Anda di halaman 1dari 44

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Salah satu tahapan perhitungan yang penting untuk perhitungan konstruksi beton
pratekan adalah perhitungan besarnya kehilangan pratekan (loss of prestress).
Salah satu penyebab terjadinya kehilangan pratekan adalah akibat adanya susut
dan rangkak pada beton. Hasil studi menunjukkan bahwa memasukkan
variabilitas sifat-sifat beton mempunyai efek yang cukup besar terhadap besarnya
kehilangan pratekan. Kehilangan pratekan akibat susut, rangkak dan kombinasi
susut dan rangkak mempunyai mempunyai rata-rata sebesar 3.6%, 11.6% dan
14.8%, dengan koefisien penyebaran sebesar 53%, 30% dan 31% (M. Sigit
Darmawan,2010)

Beton adalah material yang kuat dalam kondisi desak, tapi lemah dalam kondisi
tarik. Akibat dari rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi
pada taraf pembebanan yang masih rendah sehingga dibutuhkan gaya longitudinal
yang dikenal dengan gaya prategang. Gaya longitudinal diterapkan untuk
mengurangi atau mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau
sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada
kondisi beban tersebut. (Bambang Suryoatmono,2001)

Menurut ASTM C 596-96, shrinkage adalah perubahan panjang dari benda uji
selama periode tertentu. Perubahan panjang itu disebabkan bukan karena gaya
eksternal melainkan akibat evaporasi.

Menurut (Nawy, 2001) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut adalah


komposisi semen, rasio air semen, agregat, jumlah kandungan air dalam adukan
beton, rawatan keras beton, nilai banding antara volume dan muka beton, ukuran

commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

elemen beton, bahan tambah adukan beton, dan kondisi kelembapan lingkungan
sekitar.

Rangkak adalah sifat beton yang mengalami perubahan bentuk (deformasi)


permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Rangkak timbul dengan
intensitas yang semakin berkurang untuk selang waktu tertentu dan kemungkinan
berakhir setelah beberapa tahun. Besarnya deformasi rangkak sebanding dengan
besarnya beban yang ditahan dan jangka waktu pembebanan. (Dipohusodo,1999)

Menurut Samuri (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rangkak


adalah properti campuran, faktor air semen, kelembapan relatif, temperatur, umur
beton saat pembebanan, besarnya pembebanan, lamanya waktu pembebanan,
perbandingan volume dan luas permukaan struktur, dan nilai slump.

Susut dan rangkak menyebabkan suatu perubahan secara berkala pada tegangan
beton prategang. Perubahan ini melambat dan akhirnya berhenti setelah beberapa
tahun. Perubahan dari tegangan ini berakibat pada perubahan gaya beton
prategang dan dapat dikalkulasi efek waktunya terhadap perubahan bentuk seperti
pemendekan dan defleksi pada beton. (Bambang Suryoatmono,2001)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Beton Prategang

Beton adalah material yang kuat dalam kondisi desak, tapi lemah dalam kondisi
tarik. Kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 persen dari kuat desaknya. Karena
rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf
pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah
berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam
arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak
dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian
tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban tersebut. Penampang dapat
berperilaku elastis, dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul desak dapat
secara efektif dimanfaatkan diseluruh tinggi penampang beton pada saat semua
beban bekerja di struktur tersebut.

Gaya longitudinal yang diterapkan seperti disebut gaya prategang, yaitu gaya
desak yang memberikan prategangan pada penampang di sepanjang bentang suatu
elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal
atau beban hidup horizontal transien. Jenis pemberian gaya prategang, bersama
besarnya, ditentukan terutama berdasarkan jenis sistem yang dilaksanakan dan
panjang bentang. Karena gaya prategang diberikan secara longitudinal di
sepanjang atau sejajar dengan sumbu komponen struktur, maka prinsip-prinsip
prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier.

Prategang pada dasarnya merupakan suatu beban yang menimbulkan tegangan


dalam awal sebelum pembebanan luar dengan besar dan distribusi tertentu bekerja
sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban luar dilawan sampai tingkat yang
diinginkan. Gaya prategang dihasilkan dengan menarik kabel tendon yang
ditempatkan pada beton dengan alat penarik. Setelah penarikan tendon mencapai
gaya/tekanan yang direncanakan, tendon ditahan dengan angkur, agar gaya tarik
yang tadi dikerjakan tidak hilang. Penarikan kabel tendon dapat dilakukan baik
sebelum beton dicor (pre-tension) atau setelah beton mengeras (post-tension).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

2.2.2 Perbandingan Beton Prategang dengan Beton Bertulang

Tegangan permanen dikomponen struktur pretagang diberikan sebelum seluruh


beban mati dan hidup bekerja, agar tegangan tarik netto yang ditimbulkan oleh
beban-beban tersebut dapat dielimenasi atau sangat dikurangi. Pada beton
bertulang, diasumsikan bahwa kuat tarik beton dapat diabaikan. Hal ini
disebabkan gaya tarik yang berasal dari momen lentur ditahan oleh lekatan yang
terjadi antara tulangan dan beton. Dengan demikian, retak dan defleksi pada
dasarnya tidak dapat kembali di dalam beton bertulang apabila komponen struktur
tersebut telah mencapai kondisi batas pada saat mengalami beban kerja.

Tulangan di dalam komponen struktur beton bertulang tidak memberikan gaya


dari dirinya sendiri pada komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan
dengan aksi baja prategang. Baja yang dibutuhkan untuk menghasilkan gaya
prategang di dalam komponen struktur prategang secara efektif memberi beban
awal pada komponen struktur, sehingga memungkinkan terjadinya pemulihan
retak dan defleksi. Apabila kuat tarik lentur beton dilampaui, komponen struktur
prategang mulai beraksi seperti elemen beton bertulang. Namun dengan
mengontrol besarnya prategang, suatu sistem struktur dapat dibuat fleksibel atau
kaku tanpa mempengaruhi kekuatannya.

2.2.3 Keuntungan Beton Prategang

Keuntungan penggunaan gaya prategang adalah sebagai berikut :

1. Komponen struktur prategang mempunyai tinggi lebih kecil dibandingkan


beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama. Pada umumnya,
tinggi komponen struktur beton prategang berkisar antara 65 sampai 80
persen dari tinggi komponen struktur beton bertulang. Dengan demikian,
komponen struktur prategang membutuhkan lebih sedikit beton.

2. Penggunaan tulangan yang hanya berkisar antara 20 sampai 35 persen


banyaknya tulangan.

3. Rekapitulasi berat sendiri berkurang akibat pengurangan dimensi balok.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

4. Penghematan jangka panjang secara tidak langsung juga cukup besar karena
hanya membutuhkan perawatan yang lebih sedikit, yang berarti daya guna
lebih lama sebagai akibat dari kontrol kualitas yang lebih baik pada beton.

2.2.4 Konsep Pemberian Gaya Prategang

Ada 3 konsep yang berbeda-beda yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan
menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang. Hal ini penting bagi seorang
perancang untuk mengerti ketiga konsep tersebut agar dapat mendesain beton
prategang dengan sebaik dan seefisien mungkin. Ketiga konsep tersebut sebagai
berikut:

1. Konsep Pertama: Sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan


yang elastis. Beton yang tidak mampu menahan tarikan dan kuat memikul
desak (umumnya dengan baja mutu tinggi yang ditarik) sedemikian rupa
sehingga bahan yang getas dapat memikul tegangan tarik. Dari konsep inilah
lahir kriteria “tidak ada tegangan tarik” pada beton. Umumnya telah diketahui
bahwa jika tidak ada tegangan tarik pada beton, berarti tidak terjadi retak dan
beton tidak merupakan bahan yang getas lagi, melainkan berubah menjadi
bahan yang elastis.

2. Konsep Kedua, Sistem prategang merupakan kombinasi baja mutu tinggi


dengan beton. Pada beton prategang, baja mutu tinggi dipakai dengan jalan
menariknya sebelum kekuatannya dimanfaatkan sepenuhnya. Jika baja mutu
tinggi ditanamkan pada beton seperti pada beton bertulang biasa, beton
sekitarnya akan menjadi retak sebelum kekuatan baja digunakan. Oleh karena
itu, baja perlu ditarik sebelumnya terhadap beton. Dengan menarik dan
menjangkarkan baja ke beton, dihasilkan tegangan dan regangan pada beton
dan tegangan dan regangan tarik pada baja. Kombinasi ini memungkinkan
pemakaian atau perancangan yang aman dan ekonomis dari kedua bahan
tersebut. Hal ini tidak akan tercapai jika baja hanya ditanamkan pada beton
saja seperti beton bertulang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

3. Konsep ketiga, Sistem prategang untuk mencapai perimbangan beban.


Konsep ini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat
seimbang gaya-gaya pada sebuah batang.

2.2.5 Riwayat Pemberian Beton Prategang

1. Beton prategang bukan merupakan konsep baru, pada tahun 1872, pada saat
Jackson, seorang insinyur dari California, mendapatkan paten untuk sistem
struktural yang menggunakan tie rod untuk membuat balok atau pelengkung
dari blok-blok. Pada tahun 1888, C.W.Doehring dari Jerman memperoleh
paten untuk pemberian prategang pada slab dengan kawat-kawat metal. Akan
tetapi, upaya awal untuk pemberian tegangan tersebut tidak benar-benar
sukses karena hilangnya prategang dengan berjalannya waktu.

2. Sesudah selang waktu yang sangat lama, pada saat hanya ada sedikit
kemajuan karena sulitnya mendapatkan baja berkekuatan tinggi untuk
mengatasi masalah kehilangan prategang, Dill dari Alexandria, Nebraska,
mengetahui adanya pengaruh susut dan rangkak (aliran material arah
transversal) pada beton terhadap hilangnya prategang. Selanjutnya, ia
mengembangkan ide bahwa pemberian pascatarik batang berpenampang bulat
tanpa lekatan secara berturutan dapat mengganti kehilangan tegangan yang
bergantung pada waktu pada batang tersebut akibat berkurangnya panjang
komponen struktur yang ditimbulkan oleh rangkak dan susut. Pada awal
tahun 1920-an. Hewett dari Minneapolis mengembangkan prinsip-prinsip
pemberian prategang melingkar. Ia memberikan tegangan melingkar
horisontal di sekeliling tangki beton dengan menggunakan trekstang untuk
mencegah retak akibat desak internal. Setelah itu, pemberian prategang pada
tangki dan pipa berkembang pesat di Amerika Serikat, dengan ribuan tangki
penyimpan air, cairan dan gas dibangun dan banyak sekali pipa tekanan
prategang yang dibuat pada dua sampai tiga dekade setelah itu.

3. Pemberian prategang linier terus berkembang di Eropa dan Prancis,


khususnya dikembangkan oleh Eugene Freyssinet, yang pada tahun 1926
commit to
sampai 1928 mengusulkan metode user mengatasi kehilangan prategang
untuk
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

dengan cara menggunakan baja berkekuatan tinggi dan berdaktilitas tinggi.


Pada tahun 1940, ia memperkenalkan sistem Freyssinet yang sangat terkenal
yang menggunakan jangkar konus untuk tendon 12 kawat.

4. Selama perang dunia II dan setelah itu, pembangunan kembali secara cepat
jembatan utama yang hancur selama perang menjadi suatu kebutuhan. G
Magnel dari Gghent, Belgia dan Guyon dari Paris mengembangkan dan
menggunakan konsep pemberian prategang untuk desain dan pelaksanaan
banyak jembatan di Eropa Barat dan Tengah. Sistem Magnel juga
menggunakan blok-blok untuk menjangkar kawat-kawat prategang. Blok-
blok tersebut berbeda dengan yang digunakan dalam sistem Freyssinet dalam
hal bentuknya yang datar, sehingga memungkinkan pemberian tegangan pada
dua kawat sekaligus.

5. Abeles dari Inggris memperkenalkan dan mengembangkan konsep pemberian


prategang parsial diantara tahun 1930-an dan 1960-an. Leonhardt dari
Jerman dan Mikhailov dari Rusia dan T.Y.Lin dari Amerika Serikat juga
memberikan kontribusi banyak pada seni dan ilmu pengetahuan tentang
desain beton prategang. Metode pemberian keseimbangan beban dari Lin ini
sangat dihargai. Perkembangan pada abad kedua puluh ini telah menjadikan
banyak penggunaan beton prategang di seluruh dunia, dan khususnya di
Amerika Serikat.

6. Dewasa ini, beton prategang digunakan pada gedung seperti apartemen


tingkat 40,bangunan industri, struktur bawah tanah menara TV, struktur lepas
pantai dan gudang apung, stasiun stasiun pembangkit, cerobong reaktor
nuklir, dan berbagai jenis sistem jembatan termasuk jembatan segmental dan
cable-stayed. Suksesnya perkembangan dan pelaksanaan semua struktur
terkenal di dunia ini adalah karena banyaknya kemajuan dalam teknologi
bahan, khususnya baja prategang, dan bertambahnya pengetahuan untuk
mengestimasi kehilangan jangka pendek dan panjang pada gaya prategang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

2.2.6 Metode Pemberian Gaya Prategang

Metode yang digunakan dalam upaya pemberian gaya prategang adalah dengan
metode pratarik yaitu proses tendon ditarik sebelum beton dicor dan metode
pascatarik yaitu proses tendon ditarik setelah beton dicor.

1. Metode Pratarik (Pre-Tension Method)

Kabel tendon dipersiapkan terlebih dahulu pada sebuah angkur yang mati (fixed
anchorage) dan sebuah angkur yang hidup (live anchorage). Kemudian live
anchorage ditarik dengan dongkrak sehingga kabel tendon bertambah panjang.
Dongkrak biasanya dilengkapi dengan manometer untuk mengetahui besarnya
gaya yang ditimbulkan oleh dongkrak. Setelah mencapai gaya yang diinginkan,
beton kemudian dicor. Setelah beton mencapai umur yang cukup, kabel perlahan-
lahan dilepaskan dari kedua angkur dan dipotong. Kabel tendon akan berusaha
kembali ke bentuknya semula setelah pertambahan panjang yang diakibatkan oleh
penarikan pada awal pelaksanaan. Hal inilah yang menyebabkan adanya gaya
desak internal pada beton. Pada cara ini tidak digunakan selongsong pada tendon.
Metode ini digunakan untuk beton-beton pracetak dan biasanya digunakan untuk
konstruksi-konstruksi kecil.

Gambar 2.1 Metode Pemberian Pratarik (Pre-tension)


(Sumber : Desain Beton Prategang.Lin,T.Y)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

2. Metode Pascatarik (Post-Tension Method)

Mula-mula cetakan disediakan dan selongsong dimasukkan dalam cetakan beton


dengan salah satu ujungnya diberi angkur hidup (live anchorage) dan ujung
lainnya angkur mati (dead anchorage) atau kedua ujungnya dipasang angkur
hidup Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen strukturnya.
Kemudian beton dicor disekeliling selongsong (duct). Biasanya baja tendon tetap
berada didalam selongsong selama pengecoran. Jika beton sudah mencapai
kekuatan tertentu atau beton sudah mengeras, tendon ditarik hingga mencapai
gaya yang diinginkan. Untuk mencegah kabel tendon kehilangan tegangan akibat
slip pada ujung angkur terdapat baji. Gaya tarik akan berpindah pada beton
sebagai gaya desak internal akibat reaksi angkur. Gaya prategang ditransfer
melalui penjangkaran ujung. Setelah terjadi prategang penuh, kemudian
selongsong tempat dimasukkannya baja prategang tersebut disuntik dengan cairan
beton (grouting).

Selongsong

Cetakan beton disiapkan dan beton dicor

Tendon ditarik dan gaya prategang ditransfer

Tendon diangkur dan cairan beton di grouting

Gambar 2.2 Metode Pemberian Pascatarik (Post-tension)


(Sumber : Desain Praktis Beton Prategang. Andri Budiardi)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

2.2.7 Tahap Pembebanan Beton Prategang

Tidak seperti beton bertulang, beton prategang mengalami beberapa tahap


pembebanan. Pada setiap tahap pembebanan, harus dilakukan pengecekan atas
kondisi serat terdesak dan serat tertarik dari setiap penampang. Pada tahap
tersebut berlaku tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon.
Ada dua tahap pembebanan pada beton prategang, yaitu kondisi transfer dan
servis.

1. Transfer

Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan dilakukan
penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya beban mati
struktur saja, yaitu berat sendiri dan beban pekerja ditambah alat. Pada saat ini
belum bekerja beban hidup sehingga momen yang bekerja adalah minimum,
sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan
gaya prategang.

2. Servis (Service)

Kondisi servis (service) adalah kondisi pada saat beton prategang digunakan
sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya
prategang diperhitungkan. Pada saat ini beban luar pada kondisi yang maksimum
sedangkan gaya prategang mendekati harga minimum karena sudah terjadi
kehilangan sebagian gaya prategang.

Pada setiap tahapan, ditentukan hasil analisis untuk dievaluasi. Hal ini tentunya
sangat penting dalam perancangan karena kekuatan dari beton prategang itu
sendiri tidak sepenuhnya lagi bekerja akibat kehilangan sebagian gaya prategang.
Sehingga dalam perancangan struktur yang akan digunakan nantinya adalah gaya
prategang efektif yaitu gaya prategang awal (kondisi transfer) setelah dikurangi
kehilangan sebagian gaya prategang.

Pada tahap transfer maupun servis, ditetapakan tegangan ijin beton prategang
commit to user
untuk melihat apakah tegangan yang terjadi melampaui tegangan ijin beton
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

prategang itu sendiri. Tegangan ijin ini sendiri berbeda antara serat atas beton
prategang maupun serat bawah beton prategang sendiri.

2.2.8 Konsep Tegangan pada Beton Prategang

Balok tanpa tulangan prategang seperti yang ditunjukkan pada Gambar (2.3)
hanya mampu memikul beban sebesar q1 dengan dimensi tertentu, namun seiring
dengan berkembangnya zaman, semakin diperlukan balok yang mampu memikul
beban lebih besar tanpa mengubah/memperbesar penampang.

Gambar 2.3 Elemen Balok Tanpa Gaya Prategang yang Diberi Beban
Sebesar q1

Diagram tegangannya diuraikan pada Gambar (2.4) dibawah ini:

Gambar 2.4 Diagram Tegangan Beton Tanpa Gaya Prategang

Besarnya tegangan pada serat beton dapat dihitung dengan menggunakan


Persamaan (2.1a) dan (2.1b) dibawah ini :

. . .
   (2.1a)
r r r

. . .
   (2.1b)
r r r

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

keterangan:
= Tegangan diserat atas beton (Mpa)
= Tegangan diserat bawah beton (Mpa)
MT = Momen maksimum pada elemen balok (Nmm)
= Jarak antara titik berat ke serat atas beton (mm)
Ic = Momen Inersia beton (mm4)

Salah satu cara yang digunakan seperti konsep prategang yang dibahas adalah
dengan memberikan gaya prategang atau biasa disimbolkan dengan gaya P seperti
yang ditunjukkan pada Gambar (2.5), balok dapat memikul beban q2 yang
diumpamakan lebih besar dari q1 (q2>q1). Gaya prategang P yang memenuhi
kondisi geometri dan pembebanan tertentu untuk suatu elemen, dapat ditentukan
berdasarkan prinsip-prinsip mekanika dan hubungan tegangan-regangan serta
terkadang dilakukan penyederhanaan yang mengasumsikan diasumsikan bersifat
homogen dan elastis.

Ketidakmampuan beton dalam menahan tegangan tarik secara efektif digantikan


oleh gaya desak pada tendon prategang. Tendon adalah suatu unsur yang
direntangkan yang dipakai dalam komponen struktur beton untuk memberi gaya
prategang pada beton tersebut.

Gambar 2.5 Elemen Balok dengan Gaya Prategang yang Diberi Beban
Sebesar q2 (q2>q1)

Akibat adanya gaya prategang, maka juga mengakibatkan perubahan diagram


tegangan yang terjadi pada balok beton. Hal ini ditunjukkan pada Gambar (2.6)
dibawah ini:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.6 Diagram Tegangan Beton dengan Gaya Prategang P0

Dengan nilai tegangan pada beton dihitung dengan rumus:


. .j.
   Ûa (2.2a)
r r r

. .j.
   Ûa (2.2b)
r r r

keterangan:
P0 = besarnya gaya yang terjadi pada balok (N)
e = eksentrisitas tendon terhadap titik berat beton
Ac = luasan beton yang ditinjau (mm2)

Hasil tegangan tersebut dibandingkan dengan nilai tegangan ijin. Tegangan ijin
untuk berbagai kondisi diantaranya :

a. Kondisi awal (beban belum bekerja)


ft ≤ ft ijin = 0,25√f’ci (lapangan) dan ft ijin = 0,5√f’ci
fb ≤ fc ijin = -0,6 f’ci

b. Kondisi akhir (beban sudah bekerja)


ft ≤ fc ijin = -0,45f’c
fb ≤ fc ijin = 0,5√ f’c

2.2.9 Kehilangan Prategang

Gaya prategang yang digunakan dalam perhitungan tegangan tidak akan konstan
terhadap waktu, tetapi akan mengalami reduksi akibat kehilangan sebagian gaya
prategangnya yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti sifat-sifat beton dan
baja, pemeliharaan dan keadaan kelembaban, besar dan waktu penggunaan gaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

prategang, dan proses prategang. Kehilangan gaya prategang disebabkan


diantaranya oleh :

2.2.9.1 Kehilangan Prategang Akibat Susut (Shrinkage)

Susut adalah kontraksi akibat pengeringan dan perubahan kimiawi yang


tergantung pada waktu dan keadaan kelembaban tetapi tidak pada tegangan.
Gambar 2.7 mengilustrasikan hubungan susut dengan waktu pada specimen yang
tidak dibebani.

Gambar 2.7 Kurva Susut Terhadap Waktu

1. Prinsip Pengukuran Susut

Pada dasarnya, besar susut pada beton dapat diketahui dengan pengukuran
perubahan bentuk dari beton tersebut pada benda uji di bawah kondisi kering
tanpa dipengaruhi beban. Menurut ASTM C 596-96, shrinkage adalah perubahan
panjang dari benda uji selama periode tertentu. Perubahan panjang itu disebabkan
bukan karena gaya eksternal melainkan akibat evaporasi.

Pada saat beton mengeras dan menyusut, retak yang sangat kecil akan
berkembang. Pengukuran susut pada beton dilakukan dengan cara
membandingkan antara selisih panjang awal dan panjang akhir dengan panjang
mula-mula benda uji. Berikut ini Gambar 2.8 menjelaskan hubungan penyusutan
terhadap waktu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Δl1
Δl2

Lo L1
L2

t0 t1 t2 waktu

Gambar 2.8 Hubungan Penyusutan terhadap Waktu

2. Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Susut (Shrinkage)

Menurut (Nawy, 2001) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut adalah :

a. Komposisi semen
Sifat-sifat semen sebenarnya mempunyai pengaruh yang kecil terhadap susut
pada beton. Kehalusan butir semen mempunyai efek pengekangan yang sama
dengan bahan batuan terhadap susut beton. Semen yang kapurnya kurang baik
dapat menimbulkan susut yang besar. Susutan beton yang dibuat dari semen
aluminium kadar tinggi (aluminous cement) besarnya sama dengan jika
menggunakan semen biasa (portland cement), hanya saja terjadi penyusutan
lebih cepat.

b. Rasio air semen


Semakin tinggi rasio air semen, maka semakin tinggi pula susut yang terjadi
pada beton.

c. Agregat
Sifat fisis dari agregat sangat berpengaruh dalam proses susut. Hal ini
disebabkan karena kenyataan bahwa agregat dapat memperkuat pasta semen
dan menahan penyusutan beton. Beton dengan modulus elastisitas tinggi atau
dengan permukaan kasar akan lebih dapat menahan proses susut. Selain itu,
derajat pengekangan suatu beton ditentukan juga oleh jumlah agregat dalam
adukan beton. Semakin banyak jumlah agregat dalam adukan beton, semakin
kecil pula kemungkinan terjadinya
commitproses susut pada beton itu sendiri. Beton
to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

dengan workability rendah yang mengandung banyak agregat ternyata


memberikan susutan yang rendah dibandingkan dengan beton dengan
workability tinggi.

d. Jumlah kandungan air dalam adukan beton


Jumlah kandungan air dalam adukan beton mempengaruhi besarnya susut,
yaitu mengurangi volume beton yang terkekang. Susut beton diketahui
berbanding lurus dengan jumlah kandungan air dalam adukan beton. Dengan
demikian jumlah air yang digunakan dalam campuran beton sebaiknya
sebanyak yang dibutuhkan guna mencapai workability serta konsistensi yang
diinginkan (pengadukan, pencetakan, dan pemadatan). Air berfungsi untuk
membuat campuran menjadi plastis seperti yang dibutuhkan oleh campuran
beton itu sendiri.

e. Rawatan keras beton


Susut umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Tetapi sebagian
dari waktu yang panjang tersebut, susut yang terjadi mungkin disebabkan
oleh adanya proses pengarbonisasian beton. Besarnya susutan bertambah
sesuai dengan berjalannya waktu.

f. Nilai banding antara volume dan muka beton


Ukuran beton (dimensi) mempengaruhi besarnya susut pada beton. Karena
susut disebabkan oleh penguapan kebasahan muka beton, maka beton yang
mempunyai nilai banding antara volume / muka rendah akan mempunyai
susutan-susutan lebih besar dan lebih cepat dibandingkan dengan beton yang
mempunyai nilai banding tinggi.

g. Ukuran elemen beton


Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen beton
semakin besar. Namun durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur
yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan dalam
pengeringan untuk mencapai pengeringan daerah dalam. Mungkin saja satu
tahun dibutuhkan untuk proses pengeringan pada kedalaman 10 in dari
permukaan yang di ekspos, dan 10 tahun untuk mulai pada 24 in di bawah
permukaan yang di ekspos. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

h. Bahan tambah adukan beton


Bahan tambah digunakan untuk mengurangi penggunaan air dan mengekang
air dalam adukan beton. Pemakaian bahan tambah jenis polymer
menampakkan susutan 98%-112% dari beton terkontrol.

i. Kondisi kelembaban lingkungan sekitar


Kondisi relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi besarnya susut.
Laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang lebih tinggi.
Temperatur lingkungan juga merupakan faktor. Itu sebabnya susut menjadi
stabil pada temperatur rendah.

j. Rasio air semen


Suatu rasio air-semen yang rendah akan membantu mengurangi susut akibat
pengeringan dengan menjaga volume air yang dapat hilang pada suatu batas
minimum. Grafik hubungan antara susut kering dengan fas dapat dilihat pada
Gambar 2.9 dibawah ini:

Gambar 2.9 Hubungan Antara Susut dengan fas. (Newman dan Choo, 2003)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

3. Mekanisme Terjadinya Susut (Shrinkage)

Berikut adalah mekanisme terjadinya penyusutan dalam beton:

a. Sifat dasar yang tidak stabil dari hasil pembentukan awal kalsium silikat hidrat
pada penyusutan saat terjadi proses pengeringan. Sifat yang tepat dan terperinci
dari mekanisme ini sukar dimengerti dan merupakan sesuatu yang bersifat
permanen dan tidak dapat diubah.

b. Dalam pasta semen terdapat pori besar dan kecil. Mula-mula pori yang terdapat
dalam beton terisi penuh air tetapi dengan bertambahnya umur beton, maka air
tersebut akan menguap keluar dari beton. Air yang pertama menguap adalah air
yang terdapat dalam pori yang besar. Berlangsung sampai air yang ada pada
pori besar habis sehingga menyebabkan adanya tegangan kapiler yang cukup
untuk menimbulkan susut pada beton. Setelah itu air kapiler beton yang lebih
kecil dan lebih halus secara berangsur-angsur akan mulai menguap. Kehilangan
air dari kapiler kecil inilah yang menyebabkan terjadinya susut. Mekanisme
susut ini akan dijelaskan pada Gambar 2.10

Gambar 2.10 Mekanisme Susut

c. Luas permukaan dari sistem koloid pasta semen cukup luas, sehingga air yang
terserap di permukaan akan mempengaruhi keseluruhan sifat sistem koloid
commit to user
tersebut. Ketika air menguap maka terjadi perubahan energi didalam sistem
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

koloid silikat hidrat. Perubahan energi inilah yang menyebabkan terjadinya


susut.

4. Prediksi Besarnya Susut (shrinkage)

Perkiraan nilai susut sangat penting digunakan dalam merencanakan umur dan
daya tahan suatu struktur bangunan. Perlu diadakan pengukuran nilai susut dalam
jangka pendek. Metode yang paling tepat adalah dengan mengekstrapolasi nilai
ultimate shrinkage dari pengukuran susut jangka pendek.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai susut
beton. Diantaranya adalah ACI 209R-92, CEB-FIP 1990 dan AS 3600-2001.

a. Metode Perhitungan Nilai Susut dengan Metode ACI 209R-92

Kemajuan dalam memperkirakan nilai susut jangka panjang dapat dicapai dengan
menggunakan nilai susut yang diteliti dari pengamatan jangka pendek (28 hari).
ACI 209R-92 mengusulkan untuk memprediksi susut jangka panjang dari data-
data jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.3).


>O( ) = .
>O( ) (2.3)
Ė

keterangan:

>O( ) = nilai susut kering umur t
t = umur pengujian (hari)

>O( ) = besar ultimate shrinkage

>O( ) = . O. >. . •. 780 x 10-6 mm/mm
. O. >. . •. = faktor koreksi berdasarkan kondisi lingkungan.

Adapun nilai faktor koreksi untuk menghitung ultimate shrinkage,diantaranya :

a. Kelembapan udara relatif ( )

= 1,40 − 0,0102 , untuk 40 ≤ λ ≤ 80 (2.4a)

= 3,00 − 0,030 , IJ2eIJô 80 <commit to user


≤ 100 (2.4b)
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

keterangan :
= Kelembapan udara relatif dalam persen

b. Perbandingan volume dan luas permukaan ( >)

‘,‘‘ ō/>
>= 1,2 (2.5)

keterangan :
v/s = perbandingan volume dan luas permukaan (mm)

c. Nilai Slump ( > )

> = 0,89 + 0,00161 (2.6)

keterangan :
s = Nilai slump (mm)

d. Presentase agregat halus ( )

= 0,30 + 0,014 , IJ2eIJô ≤ 50% (2.7a)

= 0,90 + 0,002 , IJ2eIJô > 50% (2.7b)

keterangan :
= perbandingan antara agregat halus dengan total agregat

e. Kandungan semen ( • )

• = 0,75 + 0,0061  (2.8)

keterangan :
c = kandungan semen (kg/m3)

f. Kandungan udara ( )

= 0,95 + 0,008 (2.9)

keterangan :
= kandungan udara dalam persen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

b. Metode Perhitungan Nilai Susut dengan Metode CEB-FIP 1990

CEB-FIP 1990 mengusulkan untuk memprediksi susut jangka panjang dari data-
data jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.10)
dibawah ini:


•> =
•>‘ > (2.10)

keterangan :

•> = nilai susut kering umur t

•>‘ = koefisien susut kering (ultimate shrinkage)
βs = koefisien pertambahan susut kering terhadap waktu

Koefisien ultimate shrinkage diperoleh dari :


•>‘ =
(˜• ) Ƽ (2.11)

˜r

(˜• ) = 160 + 10>• 9 − 10 (2.12)
˜r

keterangan :
• = kuat desak rata-rata beton pada umur 28 hari (Mpa)
• ‘ = 10 Mpa
>• = nilai koefisien yang bergantung pada tipe semen,
>• = 4, untuk semen yang sulit mengeras
>• = 5, untuk semen yang normal atau cepat mengeras
>• = 8, untuk semen yang sangat cepat mengeras
Ƽ = koefisien kelembapan udara relatif
Ƽ = -1,55>Ƽ , untuk 40% ≤ RH < 99%
Ƽ
>Ƽ = 1 − ( Ƽ )

Ƽ = +0,25, untuk RH ≥ 99%


RH = kelembapan udara relatif dalam persen
RH0 = 100%
t = umur pengujian (hari)
eō = umur susut kering mulai diukur (hari)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

h = 2.Ac/u
Ac = luas benda uji (mm2)
u = keliling benda uji (mm)

Koefisien pertambahan susut kering terhadap waktu diperoleh dari Persamaan


(2.13) dibawah ini:

> = (2.13)
Ė‘

keterangan :
t = umur pengujian (hari)
eō = umur susut kering mulai diukur (hari)
h = 2.Ac/u
Ac = luas benda uji (mm2)
u = keliling benda uji (mm)

c. Metode Perhitungan Nilai Susut dengan Metode AS 3600-2001

Menurut AS 3600-2001, memprediksi nilai susut jangka panjang diperoleh dari


mengalikan nilai susut dasar
•>. sebesar 850 x 10-6 dengan koefisien k1 sesuai
dengan kondisi lingkungan seperti dilihat pada Gambar 2.11 dibawah ini :

commit
Gambar 2.11 Koefisien susut (k1)tountuk
user variasi jenis lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id


•> = ô .
•>. (2.14)

keterangan :


•> = nilai koefisien susut


•>. = nilai koefisien rangkak dasar

2.2.9.2 Kehilangan Prategang Akibat Rangkak (Creep)

Rangkak adalah sifat beton yang mengalami perubahan bentuk (deformasi)


permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Rangkak timbul dengan
intensitas yang semakin berkurang untuk selang waktu tertentu dan kemungkinan
berakhir setelah beberapa tahun. Besarnya deformasi rangkak sebanding dengan
besarnya beban yang ditahan dan jangka waktu pembebanan. (Dipohusodo,1999)

Rangkak juga diartikan besarnya regangan tambahan pada suatu struktur beton
yang mengalami tegangan konstan, yang diukur dari regangan elastis sampai
regangan yang terjadi pada saat tertentu. Jadi regangan rangkak merupakan
regangan yang terjadi karena fungsi waktu, sedangkan tegangan yang terjadi pada
struktur tersebut adalah konstan.(Sutarja,2006)

Pada umumnya proses rangkak (creep) selalu dihubungkan dengan susut


(shrinkage), hal ini dikarenakan keduanya terjadi bersamaan dan seringkali
memberikan pengaruh yang sama, yaitu deformasi yang bertambah sesuai dengan
berjalannya waktu. Karena total deformasi yang terjadi merupakan kombinasi dari
nilai rangkak dan nilai susut. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi
rangkak juga mempengaruhi susut, khususnya faktor-faktor yang berhubungan
dengan hilangnya kelembaban dan volume agregat. Besarnya nilai rangkak
dihitung dengan cara mengurangi total deformasi yang terjadi dengan besarnya
susut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Rangkak (Creep)

Menurut Samuri(2010) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya rangkak


adalah:

a. Properti campuran
Tipe semen yang dipakai akan sangat mempengaruhi besarnya kekuatan
beton pada saat dilakukan pembebanan, sedangkan rangkak berbanding
terbalik dengan kekuatan beton. Kehalusan semen juga akan mempengaruhi
besarnya rangkak. Semakin tinggi derajat kehalusan semen, maka semakin
besar rangkak yang terjadi. Pasta semen akan menyebabkan rangkak
sedangkan agregat berfungsi sebagai pencegah rangkak. Volume agregat yang
lebih banyak, bersifat lebih stabil daripada pasta semen, sehingga
penambahan agregat akan memperkecil rangkak yang terjadi. Tipe agregat
yang berbeda juga menimbulkan efek yang tidak sama terhadap rangkak.
Bahan tambah (admixture) seperti water reducing diketemukan akan
memperbesar rangkak. Oleh karena itu sangat penting untuk mengontrol
pengaruh admixture yang ditambahkan pada campuran beton.

b. Faktor air semen


Semakin besar faktor air semen maka semakin rendah mutu beton sehingga
memperbesar rangkak yang terjadi.

c. Kelembaban relatif
Salah satu faktor luar yang mempengaruhi rangkak adalah kelembaban relatif
disekeliling struktur. Bila kelembaban relatif tinggi maka rangkak yang
terjadi semakin kecil, sebaliknya pada kelembaban tinggi, rangkak yang
terjadi akan semakin besar.

d. Temperatur
Temperatur sangat berpengaruh terhadap besarnya rangkak. Rangkak
cenderung bertambah besar pada temperatur tinggi.

e. Umur beton pada saat pembebanan


Pembebanan pada waktu umur beton masih muda akan memperbesar
commit
terjadinya rangkak, karena saat to user beton masih rendah. Penambahan
itu kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

umur beton saat awal pembebanan akan mempengaruhi regangan rangkak


yang terjadi, karena kekuatan beton bertambah besar seiring dengan
bertambahanya umur beton itu.

f. Besarnya pembebanan
Besarnya pembebanan pada beton berbanding lurus dengan besarnya rangkak
yang terjadi. Semakin besar beban yang dikenakan pada beton maka semakin
besar pula rangkak yang terjadi. Demikian pula sebaliknya semakin kecil
beban yang diberikan semakin kecil pula rangkak yang mungkin terjadi.

g. Lamanya waktu pembebanan


Semakin lama pembebanan maka rangkak semakin bertambah, namun
pertambahannya semakin kecil.

h. Perbandingan volume dan luas permukaan struktur


Rangkak yang terjadi akan berkurang dengan besarnya dimensi struktur.
Walaupun pengaruh dimensi struktur terhadap rangkak tidak sebesar
pengaruhnya terhadap susut. Pengaruh bentuk dan dimensi struktur
ditunjukkan dalam perbandingan volume dan luas permukaan, bila rasio
volume terhadap luas permukaan semakin besar maka rangkak yang terjadi
semakin kecil.

i. Nilai slump
Semakin besar nilai slump maka semakin rendah mutu beton, semakin besar
pula rangkak yang terjadi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

2. Perhitungan Besar Rangkak (Creep)

Hubungan antara nilai rangkak terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 2.12

Gambar 2.12 Hubungan Nilai Rangkak Terhadap Waktu

Dari gambar di atas nilai rangkak dapat dihitung dengan Persamaan (2.15)
dibawah ini :



•5
>O (2.15)

keterangan :


•5 = besar nilai rangkak

>O = besar nilai susut
∆ = perbedaan panjang setelah t waktu (mm)
‘ = panjang mula-mula benda uji

Selain nilai rangkak yang didapat melalui perhitungan langsung seperti di atas
terdapat pula beberapa istilah rangkak :

1) Koefisien rangkak (Creep Coefficient)


Þr
∅ (2.16)
Þ

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

2) Specific Creep
Þr
∁= (2.17)

keterangan :


•5 = besar nilai rangkak

j = regangan elastik akibat pembebanan
σ = besar tegangan yang diberikan

3. Prediksi Nilai Rangkak (Creep) Jangka Panjang

Perkiraan nilai rangkak pada masa yang akan datang sangat penting digunakan
dalam merencanakan umur dan daya tahan suatu struktur bangunan. Perlu
diadakan pengukuran nilai rangkak dalam jangka panjang. Terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai rangkak beton.
Diantaranya adalah ACI Committee 209R – 92,CEB-FIP 1990 dan AS 3600-2001.

a. Metode Perhitungan Nilai Rangkak dengan Metode ACI 209R-92

Kemajuan dalam memperkirakan nilai rangkak jangka panjang dapat dicapai


dengan menggunakan nilai rangkak yang diteliti dari pengujian jangka pendek (28
hari). ACI Committee 209 mengusulkan untuk memprediksi rangkak jangka
panjang dari data-data jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan
Persamaan (2.18) dibawah ini :

( ) ,
∅•5( , ) =‘ ( .∅ ( ) (2.18)
) ,

keterangan :

∅•5( , )= nilai koefisien rangkak saat umur t dengan pembebanan saat umur t0
e − e‘ = lama pembebanan ( hari )
∅ ( ) = nilai koefisien ultimate creep
∅ ( ) = .
x . O. >. . 2,35
commit to user
.
x . O. >. . = faktor koreksi berdasarkan kondisi lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Adapun nilai faktor koreksi untuk menghitung ultimate creep,diantaranya :

a. Koefisien umur saat pembebanan ( )


x

‘,
x= 1,25(e x) , IJ2eIJô IJod2 i ô i 2 (2.19a)

‘,‘
x= 1,13(e x) , IJ2eIJô IJod2 i ô i ô 2od2 (2.19b)

keterangan :

tla = lama pembebanan (hari)

b. Kelembapan udara relatif ( )

= 1,27 − 0,0067 , IJ2eIJô > 40 (2.20)

keterangan :

= Kelembapan udara relatif dalam persen

c. Perbandingan volume dan luas permukaan ( O)

‘,‘ō />
>= 2/3[1 + 1,13. ] (2.21)

keterangan :

v/s = perbandingan volume dan luas permukaan (mm)

d. Nilai Slump ( > )

> = 0,82 + 0,00264 (2.22)

keterangan :

s = Nilai slump (mm)

e. Presentase agregat halus ( )

= 0,88 + 0,0024 (2.23)

keterangan :

= perbandingan antara agregat halus dengan total agregat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

f. Kandungan udara ( )

= 0,46 + 0,09 ≤ 1 (2.24)

keterangan :

= kandungan udara dalam persen

b. Metode Perhitungan Nilai Rangkak dengan Metode CEB-FIP 1990

CEB-FIP 1990 mengusulkan untuk memprediksi rangkak jangka panjang dari data-data
jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.25) dibawah ini:

∅ , = ∅‘ • (2.25)

keterangan :

∅ , = nilai koefisien rangkak pada umur t


∅‘ = nilai koefisien ultimate creep
• = koefisien pertambahan drying creep terhadap waktu pada umur t

Koefisien ultimate creep dapat diperoleh dari :

∅‘ = ∅Ƽ (˜• ) ( ‘) (2.26)

keterangan :

 Ƽ /Ƽ
∅Ƽ =1+ (2.26a)
‘, ( ) /

Ė,
(˜• ) = (2.26b)
( r ) ,
r


( ‘) = (2.26c)
‘, ( ) ,

dengan :

fcm = kuat desak rata-rata beton pada umur 28 hari (Mpa)


fcm0 = 10 Mpa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

4‘ =100%
4 = kelembaban relatif (%)
t = umur pengujian ( hari )
e‘ = umur susut kering mulai diukur
e = 1 hari
h = 2.Ac/u
ℎ‘ = 100 mm
Ac = luas benda uji (mm)
u = keliling benda uji (mm)

koefisien pertambahan drying creep diperoleh dari :

( )/ ‘,
• = (2.27)
( / )/

Ƽ  O
 = 150 1 + 1,2 Ƽ O
+ 250 ≤ 1500 (2.28)

dengan :

e = 1 hari
4‘ =100%
ℎ‘ = 100 mm

c. Metode Perhitungan Nilai Rangkak dengan Metode AS 3600-2001

Menurut AS 3600-2001, memprediksi nilai rangkak jangka panjang diperoleh dari


mengalikan nilai rangkak dasar (
••. ) yang dilihat pada tabel 2.3 dengan
koefisien k2 dan k3 sesuai dengan kondisi lingkungan dan perbandingan antara
kuat desak rata-rata dengan kuat desak rencana seperti dilihat pada Gambar 2.13
dan 2.14 dibawah ini :

Tabel 2.1 Faktor rangkak berdasarkan kuat desak beton


Kuat desak (f'c). Mpa 20 25 32 40 ≥ 50
Faktor rangkak Φcc.b 5,2 4,2 3,4 2,5 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.13 Koefisien Faktor Rangkak (k2) Terhadap Variasi Jenis


Lingkungan

Gambar 2.14 Koefisien Faktor Rangkak (k3) Berdasarkan Perbandingan


Kuat Desak


•• ôō ô
••. (2.29)

keterangan :


•• = nilai koefisien rangkak


••. = nilai koefisien rangkak dasar

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

2.2.10 Redistribusi Tegangan pada Balok Prategang

2.2.10.1 Redistribusi Tegangan Akibat Rangkak

Dalam rangka memperoleh persamaan yang umum untuk redistribusi tegangan


disuatu bagian untuk beban tetap dapat dilihat pada Gambar 2.15 dibawah ini :

Gambar 2.15 Diagram gaya luar dan tegangan pada beton dengan tulangan
baja 2 layer

Pada Gambar 2.15 terdapat dua lapisan baja As1 dan As2 di jarak y1 dan y2,
berturut-turut dari titik berat beton. Potongan melintang ini secara statis tak tentu
memiliki derajat kebebasan tingkat dua. Diperlukan persamaan untuk
memecahkan pengurangan kekuatan dan deformasi bentuk yang diperoleh dari
keseimbangan gaya dan pengaruh tegangan pada beton dan baja. Karena gaya luar
yang didukung N0 Dan M0 diterapkan pada waktu t0, maka persamaan untuk
keseimbangan gaya normal adalah :

· Pada waktu t0

‘ •‘ > >ō (2.30)

· Dan pada waktu t > t0

‘ • > >ō (2.31)

keterangan :

Nc0 commit
= Gaya normal pada beton to user
saat t0
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Ns1,Ns2 = Gaya normal pada baja As1 dan As2 pada saat t0
Nc(t) = Gaya normal pada beton saat t
Ns1(t),Ns2(t) = Gaya normal pada baja As1 dan As2 pada saat t

dan persamaan untuk kesetimbangan momen adalah :

· Pada waktu t0

‘ = •‘ + > + >ō = •‘ + > .  + >ō . ō = 0 (2.32)

· Dan pada waktu t > t0

‘ = • + > + >ō = •‘ + >( ) .  + >ō( ) . ō (2.33)

keterangan :

Mc0 = Momen yang terletak pada titik berat beton saat t0


Ms1,Ms2 = Momen yang terletak pada baja As1 dan As2 pada saat t0
y1,y2 = jarak gaya pada layer 1 dan 2 ke titik berat beton

Istilah M(t) menandakan nilai momen pada saat t. Digunakan istilah Δ untuk
perubahan kekuatan akibat pengaruh rangkak antara t0 dan waktu t, maka :

∆ •( ) = •( ) − •‘ (2.34)

∆ •( ) = •( ) − •‘ (2.35)

∆ >( ) = >( ) − > (2.36)

∆ >ō( ) = >ō( ) − >ō (2.37)

Dan hubungan antara Persamaan (2.30) dan (2.31) adalah :

∆ •( ) = −∆ >( ) − ∆ >ō( ) (2.38)

Dengan cara yang sama, untuk momen :

∆ •( ) = − >( )  − >ō( ) ō (2.39)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

Jika ∆ >( ) dan ∆ >ō( ) dinyatakan dengan perubahan regangan pada baja, maka
perubahan gaya dapat ditulis :

∆ •( ) = − > [
>( ) > +
>ō( ) >ō ] (2.40)

dan

∆ •( ) = − > [
>( ) >  +
>ō( ) >ō ō ] (2.41)

keterangan :

>( ) dan ∆
>ō( ) = Perubahan regangan pada baja di layer 1 dan layer 2

> dan >ō = Luasan baja pada layer 1 dan 2

Dengan menggunakan ΔNc(t) dan ΔMc(t), maka perubahan tegangan dapat


disimpulkan dengan Persamaan (2.42) dibawah ini :

∆ r ∆ r
∆ö e = + (2.42)
r r

keterangan :
Ac = Luasan beton yang ditinjau (mm2)
Ic = Inersia beton (mm3)

dan perubahan regangan dapat ditulis seperti Persamaan (2.43) dibawah ini :

∆ ( )

e = ∅ e, e‘ + [1 + ∅ e. e‘ ] (2.43)

Dengan mensubsitusikan Persamaan (2.40) dan (2.41) ke Persamaan (2.42) maka


diperoleh nilai perubahan tegangan pada layer 1 dan 2 seperti Persamaan (2.44)
dan (2.46) dibawah ini :

∆ö = − ∆
> > + ∆
>ō >ō − ∆
> >  + ∆
>ō >ō ō (2.44)
r r

atau

ō
∆ö( ) = − ∆
> 1+   ō
 > ō − ∆
>ō( ) ō
ocommit > 1+ oō (2.45)
to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

dan

∆öō = − ∆
> > + ∆
>ō >ō − ∆
> >  + ∆
>ō >ō ō (2.46)
r r

atau

ō
∆öō( ) = − ∆
> 1+  ō − ∆
>ō( 1+ ō (2.47)
 > oō ) ō > oō

keterangan :

= >

•

= >ō
ō
•

o= •
•

o = jari-jari girasi beton

Subsitusi untuk regangan elastis pada beton di waktu beban mulai bekerja
dijelaskan pada Persamaan (2.48) dan (2.49) dibawah ini:
ō

 =
 ∅ − ∆
> 
,‘  2‘ 1 + oō 1+ ∅ , ‘

− ∆
>ō  ō
ō 2‘ 1+ oō 1+ ∅ , ‘ (2.48)


ō =
ō ∅ − ∆
>  ō
,‘  2‘ 1+ oō 1+ ∅ , ‘

ō
− ∆
>ō ō
ō 2‘ 1+ oō 1+ ∅ , ‘ (2.49)

Untuk menyederhanakan Persamaan (2.48) dan (2.49) di atas, maka dibuat


persamaan baru :

2∗ = 2‘ 1 + ∅ , ‘ commit to user (2.50)


perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

ō
∗ 
 = 2 1+ oō

∗  ō
ō = 2 1+ oō (2.51)
ō
∗ ō
ōō = ō2 1+ oō

∗  ō
ō = ō2 1+ oō

Sehingga Persamaan (2.48) dan (2.49) dapat ditulis :


( ) =
 ∅( ,‘) − ∆
>  − ∆
>ō ō (2.52)


ō( ) =
ō ∅( ,‘) − ∆
> ō − ∆
>ō ōō (2.53)

Ingat bahwa Δε1(t) = Δεs1(t) dan Δε2(t) = Δεs2(t), maka Persamaan (2.52) dan (2.53)
untuk mencari besarnya perubahan regangan pada baja dapat ditulis:

 Þ Þ

> = ∅ , ‘ (2.54)
 

Jika disederhanakan dengan Persamaan (2.55) dibawah ini:


 = (2.55)
 

maka untuk layer 1, perubahan regangan dapat ditulis :


> =  [ 1 + ōō
 − ō
ō ]∅( , ‘) (2.56)

untuk layer 2, di tulis :


>ō =  [ 1 + 
ō − ō
 ]∅( , ‘) (2.57)

dan untuk perubahan tegangan pada layer dengan mengalikannya dengan Es,
maka untuk layer 1, dapat ditulis :

∆ö>( ) =  [ 1 + ōō 2‘ ö − ō 2‘ öō ]∅( , ‘) (2.58)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

untuk layer 2, di tulis :

∆ö>ō  1  2‘ öō ō 2‘ ö ∅ , ‘ (2.59)

2.2.10.2 Redistribusi Tegangan dan Regangan Akibat Susut

Pada beton tanpa dibebani gaya luarpun, pengaruh akibat susut terjadi akibat
perubahan suhu dan temperatur. Hal ini mampu mengakibatkan retak pada beton.
Pada Gambar 2.16 dibawah, dapat dilihat potongan melintang dan kasus dari
distribusi linier untuk susut pada layer 1 dan 2.

Gambar 2.16 Diagram Efek Susut pada Tegangan Beton dengan Tulangan
Baja 2 Layer

Untuk kasus tanpa adanya gaya luar, dapat ditulis persamaan kesetimbangan
sebagai berikut :

• > >ō (2.60)

dan

• > >ō • > .  >ō . ō (2.61)

Tanpa adanya gaya luar diawal pengembangan susut, gaya gaya di Persamaan
(2.60) dan (2.61) sama dengan perubahan gaya seperti Persamaan (2.62) dan
(2.63) dibawah ini :

commit to user
∆ • ∆ > ∆ >ō (2.62)
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

dan

∆ •( ) + ∆ >( )  + ∆ >ō ō = 0 (2.63)

Persamaan (2.62) dan (2.63) di atas identik dengan Persamaan (2.38) dan (2.39).
Persamaan tersebut menunjukkan perubahan tegangan dan regangan pada beton di
layer 1 dan 2. Maka sekarang dapat di gunakan Persamaan (2.64) untuk
menunjukkan pengaruh waktu terhadap tegangan pada beton di beberapa layer
untuk kondisi tegangan awal σ0 = 0, diperoleh :

∆ ( )

( ) = ∆
( ) = 1+ ( , ‘) +
>O( , , ) (2.64)

keterangan :

>O( , , ) = pengaruh susut pada layer yang ditinjau.
t0 = tsh,0
E0 = E(tsh,0)

Subsitusi dari Persamaan (2.46) dan (2.47) , dapat ditulis regangan pada layer 1
dan 2 sebagai berikut :


( ) = ∆
( ) (2.65)

atau,

ō

 =
>O − ∆
> 
, ,‘  2‘ 1+ oō 1+ ∅ , ‘

− ∆
>ō  ō
ō 2‘ 1+ oō 1+ ∅ , ‘ (2.66)

dan untuk layer 2,


ō( ) = ∆
ō( ) (2.67)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

atau,


ō =
>Oō − ∆
>  ō
, ,‘  2‘ 1+ oō 1+ ∅ , ‘

ō
− ∆
>ō ō
ō 2‘ 1+ oō 1+ ∅ , ‘ (2.68)

Dari notasi (2.51) , maka persamaan di atas dapat disederhanakan :


>( ) =  [ 1 + ōō
>O , ,‘ − ō
>Oō , ,‘ ] (2.69)

dan,


>ō( ) =  [ 1 + 
>Oō , ,‘ − ō
>O , ,‘ ] (2.70)

Hubungan antara tegangan dan regangan adalah dengan mengalikannya dengan


elastisitas (Es). Maka persamaan tegangan untuk layer 1 dan 2 dapat ditulis :

∆ö>( ) =  >[ 1 + ōō


>O , ,‘ − ō
>Oō , ,‘ ] (2.71)

∆ö>ō( ) =  >[ 1 + 


>Oō , ,‘ − ō
>O , ,‘ ] (2.72)

Perubahan tegangan dan regangan akibat susut di simbolkan dengan tanda negatif,
karena merupakan desak terhadap beton. Dan jika diasumsikan bahwa efek susut
disemua penampang adalah konstan, maka :


>O , ,‘ =
>Oō , ,‘ =
>O , ,‘ (2.73)

Sehingga, persamaan tegangan dan regangan untuk efek susut di atas dapat
disederhanakan :


>( ) =  [ 1 + ōō − ō
>O , ,‘ ] (2.74)


>ō( ) =  [ 1 +  − ō
>O , ,‘ ] (2.75)

∆ö>( ) =  >[ 1 + ōō − ō


>O , ,‘ ] (2.76)

∆ö>ō( ) =  >[ 1 +  − ō


commit
>O , ,‘to] user (2.77)
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

2.2.10.3 Total Redistribusi Tegangan dan Regangan Akibat Rangkak dan


Susut

Dari subbab 2.2.10.1 dan 2.2.10.2 di atas menjelaskan tentang pengaruh dari susut
dan rangkak pada redistribusi tegangan dan regangan pada beton. Karena pada
kenyataannya, pengaruh keduanya tidak bisa diabaikan, maka dapat disimpulkan
bahwa untuk redistribusi tegangan dan regangan dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :

· Regangan layer 1 dan 2


>( ) =  1 + ōō
 ∅ , ‘ +
>O , ‘ − ō [
ō ∅ , ‘ +
>Oō , ‘ ]} (2.78)


>ō( ) =  1 + 
ō ∅ , ‘ +
>Oō , ‘ − ō [
 ∅ , ‘ +
>O , ‘ ]} (2.79)

· Tegangan layer 1 dan 2

∆ö> =  1 + ōō 2‘ ö ∅ , ‘ +
>O , ‘ >

− ō [2‘ öō ∅ , ‘ +
>Oō , ‘ > ]} (2.80)


>ō =  1 +  2‘ öō ∅ , ‘ +
>Oō , ‘ >

− ō [2‘ ö ∅ , ‘ +
>O , ‘ > ]} (2.81)

2.2.10.4 Reduksi Akibat Relaksasi baja

Memprediksi nilai kehilangan prategang tidak lepas dari efek relaksasi yang
terjadi pada tendon prategang. Untuk itu, efek kehilangan prategang akibat
relaksasi baja dengan rumus sebagai berikut :

ö5 = − m‘ 24 e − e‘ − 0,55 (2.82)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

keterangan :

ö5 = tegangan akibat relaksasi baja


öۑ = tegangan prategang mula-mula
ö> = 0,85 fps
fps = tegangan maksimum prategang
(t-t0) = perubahan waktu sejak prategang bekerja

Terdapat hubungan antara efek susut rangkak dan relaksasi baja yang dikenal
dengan koefisien reduksi relaksasi, yang diperoleh dengan pembacaan grafik yang
terdapat pada Gambar 2.17 dibawah ini :

Gambar 2.17 Hubungan Antara Koefisien Reduksi Relaksasi Baja dan Æ


untuk Tiap Perbedaan Harga

keterangan :

jO xW Û5x
xW j xWx >x > xW5xW x ∆ r
Ω (2.83)
Û5x j xWx x

Û5x j xWx x
 (2.84)
j xW xW x ˜j

Sehingga nilai reduksi akibat relaksasi baja adalah :

ö commit to user
5 5 ö5 (2.85)
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

Jadi rumus untuk mencari perubahan tegangan dan regangan untuk 2 layer baja
adalah :

- Tegangan layer 1 dan 2

Δö> =  { 1 + ōō 2‘ ö ∅ , ‘ +
>O , ‘ > + ö 5

− ō 2‘ öō ∅ , ‘ +
>Oō , ‘ > + ö 5ō } (2.86)

Δö>ō =  { 1 +  2‘ öō ∅ , ‘ +
>Oō , ‘ > + ö 5ō

− ō 2‘ ö ∅ , ‘ +
>O , ‘ > + ö 5 } (2.87)

- Regangan layer 1 dan 2

Δ
> =  1 + ōō
 ∅ , ‘ +
>O , ‘ + − ō
ō ∅ , ‘ +

ö′5( )

>Oō , ‘ + − (2.88)
>

Δ
>ō( ) =  1 + 
ō ∅ , ‘ +
>Oō , ‘ + − ō
 ∅ , ‘ +

ö′5ō( )

>O , ‘ + − (2.89)
>

2.2.11 Penggambaran Kurva

Perubahan dari tegangan ini berakibat pada perubahan gaya beton prategang dan
dapat dikalkulasi efek waktunya terhadap perubahan bentuk seperti pemendekan
dan defleksi pada beton. Seiring dengan perubahan yang terjadi pada tegangan di
layer beton prategang, maka kurva yang terbentuk juga semakin besar. Untuk
mengetahui besarnya kurva yang terbentuk dari elemen balok dihitung dengan
menggunakan rumus:

∆ ( ) ∆ ( )
∆ = (2.90)
( )

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

keterangan :

∆ = besarnya perubahan kurva balok akibat perubahan tegangan yang terjadi


di balok (mm)
∆ ( ) = perubahan tegangan yang terjadi pada layer baja 1 (Mpa)
∆ ( ) = perubahan tegangan yang terjadi pada layer baja 2 (Mpa)
= elastisitas baja prategang (Mpa)
= jarak antara layer 1 ke titik berat beton (mm)
= jarak antara layer 2 ke titik berat beton (mm)

2.2.12 Lendutan (Defleksi)

Setelah menemukan kurva susut dan rangkak ∆ψ(t,x), maka defleksi yang
bergantung waktu diperoleh dengan menggunakan Persamaan (2.91) dibawah ini :

∆ e = ∆ ( , ) ( ) (2.91)

keterangan :

∆ e = defleksi dititik yang ditinjau


M(x) = momen dititik yang ditinjau
l = panjang bentang
dx = jarak titik yang ditinjau

namun jika tulangan konstan disepanjang bentang, maka untuk mencari defleksi
maksimum adalah dengan rumus :

ō
∆ ( ) = x [∆ ] x (2.92)

keterangan:

[∆ ] x = kurva dititik terjadi momen maksimum

Ka = koefisien defleksi tergantung pada tipe pembebanan dan


perletakan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

Nilai Ka untuk berbagai tipe pembebanan dan perletakan dapat dilihat pada
Gambar (2.18) dibawah ini :

Gambar 2.18 Nilai Ka untuk Tiap Variasi Tipe Pembebanan dan Perletakan

commit to user

Anda mungkin juga menyukai