsi.

[2.42]

r adalah jarak pusat torsi dari sumbu punter ke gaya geser qds.

rds sama dengan dua kali luasan segitiga yang dibentuk oleh r dan ds, maka
luasan sekeliling dapat dimisalkan :

[2.43]
39

Dimana A adalah luas total yang dibatasi oleh dia garis sumbu dinding, maka
di dapatkan persamaan :

[2.44]

[2.45]

Sedangkan pada permukaan yang sempit adalah :

[2.46]

[2.47]

[2.48]
40

Gambar 2.18 Torsi Pada Tampang Shaft

Gambar 2.19 Geometri Penampang Shaft


41

Gambar 2.20 Tegangan Geser Pada Thin Tube

2.20 Perencanaan core wall

2.20.1 Persyaratan Tulangan Core Wall

Tulangan geser harus disediakan dalam dua arah tegak lurus pada bidang
dinding. Rasio tulangan minimum untuk arah vertikal dan horizontal ditentukan
sebagai berikut :

Apabila gaya geser desain, 𝑢 > 0,083𝜆𝐴𝑐𝑣√𝑓𝑐 ′ , rasio penulangan 𝜌


dan 𝜌𝑡 tidak boleh kurang dari 0,0025

[2.49]

𝜌 = rasio luasan tulangan yang tersebar pada bidang yang tegak lurus bidang
𝐴𝑐𝑣, terhadap luasan gross beton 𝐴𝑐cv.
42

𝜌𝑡 = rasio luasan tulangan yang tersebar pada bidang yang parallel bidang 𝐴𝑐𝑣,
terhadap luasan gross beton yang tegak lurus terhadap tulangan tersebut.
 pabila gaya geser desain, 𝑢 < 0,083𝜆 𝐴𝑐𝑣√𝑓𝑐 ′ , maka dapat digunakan
raasio tulangan minimum seperti pada dinding struktural biasa sesuai pasal
14.3 SNI 2847-2013.
 Jarak tulangan untuk masing-masing arah pada dinding struktural tidak
boleh melebihi 450 mm.
 Paling sedikit harus dipasang tulangan dalam dua lapis apabila 𝑢 >
0,17𝐴𝑐𝑣𝜆√𝑓𝑐 ′
2.20.2 Kuat Geser Core Wall

Kuat geser suatu dinding geser dikatakan mencukupi apabila dipenuhi kondisi
berikut:
𝑢≤∅ n [2.50]

Keterangan :
𝑢 = Gaya geser terfaktor
𝑛 = Kuat geser nominal dinding geser
∅ = Faktor reduksi kekuatan

Kuat geser nominal dinding struktural ditentukan dalam SNI 2847,2013 pasal
21.9.4.1, yang menyatakan :

[2.51]

Keterangan :
𝛼𝑐 = 0,25 untuk 𝑤 𝑙𝑤 ≤ 1,5
= 0,17 untuk 𝑤 𝑙𝑤 ≥ 2,0
= bervariasi secara linier antara 0,25 dan 0,17 untuk 𝑤/ 𝑙w antara 1,5 dan
2,0
𝑤 = tinggi dinding
43

𝑙𝑤 = panjang dinding
2.20.3 Desain Torsi

Kekuatan momen torsi menurut pasal 11.5.3.1 (b) SNI 2847 2013 :
( 𝑢 𝑏𝑤.𝑑 ) + ( .𝑃 1,7.𝐴2𝑜 ) ≤ Ø.( ( 𝑐 𝑏𝑤.𝑑 + 0,66.√𝑓′𝑐 ) [2.52]

Keterangan :
𝑢 = Gaya geser terfaktor
𝑢 = Gaya torsi terfaktor
𝑏𝑤 = Tebal dinding geser
𝐴𝑜 = Luas yang dilingkupi oleh garis pusat tulangan torsi
d = Jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan
f’c = Kuat tekan beton
𝑃 = Keliling garis pusat tulangan torsi
∅ = Faktor reduksi kekuatan

menurut pasal 11.5.3.5 SNI 2847 – 2013 bila Tu melebihi torsi terkecil yang
terdeteksi, maka desain penampang harus berdasarkan pada
∅ 𝑛≥ 𝑢 [2.53]
menurut pasal 11.5.3.7 SNI 2847 – 2013 luas tulangan longitudinal untuk
menahan torsi , A, tidak boleh dari :

[2.54]

Dimana :
𝑛 = Gaya torsi nominal
fyt = Kekuatan leleh tulangan
𝐴𝑜 = Luas bruto
s = Spasi tulangan
Ɵ = Sudut antara sumbu strat

Anda mungkin juga menyukai