BAB 2
DASAR TEORI
SKRIPSI
EVALUASI KEKUATAN DAN DETAILING
TULANGAN KOLOM BETON BERTULANG
SESUAI SNI 2847:2013 DAN SNI 1726:2012
(STUDI KASUS : HOTEL 7 LANTAI DI WILAYAH PEKALONGAN)
BAB 2
DASAR TEORI
Dalam perancangan struktur gedung, pengaruh gempa merupakan salah satu hal
yang penting untuk dianalisa, terutama bangunan-bangunan yang berada dalam
wilayah yang sering dilanda gempa besar. Diperlukan suatu perancangan yang
baik terhadap bahaya gempa agar tidak terjadi tingkat kecelakaan dan kerugian
yang besar. Filosofi dasar dari perencanaan bangunan tahan gempa adalah
terdapatnya komponen struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelehan.
Komponen struktur yang leleh tersebut merupakan komponen yang menyerap
energi gempa selama bencana gempa terjadi. Agar memenuhi konsep perencanaan
struktur bangunan tahan gempa tersebut, maka pada saat gempa kelelehan yang
terjadi hanya pada balok. Kolom dan sambungan harus dirancang sedemikian rupa
agar kedua komponen struktur tidak mengalami kelelehan ketika gempa terjadi.
Kerusakan yang terjadi pada struktur bangunan akibat gempa-gempa tersebut pada
umumnya disebabkan oleh hal-hal antara lain:
a) Sistem bangunan yang digunakan tidak sesuai dengan tingkat kerawanan
daerah setempat terhadap gempa.
b) Rancangan struktur dan detail penulangan yang diaplikasikan pada dasarnya
kurang memadai.
c) Kualitas material dan praktik konstruksi pada umumnya kurang baik.
d) Pengawasan dan kontrol pelaksanaan pembangunan kurang memadai.
Agar kerusakan yang terjadi pada struktur bangunan akibat gempa tidak terjadi,
prinsip-prinsip dasar berikut perlu diperhatikan dalam perencanaan, perancangan,
dan pelaksanaan struktur bangunan beton bertulang tahan gampa (Hoedajanto dan
Imran, 2002), yaitu:
7
8
Bangunan hotel 7 lantai yang ada di daerah Pekalongan akan evaluasi kembali
dengan menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang
berada pada wilayah resiko gempa tinggi.
9
Struktur SPRMK diharapkan memiliki tingkat daktilitas yang tinggi, yaitu mampu
menerima mengalami siklus respon inelasitis pada saat menerima beban gempa
rencana. Perilaku instaltik struktur harus direncanakan dengan baik untuk dapat
menjamin hal tersebut. Salah satu metode desain yang dapat digunakan untuk
tujuan ini adalah metode desain kapasitas
dengan mekanisme geser, oleh karena itu mekanisme ini harus dipilih sebagai
mekanisme penentu keruntuhan pada elemen struktur.
c. Hierarki keruntuhan antar elemen yang membentuk struktur. Keruntuhan
pada balok pada dasarnya menghasilkan perilaku yang lebih daktail
dibandingkan dengan perilaku keruntuhan pada kolom, oleh karena itu
keruntuhan pada kolom sebaiknya dihindari dan di pertemuanya dengan
elemen balok, elemen struktur kolom selalu dibuat lebih kuat dari pada
elemen struktur balok yang merangka padanaya (Strong column-weak beam).
d. Hierarki keruntuhan antar mekanisme batas pada struktur portal, Mekanisme
beam sway (Gambar 2.1 b) menghasilkan perilaku yang lebih baik
dibandingkan dengan perilaku column sway atau soft storey (Gambar 2.1 a).
Secara global, mekanisme keruntuhan yang paling ideal dan meghasilkan perilaku
histeresis yang stabil adalah mekanisme beam sway (Gambar 2.1 b). Mekanime
sendi plastis terbentuk di ujung-ujung balok dan di dasar kolom bawah.
Pembentukan sendi plastis haruslah di dominasi oleh perilaku lentur untuk
menghasilkan perilaku histeresis yang stabil. Hal ini hanya dapat dicapai melalui
penerpan persyaratan-persyaratan detailing penulangan yang terencana dengan
baik. Beberapa persyaratan detailing SRPMK (SNI 2847:2013 Pasal 21.5) pada
dasarnya diformulasikan dengan menerapkan konsep desain kapasitas.
(a) Keruntuhan lokal dimana kolom (b) Keruntuhan global dimana balok
Leleh sebelum balok Leleh sebelum kolom
Beton merupakan percampuran dari bahan-bahan agregat halus dan agregat kasar
yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainya, kemudian ditambah
semen dan air. Nilai kuat tekan beton lebih tinggi daripada kuat tariknya. Karena
beton termasuk bahan bersifat getas maka dalam penggunaannya pada komponen
struktural bangunan beton diperkuat dengan baja tulangan untuk membantu
kelemahan beton yang lemah terhadap gaya tarik. Dengan demikian terjadi
pembagian tugas, dimana baja tulangan yang menahan gaya tarik, sedangkan
beton menahan gaya tekan.
Salah satu parameter material beton yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah
nilai kuat tekan. Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.1.4.2, kuat tekan fc untuk
material beton yang digunakan pada struktur bangunan tahan gempa tidak kurang
dari 20 MPa. Selain itu, Pasal 21.1.4.3 lebih jauh membatasi penggunaan mutu
beton tidak melebihi 35 MPa apabila digunakan beton ringan. Batasan ini
didasarkan atas fakta bahwa tidak cukup banyak bukti eksperimental dan data
langsung lapangan yang memperlihatkan perilaku elemen struktur beton yang
konstruksinya menggunakan beton ringan, terutama dalam hal perpindahan akibat
pembebanan siklik dalam rentang nonlinier.
12
Berdasarkan data yang didapat dari rencana kerja dan syarat-syarat, mutu beton
yang digunakan pada elemen-elemen struktur bangunan pada proyek hotel 7 lantai
yang berada di Pekalongan adalah sebagai berikut :
a) Kolom : fc 30 MPa
b) Balok, pelat dan sloof, pile cap : fc 25 MPa
Untuk baja tulangan, salah satu parameter yang paling berpengaruh terhadap
perilaku plastifikasi yang dihasilkan pada elemen struktur tahan gempa adalah
kondisi permukaan baja tulangan yang digunakan. Berdasarkan kondisi
permukaanya, baja tulangan dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu baja tulangan
polos dan baja tulangan ulir. Penggunaan tulangan polos sebagai baja tulangan
elemen struktur dapt membeerikan dampak yang negatif terhadap kinerja
plasifikasi yang dihasilkan. Kuat lekatan baja tulangan polos pada beton, yang
pada dasarnya hanya terdiri atas mekanisme adhesi dan friksi, diketahui hanyalah
sekitar 10% kuat lekatan tulangan ulir.
SNI 2847:2013 membatasi nilai kuat leleh disyaratkan untuk bahan baja tulangan
sebesar 400 MPa. Penggunaan baja tulangan dengan spesifikasi mutu yang lebih
tinggi pada dasarnya dilarang. Pembatasan ini disebabkan oleh penggunaan
bahan baja tulangan yang mutunya tinggi dapat menyebabkan timbulnya geser
dan tegangan lekatan yang tinggi antara baja tulangan dan beton, yang dapat
menyebabkan kegagalan brittle pada saat elemen mengembangkan kemampuan
lentur maksimumnya. Hal ini dapat terjadi khususnya pada saat elemen struktur
mengalami beban gempa yang sifatnya bolak-balik atau (siklik).
Berdasarkan Pasal 21.1 SNI 2847:2013 untuk beton bertulang, untuk desain
elemen struktur yang diharapkan memikul beban gempa, baja tulangan yang
digunakan harus memenuhi ketentuan-ketentuan khusus baja tulangan dengan
13
mutu maksimum 400 MPa (BJTD 40), sesuai ASTM A 706M-1993 (Tabel 2.1).
Baja tulangan dengan spesifikasi ASTM A 615M-1993 mutu 280 dan 400 (Tabel
2.2) dapat digunakan apabila :
a) Kuat leleh aktual berdasarkan uji laboratorium tidak melebihi kuat leleh
spesifikasi dengan selisih kuat 125 MPa
b) Rasio antara kuat tarik aktual terhadap kuat leleh aktual tidak kuramg dari
1,25 MPa.
Berdasarkan persyaratan ASTM A 706M, nilai kuat leleh aktual maksimum untuk
baja tulangan ulir BJTD40 dibatasi 540 MPa. Kuat leleh aktual yang terlalu tinggi
pada dasarnya sangat berbahaya bagi rancangan srtruktur bangunan tahan gempa.
Berdasarkan hal tersebut, spesifikasi produksi baja tulangan pada umumnya
mencatumkan nilai batas atas kuat leleh yang diijinkan.
Tabel 2.1. Spesifikasi Baja Tulangan Paduan Rendah (ASTM A 706 M, 1993)
Kuat tarik minimum, MPa 550*
Kuat leleh minimum, MPa 400
Kuat leleh maksimum, MPa 540
Perpanjangan minimal dalam 200 mm, %
Ukuran daiameter tulangan:
10,15 dan 20 14
25,30 dan 35 12
45 dan 55 10
*
Kuat tarik tidak boleh kurang dari 1,25 kali kuat leleh aktual
Berdasarkan Pasal 7.7 dan Pasal 7.7.1 SNI 2847:2013 tentang tata cara
perlindungan beton untuk tulangan Beton cor setempat (non-prategang), selimut
yang disyaratkan untuk tulangan tidak boleh kurang dari berikut:
(a) Beton yang dicor di atas dan selalu berhubungan dengan tanah .......... 75 mm
(b) Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca :
Batang tulangan D-19 hingga D-57 ..................................................... 50 mm
Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos,
dan yang lebih kecil ............................................................................. 40 mm
(c) Beton yang tidak berhubungan dengan cuaca atau berhubungan dengan tanah:
Slab, dinding, balok usuk:
Batang tulangan D-44 dan D-57 ........................................................... 40 mm
Batang tulangan D-36 dan yang lebih kecil .......................................... 20 mm
Balok, kolom:
Tulangan utama, pengikat, sengkang, spiral ......................................... 40 mm
Komponen struktur cangkang, pelat lipat:
Batang tulangan D-19 dan yang lebih besar ................................................. 20 mm
Batang tulangan D-16, kawat M-16 ulir atau polos, dan yang lebih kecil.... 13 mm
15
2.3.1. Pembebanan
Beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan ini adalah sebagai berikut:
beban mati (DL), beban hidup (LL), beban gempa (E).
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta
peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
16
Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan
berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi structural menahan
beban. Sesuai PPIUG 1983, beban dari berat sendiri elemen-elemen tersebut
diantaranya sebagai berikut:
Tabel 2.3. Beban dari Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Struktur
(PPIUG 1983)
No. Nama Material Berat Jenis
1 Baja 7850 kg/m3
2 Batu alam 2600 kg/m3
3 Batu belah, batu bulat, batu gunung (tumpuk) 1500 kg/m3
4 Batu karang 700 kg/m3
5 Batu pecah 1450 kg/m3
6 Besi tuang 7250 kg/m3
7 Beton 2200 kg/m3
8 Beton bertulang 2400 kg/m3
9 Kayu 1000 kg/m3
10 Kerikil, koral 1650 kg/m3
11 Pasangan bata merah 1700 kg/m3
12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 kg/m3
13 Pasangan batu cetak 2200 kg/m3
14 Pasangan batu karang 1450 kg/m3
15 Pasir 1600 kg/m3
16 Pasir jenuh air 1800 kg/m3
17 Pasir kerikil, koral 1850 kg/m3
18 Tanah, lempung kering 1700 kg/m3
19 Tanah, lempung basah 2000 kg/m3
20 Timah hitam 11400 kg/m3
17
Lanjutan Tabel 2.3. Beban dari Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal
dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin, serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama
masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai dan atap tersebut.
18
Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan. Beban
hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban
hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa konstruksi. Beban
hidup yang direncakan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.5. Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa
Jenis pemanfaatan Kategori
risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada I
saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
1. Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
2. Fasilitas sementara
3. Gudang penyimpanan
4. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko II
I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
1. Perumahan
2. Rumah toko dan rumah kantor
3. Pasar
4. Gedung perkantoran
5. Gedung apartemen/ rumah susun
6. Pusat perbelanjaan/ mall
7. Bangunan industri
8. Fasilitas manufaktur
9. Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada III
saat
terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
1. Bioskop
2. Gedung pertemuan
3. Stadion
4. Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat
darurat
5. Fasilitas penitipan anak
6. Penjara
7. Bangunan untuk orang jompo.
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang
memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau
gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
1. Pusat pembangkit listrik biasa
2. Fasilitas penanganan air
3. Fasilitas penanganan limbah
4. Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,
(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan,
penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,
bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan
bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan
cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran
21
Lanjutan Tabel 2.5. Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk
Beban Gempa
Jenis pemanfaatan Kategori
risiko
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, IV
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
1. Bangunan-bangunan monumental
2. Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
3. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas
bedah dan unit gawat darurat
4. Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi
kendaraan darurat
5. Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnya
6. Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas
lainnya untuk tanggap darurat
7. Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan
pada saat keadaan darurat
8. Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik,
tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur
pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang
disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi
struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV
3) Klasifikasi Situs
Analisis klasifikasi Situs menurut SNI 1726:2012 Pasal 5, seperti terlihat pada
Tabel 2.7 (atau Tabel 3 SNI 1726:2012 Gempa), mengklasifikasikan situs tanah
ke dalam 6 kelompok.
Produk dari kombinasi parameter dasar pergerakan tanah dan faktor amplifikasi
adalah SMs dan SM1, yang masingmasing adalah parameter respons spektra
percepatan untuk gempa pada periode pendek (0,2 detik) dan periode 1 detik,
yang telah disesuaikan dengan pengaruh kelas situs. Parameter-parameter ini
ditentukan menurut persamaan berikut (SNI 1726:2012 Pasal 6.2) :
Keterangan
Ss = parameter respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode
pendek.
S1 = parameter respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode
1,0 detik.
Koefisian Fa dan FV mengikuti (Tabel 4 dan Tabel 5 SNI 1726:2012) atau Tabel
2.8 dan 2.9 seperti terlihat berikut.
a. Periode lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa, harus
diambil dari persamaan :
= (0,4 + 0,6 )...............................................................................(2-5)
0
b. Periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama
dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,, sama dengan SDS.
c. Periode lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil
berdasarkan persamaan:
1
Sa = T
....................................................................................................... (2-6)
26
= ........................................................................................................ (2-7)
Keterangan:
adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tingkat tertinggi
struktur, dan koefesien dan x ditentukan pada Tabel 2.14 atau (Tabel 15 SNI
1726:2012).
Tabel 2.13. Koefesien untuk Batas Atas pada Periode yang Dihitung (Tabel 14
SNI 1726:2012).
Parameter percepatan respon spectral desain Koefesien Cu
Pada 1 detik, SD1
> 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
< 0,1 1,7
Untuk T < Ts
=
............................................................................................................(2-8)
( )
Untuk T > Ts
1
=
..........................................................................................................(2-9)
( )
Keterangan
SDS = parameter percepatan spektrum respons desain rentang periode pendek
SD1 = parameter percepatan spektrum respons desain rentang periode sebesar
1,0 detik.
R = faktor modifikasi respons dalam tabel 9 SNI 1726:2012
Ie = faktor keutamaan gempa
T = periode undamental struktur (detik)
S1 = parameter percepatan spektrum respons Maksimum yang dipetakan
Keterangan
CS = koefesien respon seismik
W = berat seismik efektif
30
=
=1
............................................................................................... (2-11)
Keterangan
Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus
ditentukan sedemikian rupa, sehingga pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur
subsistem dan sistem struktur secara keseluruhan.
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lratau R)
3. 1,2D + 1,6(Lratau R) + (L atau 0,5 W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lratau R)
5. 1,2D + 1,0E+ L
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
1. D
2. D + L
3. D + (Lratau R)
4. D + 0,75 L + 0,75(Lratau R)
5. D + (0,6W + atau 0,7E)
6. D + 0,75(0,6W atau 0,7E) + 0,75 L + 0,75(Lratau R)
7. 0,6D + 0,6W
8. 0,6D + 0,7E
Keterangan
D = Pengaruh beban mati
L = Pengaruh beban hidup
W= Pengaruh beban angin
E = Pengaruh beban gempa
33
Komponen struktur yang dibahas dalam pasal ini adalah komponen struktur
kolom, yang menerima kombinasi lentur dan beban aksial. Penghitungan desain
dan detailing penulangan kolom untuk komponen-komponen struktur pada
bangunan yang akan dievaluasi mempunyai bentuk tipikal dan struktur meupakan
sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Kolom mempunyai dimensi
penampang b mm x h mm, dengan Tinggi kolom adalah x mm, dengan kuat tekan
beton rancana adalah fc MPa, dan kuat leleh baja tulangan fy MPa. Sketsa
dimensi kolom dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Tulangan sengkang
Tulangan utama
Beberapa persyaratan geometri juga harus dipenuhi oleh struktur kolom SRPMK,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh kolom-kolom yang didesain :
Gaya aksial terfaktor maksimum yang bekerja pada komponen struktur kolom
akibat pembebanan gravitasi dan gempa tidak kurang dari Ag.fc/10.
.
Gaya aksial terfaktor maksimum >
(.).
10
(2-12)
Gaya aksial terfaktor maksimum > 10
(OK)
34
Misalkan :
Gaya aksial terfaktor maksimum (Tabel 2.15) = 2.272 kN
.
Gaya aksial terfaktor maksimum >
(2-13)
(600.600).30
10
Gaya aksial terfaktor maksimum >
10
2.272 kN > 1.080 kN (OK)
tulangan g dibatasi kurang dari 0,01 dan tidak lebih dari 0,06.
g = ( )
.......(2-16)
Mc 1,2 Mb .......(2-18)
Di mana,
Mc = Jumlah Mn dua kolom yang bertemu di joint
Dalam hitungan ini, karena tulangan pelat tidak didesain, diambil melalui
pendekatan konservatif dengan momen-momen yang diperhitungkan adalah
momen desain (=Mn) (menggunakan pendekatan ACI 318 (2011)). Akibat
goyangan ke kanan, Mn ujuung balok G4 (B157), seperti terlihat pada gambar
2.8, Jumlah Mn dua balok yang bertemu di join maka ketemu Mb.
36
Balok Kiri
Coloumn K1 (C13)
Balok Kiri
Beam G4 (B157)
Balok Kiri
Beam G3 (B23)
1,2
Gambar 2.8. Ilustrasi Konsep Strong Coloumn-Weak Beam Akibat
Goyangan Struktur ke Kanan
Penggunaan nilai 0,85 dalam perhitungan kuat tekan kolom didasari atas adanya
perbedaan kuat tekan beton pada elemen struktur kolom aktual trhadap kuat tekan
beton silinder, yaitu = 0,85 . Berdasarkan persamaan di atas, kuat tekan
kolom adalah :
= 0,85 ( ) + .(2-21)
37
Nilai kuat tekan nominal di atas harus dilakukan lagi dengan faktor reduksi untuk
elemen struktur tekan sesuai SNI Beton Pasal 9.3.2.2, yaitu :
= 0,75 untuk kolom dengan tulangan spiral,
= 0,65 untuk kolom dengan tulangan sengkang pengikat.
Prinsip blok tegangan persegi ekivalen yang berlaku pada analisis balok dapat
juga diterapkan pada analisis kolom terhadap beban eksentrik (Gambar 2.9).
Momen pada kolom selalu digambarkan sebagai perkalian beban aksial dengan
eksentrisitas.
Ts = As fs
Persamaan keseimbangan mensyaratkan:
Pn = Cc +Cs - Ts..(2-24)
Mn = Pne = Cc ( 2 )+ Cs ( )+ Ts ( d - )(2-25)
atau
Pn = 0,85fcba +Asfs -Asfs .(2-26)
Pada persamaan di atas, jarak garis nertal c diasumsikan berada dalam daerah d
penampang sehingga tulangan baja pada lokasi d benar-benar mengalami gaya
tarik. Perlu dicatat bahwa gaya aksial Pn tidak boleh lebih besar dari Pn(max).
Berdasarkan persamaan-persamaan di atas dapat dilihat bahwa ada beberapa
parameter yang tidak diketahui, yaitu :
a) Tinggi blok tegangan ekivalen,a,
b) Gaya tekan pada baja tulangan tekan fs,
c) Gaya tarik pada baja tulangan tarik,fs.
d) Pn untuk e tertentu atau e untuk Pn tertentu.
Nilai fs dan fs dapat dinyatakan dalam a, sehingga hanya tinggal dua bilangan
yang tidak diketahui, yaitu a dan Pn atau a dan e. Dengan dua persamaan yang
ada, nilai a dan e dapat dihitung. Seperti disebutkan sebelumnya, jenis keruntuhan
yang dapat terjadi pada kolom pendek adalah leleh tulangan tarik dan keruntuhan
tekan. Kondisi balance tercipta jika keruntuhan terjadi bersamaan pada baja
tulangan tarik dan beton tekan.
39
Jika Pn = beban aksial dan Pnb = beban aksial tekan yang berkaitan dengan
keruntuhan balance, maka :
Pn < Pnb keruntuhan tarik.
Pn = Pnb keruntuhan balance,
Pn > Pnb keruntuhan tekan.
Jika eksentisitas semakin kecil, maka aka ada suatu transisi dari keruntuhan tarik
utama ke keruntuhan tekan utama. Kondisi keruntuhan balance tercapai apabila
tulangan tarik mengalami regangan lelehnya Ey dan pada saat itu pula beton
mengalami regangan batasnya (0,003) dan mulai hancur.
Dari segitiga yang sebangun dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada
kondisi balance, cb. yaitu :
0,003
...................................................................................... (2-28)
0,003+
=
= 1. ........................................................................................ (2-29)
Beban aksial kondisi balance Pnb dan eksentrisitasnya eb dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus :
Pn = Cc +Cs - Ts .............................................................................................. (2-30)
Mn = Pne = Cc ( 2)+ Cs ( )+ Ts ( d - ) ....................................... (2-31)
atau
Pn = 0,85fcba +Asfs -Asfs ...................................................... (2-32)
eb =
......................................................................................................... (2-34)
Untuk kondisi e > eb atau Pn < Pnb, keruntuhan tarik akan terjadi pada tulangan
baja sehingga fs =fy. Sedangkan tegangan pada baja tekan tidak harus selalu sama
dengan fy. Jika tulangan tekan leleh, maka fs = fy.
40
Pne = Pn (
2
sehingga: 1,7
) + ( )
2 ( 2 ) ( ) = 0
1,7
Jika = = , maka:
2()
Pn =0,85 fcb[( 2 ) + ( 2 )2 +
0,85
]
Jika m =0,85 , Persamaan di atas dapat ditulis:
2
Pn =0,85 fcb [
22 2
2
+ ( ) + 2 (1 ) ] ................ (2-37)
2
Jika e = e d+2 (di mana e = jarak antara baja tarik dan beban P)
Pn =0,85 fcbd [(1 ) + (1 ) 2 + 2 (1 )] .........
(2-38)
Untuk kondisi yang lebih umum di mana = dan massa beton yang
dipindahkan karena adanya tulangan tekan diperhitungkan, sehingga : Cc = 0,85
fc (ba As ), maka :
Pn=0,85fcbd{ ( 1) (1 ) (1 )2 + 2[ ( + ) + ( 1) (1
)]}
Persamaan ini hanya berlaku jika baja tulangan tekan mengalami leleh. Apabila
belum leleh, maka persamaan 2-26 dan 2-27 harus digunakan untuk memperoleh
41
Pn. Selain itu diperlukan pada prosedur coba-coba dan penyesuaian dan adanya
keserasian regangan di seluruh bagian penampang.
Agar dapat terjadi keruntuhan yang diawali dengan hancurnya beton, eksentrisitas
e gaya normal harus lebih kecil daripada eksentrisitas balance eb dan tegangan
pada tulangan tariknya lebih kecil daripada tegangan leleh, yaitu fs<fy.
2.4.3.6. Kasus Umum pada Kolom Bertulang pada Empat Sisi: Solusi
Eksak
Apabila suatu kolom segiempat mempunyai tulangan pada keempat sisinya, dan
semua tulangan yang sejajar tidak simetris, maka solusinya harus dicari
berdasarkan prinsip-prinsip pertamanya. Untuk persamaan 2-26 dan 2-27 harus
disesuaikan dahulu. Kontrol keserasian regangan harus tetap dipertahankan
diseluruh bagian penampang.
Kesetimbangan antara gaya-gaya dalam dengan momen gaya luar harus terpenuhi,
yaitu :
= 0,85. . 1. + ................................... (2-39)
= 0,85. . 1. . ( 2 2 1. ) +
1 . + . ............. (2-40)
Dalam banyak hal, disarankan untuk selalu menggunakan tulangan baja pada sisi
tegtak lurus terhadap sumbu lentur, sekalipun secara toleransi tidak diperlukan,
paling sedikit 25% dari luas tulangan memanjang utamanya.
Berasal dari pembahasan pada bab kolom yang dibebani secara eksentrik,
kosentrik, keruntuhan balance, keruntuhan tekan, dan keruntuhan tarik pada
kolom dapat diduga bahwa kapasitas penampang beton bertulang untuk menahan
kombinasi gaya aksial dan momen lentur dapat digambarkan dalam bentuk suatu
kurva interaksi antara kedua gaya dalam tersebut. Gambar 2.11 menunjukaan
contoh diagram tersebut.
Setiap titik pada diagram P-M menunjukkan satu kombinasi Pn dan Mn untuk
penampang dengan kondisi/lokasi sumbu netral yang tertentu. Diagram interaksi
tersebut dapat dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah yang ditentukan oleh
keruntuhan tarik dan daerah yang ditentukan keruntuhan tekan, dengan
pembatasnya adalah titik balance.
Dengan,
DF = factor distribusi momen dibagian atas dan bawah kolom yang
didesain
Karena kolom di lantai atas dan lantai bawah mempunyai kekakuan yang
sama, maka
Mpr-top dan Mpr-btm adalah penjumlahan Mpr untuk masing masing balok di
lantai atas dan lantai bawah di muka kolom interior.
45
2) Ve tidak boleh lebih kecil dari gaya geser terfaktor hasil analisis.
Vc dapat diambil = 0 , jika Ve akibat gempa lebih besar dari Vu dan gaya
aksial terfaktor pada kolom tidak melampaui 0,05 Agfc.
Vc = 6
.bw.d .. (2-43)
1
> 2
. (2-44)
1
OK, jika
> 2
, diperlukan tulangan geser
1
(2-45)
> + . .
3
Ternyata suku kiri < suku kanan, sehingga tulangan yang diperlukan
adalah tulangan geser minimum.
= 0,17 [1 + ] (2-47)
14
Gaya aksial tekan terkecil dalam contoh ini adalah gaya aksial tekan hasil
kombinasi pembebanan SNI Beton Pasal 9.2.1 yaitu :
Jika Vc melebihi Vu/ untuk bentang kolom diluar lo, maka sengkang tidak
dibutuhkan untuk menahan geser pada bentang, tetapi hanya untuk
confinement.
1. Persyaratan Geometri
Berdasarkan SNI 2847:2013 Pasal 21.6.1 mensyaratkan bahwa komponen
struktur kolom SRPMK harus memenuhi hal-hal berikut :
a. Gaya aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur kolom dibatasi
tidak kurang dari 0,1.Ag.fc.
b. Ukuran penampang terkecil tidak kurang dari 300 mm.
c. Perbandingan antara ukuran terkecil penampang terhadap ukuran dalam arah
tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.
47
SNI 2847:2013 Pasal 21.6.4, mensyaratkan bahwa tulangan spiral atau sengkang
tertutup yang dipasang di daerah-daerah tertentu kolom yang berpotensi
membentuk sendi plastis harus memenuhi ketentuan berikut:
49
a. Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang cincin, tidak boleh kurang
dari:
= 0,12 ........................................................... (2-49)
= 0,45 ( 1) ........................................... (2-50)
b. Luas total penampang sengkang tertutup persegi tidak boleh kurang daripada
persamaan-persamaan di bawah ini.
Untuk potongan penampang yang arah normalnya searah sumbu x :
= 0,3 (
)( 1) .............................. (2-51)
= 0,09 ( ) .............................................
(2-52)
= 0,09 ( ) ............................................
(2-54)
dengan,
Ashx = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan
tegak lurus terhadap dimesi bcx
Ashy = luas penampang total tulangan transversal dalam rentang spasi s dan
tegak lurus terhadap dimesi bcy
S = spasi tulangan transversal
bcx = dimensi penampang total inti kolom yang arah normalnya sejajar sumbu
x, diukur dari sumbu ke sumbu tulangan transversal terluar
bcy = dimensi penampang total inti kolom yang arah normalnya sejajar sumbu
y, diukur dari sumbu ke sumbu tulangan transversal terluar
As = luas bruto penampang kolom
Ach = luas penampang inti kolom dari sisi luar ke sisi luar tulangan sengkang
tertutup
Ac = luas penampang inti kolom dari sisi luar tulangan spiral
fyt = kuat leleh tulangan transversal (maksimum 700 MPa)
50
Persamaan (2-50), (2-51) dan (2-53) yang diberi tanda asteriks diturunkan dengan
prinsip bahwa luas tulangan sengkang tertutup atau spiral yang terpasang harus
mampu meningkatkan kuat tekan inti kolom sedemikian hingga peningkatan
tersebut dapat menkompensasi berkurangnya daya dukung kolom dengan
lepasnya selimut beton. Secara sistematis, hal ini dapat dinyatakan sebagai
berikut:
=
( ) ( )
0,85( ) = 4,11( ) ...................... (2-55)
Hal ini berarti bahwa lepasnya selimut beton pada kolom tidak boleh mengurangi
kempuan kolom dalam menahan beban aksial tekan.
Persamaan (2-50), (2-51) dan (2-53) di atas tidak perlu diperlihatkan bila bagian
inti penampang kolom (tanpa selimut beton) telah direncanakan terhadap
kombinasi beban gempa dan mampu menahan gaya dalam yang terjadi. Sehingga
walaupun luasan tulangan sengkang atau spiral yang terpasang lebih kecil
daripada luasan tulangan minimum yang disyaratkan oleh persamaan-persamaan
tersebut, struktur kolom tetap mampu menahan gaya dalam yang terjadi pada saat
selimut beton lepas. Jadi, dalam hal ini, kebutuhan tulangan sengkang tertutup dan
spiral pada kolom hanya perlu direncanakan terhadap persamaan-persamaan
lainnya, yaitu persamaan (2-49), (2-52) dan (2-54).
Rasio volume tulangan spiral st pada persamaan (2-49) dan (2-50) dapat di hitung
sebagai berikut:
4
=
= 1 ................... (2-56)
4
=
2
Berdasarkan SNI Beton, spasi tulangan transversal yang dipasang di sepanjang
daerah yang berpotensi membentuk sendi plastis (yaitu di ujung-ujung kolom)
tidak boleh lebih dari (Gambar 2.14 dan 2.15):
51
Nilai sx pada persamaan diatas dibatasi maksimum 150 mm dan tidakperlu lebih
dari 100 mm.
Daerah-daerah pada kolom yang berpotensi membentuk sendi plastis, yang harus
dipasang tulangan transversal dengan luasan dan spasi sesuai ketentuan di atas
diatur sebagai berikut:
a) Sepanjang lo dari setiap muka hubungan balok-kolom
b) Sepanjang lo dari setiap muka hubungan dari setiap penampang yang
berpotensi membentuk leleh lentur (sendi plastis) akibat deformasi lateral
inelastis pada struktur rangka.
c) Sepanjang daerah sambungan lewatan tulangan longitudinal kolom.
d) Kedalam kepala fondasi sejauh minimum 300 mm (Gambar 2.17).
53
Bila gaya-gaya aksial terfaktor pada kolom akibat baban gempa melampaui
Agfc/10 dan gaya aksial tersebut berasal dari komponen struktur lainnya yang
sangat kaku yang didukungnya, misalnya dinding (Gambar 2.17), maka kolom
tersebut harus diberi tulangan transversal sesuai ketentuan di atas pada seluruh
tinggi kolom. Daerah pemasangan tulangan transversal tersebut harus
diperpanjang untuk suatu jarak sebesar panjang penyaluran tulangan longitudinal
terbesar ke dalam komponen struktur yang sangat kaku tersebut di atas.
Gambar 2.17. Detailing Kolom yang Menumpu Elemen Kaku yang Tidak
Menerus
Di luar daerah lo, tulangan spiral atau sengakng tertutup harus dipasang dengan
spasi sumbu kesumbu tidak lebih daripada nilai terkecil dari enam kali diameter
tulangan longitudinal kolom atau 150 mm.