Anda di halaman 1dari 51

PEN

BAB 2
DASAR TEORI

SKRIPSI
EVALUASI KEKUATAN DAN DETAILING
TULANGAN KOLOM BETON BERTULANG
SESUAI SNI 2847:2013 DAN SNI 1726:2012
(STUDI KASUS : HOTEL 7 LANTAI DI WILAYAH PEKALONGAN)
BAB 2
DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Dalam perancangan struktur gedung, pengaruh gempa merupakan salah satu hal
yang penting untuk dianalisa, terutama bangunan-bangunan yang berada dalam
wilayah yang sering dilanda gempa besar. Diperlukan suatu perancangan yang
baik terhadap bahaya gempa agar tidak terjadi tingkat kecelakaan dan kerugian
yang besar. Filosofi dasar dari perencanaan bangunan tahan gempa adalah
terdapatnya komponen struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelehan.
Komponen struktur yang leleh tersebut merupakan komponen yang menyerap
energi gempa selama bencana gempa terjadi. Agar memenuhi konsep perencanaan
struktur bangunan tahan gempa tersebut, maka pada saat gempa kelelehan yang
terjadi hanya pada balok. Kolom dan sambungan harus dirancang sedemikian rupa
agar kedua komponen struktur tidak mengalami kelelehan ketika gempa terjadi.

Kerusakan yang terjadi pada struktur bangunan akibat gempa-gempa tersebut pada
umumnya disebabkan oleh hal-hal antara lain:
a) Sistem bangunan yang digunakan tidak sesuai dengan tingkat kerawanan
daerah setempat terhadap gempa.
b) Rancangan struktur dan detail penulangan yang diaplikasikan pada dasarnya
kurang memadai.
c) Kualitas material dan praktik konstruksi pada umumnya kurang baik.
d) Pengawasan dan kontrol pelaksanaan pembangunan kurang memadai.

Agar kerusakan yang terjadi pada struktur bangunan akibat gempa tidak terjadi,
prinsip-prinsip dasar berikut perlu diperhatikan dalam perencanaan, perancangan,
dan pelaksanaan struktur bangunan beton bertulang tahan gampa (Hoedajanto dan
Imran, 2002), yaitu:

7
8

a) Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan tingkat kerawanan


(resiko) daerah tempat struktur bangunan tersebut berada terhadap gempa.
b) Aspek kontinuitas dan intregtitas struktur bangunan perlu diperhatikan dalam
pendetailan penulangan dan sambung-sambungan, unsur-unsur struktur
bangunan harus terikat secara efektif menjadi satu kesatuan untuk integritas
struktur secara menyeluruh.
c) Konsistensi sistem struktur yang diasumsikan dalam desain dengan sistem
struktur yang dilaksanakan harus terjaga.
d) Material beton dan baja tulangan yang digunakan harus memenuhi persyaratan
material konstruksi untuk struktur bangunan tahan gempa.
e) Unsur-unsur arsitektural yang memiliki massa yang besar harus terikat dengan
kuat pada sistem portal utama dan harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap
sistem struktur.
f) Metode pelaksanaan, sistem quality control dan quality assurance dalam
tahapan konstruksi harus dilaksanakan dengan baik dan harus sesuai dengan
kaidah yang berlaku.

Merujuk revisi peraturan baru bangunan tahan gempa di Indonesia, dalam


perancangan suatu gedung beton setidaknya harus mengacu pada peraturan SNI
2847-2013, yaitu tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung,
dan SNI 03-1726-2012, yaitu tata cara perencanaan ketahana gempa untuk
bangunan gedung dan non gedung, sedangkan untuk bagian-bagian yang tidak ada
dalam peraturan SNI 2847-2013 dan SNI 03-1726-2012, selama belum terbit
peraturan baru dapat menggunakan referensi yang lain.

Bangunan hotel 7 lantai yang ada di daerah Pekalongan akan evaluasi kembali
dengan menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang
berada pada wilayah resiko gempa tinggi.
9

Struktur SPRMK diharapkan memiliki tingkat daktilitas yang tinggi, yaitu mampu
menerima mengalami siklus respon inelasitis pada saat menerima beban gempa
rencana. Perilaku instaltik struktur harus direncanakan dengan baik untuk dapat
menjamin hal tersebut. Salah satu metode desain yang dapat digunakan untuk
tujuan ini adalah metode desain kapasitas

Metode desain kapsitas pada dasarnya diaplikasikan pada perancangan struktur


tahan gempa dengan tujuan agar bentuk-bentuk keruntuhan yang sifatnya getas
tidak muncul dalam mekanisme disipasi energi yang dihasilkan oleh struktur, agar
tujuan ini dapat dicapai maka perlu dirancang suatu hierarki keruntuhan
sedemikian hingga hanya bentuk-bentuk keruntuhan yang daktail yang muncul.

Mekanisme keruntuhan pada struktur beton bertulang dapat terjadi melalui


mekanisme lentur tarik, lentur tekan, geser, tarik diagonal, kegagalan angkur,
kegagalan lekatan tulangan, kegagalan tekan dan lain-lain. Diantara berbagai
mekanisme tersebut, mekanisme lentur tarik yang merupakan mekanisme yang
dapat yang dapat menghasilkan perilaku yang paling daktail. sedangkan
keruntuhan geser pada umunya bersifat getas. Mencegah terjadinya keruntuhan
geser, suatu elemen struktur pendisipasi energi biasanya dirancang dengan
kekuatan geser yang lebih tinggi dari pada gaya geser maksimum yang mungkin
timbul pada saat elemen struktur mengembangakan kapasitas lenturmya, agar
elemen/mekanisme yang diinginkan mencapai kapasitasnya, hierarki keruntuhan
harus direncanakan dengan baik. Perlu dicatat hierarki keruntuhan yang harus
diperhatikan meliputi :

a. Hierarki keruntuhan antar bahan-bahan yang membentuk penampang beton


bertulang. Bahan baja dikenal sebagai yang lebih daktail dari pada bahan
beton, oleh karena itu keruntuhan penampang haruslah ditentukan oleh
keruntuhan bahan baja tulangan.
b. Hierarki keruntuhan antar mekanisme gaya pada elemen struktur. Mekanisme
lentur dapat menghasilkan keruntuhan yang lebih daktail dibandingkan
10

dengan mekanisme geser, oleh karena itu mekanisme ini harus dipilih sebagai
mekanisme penentu keruntuhan pada elemen struktur.
c. Hierarki keruntuhan antar elemen yang membentuk struktur. Keruntuhan
pada balok pada dasarnya menghasilkan perilaku yang lebih daktail
dibandingkan dengan perilaku keruntuhan pada kolom, oleh karena itu
keruntuhan pada kolom sebaiknya dihindari dan di pertemuanya dengan
elemen balok, elemen struktur kolom selalu dibuat lebih kuat dari pada
elemen struktur balok yang merangka padanaya (Strong column-weak beam).
d. Hierarki keruntuhan antar mekanisme batas pada struktur portal, Mekanisme
beam sway (Gambar 2.1 b) menghasilkan perilaku yang lebih baik
dibandingkan dengan perilaku column sway atau soft storey (Gambar 2.1 a).

Secara global, mekanisme keruntuhan yang paling ideal dan meghasilkan perilaku
histeresis yang stabil adalah mekanisme beam sway (Gambar 2.1 b). Mekanime
sendi plastis terbentuk di ujung-ujung balok dan di dasar kolom bawah.
Pembentukan sendi plastis haruslah di dominasi oleh perilaku lentur untuk
menghasilkan perilaku histeresis yang stabil. Hal ini hanya dapat dicapai melalui
penerpan persyaratan-persyaratan detailing penulangan yang terencana dengan
baik. Beberapa persyaratan detailing SRPMK (SNI 2847:2013 Pasal 21.5) pada
dasarnya diformulasikan dengan menerapkan konsep desain kapasitas.

(a) Keruntuhan lokal dimana kolom (b) Keruntuhan global dimana balok
Leleh sebelum balok Leleh sebelum kolom

Gambar 2.1. Beberapa Mekanisme Keruntuhan Rangka.


(a) Soft Storey (b) Beam Sway
11

Gambar 2.2. Mekanisme Keruntuhan yang Ideal

2.2. Beton Bertulang


2.2.1. Spesifikasi Material Beton

Beton merupakan percampuran dari bahan-bahan agregat halus dan agregat kasar
yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainya, kemudian ditambah
semen dan air. Nilai kuat tekan beton lebih tinggi daripada kuat tariknya. Karena
beton termasuk bahan bersifat getas maka dalam penggunaannya pada komponen
struktural bangunan beton diperkuat dengan baja tulangan untuk membantu
kelemahan beton yang lemah terhadap gaya tarik. Dengan demikian terjadi
pembagian tugas, dimana baja tulangan yang menahan gaya tarik, sedangkan
beton menahan gaya tekan.

Salah satu parameter material beton yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah
nilai kuat tekan. Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.1.4.2, kuat tekan fc untuk
material beton yang digunakan pada struktur bangunan tahan gempa tidak kurang
dari 20 MPa. Selain itu, Pasal 21.1.4.3 lebih jauh membatasi penggunaan mutu
beton tidak melebihi 35 MPa apabila digunakan beton ringan. Batasan ini
didasarkan atas fakta bahwa tidak cukup banyak bukti eksperimental dan data
langsung lapangan yang memperlihatkan perilaku elemen struktur beton yang
konstruksinya menggunakan beton ringan, terutama dalam hal perpindahan akibat
pembebanan siklik dalam rentang nonlinier.
12

Berdasarkan data yang didapat dari rencana kerja dan syarat-syarat, mutu beton
yang digunakan pada elemen-elemen struktur bangunan pada proyek hotel 7 lantai
yang berada di Pekalongan adalah sebagai berikut :
a) Kolom : fc 30 MPa
b) Balok, pelat dan sloof, pile cap : fc 25 MPa

2.2.2. Spesifikasi Material Tulangan

Untuk baja tulangan, salah satu parameter yang paling berpengaruh terhadap
perilaku plastifikasi yang dihasilkan pada elemen struktur tahan gempa adalah
kondisi permukaan baja tulangan yang digunakan. Berdasarkan kondisi
permukaanya, baja tulangan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu baja tulangan
polos dan baja tulangan ulir. Penggunaan tulangan polos sebagai baja tulangan
elemen struktur dapt membeerikan dampak yang negatif terhadap kinerja
plasifikasi yang dihasilkan. Kuat lekatan baja tulangan polos pada beton, yang
pada dasarnya hanya terdiri atas mekanisme adhesi dan friksi, diketahui hanyalah
sekitar 10% kuat lekatan tulangan ulir.

SNI 2847:2013 membatasi nilai kuat leleh disyaratkan untuk bahan baja tulangan
sebesar 400 MPa. Penggunaan baja tulangan dengan spesifikasi mutu yang lebih
tinggi pada dasarnya dilarang. Pembatasan ini disebabkan oleh penggunaan
bahan baja tulangan yang mutunya tinggi dapat menyebabkan timbulnya geser
dan tegangan lekatan yang tinggi antara baja tulangan dan beton, yang dapat
menyebabkan kegagalan brittle pada saat elemen mengembangkan kemampuan
lentur maksimumnya. Hal ini dapat terjadi khususnya pada saat elemen struktur
mengalami beban gempa yang sifatnya bolak-balik atau (siklik).

Berdasarkan Pasal 21.1 SNI 2847:2013 untuk beton bertulang, untuk desain
elemen struktur yang diharapkan memikul beban gempa, baja tulangan yang
digunakan harus memenuhi ketentuan-ketentuan khusus baja tulangan dengan
13

mutu maksimum 400 MPa (BJTD 40), sesuai ASTM A 706M-1993 (Tabel 2.1).
Baja tulangan dengan spesifikasi ASTM A 615M-1993 mutu 280 dan 400 (Tabel
2.2) dapat digunakan apabila :
a) Kuat leleh aktual berdasarkan uji laboratorium tidak melebihi kuat leleh
spesifikasi dengan selisih kuat 125 MPa
b) Rasio antara kuat tarik aktual terhadap kuat leleh aktual tidak kuramg dari
1,25 MPa.

Berdasarkan persyaratan ASTM A 706M, nilai kuat leleh aktual maksimum untuk
baja tulangan ulir BJTD40 dibatasi 540 MPa. Kuat leleh aktual yang terlalu tinggi
pada dasarnya sangat berbahaya bagi rancangan srtruktur bangunan tahan gempa.
Berdasarkan hal tersebut, spesifikasi produksi baja tulangan pada umumnya
mencatumkan nilai batas atas kuat leleh yang diijinkan.

Tabel 2.1. Spesifikasi Baja Tulangan Paduan Rendah (ASTM A 706 M, 1993)
Kuat tarik minimum, MPa 550*
Kuat leleh minimum, MPa 400
Kuat leleh maksimum, MPa 540
Perpanjangan minimal dalam 200 mm, %
Ukuran daiameter tulangan:
10,15 dan 20 14
25,30 dan 35 12
45 dan 55 10
*
Kuat tarik tidak boleh kurang dari 1,25 kali kuat leleh aktual

Nilai kuat lebih maksimum batang individu = 1,35


14

Tabel 2.2. Persyaratan Baja Tulangan Karbon (ASTM A 615, 1993)


Mutu Mutu Mutu
Spesifikasi
300 400 500
Kuat tarik minimum, MPa 500 600 700
Kuat leleh minimum, MPa 300 400 500
Perpanjangan minimal dalam 200 mm, %
Ukuran daiameter tulangan:
10 11 9 ...
15, 20 12 9 ...
25 ... 8 ...
30 ... 7 ...
35,45,55 ... 7 6

Berdasarkan Pasal 7.7 dan Pasal 7.7.1 SNI 2847:2013 tentang tata cara
perlindungan beton untuk tulangan Beton cor setempat (non-prategang), selimut
yang disyaratkan untuk tulangan tidak boleh kurang dari berikut:

(a) Beton yang dicor di atas dan selalu berhubungan dengan tanah .......... 75 mm
(b) Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca :
Batang tulangan D-19 hingga D-57 ..................................................... 50 mm
Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos,
dan yang lebih kecil ............................................................................. 40 mm
(c) Beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah:
Slab, dinding, balok usuk:
Batang tulangan D-44 dan D-57 ........................................................... 40 mm
Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil .......................................... 20 mm
Balok, kolom:
Tulangan utama, pengikat, sengkang, spiral ......................................... 40 mm
Komponen struktur cangkang, pelat lipat:
Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar ................................................. 20 mm
Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil.... 13 mm
15

2.3. Ketentuan Perencanaan Pembebanan

Perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa acuan standar sebagai berikut:


1) Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI
2847:2013.
2) Standar Perencanaan Ketahan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
SNI1726-2012.
3) Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG, 1983).

2.3.1. Pembebanan

Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus


direncanakan kekuatannya terhadap beban-beban berikut:
1. Beban mati (Dead Load), dinyatakan dengan lambang DL;
2. Beban hidup (Live Load), dinyatakan dengan lambang LL;
3. Beban gempa (Earthquake Load), dinyatakan dengan lambang E;
4. Beban angin (Wind Load), dinyatakan dengan lambang W.

2.3.2. Deskripsi Pembebanan

Beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan ini adalah sebagai berikut:
beban mati (DL), beban hidup (LL), beban gempa (E).

2.3.2.1. Beban Mati (DL)

Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta
peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
16

Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan
berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi structural menahan
beban. Sesuai PPIUG 1983, beban dari berat sendiri elemen-elemen tersebut
diantaranya sebagai berikut:

Tabel 2.3. Beban dari Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Struktur
(PPIUG 1983)
No. Nama Material Berat Jenis
1 Baja 7850 kg/m3
2 Batu alam 2600 kg/m3
3 Batu belah, batu bulat, batu gunung (tumpuk) 1500 kg/m3
4 Batu karang 700 kg/m3
5 Batu pecah 1450 kg/m3
6 Besi tuang 7250 kg/m3
7 Beton 2200 kg/m3
8 Beton bertulang 2400 kg/m3
9 Kayu 1000 kg/m3
10 Kerikil, koral 1650 kg/m3
11 Pasangan bata merah 1700 kg/m3
12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 kg/m3
13 Pasangan batu cetak 2200 kg/m3
14 Pasangan batu karang 1450 kg/m3
15 Pasir 1600 kg/m3
16 Pasir jenuh air 1800 kg/m3
17 Pasir kerikil, koral 1850 kg/m3
18 Tanah, lempung kering 1700 kg/m3
19 Tanah, lempung basah 2000 kg/m3
20 Timah hitam 11400 kg/m3
17

Lanjutan Tabel 2.3. Beban dari Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen

No. Jenis Material Berat Jenis


1 Adukan, per cm tebal 21 kg/m2
2 Aspal, termasuk bahan penambah 14 kg/m2
3 Dinding satu bata 450 kg/m2
4 Dinding setengah bata 250 kg/m2
5 Dinding batako berlubang
Tebal 20 cm 200 kg/m2
Tebal 10 cm 120 kg/m2
6 Dinding batako tanpa lubang
Tebal 15 cm 300 kg/m2
Tebal 10 cm 200 kg/m2
7 Langit-langit asbes termasuk rangka 11 kg/m2
8 Lantai kayu untuk bentang 5 m dan beban hidup
200 kg/m2 40 kg/m2
9 Rangka plafon kayu 7 kg/m2
10 Atap genting dengan reng dan usuk 50 kg/m2
11 Atap sirap dengan reng dan usuk 40 kg/m2
12 Atap seng gelombang 10 kg/m2
13 Penutup lantai per cm tebal 24 kg/m2
Beban tersebut harus disesuikan dengan volume elemen struktur yang akan
digunakan. Karena analisis dilakukan dengan program etabs, maka berat sendiri
akan dihitung secara langsung.

2.3.2.2. Beban Hidup (LL)


Struktur (PPIUG 1983)

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal
dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin, serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama
masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai dan atap tersebut.
18

Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan. Beban
hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban
hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa konstruksi. Beban
hidup yang direncakan adalah sebagai berikut:

a) Beban Hidup pada Lantai Gedung sesuai


Sesuai PPIUG 1983, Beban hidup pada lantai dibagi atas :

Tabel 2.4. Beban Hidup Pada Lantai Gedung (PPIUG 1983)


No. Jenis Material Berat
Jenis
a Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang 200 kg/m2
disebut dalam b.
b Lantai dan tangga rumah sederhana dan gudang- 125 kg/m2
gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik
atau bengkel.
c Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, 250 kg/m2
restoran, hotel, asrama dan rumah sakit.
d Lantai ruang olah raga 400 kg/m2
e Lantai ruang dansa 500 kg/m2
f Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk 400 kg/m2
pertemuan yang lain dari pada yang disebut dalam a
s/d e, seperti masjid, gereja, ruang pagelaran, ruang
rapat, bioskop dan panggung penonton
g Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap 500 kg/m2
atau untuk penonton yang berdiri.
h Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut 300 kg/m2
dalam c
i Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut 500 kg/m2
dalam d, e, f dan g.
j Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, 250 kg/m2
e, f dan g.
k Lantai untuk: pabrik, bengkel, gudang, 400 kg/m2
perpustakaan, ruang arsip, toko buku, toko besi,
ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan
terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri,
dengan minimum
l Lantai gedung parkir bertingkat:
- untuk lantai bawah 800 kg/m2
- untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2
m Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus 300 kg/m2
direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang
yang berbatasan, dengan minimum
19

b) Beban Hidup pada Atap Gedung


Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang
ada, yaitu sebesar 100 kg/m2.

2.3.2.3. Beban Gempa (E)

Berdasarkan SNI 1726:2012, perhitungan pengaruh beban gempa pada struktur


dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode analisis, daiantaranya
yaitu:
a) Analisis beban gempa statik ekuivalen
b) Analisis ragam spektrum respons
c) Analisis respons dinamik riwayat waktu.

Pada penelitian ini, struktur-struktur bangunan yang di evaluasi adalah struktur


gedung beraturan yang terdiri atas 7 lantai menggunakan Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Karena sifat struktur gedung yang beraturan,
makan perhitungan pengaruh gempa dapat dilakukan dengan menggunakan
metode analisis beban gempa statik ekuivalen, dimana pengaruh dinamis gempa
hanya ditentukan oleh respons sstruktur ragam pertama.

Penentuan beban gempa menurut SNI 1726:2012 :

1) Kategori Resiko Bangunan Gedung


Untuk berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai
Tabel 2.5 pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu
faktor keutamaan Ie menurut Tabel 2.6. Khusus untuk struktur bangunan dengan
kategori resiko IV, bila dibutuhkan pintu masuk untuk operaional dari struktur
bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut
harus didesain sesuai kategori resiko IV.
20

Tabel 2.5. Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa
Jenis pemanfaatan Kategori
risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada I
saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
1. Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
2. Fasilitas sementara
3. Gudang penyimpanan
4. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko II
I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
1. Perumahan
2. Rumah toko dan rumah kantor
3. Pasar
4. Gedung perkantoran
5. Gedung apartemen/ rumah susun
6. Pusat perbelanjaan/ mall
7. Bangunan industri
8. Fasilitas manufaktur
9. Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada III
saat
terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
1. Bioskop
2. Gedung pertemuan
3. Stadion
4. Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat
darurat
5. Fasilitas penitipan anak
6. Penjara
7. Bangunan untuk orang jompo.
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang
memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau
gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
1. Pusat pembangkit listrik biasa
2. Fasilitas penanganan air
3. Fasilitas penanganan limbah
4. Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,
(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan,
penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,
bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan
bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan
cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran
21

Lanjutan Tabel 2.5. Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk
Beban Gempa
Jenis pemanfaatan Kategori
risiko
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, IV
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
1. Bangunan-bangunan monumental
2. Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
3. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas
bedah dan unit gawat darurat
4. Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi
kendaraan darurat
5. Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnya
6. Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas
lainnya untuk tanggap darurat
7. Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan
pada saat keadaan darurat
8. Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik,
tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur
pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang
disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi
struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV

Tabel 2.6. Faktor Keutamaan Gempa


Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50

Sumber : SNI 1726:2012 Tabel 1

Sumber : SNI 1726:2012 Tabel 2


2) Parameter Percepatan Tanah Ss dan S1
Parameter-parameter dasar pegerakan tanah dalam SNI 1726:2012 adalah Ss dan
S1 adalah parameter percepatan batuan dasar pada periode pendek (0,2 detik)
dengan redaman 5% berdasarkan gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko
tersesuaikan (MCER =Risk Target Maksimum Earthqueke) dengan kemungkinan
2% terlampaui dalam 50 tahun. S1 adalah percepatan batuan dasar pada periode 1
detik dengan redaman 5% berdasarkan gempa maksimum tertimbang resiko
tersesuaikan dengan kmungkinan 2% terlampaui dalam 50 tahun. Penggunaan
22

penting kedua parameter ini adalah dalam menentukan parameter percepatan


spektra desain SDs dan SD1(SNI 1726:2012 pasal 6.2).

Percepetan batuan dasar MCER di lokasi pembangunan gedung pada periode


pendek (0,2 detik) dan 1 detik seperti terlihat Gambar 2.3 dan 2.4 atau
berdasarkan peta pada (Gambar 9 dan Gambar 10 dalam SNI 1726:2012 gempa).

Gambar 2.3. Parameter Ss MCER untuk Lokasi Situs Berdasarkan Gambar 9


SNI 1726:2012

Gambar 2.4. Parameter S1 MCER untuk Lokasi Situs Berdasarkan Gambar 10


SNI 1726:2012
23

3) Klasifikasi Situs

Analisis klasifikasi Situs menurut SNI 1726:2012 Pasal 5, seperti terlihat pada
Tabel 2.7 (atau Tabel 3 SNI 1726:2012 Gempa), mengklasifikasikan situs tanah
ke dalam 6 kelompok.

Tabel 2.7. Klasifikasi Situs (Tabel 3 SNI 1726:2012)

Kelas situs vs (m/detik) N atau N ch su (kPa)

SA (batuan keras) >1500 N/A N/A


SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, 350 sampai 750 >50 >100
sangat padat dan
batuan lunak)
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak) < 175 <15 < 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan
karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air, w > 40%,
3. Kuat geser niralir su < 25 kPa
SF (tanah khusus, Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari
yang membutuhkan karakteristik berikut:
investigasi geoteknik 1. Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa
spesifik dan analisis seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah
respons spesifik-situs tersementasi lemah
yang mengikuti 2. Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)
6.10.1) 3. Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan
Indeks Plasitisitas PI > 75 )
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m
dengan su < 50 kPa

4) Parameter Respons Spektra Pereceatan SMS dan SM1


Kedua parameter dasar Ss dan S1 tidak dapat digunakan langsung untuk setiap situs
tanah. Masih diperlukan faktor amplifikasi seismik pada periode 0,2 detik dan 1
detik yang terdiri dari:
a) Faktor amplifikasi getaran untuk percepatan pada getaran periode pendek, Fa
dan
b) Faktor amplifikasi getaran untuk percepatan yang mewakilli getaran periode
1 detik , FV .
Kedua faktor ini disebut sebagai faktor kelas situs.
24

Produk dari kombinasi parameter dasar pergerakan tanah dan faktor amplifikasi
adalah SMs dan SM1, yang masingmasing adalah parameter respons spektra
percepatan untuk gempa pada periode pendek (0,2 detik) dan periode 1 detik,
yang telah disesuaikan dengan pengaruh kelas situs. Parameter-parameter ini
ditentukan menurut persamaan berikut (SNI 1726:2012 Pasal 6.2) :

SMs = Fa .Ss ........................................................................................................ (2-1)


SMs = FV .S1 ....................................................................................................... (2-2)

Keterangan
Ss = parameter respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode
pendek.
S1 = parameter respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode
1,0 detik.

Koefisian Fa dan FV mengikuti (Tabel 4 dan Tabel 5 SNI 1726:2012) atau Tabel
2.8 dan 2.9 seperti terlihat berikut.

Tabel 2.8. Koefesien Situs, Fa (Tabel 4 SNI 1726:2012)


Kelas Situs Parameter respon spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan
pada periode pendek
Ss < 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss > 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SSb
CATATAN
(a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier
(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik,
lihat 6.10.1
25

Tabel 2.9. Koefesien Situs, FV (Tabel 5 SNI 1726:2012)


Kelas Situs Parameter respon spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan
pada periode 1 detik S1
S1 < 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 > 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SSb
CATATAN
(a) Untuk nilai-nilai antara S1 dapat dilakukan interpolasi linier
(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-spesifik,
lihat 6.10.1

5) Nilai Parameter Percepatan Spektral desain


Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek, SDS pada periode 1
detik, SD1, harus ditentukan melalui persamaan berikut :

SDS = 32SMS .........................................................................................................(2-3)

SDS = 32SM1 .........................................................................................................(2-4)

6) Gambar Respon Spektra Desain


Desain seperti pada terlihat pada Gambar 2.5 (Gambar 1 SNI 1726:2012).
Spektrum ini mempunyai 3 segmen :

a. Periode lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa, harus
diambil dari persamaan :

= (0,4 + 0,6 )...............................................................................(2-5)
0

b. Periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama
dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,, sama dengan SDS.
c. Periode lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil
berdasarkan persamaan:

1
Sa = T
....................................................................................................... (2-6)
26

Gambar 2.5. Spektrum Respons Desain

Setelah itu katagori desain seismik (KDS) masingmasing bangunan akan


dievaluasi berdasarkan Tabel 2.10 dan Tabel 2.11 atau (Tabel 6 dan 7 SNI
1726:2012).

Tabel 2.10. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon


Percepatam pada Periode Pendek (Tabel 6 SNI 1726 : 2012).

Nilai SDS Kategori risiko


I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 < SDS < 0,33 B C
0,33 < SDS < 0,50 C D
0,50 < SDS D D
27

Tabel 2.11. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatam


pada Periode 1 Detik (Tabel 7 SNI 1726 : 2012).
Nilai SD1 Kategori risiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 < SD1 < 0,133 B C
0,133 < SD1 < 0,20 C D
0,20 < SD1 D D

Setelah kategori desain seimik (KDS) ditentukan, kemudian ditentukan resiko


kegempaannya menggunakan Tabel 2.12.

Tabel 2.12. Tingkat Resiko Kegempaan

7) Hitungan Berat Struktur Per lantai


Hitungan berat struktur per lantai harus meliputi berat akibat sendiri elemen-
elemen struktur dan berat akibat beban hidup total yang membebani struktrur.
Berdasarkan UBC (1997) dan ASCE & (2010), beban hidup yang harus ditinjau
pada hitungan pengaruh beban gempa adalah porsi beban hidup yang dianggap
tetap. Porsi beban ini pada dasarnya sangat bergantung pada fungsi bangunan.
Untuk bangunan gedung umum, porsi beban hidup yang bersifat tetap dapat
diambil sebesar 30% beban hidup total.
28

8) Periode Natural (Waktu Getar Alami) Struktur


Waktu getar alami struktur dapat dihitung dengan mengacu pada ketentuan SNI
1726:2012 Pasal 7.8.2 Gempa. Periode fundamental T (berdasarkan hasil analisis
struktur) tidak boleh melebihi hasil kali Ta dengan koefesien untuk batas atas pada
periode yang dihitung, Cw dapat dilhat pada Tabel 2.13 atau (Tabel 14 SNI 1726
:2012) gempa. Berdasarkan dari Periode fundamental pendekatan (Ta), dalam
detik, harus ditentukan persamaan berikut :

= ........................................................................................................ (2-7)

Keterangan:
adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi
struktur, dan koefesien dan x ditentukan pada Tabel 2.14 atau (Tabel 15 SNI
1726:2012).

Tabel 2.13. Koefesien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung (Tabel 14
SNI 1726:2012).
Parameter percepatan respon spectral desain Koefesien Cu
Pada 1 detik, SD1
> 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
< 0,1 1,7

Tabel 2.14. Nilai Parameter Periode Ct dan x (Tabel 15 SNI 1726:2012).


Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100
persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau
dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan
mencegah rangka dan defleksi jika dikenai gempa.
Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75
Semua system struktur lainnya 0,0488a 0,75
29

9) Hitung Koefesien Respon Seismik


Berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 7.8.1.1, koefesien respons seismik dihitung
berdasarkan persamaan :

Untuk T < Ts

=

............................................................................................................(2-8)

( )
Untuk T > Ts
1
=

..........................................................................................................(2-9)
( )

Keterangan
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain rentang periode pendek
SD1 = parameter percepatan spektrum respons desain rentang periode sebesar
1,0 detik.
R = faktor modifikasi respons dalam tabel 9 SNI 1726:2012
Ie = faktor keutamaan gempa
T = periode undamental struktur (detik)
S1 = parameter percepatan spektrum respons Maksimum yang dipetakan

CS tidak boleh kurang dari :


CS-min 1= 0,044 SDS . Ie> 0,01

10) Gaya Geser Dasar Nominal (Statik Lateral Ekuivalen)


Gaya geser dasar seismik dapat dihitung menurut (Persamaan 27 SNI 1726:2012)
gempa. Geser dasar seismik, V, dalam arah yang ditinjau menggunakan
persamaan:

V=Cs W........................................................................................................... (2-10)

Keterangan
CS = koefesien respon seismik
W = berat seismik efektif
30

11) Hitung Gaya Lateral Ekuivalen


Beban gempa nominal stattik ekuivalen yang bekerja pada saat massa lantai di
tingkat i dengan menggunakan persamaan :

=
=1
............................................................................................... (2-11)

Keterangan

Fi = beban gempa horizontal lantai


Wi = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai;
Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral;
n = nomor lantai tingkat paling atas
v = gaya lateral desain total atau geser di dasa struktur, dinyatakan dalam (kN)
k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut
untuk struktur dengan T =0,5 detik atau kering k =1
untuk struktur dengan T=2,5 detik atau lebih, k = 2
untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus
sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2

2.3.2.4. Arah Pembebanan Gempa

Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus
ditentukan sedemikian rupa, sehingga pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur
subsistem dan sistem struktur secara keseluruhan.

Untuk menstimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap


struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan
harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan
pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama
pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitasnya hanya 30%, hal ini telah ditetapkan
pada SNI 1726:2012.
31

Berikut adalah 4 kombinasi gempa

Gambar 2.6. Kombinasi Arah Beban Gempa

2.3.3. Kombinasi Pembebanan

Suatu struktur bangunan harus memenuhi syarat kekuatan terhadap bermacam


macam kombinasi beban. Struktur dan komponen struktur harus direncanakan
sehingga memenuhi ketentuan kuat perlu dan kuat rencana. Struktur bangunan
gedung dan non gedung harus dirancang menggunakan kombinasi pembebanan
berdasarkan Pasal 4.2.2 atau Pasal 4.2.3 SNI 1726:2012. Kombinasi
pembebanan itu meliputi :
32

a) Kombinasi beban terfaktor

Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen fondasi harus dirancang


sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh bebanbeban
terfaktor dengan kombinasi-kombinasi sebagai berikut :

1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lratau R)
3. 1,2D + 1,6(Lratau R) + (L atau 0,5 W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lratau R)
5. 1,2D + 1,0E+ L
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E

b) Kombinasi beban layan

BebanBeban di bawah ini harus ditinjau dengan kombinasi-kombinasi berikut untuk


perencanaan struktur, komponen-elemen striktur dan elemen-elemen fondasi
berdasarkan tegangan ijin:

1. D
2. D + L
3. D + (Lratau R)
4. D + 0,75 L + 0,75(Lratau R)
5. D + (0,6W + atau 0,7E)
6. D + 0,75(0,6W atau 0,7E) + 0,75 L + 0,75(Lratau R)
7. 0,6D + 0,6W
8. 0,6D + 0,7E

Keterangan
D = Pengaruh beban mati
L = Pengaruh beban hidup
W= Pengaruh beban angin
E = Pengaruh beban gempa
33

2.4. Evaluasi Kekuatan Penampang Kolom SRPMK yang Menerima


Kombinasi Lentur dan Beban Aksial

Komponen struktur yang dibahas dalam pasal ini adalah komponen struktur
kolom, yang menerima kombinasi lentur dan beban aksial. Penghitungan desain
dan detailing penulangan kolom untuk komponen-komponen struktur pada
bangunan yang akan dievaluasi mempunyai bentuk tipikal dan struktur meupakan
sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Kolom mempunyai dimensi
penampang b mm x h mm, dengan Tinggi kolom adalah x mm, dengan kuat tekan
beton rancana adalah fc MPa, dan kuat leleh baja tulangan fy MPa. Sketsa
dimensi kolom dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Tulangan sengkang

Tulangan utama

Gambar 2.7. Sketsa Dimensi Kolom

2.4.1. Definisi Komponen Struktur Kolom

Beberapa persyaratan geometri juga harus dipenuhi oleh struktur kolom SRPMK,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh kolom-kolom yang didesain :
Gaya aksial terfaktor maksimum yang bekerja pada komponen struktur kolom
akibat pembebanan gravitasi dan gempa tidak kurang dari Ag.fc/10.
.
Gaya aksial terfaktor maksimum >

(.).
10
(2-12)
Gaya aksial terfaktor maksimum > 10
(OK)
34

Misalkan :
Gaya aksial terfaktor maksimum (Tabel 2.15) = 2.272 kN
.
Gaya aksial terfaktor maksimum >
(2-13)
(600.600).30
10
Gaya aksial terfaktor maksimum >
10
2.272 kN > 1.080 kN (OK)

b. Sisi pendek penampang kolom tidak kurang dari 300


b > 300mm (OK) ............................................................................... (2-14)

c. Rasio dimensi penampang tidak kurang dari 0,4




> 0,4 (OK) ............................................................................ (2-15)

Tabel 2.15. Contoh hasil gaya-gaya dalam terfaktor


Kolom Gaya Aksial Shear
rd
Kolom di lantai atas (3 floor)
LC 1,2D +1,6L 1.816
LC 1,2d + 1,0L
Goyangan ke kanan 1.582 + 75,04 78,52
Goyangan ke kiri 1.582 75,04 78,52
nd
Kolom di lantai atas (2 floor)
LC 1,2D +1,6L 2.272
LC 1,2d + 1,0L
Goyangan ke kanan 1.978 + 94,27 87,29
Goyangan ke kiri 1.978 - 94,27 87,29
st
Kolom di lantai atas (1 floor)
LC 1,2D +1,6L 2.741
LC 1,2d + 1,0L
Goyangan ke kanan 2.388 + 114,79 93,50
Goyangan ke kiri 2.388 - 114,79 93,50
Notes : Hasil hasil kombinasi pembebanan lainnnya tidak diperlihatkan disini karena
nilainya lebih kecil
Hasil gaya-gaya dalam terfaktor dapat diketahui dari hasil perhitungan
software struktur (seperti SAP, ETABS, dan lain lain)
35

2.4.2. Konfigurasi Penulangan

Berdasarkan data komponen kolom yang terpasang di lapangan didapatkan


dimensi kolom adalah b mm x h mm, dengan jumlah baja tulangan x buah, dan
diameter x mm. Berdasarkan data tersebut bisa dicari rasio tulangan. Rasio

tulangan g dibatasi kurang dari 0,01 dan tidak lebih dari 0,06.

g = ( )
.......(2-16)

(OK) 0,01 < g < 0,06 .......(2-17)

2.4.3. Kuat Kolom

SNI 2847:2013 mengharuskan pemenuhan ketentuan strong coloumn-weak beam


untuk desain elemen kolom SRPMK, maka dilakukan pengecekan kapasitas
momen kolom apabila momen akibat goyangan gempa sebesar Mn, sesuai
konfigurasi penulangan lentur balok pada masing masing tumpuan, betul betul
bekerja pada kolom. Berdasarkan hal tersebut Kuat kolom Mn harus memenuhi:

Mc 1,2 Mb .......(2-18)
Di mana,
Mc = Jumlah Mn dua kolom yang bertemu di joint

Mb = Jumlah Mn dua balok yang bertemu di join (termasuk sumbangan

tulangan pelat di selebar efektif pelat lantai)

Dalam hitungan ini, karena tulangan pelat tidak didesain, diambil melalui
pendekatan konservatif dengan momen-momen yang diperhitungkan adalah
momen desain (=Mn) (menggunakan pendekatan ACI 318 (2011)). Akibat
goyangan ke kanan, Mn ujuung balok G4 (B157), seperti terlihat pada gambar

2.8, Jumlah Mn dua balok yang bertemu di join maka ketemu Mb.
36

Balok Kiri
Coloumn K1 (C13)

Balok Kiri
Beam G4 (B157)

Balok Kiri
Beam G3 (B23)

Kolom Yang dievaluasi


Coloumn K1 (C13)

1,2
Gambar 2.8. Ilustrasi Konsep Strong Coloumn-Weak Beam Akibat
Goyangan Struktur ke Kanan

2.4.3.1. Kekuatan Kolom yang Dibebani Secara Konsentrik

Kekuatan kolom yang dibebani secara konsentrik terdiri atas komponen


sumbangan beton dan sumbangan baja, yaitu :
0 = 0,85 ( ) (2-19)
= .......(2-20)
dengan = luas total tulangan baja, yaitu +
= luas total penampang kotor

Penggunaan nilai 0,85 dalam perhitungan kuat tekan kolom didasari atas adanya
perbedaan kuat tekan beton pada elemen struktur kolom aktual trhadap kuat tekan
beton silinder, yaitu = 0,85 . Berdasarkan persamaan di atas, kuat tekan
kolom adalah :
= 0,85 ( ) + .(2-21)
37

Untuk menghindari perlunya perhitungan eksentrisitas minimum seperti yang


dijabarkan sebelumnya, SNI Beton Pasal 10.3.6 mensyaratkan adanya reduksi
kekuatan sedemikian rupa sehingga :
Untuk kolom dengan tulangan spiral :
(max) = 0,85 (0,85(0,85( ) + ) ......(2-22)
Untuk kolom dengan tulangan sengkang pengikat:
(max) = 0,80 (0,85(0,85( ) + )...(2-23)

Nilai kuat tekan nominal di atas harus dilakukan lagi dengan faktor reduksi untuk
elemen struktur tekan sesuai SNI Beton Pasal 9.3.2.2, yaitu :
= 0,75 untuk kolom dengan tulangan spiral,
= 0,65 untuk kolom dengan tulangan sengkang pengikat.

2.4.3.2. Kekuatan Kolom yang Dibebani Secara Eksentrik

Prinsip blok tegangan persegi ekivalen yang berlaku pada analisis balok dapat
juga diterapkan pada analisis kolom terhadap beban eksentrik (Gambar 2.9).
Momen pada kolom selalu digambarkan sebagai perkalian beban aksial dengan
eksentrisitas.

Gambar 2.9. Distribusi Tegangan pada Penampang Kolom


38

Berdasarkan Gambar 2.9, dapat diturunkan persamaan-persamaan berikut:



= 0,003 fs = Es Cc = 0,85 fcba

= 0,003 fs = Es Cs = As fs

Ts = As fs
Persamaan keseimbangan mensyaratkan:
Pn = Cc +Cs - Ts..(2-24)
Mn = Pne = Cc ( 2 )+ Cs ( )+ Ts ( d - )(2-25)

atau
Pn = 0,85fcba +Asfs -Asfs .(2-26)

Mn =Pne=0,85fcba( 2)+Asfs( )+Asfs(d- ) .. (2-27)

Di mana untuk kolom persegi =2

Pada persamaan di atas, jarak garis nertal c diasumsikan berada dalam daerah d
penampang sehingga tulangan baja pada lokasi d benar-benar mengalami gaya
tarik. Perlu dicatat bahwa gaya aksial Pn tidak boleh lebih besar dari Pn(max).
Berdasarkan persamaan-persamaan di atas dapat dilihat bahwa ada beberapa
parameter yang tidak diketahui, yaitu :
a) Tinggi blok tegangan ekivalen,a,
b) Gaya tekan pada baja tulangan tekan fs,
c) Gaya tarik pada baja tulangan tarik,fs.
d) Pn untuk e tertentu atau e untuk Pn tertentu.
Nilai fs dan fs dapat dinyatakan dalam a, sehingga hanya tinggal dua bilangan
yang tidak diketahui, yaitu a dan Pn atau a dan e. Dengan dua persamaan yang
ada, nilai a dan e dapat dihitung. Seperti disebutkan sebelumnya, jenis keruntuhan
yang dapat terjadi pada kolom pendek adalah leleh tulangan tarik dan keruntuhan
tekan. Kondisi balance tercipta jika keruntuhan terjadi bersamaan pada baja
tulangan tarik dan beton tekan.
39

Jika Pn = beban aksial dan Pnb = beban aksial tekan yang berkaitan dengan
keruntuhan balance, maka :
Pn < Pnb keruntuhan tarik.
Pn = Pnb keruntuhan balance,
Pn > Pnb keruntuhan tekan.

2.4.3.3. Keruntuhan Balance pada Penampang Kolom Segiempat

Jika eksentisitas semakin kecil, maka aka ada suatu transisi dari keruntuhan tarik
utama ke keruntuhan tekan utama. Kondisi keruntuhan balance tercapai apabila
tulangan tarik mengalami regangan lelehnya Ey dan pada saat itu pula beton
mengalami regangan batasnya (0,003) dan mulai hancur.
Dari segitiga yang sebangun dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada
kondisi balance, cb. yaitu :
0,003
...................................................................................... (2-28)
0,003+
=
= 1. ........................................................................................ (2-29)
Beban aksial kondisi balance Pnb dan eksentrisitasnya eb dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus :
Pn = Cc +Cs - Ts .............................................................................................. (2-30)
Mn = Pne = Cc ( 2)+ Cs ( )+ Ts ( d - ) ....................................... (2-31)

atau
Pn = 0,85fcba +Asfs -Asfs ...................................................... (2-32)

Mn =Pne=0,85fcba( 2)+Asfs( )+Asfs(d- )............................... (2-33)


eb =
......................................................................................................... (2-34)

2.4.3.4. Keruntuhan Tarik pada Penampang Kolom Persegi

Untuk kondisi e > eb atau Pn < Pnb, keruntuhan tarik akan terjadi pada tulangan
baja sehingga fs =fy. Sedangkan tegangan pada baja tekan tidak harus selalu sama
dengan fy. Jika tulangan tekan leleh, maka fs = fy.
40

Untuk kondisi keruntuhan seperti ini dan As =As,maka:


Pn =0,85 fcba ......................................................................... (2-35)
Mn = Pne = 0,85 fcba( 22) + ( )...................... (2-36)

di mana h/2 = , yang merupakan pusat geomerti penampang. Persamaan-


persamaan di atas dapat digabung sehingga :
Pne = Pn ( 2 2) + ( )

Karena: a =0,85 , maka:


Pne = Pn (
2

sehingga: 1,7
) + ( )

2 ( 2 ) ( ) = 0
1,7

Jika = = , maka:
2()
Pn =0,85 fcb[( 2 ) + ( 2 )2 +

0,85
]

Jika m =0,85 , Persamaan di atas dapat ditulis:

2
Pn =0,85 fcb [
22 2
2
+ ( ) + 2 (1 ) ] ................ (2-37)
2
Jika e = e d+2 (di mana e = jarak antara baja tarik dan beban P)


Pn =0,85 fcbd [(1 ) + (1 ) 2 + 2 (1 )] .........

(2-38)

Untuk kondisi yang lebih umum di mana = dan massa beton yang
dipindahkan karena adanya tulangan tekan diperhitungkan, sehingga : Cc = 0,85
fc (ba As ), maka :


Pn=0,85fcbd{ ( 1) (1 ) (1 )2 + 2[ ( + ) + ( 1) (1

)]}

Persamaan ini hanya berlaku jika baja tulangan tekan mengalami leleh. Apabila
belum leleh, maka persamaan 2-26 dan 2-27 harus digunakan untuk memperoleh
41

Pn. Selain itu diperlukan pada prosedur coba-coba dan penyesuaian dan adanya
keserasian regangan di seluruh bagian penampang.

2.4.3.5. Keruntuhan Tekan pada Penampang Kolom Persegi

Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton, eksentrisitas
e gaya normal harus lebih kecil daripada eksentrisitas balance eb dan tegangan
pada tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu fs<fy.

Dalam proses analisis (maupun desain) diperlukan persamaan dasar


keseimbangan, yaitu persamaan 2-26 dan 2-27. Selain itu diperlukan pada
prosedur coba-coba dan penyesuaian dan adanya keserasian regangan di seluruh
bagian penampang.

2.4.3.6. Kasus Umum pada Kolom Bertulang pada Empat Sisi: Solusi
Eksak

Apabila suatu kolom segiempat mempunyai tulangan pada keempat sisinya, dan
semua tulangan yang sejajar tidak simetris, maka solusinya harus dicari
berdasarkan prinsip-prinsip pertamanya. Untuk persamaan 2-26 dan 2-27 harus
disesuaikan dahulu. Kontrol keserasian regangan harus tetap dipertahankan
diseluruh bagian penampang.

Gambar 2.10 memperlihatkan kolom yang bertulangan pada keempat sisinya,


anggapan yang digunakan disini adalah :
Gsc = titik berat gaya tekan pada tulangan tekan
Gst = titik berat gaya tarik pada tulangan Tarik
Fsc = resultan gaya tekan pada tulangan = .
Fst = resultan gaya tarik pada tulangan = .
42

Kesetimbangan antara gaya-gaya dalam dengan momen gaya luar harus terpenuhi,
yaitu :
= 0,85. . 1. + ................................... (2-39)
= 0,85. . 1. . ( 2 2 1. ) +
1 . + . ............. (2-40)

Coba-coba dengan penyesuaian diterapkan dengan menggunakan suatu asumsi


tinggi garis netral c, yang berarti pula tinggi blok tegangan ekuivalen a diketahui.
Besarnya regangan pada setiap lapis (layer) tulangan ditentukan dengan
menggunakan distribusi regangan seperti yang diperlihatkan Gambar 2.10(b)
untuk menjamin terpenuhinya keserasian regangan. Tegangan pada setiap
tulangan diperoleh dengan menggunakan persamaan :
= . ................................................... (2-41)
Di mana untuk > , maka : = .

Gambar 2.10. Kolom yang mempunyai tulangan pada keempat sisinya :


(a) penampang melintang; (b) regangan; (c) gaya-gaya

Carilah Pn untuk c yang di asumsikan tadi dengan menggunakan persamaan 2-39.


Subtitusikan besarnya gaya normal tersebut kedalam persamaan 2-40, dan peroleh
c. Apabila c ini belum cukup dekat dengan c yang diasumsikan semula, lakukan
coba-coba berikutnya. Gaya tahanan nominal Pn yang sesungguhnya pada
penampang ini adalah yang diperoleh pada coba-coba terakhir sehubungan dengan
c yang sudah benar.
43

Dalam banyak hal, disarankan untuk selalu menggunakan tulangan baja pada sisi
tegtak lurus terhadap sumbu lentur, sekalipun secara toleransi tidak diperlukan,
paling sedikit 25% dari luas tulangan memanjang utamanya.

2.4.3.7. Diagram Interaksi

Kapasitas suatu penampang kolom beton bertulang dapat dinyatakan dalam


bentuk diagram interaksi P-M (gambar 2.11), yang menunjukkan hubungan beban
axial vs momen lentur pada elemen struktur tekan dalam kondisi batas.

Berasal dari pembahasan pada bab kolom yang dibebani secara eksentrik,
kosentrik, keruntuhan balance, keruntuhan tekan, dan keruntuhan tarik pada
kolom dapat diduga bahwa kapasitas penampang beton bertulang untuk menahan
kombinasi gaya aksial dan momen lentur dapat digambarkan dalam bentuk suatu
kurva interaksi antara kedua gaya dalam tersebut. Gambar 2.11 menunjukaan
contoh diagram tersebut.

Gambar 2.11. Diagram P- M Aksial Tekan versus lentur


44

Setiap titik pada diagram P-M menunjukkan satu kombinasi Pn dan Mn untuk
penampang dengan kondisi/lokasi sumbu netral yang tertentu. Diagram interaksi
tersebut dapat dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah yang ditentukan oleh
keruntuhan tarik dan daerah yang ditentukan keruntuhan tekan, dengan
pembatasnya adalah titik balance.

2.4.4. Tulangan Geser pada Kolom

Langkah-langkah untuk mengecek desain tulangan geser pada kolom adalah


sebagai berikut :
1) Ve tidak perlu lebih besar dari (Vsways) gaya geser kolom yang timbul pada
saat kolom mengimbangi kuat lentur rencana yang terjadi di ujung-ujung
balok yang merangka di hubungan balok-kolom (HBK) yang sama. Jumlah
momen lentur rencana yang terjadi di ujung-ujung balok merangka dibagian
bawah dan atas kolom yang ditinjau, pada saat struktur rangka menerima
gaya lateral, menghasilkan gaya geser kolom Vsway, yaitu:
+
Vsway = .. (2-42)
In

Dengan,
DF = factor distribusi momen dibagian atas dan bawah kolom yang
didesain

Karena kolom di lantai atas dan lantai bawah mempunyai kekakuan yang
sama, maka

DFtop = DFbtm = 0,5

Mpr-top dan Mpr-btm adalah penjumlahan Mpr untuk masing masing balok di
lantai atas dan lantai bawah di muka kolom interior.
45

2) Ve tidak boleh lebih kecil dari gaya geser terfaktor hasil analisis.

Vc dapat diambil = 0 , jika Ve akibat gempa lebih besar dari Vu dan gaya
aksial terfaktor pada kolom tidak melampaui 0,05 Agfc.

Selain itu, Vc dapat diperhitungkan. Kenyataannya, pada kolom yang


didesain, gaya aksial terfaktornya melampaui 0,05 Agfc. Jadi, Vc boleh
diperhitungkan :


Vc = 6
.bw.d .. (2-43)

a) Cek apakah dibutuhkan tulangan geser :

1

> 2
. (2-44)

1
OK, jika


> 2
, diperlukan tulangan geser

b) Cek apakah cukup dipasang tulangan geser minimum :

1
(2-45)
> + . .
3
Ternyata suku kiri < suku kanan, sehingga tulangan yang diperlukan
adalah tulangan geser minimum.

Jika kalau sebelumnya telah dipasang tulangan confinement 4 kaki ,


maka :
Av min = 31
. (2-46)
(OK), Ash > Avmin Vs < Vs-dn
Persyaratan kekuatan geser terpenuhi
46

3) Untuk bentang di luar lo,


SNI Pers (11-4) memberikan harga Vc :

= 0,17 [1 + ] (2-47)
14

Dengan ; Nu = gaya tekan aksial terkecil dari ke-9 kombinasi


pembebanan, dan
= 1, Untuk beton normal (SNI \Beton Pasal 8.6.1) dan,
Nu/Ag dinyatakan dalam MPa

Gaya aksial tekan terkecil dalam contoh ini adalah gaya aksial tekan hasil
kombinasi pembebanan SNI Beton Pasal 9.2.1 yaitu :

Nu = 0,9D + 1,0 E .. (2-48)

Jika Vc melebihi Vu/ untuk bentang kolom diluar lo, maka sengkang tidak
dibutuhkan untuk menahan geser pada bentang, tetapi hanya untuk
confinement.

2.4.5. Persyaratan Detailing Komponen Struktur SRPMK yang Menerima


Kombinasi Lentur dan Beban Aksial

1. Persyaratan Geometri
Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.6.1 mensyaratkan bahwa komponen
struktur kolom SRPMK harus memenuhi hal-hal berikut :
a. Gaya aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur kolom dibatasi
tidak kurang dari 0,1.Ag.fc.
b. Ukuran penampang terkecil tidak kurang dari 300 mm.
c. Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah
tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.
47

Gambar 2.12. Persyaratan Geometri Kolom

2. Persyaratan Tulangan Lentur


Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.6.3, tulangan lentur kolom harus memenuhi
beberapa persyaratan berikut:
a. Rasio penulangan dibatasi minimum tidak boleh kurang dari 0,01 dan
maksimum tidak boleh lebih dari 0,06.
Batas bawah rasio tulangan lentur kolom terutama berguna untuk
mengatisipasi pengaruh deformasi jangka panjang dan agar kuat lentur
rencana penampang kolom lebih besar daripada kuat lentur retaknya. Batas
atas rasio tulangan lentur ditetapkan untuk menjaga agar tidak terjadi kongesti
(kerapatan) tulangan yang berlebihan pada penampang, khususnya di daerah
sambungan lewatan.
b. Sambungan mekanis tipe 1 untuk penyambungan tulangan lentur (dengan
kekuatan 125% kuat leleh batang tulangan yang disambung) tidak boleh
ditempatkan di lokasi yang berpotensi membentuk sendi plastis, kecuali
sambungan mekanis tipe 2 (yaitu sambungan mekanis dengan kekuatan yang
lebih kuat dari kuat kuat tarik batang tulangan yang disambung).
c. Sambungan las untuk penyambungan tulangan lentur (dengan kekuatan 125%
kuat leleh batang tulangan yang disambung) tidak boleh ditempatkan di lokasi
yang berpotensi membentuk sendi plastis.
48

d. Sambungan lewatan hanya diizinkan di lokasi setengah panjang elemen


struktur yang berada di tengah (Gambar 2.13), direncanakan sebagai
sambungan lewatan tarik, dan harus diikat dengan tulangan spiral atau
sengkang tertutup yang direncanakan sesuai ketentuan tulangan transversal di
bawah ini.

Gambar 2.13. Sambungan Lewatan pada Kolom

3. Persayaratan Tulangan Transversal


Tulangan transversal pada kolom utama berfungsi untuk mengekang daerah inti
kolom. Tulangan tranversal pada kolom dapat berupa tulangan spiral atau
tulangan sengkang tertutup. Pada saat kolom cenderung mengembang karena
adanya pengaruh rasio poisson dan sifat dilatasi material beton (Imran dan
Pantazapoulou, 2001). Pengembangan ini menyebabkan tulangan sengkang
tertutup atau spiral yang melingkupi inti beton. Dalam kondisi terkekang, beton
memiliki kuat (tekan aksial yang lebih tinggi dan perilaku yang lebih daktail
(Imran dan Pantazapoulou, 1996; Mander dkk., 1988).

SNI 2847:2013 Pasal 21.6.4, mensyaratkan bahwa tulangan spiral atau sengkang
tertutup yang dipasang di daerah-daerah tertentu kolom yang berpotensi
membentuk sendi plastis harus memenuhi ketentuan berikut:
49

a. Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang cincin, tidak boleh kurang
dari:

= 0,12 ........................................................... (2-49)


= 0,45 ( 1) ........................................... (2-50)

b. Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang daripada
persamaan-persamaan di bawah ini.
Untuk potongan penampang yang arah normalnya searah sumbu x :

= 0,3 (
)( 1) .............................. (2-51)
= 0,09 ( ) .............................................
(2-52)

Untuk potongan penampang yang arah normalnya searah sumbu y:


= 0,3 ( ) ( 1) .............................. (2-53)


= 0,09 ( ) ............................................
(2-54)

dengan,
Ashx = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan
tegak lurus terhadap dimesi bcx
Ashy = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan
tegak lurus terhadap dimesi bcy
S = spasi tulangan transversal
bcx = dimensi penampang total inti kolom yang arah normalnya sejajar sumbu
x, diukur dari sumbu ke sumbu tulangan transversal terluar
bcy = dimensi penampang total inti kolom yang arah normalnya sejajar sumbu
y, diukur dari sumbu ke sumbu tulangan transversal terluar
As = luas bruto penampang kolom
Ach = luas penampang inti kolom dari sisi luar ke sisi luar tulangan sengkang
tertutup
Ac = luas penampang inti kolom dari sisi luar tulangan spiral
fyt = kuat leleh tulangan transversal (maksimum 700 MPa)
50

Persamaan (2-50), (2-51) dan (2-53) yang diberi tanda asteriks diturunkan dengan
prinsip bahwa luas tulangan sengkang tertutup atau spiral yang terpasang harus
mampu meningkatkan kuat tekan inti kolom sedemikian hingga peningkatan
tersebut dapat menkompensasi berkurangnya daya dukung kolom dengan
lepasnya selimut beton. Secara sistematis, hal ini dapat dinyatakan sebagai
berikut:

=
( ) ( )
0,85( ) = 4,11( ) ...................... (2-55)

Hal ini berarti bahwa lepasnya selimut beton pada kolom tidak boleh mengurangi
kempuan kolom dalam menahan beban aksial tekan.
Persamaan (2-50), (2-51) dan (2-53) di atas tidak perlu diperlihatkan bila bagian
inti penampang kolom (tanpa selimut beton) telah direncanakan terhadap
kombinasi beban gempa dan mampu menahan gaya dalam yang terjadi. Sehingga
walaupun luasan tulangan sengkang atau spiral yang terpasang lebih kecil
daripada luasan tulangan minimum yang disyaratkan oleh persamaan-persamaan
tersebut, struktur kolom tetap mampu menahan gaya dalam yang terjadi pada saat
selimut beton lepas. Jadi, dalam hal ini, kebutuhan tulangan sengkang tertutup dan
spiral pada kolom hanya perlu direncanakan terhadap persamaan-persamaan
lainnya, yaitu persamaan (2-49), (2-52) dan (2-54).

Rasio volume tulangan spiral st pada persamaan (2-49) dan (2-50) dapat di hitung
sebagai berikut:

4
=
= 1 ................... (2-56)

4
=
2
Berdasarkan SNI Beton, spasi tulangan transversal yang dipasang di sepanjang
daerah yang berpotensi membentuk sendi plastis (yaitu di ujung-ujung kolom)
tidak boleh lebih dari (Gambar 2.14 dan 2.15):
51

(a) Seperempat dimensi terkecil komponen struktur


(b) Enam kali diameter tulangan longitudinal
350
(c) = 100 + ............................................................................. (2-57)

Nilai sx pada persamaan diatas dibatasi maksimum 150 mm dan tidakperlu lebih
dari 100 mm.

Tulangan transversal dapat berupa tulangan sengkang tunggal atau tumpuk.


Pengikat silang yang diameter dan spasinya sama dengan sengkang tertutup juga
boleh dipergunakan (Gambar 2.16). Pada Gambar 2.16 juga diberikan persyaratan
jarak maksimum yang diijinkan antar tulangan longitudinal kolom diberi
penopang lateral, yaitu x 350 mm.

Gambar 2.14. Pesyaratan Kekangan untuk Sengkang Spiral


52

Gambar 2.15. Persayaratan Kekangan untuk Sengkang Tertutup Persegi

Gambar 2.16. Contoh Pemasangan Tulangan Transversal pada Kolom

Daerah-daerah pada kolom yang berpotensi membentuk sendi plastis, yang harus
dipasang tulangan transversal dengan luasan dan spasi sesuai ketentuan di atas
diatur sebagai berikut:
a) Sepanjang lo dari setiap muka hubungan balok-kolom
b) Sepanjang lo dari setiap muka hubungan dari setiap penampang yang
berpotensi membentuk leleh lentur (sendi plastis) akibat deformasi lateral
inelastis pada struktur rangka.
c) Sepanjang daerah sambungan lewatan tulangan longitudinal kolom.
d) Kedalam kepala fondasi sejauh minimum 300 mm (Gambar 2.17).
53

Panjang lo dalam hal ini ditentukan tidak kurang dari:


a) Tinggi penampang struktur kolom pada muka hubungan balok-kolom atau
pada segmen yang berpotensi membentuk leleh lentur.
b) Seperenam bentang bersih struktur kolom
c) 450 mm

Bila gaya-gaya aksial terfaktor pada kolom akibat baban gempa melampaui
Agfc/10 dan gaya aksial tersebut berasal dari komponen struktur lainnya yang
sangat kaku yang didukungnya, misalnya dinding (Gambar 2.17), maka kolom
tersebut harus diberi tulangan transversal sesuai ketentuan di atas pada seluruh
tinggi kolom. Daerah pemasangan tulangan transversal tersebut harus
diperpanjang untuk suatu jarak sebesar panjang penyaluran tulangan longitudinal
terbesar ke dalam komponen struktur yang sangat kaku tersebut di atas.

Gambar 2.17. Detailing Kolom yang Menumpu Elemen Kaku yang Tidak
Menerus

Di luar daerah lo, tulangan spiral atau sengakng tertutup harus dipasang dengan
spasi sumbu kesumbu tidak lebih daripada nilai terkecil dari enam kali diameter
tulangan longitudinal kolom atau 150 mm.

Anda mungkin juga menyukai