id
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Salah satu tahapan perhitungan yang penting untuk perhitungan konstruksi beton
pratekan adalah perhitungan besarnya kehilangan pratekan (loss of prestress).
Salah satu penyebab terjadinya kehilangan pratekan adalah akibat adanya susut
dan rangkak pada beton. Hasil studi menunjukkan bahwa memasukkan
variabilitas sifat-sifat beton mempunyai efek yang cukup besar terhadap besarnya
kehilangan pratekan. Kehilangan pratekan akibat susut, rangkak dan kombinasi
susut dan rangkak mempunyai mempunyai rata-rata sebesar 3.6%, 11.6% dan
14.8%, dengan koefisien penyebaran sebesar 53%, 30% dan 31% (M. Sigit
Darmawan,2010)
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi desak, tapi lemah dalam kondisi
tarik. Akibat dari rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi
pada taraf pembebanan yang masih rendah sehingga dibutuhkan gaya longitudinal
yang dikenal dengan gaya prategang. Gaya longitudinal diterapkan untuk
mengurangi atau mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau
sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada
kondisi beban tersebut. (Bambang Suryoatmono,2001)
Menurut ASTM C 596-96, shrinkage adalah perubahan panjang dari benda uji
selama periode tertentu. Perubahan panjang itu disebabkan bukan karena gaya
eksternal melainkan akibat evaporasi.
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
elemen beton, bahan tambah adukan beton, dan kondisi kelembapan lingkungan
sekitar.
Susut dan rangkak menyebabkan suatu perubahan secara berkala pada tegangan
beton prategang. Perubahan ini melambat dan akhirnya berhenti setelah beberapa
tahun. Perubahan dari tegangan ini berakibat pada perubahan gaya beton
prategang dan dapat dikalkulasi efek waktunya terhadap perubahan bentuk seperti
pemendekan dan defleksi pada beton. (Bambang Suryoatmono,2001)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi desak, tapi lemah dalam kondisi
tarik. Kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 persen dari kuat desaknya. Karena
rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf
pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah
berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam
arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak
dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian
tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban tersebut. Penampang dapat
berperilaku elastis, dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul desak dapat
secara efektif dimanfaatkan diseluruh tinggi penampang beton pada saat semua
beban bekerja di struktur tersebut.
Gaya longitudinal yang diterapkan seperti disebut gaya prategang, yaitu gaya
desak yang memberikan prategangan pada penampang di sepanjang bentang suatu
elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal
atau beban hidup horizontal transien. Jenis pemberian gaya prategang, bersama
besarnya, ditentukan terutama berdasarkan jenis sistem yang dilaksanakan dan
panjang bentang. Karena gaya prategang diberikan secara longitudinal di
sepanjang atau sejajar dengan sumbu komponen struktur, maka prinsip-prinsip
prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier.
4. Penghematan jangka panjang secara tidak langsung juga cukup besar karena
hanya membutuhkan perawatan yang lebih sedikit, yang berarti daya guna
lebih lama sebagai akibat dari kontrol kualitas yang lebih baik pada beton.
Ada 3 konsep yang berbeda-beda yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan
menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang. Hal ini penting bagi seorang
perancang untuk mengerti ketiga konsep tersebut agar dapat mendesain beton
prategang dengan sebaik dan seefisien mungkin. Ketiga konsep tersebut sebagai
berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id
1. Beton prategang bukan merupakan konsep baru, pada tahun 1872, pada saat
Jackson, seorang insinyur dari California, mendapatkan paten untuk sistem
struktural yang menggunakan tie rod untuk membuat balok atau pelengkung
dari blok-blok. Pada tahun 1888, C.W.Doehring dari Jerman memperoleh
paten untuk pemberian prategang pada slab dengan kawat-kawat metal. Akan
tetapi, upaya awal untuk pemberian tegangan tersebut tidak benar-benar
sukses karena hilangnya prategang dengan berjalannya waktu.
2. Sesudah selang waktu yang sangat lama, pada saat hanya ada sedikit
kemajuan karena sulitnya mendapatkan baja berkekuatan tinggi untuk
mengatasi masalah kehilangan prategang, Dill dari Alexandria, Nebraska,
mengetahui adanya pengaruh susut dan rangkak (aliran material arah
transversal) pada beton terhadap hilangnya prategang. Selanjutnya, ia
mengembangkan ide bahwa pemberian pascatarik batang berpenampang bulat
tanpa lekatan secara berturutan dapat mengganti kehilangan tegangan yang
bergantung pada waktu pada batang tersebut akibat berkurangnya panjang
komponen struktur yang ditimbulkan oleh rangkak dan susut. Pada awal
tahun 1920-an. Hewett dari Minneapolis mengembangkan prinsip-prinsip
pemberian prategang melingkar. Ia memberikan tegangan melingkar
horisontal di sekeliling tangki beton dengan menggunakan trekstang untuk
mencegah retak akibat desak internal. Setelah itu, pemberian prategang pada
tangki dan pipa berkembang pesat di Amerika Serikat, dengan ribuan tangki
penyimpan air, cairan dan gas dibangun dan banyak sekali pipa tekanan
prategang yang dibuat pada dua sampai tiga dekade setelah itu.
4. Selama perang dunia II dan setelah itu, pembangunan kembali secara cepat
jembatan utama yang hancur selama perang menjadi suatu kebutuhan. G
Magnel dari Gghent, Belgia dan Guyon dari Paris mengembangkan dan
menggunakan konsep pemberian prategang untuk desain dan pelaksanaan
banyak jembatan di Eropa Barat dan Tengah. Sistem Magnel juga
menggunakan blok-blok untuk menjangkar kawat-kawat prategang. Blok-
blok tersebut berbeda dengan yang digunakan dalam sistem Freyssinet dalam
hal bentuknya yang datar, sehingga memungkinkan pemberian tegangan pada
dua kawat sekaligus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id
Metode yang digunakan dalam upaya pemberian gaya prategang adalah dengan
metode pratarik yaitu proses tendon ditarik sebelum beton dicor dan metode
pascatarik yaitu proses tendon ditarik setelah beton dicor.
Kabel tendon dipersiapkan terlebih dahulu pada sebuah angkur yang mati (fixed
anchorage) dan sebuah angkur yang hidup (live anchorage). Kemudian live
anchorage ditarik dengan dongkrak sehingga kabel tendon bertambah panjang.
Dongkrak biasanya dilengkapi dengan manometer untuk mengetahui besarnya
gaya yang ditimbulkan oleh dongkrak. Setelah mencapai gaya yang diinginkan,
beton kemudian dicor. Setelah beton mencapai umur yang cukup, kabel perlahan-
lahan dilepaskan dari kedua angkur dan dipotong. Kabel tendon akan berusaha
kembali ke bentuknya semula setelah pertambahan panjang yang diakibatkan oleh
penarikan pada awal pelaksanaan. Hal inilah yang menyebabkan adanya gaya
desak internal pada beton. Pada cara ini tidak digunakan selongsong pada tendon.
Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan untuk
konstruksi-konstruksi kecil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id
Selongsong
1. Transfer
Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan dilakukan
penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya beban mati
struktur saja, yaitu berat sendiri dan beban pekerja ditambah alat. Pada saat ini
belum bekerja beban hidup sehingga momen yang bekerja adalah minimum,
sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan
gaya prategang.
2. Servis (Service)
Kondisi servis (service) adalah kondisi pada saat beton prategang digunakan
sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya
prategang diperhitungkan. Pada saat ini beban luar pada kondisi yang maksimum
sedangkan gaya prategang mendekati harga minimum karena sudah terjadi
kehilangan sebagian gaya prategang.
Pada setiap tahapan, ditentukan hasil analisis untuk dievaluasi. Hal ini tentunya
sangat penting dalam perancangan karena kekuatan dari beton prategang itu
sendiri tidak sepenuhnya lagi bekerja akibat kehilangan sebagian gaya prategang.
Sehingga dalam perancangan struktur yang akan digunakan nantinya adalah gaya
prategang efektif yaitu gaya prategang awal (kondisi transfer) setelah dikurangi
kehilangan sebagian gaya prategang.
Pada tahap transfer maupun servis, ditetapakan tegangan ijin beton prategang
commit to user
untuk melihat apakah tegangan yang terjadi melampaui tegangan ijin beton
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
prategang itu sendiri. Tegangan ijin ini sendiri berbeda antara serat atas beton
prategang maupun serat bawah beton prategang sendiri.
Balok tanpa tulangan prategang seperti yang ditunjukkan pada Gambar (2.3)
hanya mampu memikul beban sebesar q1 dengan dimensi tertentu, namun seiring
dengan berkembangnya zaman, semakin diperlukan balok yang mampu memikul
beban lebih besar tanpa mengubah/memperbesar penampang.
Gambar 2.3 Elemen Balok Tanpa Gaya Prategang yang Diberi Beban
Sebesar q1
. . .
(2.1a)
r r r
. . .
(2.1b)
r r r
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id
keterangan:
= Tegangan diserat atas beton (Mpa)
= Tegangan diserat bawah beton (Mpa)
MT = Momen maksimum pada elemen balok (Nmm)
= Jarak antara titik berat ke serat atas beton (mm)
Ic = Momen Inersia beton (mm4)
Salah satu cara yang digunakan seperti konsep prategang yang dibahas adalah
dengan memberikan gaya prategang atau biasa disimbolkan dengan gaya P seperti
yang ditunjukkan pada Gambar (2.5), balok dapat memikul beban q2 yang
diumpamakan lebih besar dari q1 (q2>q1). Gaya prategang P yang memenuhi
kondisi geometri dan pembebanan tertentu untuk suatu elemen, dapat ditentukan
berdasarkan prinsip-prinsip mekanika dan hubungan tegangan-regangan serta
terkadang dilakukan penyederhanaan yang mengasumsikan diasumsikan bersifat
homogen dan elastis.
Gambar 2.5 Elemen Balok dengan Gaya Prategang yang Diberi Beban
Sebesar q2 (q2>q1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
. .j.
Ûa (2.2b)
r r r
keterangan:
P0 = besarnya gaya yang terjadi pada balok (N)
e = eksentrisitas tendon terhadap titik berat beton
Ac = luasan beton yang ditinjau (mm2)
Hasil tegangan tersebut dibandingkan dengan nilai tegangan ijin. Tegangan ijin
untuk berbagai kondisi diantaranya :
Gaya prategang yang digunakan dalam perhitungan tegangan tidak akan konstan
terhadap waktu, tetapi akan mengalami reduksi akibat kehilangan sebagian gaya
prategangnya yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti sifat-sifat beton dan
baja, pemeliharaan dan keadaan kelembaban, besar dan waktu penggunaan gaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
Pada dasarnya, besar susut pada beton dapat diketahui dengan pengukuran
perubahan bentuk dari beton tersebut pada benda uji di bawah kondisi kering
tanpa dipengaruhi beban. Menurut ASTM C 596-96, shrinkage adalah perubahan
panjang dari benda uji selama periode tertentu. Perubahan panjang itu disebabkan
bukan karena gaya eksternal melainkan akibat evaporasi.
Pada saat beton mengeras dan menyusut, retak yang sangat kecil akan
berkembang. Pengukuran susut pada beton dilakukan dengan cara
membandingkan antara selisih panjang awal dan panjang akhir dengan panjang
mula-mula benda uji. Berikut ini Gambar 2.8 menjelaskan hubungan penyusutan
terhadap waktu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
Δl1
Δl2
Lo L1
L2
t0 t1 t2 waktu
a. Komposisi semen
Sifat-sifat semen sebenarnya mempunyai pengaruh yang kecil terhadap susut
pada beton. Kehalusan butir semen mempunyai efek pengekangan yang sama
dengan bahan batuan terhadap susut beton. Semen yang kapurnya kurang baik
dapat menimbulkan susut yang besar. Susutan beton yang dibuat dari semen
aluminium kadar tinggi (aluminous cement) besarnya sama dengan jika
menggunakan semen biasa (portland cement), hanya saja terjadi penyusutan
lebih cepat.
c. Agregat
Sifat fisis dari agregat sangat berpengaruh dalam proses susut. Hal ini
disebabkan karena kenyataan bahwa agregat dapat memperkuat pasta semen
dan menahan penyusutan beton. Beton dengan modulus elastisitas tinggi atau
dengan permukaan kasar akan lebih dapat menahan proses susut. Selain itu,
derajat pengekangan suatu beton ditentukan juga oleh jumlah agregat dalam
adukan beton. Semakin banyak jumlah agregat dalam adukan beton, semakin
kecil pula kemungkinan terjadinya
commitproses susut pada beton itu sendiri. Beton
to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.9 Hubungan Antara Susut dengan fas. (Newman dan Choo, 2003)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id
a. Sifat dasar yang tidak stabil dari hasil pembentukan awal kalsium silikat hidrat
pada penyusutan saat terjadi proses pengeringan. Sifat yang tepat dan terperinci
dari mekanisme ini sukar dimengerti dan merupakan sesuatu yang bersifat
permanen dan tidak dapat diubah.
b. Dalam pasta semen terdapat pori besar dan kecil. Mula-mula pori yang terdapat
dalam beton terisi penuh air tetapi dengan bertambahnya umur beton, maka air
tersebut akan menguap keluar dari beton. Air yang pertama menguap adalah air
yang terdapat dalam pori yang besar. Berlangsung sampai air yang ada pada
pori besar habis sehingga menyebabkan adanya tegangan kapiler yang cukup
untuk menimbulkan susut pada beton. Setelah itu air kapiler beton yang lebih
kecil dan lebih halus secara berangsur-angsur akan mulai menguap. Kehilangan
air dari kapiler kecil inilah yang menyebabkan terjadinya susut. Mekanisme
susut ini akan dijelaskan pada Gambar 2.10
c. Luas permukaan dari sistem koloid pasta semen cukup luas, sehingga air yang
terserap di permukaan akan mempengaruhi keseluruhan sifat sistem koloid
commit to user
tersebut. Ketika air menguap maka terjadi perubahan energi didalam sistem
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
Perkiraan nilai susut sangat penting digunakan dalam merencanakan umur dan
daya tahan suatu struktur bangunan. Perlu diadakan pengukuran nilai susut dalam
jangka pendek. Metode yang paling tepat adalah dengan mengekstrapolasi nilai
ultimate shrinkage dari pengukuran susut jangka pendek.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai susut
beton. Diantaranya adalah ACI 209R-92, CEB-FIP 1990 dan AS 3600-2001.
Kemajuan dalam memperkirakan nilai susut jangka panjang dapat dicapai dengan
menggunakan nilai susut yang diteliti dari pengamatan jangka pendek (28 hari).
ACI 209R-92 mengusulkan untuk memprediksi susut jangka panjang dari data-
data jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.3).
>O( ) = .
>O( ) (2.3)
Ė
keterangan:
>O( ) = nilai susut kering umur t
t = umur pengujian (hari)
>O( ) = besar ultimate shrinkage
>O( ) = . O. >. . . 780 x 10-6 mm/mm
. O. >. . . = faktor koreksi berdasarkan kondisi lingkungan.
keterangan :
= Kelembapan udara relatif dalam persen
, ō/>
>= 1,2 (2.5)
keterangan :
v/s = perbandingan volume dan luas permukaan (mm)
keterangan :
s = Nilai slump (mm)
keterangan :
= perbandingan antara agregat halus dengan total agregat
e. Kandungan semen ( )
keterangan :
c = kandungan semen (kg/m3)
f. Kandungan udara ( )
keterangan :
= kandungan udara dalam persen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
CEB-FIP 1990 mengusulkan untuk memprediksi susut jangka panjang dari data-
data jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.10)
dibawah ini:
> =
> > (2.10)
keterangan :
> = nilai susut kering umur t
> = koefisien susut kering (ultimate shrinkage)
βs = koefisien pertambahan susut kering terhadap waktu
> =
( ) Ƽ (2.11)
r
( ) = 160 + 10> 9 − 10 (2.12)
r
keterangan :
= kuat desak rata-rata beton pada umur 28 hari (Mpa)
= 10 Mpa
> = nilai koefisien yang bergantung pada tipe semen,
> = 4, untuk semen yang sulit mengeras
> = 5, untuk semen yang normal atau cepat mengeras
> = 8, untuk semen yang sangat cepat mengeras
Ƽ = koefisien kelembapan udara relatif
Ƽ = -1,55>Ƽ , untuk 40% ≤ RH < 99%
Ƽ
>Ƽ = 1 − ( Ƽ )
h = 2.Ac/u
Ac = luas benda uji (mm2)
u = keliling benda uji (mm)
> = (2.13)
Ė
keterangan :
t = umur pengujian (hari)
eō = umur susut kering mulai diukur (hari)
h = 2.Ac/u
Ac = luas benda uji (mm2)
u = keliling benda uji (mm)
commit
Gambar 2.11 Koefisien susut (k1)tountuk
user variasi jenis lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
> = ô .
>. (2.14)
keterangan :
> = nilai koefisien susut
>. = nilai koefisien rangkak dasar
Rangkak juga diartikan besarnya regangan tambahan pada suatu struktur beton
yang mengalami tegangan konstan, yang diukur dari regangan elastis sampai
regangan yang terjadi pada saat tertentu. Jadi regangan rangkak merupakan
regangan yang terjadi karena fungsi waktu, sedangkan tegangan yang terjadi pada
struktur tersebut adalah konstan.(Sutarja,2006)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id
a. Properti campuran
Tipe semen yang dipakai akan sangat mempengaruhi besarnya kekuatan
beton pada saat dilakukan pembebanan, sedangkan rangkak berbanding
terbalik dengan kekuatan beton. Kehalusan semen juga akan mempengaruhi
besarnya rangkak. Semakin tinggi derajat kehalusan semen, maka semakin
besar rangkak yang terjadi. Pasta semen akan menyebabkan rangkak
sedangkan agregat berfungsi sebagai pencegah rangkak. Volume agregat yang
lebih banyak, bersifat lebih stabil daripada pasta semen, sehingga
penambahan agregat akan memperkecil rangkak yang terjadi. Tipe agregat
yang berbeda juga menimbulkan efek yang tidak sama terhadap rangkak.
Bahan tambah (admixture) seperti water reducing diketemukan akan
memperbesar rangkak. Oleh karena itu sangat penting untuk mengontrol
pengaruh admixture yang ditambahkan pada campuran beton.
c. Kelembaban relatif
Salah satu faktor luar yang mempengaruhi rangkak adalah kelembaban relatif
disekeliling struktur. Bila kelembaban relatif tinggi maka rangkak yang
terjadi semakin kecil, sebaliknya pada kelembaban tinggi, rangkak yang
terjadi akan semakin besar.
d. Temperatur
Temperatur sangat berpengaruh terhadap besarnya rangkak. Rangkak
cenderung bertambah besar pada temperatur tinggi.
f. Besarnya pembebanan
Besarnya pembebanan pada beton berbanding lurus dengan besarnya rangkak
yang terjadi. Semakin besar beban yang dikenakan pada beton maka semakin
besar pula rangkak yang terjadi. Demikian pula sebaliknya semakin kecil
beban yang diberikan semakin kecil pula rangkak yang mungkin terjadi.
i. Nilai slump
Semakin besar nilai slump maka semakin rendah mutu beton, semakin besar
pula rangkak yang terjadi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
Hubungan antara nilai rangkak terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 2.12
Dari gambar di atas nilai rangkak dapat dihitung dengan Persamaan (2.15)
dibawah ini :
∆
5
>O (2.15)
keterangan :
5 = besar nilai rangkak
>O = besar nilai susut
∆ = perbedaan panjang setelah t waktu (mm)
= panjang mula-mula benda uji
Selain nilai rangkak yang didapat melalui perhitungan langsung seperti di atas
terdapat pula beberapa istilah rangkak :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id
2) Specific Creep
Þr
∁= (2.17)
keterangan :
5 = besar nilai rangkak
j = regangan elastik akibat pembebanan
σ = besar tegangan yang diberikan
Perkiraan nilai rangkak pada masa yang akan datang sangat penting digunakan
dalam merencanakan umur dan daya tahan suatu struktur bangunan. Perlu
diadakan pengukuran nilai rangkak dalam jangka panjang. Terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai rangkak beton.
Diantaranya adalah ACI Committee 209R – 92,CEB-FIP 1990 dan AS 3600-2001.
( ) ,
∅5( , ) = ( .∅ ( ) (2.18)
) ,
keterangan :
∅5( , )= nilai koefisien rangkak saat umur t dengan pembebanan saat umur t0
e − e = lama pembebanan ( hari )
∅ ( ) = nilai koefisien ultimate creep
∅ ( ) = .
x . O. >. . 2,35
commit to user
.
x . O. >. . = faktor koreksi berdasarkan kondisi lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id
,
x= 1,25(e x) , IJ2eIJô IJod2 i ô i 2 (2.19a)
,
x= 1,13(e x) , IJ2eIJô IJod2 i ô i ô 2od2 (2.19b)
keterangan :
keterangan :
,ō />
>= 2/3[1 + 1,13. ] (2.21)
keterangan :
keterangan :
keterangan :
f. Kandungan udara ( )
keterangan :
CEB-FIP 1990 mengusulkan untuk memprediksi rangkak jangka panjang dari data-data
jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.25) dibawah ini:
∅ , = ∅ (2.25)
keterangan :
∅ = ∅Ƽ ( ) ( ) (2.26)
keterangan :
Ƽ /Ƽ
∅Ƽ =1+ (2.26a)
, ( ) /
Ė,
( ) = (2.26b)
( r ) ,
r
( ) = (2.26c)
, ( ) ,
dengan :
4 =100%
4 = kelembaban relatif (%)
t = umur pengujian ( hari )
e = umur susut kering mulai diukur
e = 1 hari
h = 2.Ac/u
ℎ = 100 mm
Ac = luas benda uji (mm)
u = keliling benda uji (mm)
( )/ ,
= (2.27)
( / )/
Ƽ O
= 150 1 + 1,2 Ƽ O
+ 250 ≤ 1500 (2.28)
dengan :
e = 1 hari
4 =100%
ℎ = 100 mm
ôō ô
. (2.29)
keterangan :
= nilai koefisien rangkak
. = nilai koefisien rangkak dasar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.15 Diagram gaya luar dan tegangan pada beton dengan tulangan
baja 2 layer
Pada Gambar 2.15 terdapat dua lapisan baja As1 dan As2 di jarak y1 dan y2,
berturut-turut dari titik berat beton. Potongan melintang ini secara statis tak tentu
memiliki derajat kebebasan tingkat dua. Diperlukan persamaan untuk
memecahkan pengurangan kekuatan dan deformasi bentuk yang diperoleh dari
keseimbangan gaya dan pengaruh tegangan pada beton dan baja. Karena gaya luar
yang didukung N0 Dan M0 diterapkan pada waktu t0, maka persamaan untuk
keseimbangan gaya normal adalah :
· Pada waktu t0
keterangan :
Nc0 commit
= Gaya normal pada beton to user
saat t0
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id
Ns1,Ns2 = Gaya normal pada baja As1 dan As2 pada saat t0
Nc(t) = Gaya normal pada beton saat t
Ns1(t),Ns2(t) = Gaya normal pada baja As1 dan As2 pada saat t
· Pada waktu t0
keterangan :
Istilah M(t) menandakan nilai momen pada saat t. Digunakan istilah Δ untuk
perubahan kekuatan akibat pengaruh rangkak antara t0 dan waktu t, maka :
∆ ( ) = ( ) − (2.34)
∆ ( ) = ( ) − (2.35)
Jika ∆ >( ) dan ∆ >ō( ) dinyatakan dengan perubahan regangan pada baja, maka
perubahan gaya dapat ditulis :
∆ ( ) = − > [
>( ) > +
>ō( ) >ō ] (2.40)
dan
∆ ( ) = − > [
>( ) > +
>ō( ) >ō ō ] (2.41)
keterangan :
∆
>( ) dan ∆
>ō( ) = Perubahan regangan pada baja di layer 1 dan layer 2
∆ r ∆ r
∆ö e = + (2.42)
r r
keterangan :
Ac = Luasan beton yang ditinjau (mm2)
Ic = Inersia beton (mm3)
dan perubahan regangan dapat ditulis seperti Persamaan (2.43) dibawah ini :
∆ ( )
∆
e = ∅ e, e + [1 + ∅ e. e ] (2.43)
∆ö = − ∆
> > + ∆
>ō >ō − ∆
> > + ∆
>ō >ō ō (2.44)
r r
atau
ō
∆ö( ) = − ∆
> 1+ ō
> ō − ∆
>ō( ) ō
ocommit > 1+ oō (2.45)
to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id
dan
∆öō = − ∆
> > + ∆
>ō >ō − ∆
> > + ∆
>ō >ō ō (2.46)
r r
atau
ō
∆öō( ) = − ∆
> 1+ ō − ∆
>ō( 1+ ō (2.47)
> oō ) ō > oō
keterangan :
= >
= >ō
ō
o=
Subsitusi untuk regangan elastis pada beton di waktu beban mulai bekerja
dijelaskan pada Persamaan (2.48) dan (2.49) dibawah ini:
ō
=
∅ − ∆
>
, 2 1 + oō 1+ ∅ ,
− ∆
>ō ō
ō 2 1+ oō 1+ ∅ , (2.48)
ō =
ō ∅ − ∆
> ō
, 2 1+ oō 1+ ∅ ,
ō
− ∆
>ō ō
ō 2 1+ oō 1+ ∅ , (2.49)
ō
∗
= 2 1+ oō
∗ ō
ō = 2 1+ oō (2.51)
ō
∗ ō
ōō = ō2 1+ oō
∗ ō
ō = ō2 1+ oō
( ) =
∅( ,) − ∆
> − ∆
>ō ō (2.52)
ō( ) =
ō ∅( ,) − ∆
> ō − ∆
>ō ōō (2.53)
Ingat bahwa Δε1(t) = Δεs1(t) dan Δε2(t) = Δεs2(t), maka Persamaan (2.52) dan (2.53)
untuk mencari besarnya perubahan regangan pada baja dapat ditulis:
Þ Þ
∆
> = ∅ , (2.54)
= (2.55)
∆
> = [ 1 + ōō
− ō
ō ]∅( , ) (2.56)
∆
>ō = [ 1 +
ō − ō
]∅( , ) (2.57)
dan untuk perubahan tegangan pada layer dengan mengalikannya dengan Es,
maka untuk layer 1, dapat ditulis :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id
Pada beton tanpa dibebani gaya luarpun, pengaruh akibat susut terjadi akibat
perubahan suhu dan temperatur. Hal ini mampu mengakibatkan retak pada beton.
Pada Gambar 2.16 dibawah, dapat dilihat potongan melintang dan kasus dari
distribusi linier untuk susut pada layer 1 dan 2.
Gambar 2.16 Diagram Efek Susut pada Tegangan Beton dengan Tulangan
Baja 2 Layer
Untuk kasus tanpa adanya gaya luar, dapat ditulis persamaan kesetimbangan
sebagai berikut :
dan
Tanpa adanya gaya luar diawal pengembangan susut, gaya gaya di Persamaan
(2.60) dan (2.61) sama dengan perubahan gaya seperti Persamaan (2.62) dan
(2.63) dibawah ini :
commit to user
∆ ∆ > ∆ >ō (2.62)
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id
dan
Persamaan (2.62) dan (2.63) di atas identik dengan Persamaan (2.38) dan (2.39).
Persamaan tersebut menunjukkan perubahan tegangan dan regangan pada beton di
layer 1 dan 2. Maka sekarang dapat di gunakan Persamaan (2.64) untuk
menunjukkan pengaruh waktu terhadap tegangan pada beton di beberapa layer
untuk kondisi tegangan awal σ0 = 0, diperoleh :
∆ ( )
( ) = ∆
( ) = 1+ ( , ) +
>O( , , ) (2.64)
keterangan :
>O( , , ) = pengaruh susut pada layer yang ditinjau.
t0 = tsh,0
E0 = E(tsh,0)
Subsitusi dari Persamaan (2.46) dan (2.47) , dapat ditulis regangan pada layer 1
dan 2 sebagai berikut :
( ) = ∆
( ) (2.65)
atau,
ō
=
>O − ∆
>
, , 2 1+ oō 1+ ∅ ,
− ∆
>ō ō
ō 2 1+ oō 1+ ∅ , (2.66)
ō( ) = ∆
ō( ) (2.67)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
atau,
ō =
>Oō − ∆
> ō
, , 2 1+ oō 1+ ∅ ,
ō
− ∆
>ō ō
ō 2 1+ oō 1+ ∅ , (2.68)
∆
>( ) = [ 1 + ōō
>O , , − ō
>Oō , , ] (2.69)
dan,
∆
>ō( ) = [ 1 +
>Oō , , − ō
>O , , ] (2.70)
Perubahan tegangan dan regangan akibat susut di simbolkan dengan tanda negatif,
karena merupakan desak terhadap beton. Dan jika diasumsikan bahwa efek susut
disemua penampang adalah konstan, maka :
>O , , =
>Oō , , =
>O , , (2.73)
Sehingga, persamaan tegangan dan regangan untuk efek susut di atas dapat
disederhanakan :
∆
>( ) = [ 1 + ōō − ō
>O , , ] (2.74)
∆
>ō( ) = [ 1 + − ō
>O , , ] (2.75)
Dari subbab 2.2.10.1 dan 2.2.10.2 di atas menjelaskan tentang pengaruh dari susut
dan rangkak pada redistribusi tegangan dan regangan pada beton. Karena pada
kenyataannya, pengaruh keduanya tidak bisa diabaikan, maka dapat disimpulkan
bahwa untuk redistribusi tegangan dan regangan dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
∆
>( ) = 1 + ōō
∅ , +
>O , − ō [
ō ∅ , +
>Oō , ]} (2.78)
∆
>ō( ) = 1 +
ō ∅ , +
>Oō , − ō [
∅ , +
>O , ]} (2.79)
∆ö> = 1 + ōō 2 ö ∅ , +
>O , >
− ō [2 öō ∅ , +
>Oō , > ]} (2.80)
∆
>ō = 1 + 2 öō ∅ , +
>Oō , >
− ō [2 ö ∅ , +
>O , > ]} (2.81)
Memprediksi nilai kehilangan prategang tidak lepas dari efek relaksasi yang
terjadi pada tendon prategang. Untuk itu, efek kehilangan prategang akibat
relaksasi baja dengan rumus sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id
keterangan :
Terdapat hubungan antara efek susut rangkak dan relaksasi baja yang dikenal
dengan koefisien reduksi relaksasi, yang diperoleh dengan pembacaan grafik yang
terdapat pada Gambar 2.17 dibawah ini :
keterangan :
jO xW Û5x
xW j xWx >x > xW5xW x ∆ r
Ω (2.83)
Û5x j xWx x
Û5x j xWx x
(2.84)
j xW xW x j
ö commit to user
5 5 ö5 (2.85)
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id
Jadi rumus untuk mencari perubahan tegangan dan regangan untuk 2 layer baja
adalah :
Δö> = { 1 + ōō 2 ö ∅ , +
>O , > + ö 5
− ō 2 öō ∅ , +
>Oō , > + ö 5ō } (2.86)
Δö>ō = { 1 + 2 öō ∅ , +
>Oō , > + ö 5ō
− ō 2 ö ∅ , +
>O , > + ö 5 } (2.87)
Δ
> = 1 + ōō
∅ , +
>O , + − ō
ō ∅ , +
ö′5( )
>Oō , + − (2.88)
>
Δ
>ō( ) = 1 +
ō ∅ , +
>Oō , + − ō
∅ , +
ö′5ō( )
>O , + − (2.89)
>
Perubahan dari tegangan ini berakibat pada perubahan gaya beton prategang dan
dapat dikalkulasi efek waktunya terhadap perubahan bentuk seperti pemendekan
dan defleksi pada beton. Seiring dengan perubahan yang terjadi pada tegangan di
layer beton prategang, maka kurva yang terbentuk juga semakin besar. Untuk
mengetahui besarnya kurva yang terbentuk dari elemen balok dihitung dengan
menggunakan rumus:
∆ ( ) ∆ ( )
∆ = (2.90)
( )
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id
keterangan :
Setelah menemukan kurva susut dan rangkak ∆ψ(t,x), maka defleksi yang
bergantung waktu diperoleh dengan menggunakan Persamaan (2.91) dibawah ini :
∆ e = ∆ ( , ) ( ) (2.91)
keterangan :
namun jika tulangan konstan disepanjang bentang, maka untuk mencari defleksi
maksimum adalah dengan rumus :
ō
∆ ( ) = x [∆ ] x (2.92)
keterangan:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id
Nilai Ka untuk berbagai tipe pembebanan dan perletakan dapat dilihat pada
Gambar (2.18) dibawah ini :
Gambar 2.18 Nilai Ka untuk Tiap Variasi Tipe Pembebanan dan Perletakan
commit to user