Anda di halaman 1dari 30

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2 -
LANDASAN TEORI

2.1 Dasar Teori

Subbab ini berisi dasar teori yang berhubungan dalam penelitian ini. Mencakup
teori umum dan desain kapasitas perkerasan kaku.

2.1.1 Teori Umum Perkerasan Kaku

2.1.1.1 Definisi Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan raya adalah suatu konstruksi yang disusun menjadi satu kesatuan
yang kuat yang membentuk perkerasan jalan sebagai sarana maupun prasarana yang
menjadi lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas (traffic) dari suatu
tempat ke tempat lain (Ida Hadijah, 2017).

Perkerasan jalan pada umumnya terbagi menjadi dua jenis yakni perkerasan lentur
(flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Perkerasan kaku mulai
digunakan sejak 1870-an dan hanya memiliki satu konstruksi utama (single layer)
yang disebut dengan slab, yaitu satu lapis beton semen yang kapasitas atau mutunya
disesuaikan dengan peruntukkan kelas jalan tertentu.

2.1.1.2 Definisi Perkerasan Kaku


Perkerasan kaku atau sering disebut juga perkerasan beton semen adalah suatu
susunan konstruksi perkerasan yang terdiri atas pelat beton semen yang
bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan
tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan
lapis permukaan beraspal (Ida, Muhammad, 2017).

Pada perkerasan kaku, daya dukung didapat dari pelat beton. Sifat, daya dukung
dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi umur dan kekuatan perkerasan
beton. Faktor faktor yang perlu diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan
dan perubahan kadar air selama masa pelayanan (Pd-T-14 2003).

5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
Bab 2 – Landasan Teori

Modulus Elastisitas (E) adalah salah satu parameter tingkat kekakuan (rigiditas)
campuran beton semen yang digunakan pada perkerasan kaku. Parameter ini dapat
dijadikan sebagai gambaran seberapa jauh tingkat kekakuan sebuah kontruksi,
dalam hal ini adalah perkerasan kaku. Sebagai perbandingan, Modulus Elastisitas
aspal adalah sekitar 4.000 MPa sedangkan pada konstruksi beton, modulus
elastisitasnya dapat mencapai sepuluh kali lipat dari aspal, berkisar di angka 40.000
MPa. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa jenis konstruksi ini disebut
perkerasan kaku. Dengan kekakuan yang lebih besar, maka perkerasan kaku dapat
mendistribusikan beban dengan lebih baik daripada perkerasan lentur.

Secara umum, kapasitas layan perkerasan kaku memiliki mutu kuat tekan beton
yang setara dengan kuat tarik lentur 45kg/cm2 dengan tebal 25 cm. Jika
dikomparasikan dengan perkerasan lentur dengan kapasitas layan sebesar 8 juta
repetisi standard axle load, tebal perkerasan lentur kurang lebih adalah 55 cm.

Gambar 2.1 Ilustrasi Ekuivalensi Struktur Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur
(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

2.1.1.3 Komponen Pendukung Perkerasan Kaku


Komponen pendukung pada struktur perkerasan kaku berfungsi untuk
meningkatkan kapasitas layan perkerasan kaku. Komponen pendukung ini harus
didesain sesuai dengan kebutuhan di lapangan yang sifatnya situasional, komponen
tersebut adalah:

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
Bab 2 – Landasan Teori

A. Pondasi (Base) dan Pondasi Bawah (Subbase)


Konstruksi perkerasan kaku memiliki kapasitas struktur yang jauh lebih kuat
daripada perkerasan lentur. Namun, konstruksi perkerasan kaku juga memiliki
konndisi yang perlu diperhatikan seperti ketidakseragaman dan kapasitas daya
dukung tanah dasar yang lemah yang dapat menyebabkan kegagalan struktur
perkerasan kaku. Untuk mengatasi hal ini, biasanya struktur perkerasan kaku
dilengkapi dengan tambahan lapisan (layer) yang sifatnya situasional berupa lapis
pondasi (base).

Lapisan base pada konstruksi perkerasan kaku dapat berupa salah satu dari ketiga
jenis berikut:
1. Batu pecah dengan campuran bahan cementious dengan perbandingan berat
minimal 5%.
2. Campuran aspal dengan gradasi padat.
3. Lean concrete dengan kuat tekan 80 – 110 kg/cm2 pada usia 28 hari.

B. Ruji (Dowel) dan Batang Pengikat (Tie Bar)


Pembesian yang paling dasar dalam konstruksi perkerasan kaku adalah besi ruji
(dowel) dan besi pengikat (tie bar). Dowel adalah batang baja polos arah
memanjang dengan panjang dan diameter tertentu yang terdapat di antara dua
segmen slab yang searah arus jalan. Sedangkan tie bar adalah batang baja ulir arah
melintang dengan panjang dan diameter tertentu yang terdapat di antara dua segmen
slab yang bersebelahan (kiri-kanan). Fungsi dowel dan tie bar ini adalah sebagai
transfer beban kendaraan dari satu slab ke slab sekitarnya.

C. Sambungan (Joint)
Pada perkerasan kaku terdapat sambungan (joint) yang menyambungkan tiap
segmen perkerasan kaku yang mememiliki fungsi sebagai pendistribusi beban dari
segmen satu ke segmen lain agar tidak terjadi pergeseran pada segmen karena
pengaruh dari beban kendaraan.

Tedapat beberapa jenis sambungan yang terdapat di perkerasan kaku, diantaranya:


1. Sambungan Konstruksi (Construction Joint). Yakni perkerasan beton yang
dikerjakan dalam kurun waktu berbeda. Sambungan ini diperlukan pada

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8
Bab 2 – Landasan Teori

akhir segmen pengecoran, atau saat pengecoran terganggu, atau melintas


jalan dan jembatan.
2. Sambungan Muai (Expansion Joint). Sambungan ini berfungsi untuk
memberikan ruang pemuaian pada pelat beton yang cukup diantara pelat-
pelat perkerasan untuk mencegah adanya tegangan tekan berlebihan yang
dapat mengakibatkan perkerasan beton tertekuk. Lebar celah sambungan 19
mm meskipun dalam kondisi khusus, lebar celah bisa mencapai 25 mm.
Karena sambungan muai tidak menyediakan penguncian antar agregat maka
diperlukan alat penyalur beban yaitu ruji (dowel).
3. Sambungan Susut (Constraction Joint). Yakni sambungan yang diperlukan
untuk mengendalikan retak akibat beban mengkerut. Pemasangan
constraction joint secara umum dipasang melintang tegak lurus as jalan dan
menyudup terhadap as jalan untuk mengurangi beban dinamis melintas
tidak satu garis.
4. Sambungan Isolasi (Isolation Joint). Yakni joint yang memisahkan
perkerasan dari objek atau struktur dan menjadikannya bergerak secara
independen. Penggunaan isolation joint digunakan apa bila perkerasan
berbatasan dengan manhole, trotoar dan bangunan intersection pekereasan
lain atau jembatan.

2.1.1.4 Jenis – Jenis Perkerasan Kaku


Berdasarkan jenis konstruksinya, perkerasan kaku terbagi dalam lima jenis berikut:

A. Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan atau Jointed Plain Concrete


Pavement (JPCP)
Perkerasan kaku jenis ini memiliki dowel dan tie bar, namun tidak memiliki
tulangan memanjang dan melintang pada konstruksi slabnya. Dowel dan tie bar
tersebut terletak pada sambungan antar slab yang berfungsi sebagai transfer beban
struktur. Perkerasan ini umum digunakan di Indonesia karena biaya konstruksinya
yang relatif murah dan pengerjaannya tidak terlalu sulit. Sambungan antar slab
umumnya dibuat setiap 4.5 sampai 6 meter. Jarak sambungan lebih baik jika
didesain relatif dekat agar retak yang terbentuk tidak menyebar ke slab sekitar dan
dapat dikontrol sehingga umur layan dapat tercapai. Berikut adalah skema
perkerasan kaku tipe JPCP.
Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap
Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9
Bab 2 – Landasan Teori

Gambar 2.2 Skema Perkerasan Kaku Jenis JPCP


(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

Gambar 2.3 Tipikal Dowel dan Tie Bar yang Digunakan pada Jenis JPCP
(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

Selain sebagai transfer beban, dowel dan tie bar juga berfungsi untuk mencegah
perbedaan elevasi antar dua slab yang bersebelahan, khususnya pada bagian
sambungan. Perbedaan elevasi ini disebut dengan faulting, efek dari terjadinya
faulting adalah tingkat kenyamanan pengguna jalan berkurang akibat adanya
guncangan (bumping) saat melewati sambungan slab.

Salah satu cara alternatif untuk mencegah faulting adalah dengan menggunakan
sistem penguncian agregat (agregat interlocking). Metode ini dilakukan dengan
menggergaji seperempat hingga sepertiga tebal slab di daerah tertentu, untuk
memperlemah slab dibagian tersebut dan memperbesar kapasitas geser struktur.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
Bab 2 – Landasan Teori

B. Perkerasan Kaku Bersambung dengan Tulangan atau Jointed Reinforced


Concrete Pavement (JRCP)
Perkerasan kaku jenis ini memiliki tulangan melintang dan memanjang pada
strukturnya, hasilnya perkerasan jenis ini dapat memiliki slab yang lebih panjang
daripada jenis JPCP. Perkerasan jenis ini memiliki dowel dan tie bar sebagai
komponen transfer bebannya, sistem ini lebih direkomendasikan daripada sistem
agreget interlocking karena jarak sambungan yang relatif jauh.

Secara biaya, jenis konstruksi ini lebih mahal daripada perkerasan kaku jenis JPCP
karena terdapat tulangan memanjang dan melintang. Berikut adalah skema
perkerasan kaku tipe JRCP.

Gambar 2.4 Skema Perkerasan Kaku Jenis JRCP


(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

Gambar 2.5 Tipikal Tulangan yang Digunakan pada Jenis JRCP


(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
Bab 2 – Landasan Teori

C. Perkerasan Kaku Menerus dengan Tulangan atau Continuos Reinforced


Concrete Pavement (CRCP)
Perkerasan kaku jenis ini tidak memiliki sambungan susut, konsekuensinya transfer
beban diakomodir oleh jumlah tulangan yang relatif lebih banyak. Jumlah tulangan
memanjang secara umum memiliki rasio luas minimal 0.6% sampai 0.8% dari luas
penampang mentang slab untuk mencegah kerusakan punch out, dengan jumlah
tulangan melintang lebih kecil dari arah memanjang.

Perkerasan jenis CRCP memerlukan angker untuk menahan bagian tepi dari
kontraksi akibat susut beton pada proses konstruksinya. Cara ini dilakukan
bersamaan dengan menganalisis kemampuan tulangan untuk mengontrol retak agar
tidak melabar dan menyebar sehingga dapat menyebabkan masalah kinerja.

Gambar 2.6 Skema Perkerasan Kaku Jenis CRCP


(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

Gambar 2.7 Tipikal Penulangan yang Digunakan pada Jenis CRCP


(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
Bab 2 – Landasan Teori

D. Perkerasan Kaku Prategang atau Prestress Concrete Pavement


Perkerasan kaku jenis prestress merupakan perkerasan kaku nonkonvensional yang
memiliki potensi seperti penggunaan material yang lebih efisien, sambungan yang
dibutuhkan menjadi lebih sedikit, dan kemungkinan terjadi retak akan lebih kecil.
Hal ini menyebabkan keunggulan kapasitas struktur yang lebih besar, biaya
pemeliharaan lebih sedikit, dan umur layan yang lebih lama, meskipun metode
konstruksi perkerasan kaku ini lebih sulit dari jenis konvensional. Pada perkerasan
kaku konvensional, tegangan akibat beban roda dibatasi oleh kuat tarik lentur dari
beton, menjadikan tebal perkerasan kaku didesain berdasarkan tegangan tarik yang
terjadi akibat beban roda agar tidak melampaui kuat tarik lentur dari beton.

Pada jenis perkerasan kaku konvensional, slab antara serat atas dan serat bawah dari
pelat tidak dimaksimalkan untuk menahan tegangan akibat beban roda, yang
hasilnya penggunaan bahan konstruksi tersebut tidak efisien. Sedangkan pada
perkerasan beton prategang, kuat tarik lentur beton ditingkatkan dengan
memberikan tegangan tekan dan tidak dibatasi lagi oleh kuat tarik lentur betonnya.
Dengan demikian tebal perkerasan kaku yang dibutuhkan untuk beban tertentu akan
lebih tipis dari tebal perkerasan kaku konvensional. Secara umu, perkerasan kaku
jenis prestress mempunyai panjang slab sekitar 130 m. Skema dari perkerasan kaku
prategang ditunjukkan berikut.

Gambar 2.8 Skema Perkerasan Kaku Jenis Prestress


(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
Bab 2 – Landasan Teori

E. Perkerasan Kaku Pracetak atau Precast Concrete Pavement


Perkerasan kaku ini juga merupakan jenis nonkonvensional. Keunggulan utama
dari konstruksi perkerasan kaku jenis ini adalah terjaganya mutu perkerasan kaku
sesuai dengan standar pabrik serta waktu pelaksanaan konstruksi yang bisa
dikerjakan lebih cepat. Perkerasan kaku jenis pracetak terbagi lagi ke dalam dua
jenis, yaitu perkerasan kaku pracetak tanpa prategang dan Perkerasan kaku pracetak
dengan prategang.

Gambar 2.9 Skema Perkerasan Kaku Jenis Precast


(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

Gambar 2.10 Tipikal Metode Pemasangan Panel pada Jenis Perkerasan Kaku Pracetak
(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
Bab 2 – Landasan Teori

2.1.1.5 Jenis – Jenis Beban Perkerasan Kaku


Salah satu syarat sebuah struktur adalah dapat menahan segala jenis beban yang
mungkin terjadi selama umur layan. Jenis-jenis beban tersebut dapat bervariasi
sesuai dengan peruntukkan, lokasi, desain, dan material yang digunakan. Tidak
terkecuali untuk perkerasan kaku, penting bagi perencana untuk sadar pentingnya
memperhitungan kapasitas struktur dari jenis beban yang berbeda-beda. Beban
perkerasan kaku tidak hanya berasal dari beban kendaraan, namun banyak faktor
vital yang dapat menyebabkan kegagalan struktur jika tidak dipertimbangkan.
Jenis-jenis beban yang mungkin bekerja pada perkerasan kaku adalah sebagai
berikut.

A. Beban Hidup (Live Loads)


Beban hidup adalah beban yang bersifat sementara dan dinamis. Beban hidup pada
perkerasan kaku yang paling umum adalah adalah beban kendaraan. Beban pada
kendaraan disalurkan melalui sumbu roda, lalu pada roda. Bagian roda yang
bersentuhan langsung dengan permukaan perkerasan jalan disebut bidang kontak.
Posisi pembebanan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembebanan tengah
dan tepi dengan tipe beban statis.

Gambar 2.11 Ilustrasi Distribusi Beban pada Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku
(Sumber: Diklat Perkerasan Kaku 2017, PUPR)

B. Beban Mati (Dead Loads)


Beban mati adalah beban yang bersifat permanen dan statis. Beban mati pada
perkerasan kaku adalah berat sendiri, serta komponen tak bergerak yang menjadi
kelengkapan jalan, misalnya beton pemisah badan jalan, lampu jalan, dan lain-lain.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
Bab 2 – Landasan Teori

C. Beban Lingkungan (Environmental Loads)


Beban lingkungan adalah beban yang mungkin muncul akibat lingkungan dan
cuaca. Beban lingkungan merupakan beban yang sangat penting untuk
dipertihitungkan, karena banyak dari kegagalan struktur perkerasan kaku yang
terjadi akibat lingkungan dan cuaca. Beban lingkungan pada perkerasan kaku
mencakup beban suhu (thermal load) atau gradiennya, dan beban gempa
(earthquake load). Gradien beban suhu (thermal load gradient) adalah beban yang
dapat menyebabkan respon struktur berupa gaya dalam yang berupa tegangan yang
mengakibatkan muai-susut beton.

Pada periode selama umur layan perkerasan kaku, efek dari adanya beban suhu
sangatlah singnifikan. Beban suhu yang diterima oleh permukaan perkerasan dapat
menyebabkan pemuaian. Respons struktur yang terjadi adalah adanya tegangan
gaya dalam (stress) yang bekerja secara tidak seragam di sepanjang ketebalan slab
sebuah struktur perkerasan kaku. Sehingga, slab dapat mengalami kegagalan
struktur, yakni kerusakan seperti crack, pooping, curling, buckling, punch out,
hingga faulting.

2.1.1.6 Tanah Dasar (Subgrade)


Tanah dasar merupakan pondasi yang secara langsung menerima beban lalu lintas
dari perkerasan yang berada diatasnya. Di mana posisi tanah dasar (subgrade)
berada tepat di bawah lapis pondasi bawah (subbase), pondasi (base), atau
perkerasan (slab) berada, maka intregitas dari struktur perkerasan sangat
bergantung pada stabilitas struktur tanah dasar.

Berdasarkan SNI 03-1731-1989 untuk pengujian CBR insitu atau SNI 03-17441989
untuk CBR laboratorium, apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari
2%, maka harus dilakukan peningkatan kapasitas tanah dasar. Apabila CBR
minimun masih tidak dapat tercapai, maka konstruksi perkerasan kaku harus
dipasang komponen pendukung berupa lapis pondasi bawah yang berupa aggregat
batu pecah, atau campuran beraspal bergradasi rapat, atau dapat ditambahkan pula
lapis pondasi yang terbuat dari lean mix concrete setebal 15 cm yang dianggap
mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5%.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
Bab 2 – Landasan Teori

2.1.2 Desain Kapasitas Perkerasan Kaku

2.1.2.1 Kapasitas Lentur (fs) dan Kapasitas Tekan (f’c)


Sebuah perkerasan kaku, seperti halnya dalam ilmu struktur beton, dapat
mengalami kegagalan struktur dari beberapa kondisi. Kondisi kegagalan yang
relatif sering terjadi adalah gagal akibat lentur (flexure), yaitu nilai tegangan tarik
yang dihasilkan dari momen lentur dibagi dengan momen penahan penampang
balok uji. Selain itu juga terdapat gagal akibat tekan (compressive), yaitu nilai
beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani
dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan (SNI 03-4154-1996).
Nilai kekuatan beton tersebut memiliki kapasitas yang berbeda-beda dalam
menerima jenis beban tertentu agar tidak rusak, inilah yang dinamakan sebagai
kapasitas ijin.

Kuat lentur beton mencapai umur rencana diukur pada saat umur 28 hari, salah satu
kontrol kualitas perkerasan kaku beton semen adalah nilai kuat lentur 45 kg/cm2
(4,4 MPa) pada umur 28 hari (Bina Marga, 2010). Kekuatan elemen (penampang)
yang mengalami lentur tergantung pada distribusi material pada penampang, juga
jenis materialnya. Sebagai respon (reaksi) atas adanya lentur yang bekerja pada
penampang struktur maka penampang akan memberikan gaya perlawanan (aksi)
untuk mengimbangi gaya tarik dan tekan yang terjadi pada penampang
(Mulyono, 2004).

Pengujian kuat lentur beton adalah persyaratan paling umum dalam desain
perencanaan perkerasan kaku. Namun, di sisi lain dalam hal pembuatan campuran
beton yang selama ini mengacu pada kuat tekan, menjadi tantangan bagi pelaksana
yang harus melakukan perencanaan beton (job mix design) dan trial terlebih dahulu,
sehingga perlu dilakukan pengkoreksian untuk mendapatkan nilai korelasi.

Nilai korelasi kuat lentur beton dengan kuat tekan beton berhubungan sangat kuat
yang mana nilai koefisien korelasi di antara 0,80 sampai 1,00, dengan benda uji
silinder dan kubus, umur 14 dan 28 hari (Anggi, dkk, 2018). Korelasi kuat lentur
beton dengan kuat tekan beton dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
Bab 2 – Landasan Teori

Gambar 2.12 Hubungan Kuat Tekan Beton dan Kuat Lentur Beton Umur 28 Hari
(Sumber: Anggi, dkk, 2018)

Korelasi antara kuat tekan beton dan kuat lentur beton normal dapat dituliskan:

f𝑠 = −24.321 + 0.675 f′c (MPa) …(2.1)


f′c = 36.031 + 1.481 fs (MPa) …(2.2)

2.1.2.2 Modulus Elastisitas Beton (Ec)


Selain kapasitas tekan (f’c) dan kapasitas lentur (fs), salah satu parameter tingkat
kekuatan campuran beton semen yang digunakan pada perkerasan kaku adalah
Modulus Elastisitas betonnya (Ec). Parameter ini dapat dijadikan sebagai gambaran
seberapa jauh tingkat kekakuan (rigidity) sebuah material. Semakin tinggi E, maka
material akan memiliki kapasitas yang lebih besar sebelum terdeformasi secara
permanen.

Hubungan antara Ec dan f’c dalam satuan MPa pada beton normal dapat dihitung
berdasarkan SNI-02 (Pasal 10.5.1) berikut:

Ec = 4700 √F ′ c (MPa) …(2.3)

Apabila kuat tekan beton dinyatakan dalam jenis K (Kg/cm2), maka modulus
elastisitasnya dapat dihitung dengan rumus turunan berikut:

K
Ec = 4700 √10.197 (MPa) …(2.4)

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
Bab 2 – Landasan Teori

2.1.2.3 Desain Temperatur Perkerasan Kaku


Perencanaan kapasitas termal pada perkerasan kaku diperlukan untuk memastikan
bahwa desain perkerasan kaku tidak mengalami kerusakan akibat pengaruh suhu
selama umur layan. Pada perencanaan desain perkerasan secara analitis, pengaruh
suhu dapat diperhitungkan dengan pendekatan desain praktis yang menggunakan
faktor Temperatur Desain (TD).

A. Gradien Beban Suhu (Gradient Thermal Load)


Beban suhu adalah salah satu beban yang dapat bekerja pada perkerasan kaku yang
berasal dari kondisi lingkungan. Beban suhu yang terjadi pada perkerasan kaku
membentuk terminologi yang disebut dengan gradien suhu atau secara umum
disebut sebagai Gradien Beban Suhu (Gradient Thermal Load). Gradien beban
suhu didefinisikan sebagai perbedaan suhu antara bagian atas dan bawah pada suatu
elemen slab.

Perubahan suhu dapat menghasilkan tegangan pada struktur beton dengan urutan
yang sama besarnya dengan beban mati dan beban hidup dalam beberapa kasus
(Essam, 2017). Tegangan akibat suhu akan dirasakan secara signifikan ketika
ekspansi atau kontraksi termal tertahan karena gradien beban suhu dapat
menyebabkan respon struktur berupa tegangan yang mengakibatkan muai-susut
beton. Gradien beban suhu yang terjadi seringkali tidak linier di sepanjang lapisan
atas menuju bawah slab, oleh karena ini pada penelitian ini dibatasi oleh 2 input
suhu permukaan teratas dan lapisan bawah slab saja sesuai dengan batasan
penelitian pada subbab 1.3.

B. Prediksi Selisih Suhu Permukaan dan Dasar Perkerasan Kaku


Rezqallah (1997) telah menerbitkan jurnal tentang prediksi perbedaan suhu yang
terjadi pada permukaan perkerasan dengan suhu udara, hasil penelitian ini adalah
formula yang dapat digunakan untuk mencari hubungan antara prediksi rata-rata
selisih suhu permukaan perkerasan kaku (DIFF) dengan suhu udara (AIR).

DIFF = 0.248 AIR + 1.577 (°C) …(2.5)


Ket. : DIFF = Prediksi rata-rata suhu perkerasan kaku (°C)
AIR = Suhu udara tertinggi (°C)

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
Bab 2 – Landasan Teori

Data suhu udara (AIR) yang digunakan adalah data suhu tertinggi yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik Surakarta sepanjang tahun 2020 yang berasal dari stasiun
pengamatan di Bandara Adisumarmo. Sesuai dengan lingkup dan batasan penelitian
pada subbab 1.3, hasil perhitungan tersebut akan dijadikan sebagai salah satu
variabel yang akan dimodelkan pada perangkat lunak EverFE.

Tabel 2.1 Pengamatan Suhu Udara pada Stasiun Adisumarmo 2020


Suhu Udara (°C)
No Bulan
Minimal Rata-rata Maksimal
A B C D E
1 Januari 23,0 27,0 31,0
2 Februari 24,0 25,0 32,0
3 Maret 23,0 27,0 32,0
4 April 25,0 28,0 33,0
5 Mei 23,9 27,8 32,6
6 Juni 22,6 27,1 32,5
7 Juli 21,1 26,8 32,4
8 Agustus 22,0 27,0 33,0
9 September 23,0 28,2 34,0 (Maks)
10 Oktober 22,8 27,9 33,1
11 November 22,8 28,0 33,1
12 Desember 22,4 26,5 33,1

C. Thermal Fatigue Crack dan Temperature Design (TD)

Menurut Brown dan Brunton (1986) Fatigue Cracking perkerasan jalan dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

𝐹𝑎𝑡𝑖𝑔𝑢𝑒 𝐶𝑟𝑎𝑐𝑘𝑖𝑛𝑔 = 1.92 Ty (°C) …(2.6)


Ket. : Ty = suhu udara rerata setahun atau 5 tahunan (°C)

Respons struktur perkerasan kaku akibat nilai suhu Fatigue Cracking tersebut akan
digunakan sebagai nilai penentu apakan perkerasan akan mengalami crack atau
tidak akibat pengaruh suhu selama umur layannya.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
Bab 2 – Landasan Teori

Terkait perbedaan suhu pada permukaan dan dasar perkerasan kaku, maka rumus
Temperature Design (TD) untuk Gradien Beban Suhu adalah sebagai berikut:

𝑇𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒 𝐷𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 (TD) = 𝐹𝑎𝑡𝑖𝑔𝑢𝑒 𝐶𝑟𝑎𝑐𝑘𝑖𝑛𝑔 − 𝑇𝑏𝑠 (°C) …(2.7)


Ket. : Tbs = Suhu pada dasar (bottom) slab (°C)

2.1.2.4 Kapasitas Tanah Dasar


Dalam kasus ruas jalan yang sedang peneliti tinjau, ditemui bahwa tanah dasar Ruas
Jalan Surakarta – Gemolong – Geyer batas Kabupaten Grobogan termasuk dalam
jenis tanah lempung. Beberapa parameter karakteristik tanah dasar yang sangat
penting dipakai dalam analisis struktur perkerasan jalan antara lain:

A. Nilai California Bearing Ratio (CBR)


Nilai California Bearing Ratio (CBR) merupakan suatu perbandingan antara beban
percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) yang telah ditetapkan
berdasarkan pengujian yang telah distandarisasi oleh pengetesan pada tanah di
California dan dinyatakan dalam persentase. Nilai CBR dikembangkan untuk
mengukur kapasitas daya dukung terhadap beban di atasnya. Nilai CBR pada tanah
dasar dapat dinaikkan dengan metode pemadatan tanah.

Dari hasil jurnal penelitian yang dilakukan oleh Pudjianto, dkk (2017), didapatkan
hasil analisis CBR tanah dasar rencana sebelum diadakan peningkatan pada tahun
2017 pada ruas Jalan Purwodadi-Geyer adalah sebesar 3.3%. Nilai CBR ini
selanjutnya akan dijadikan acuan untuk analisis permodelan dalam penelitian ini.

B. Modulus Reaksi Tanah Dasar


Koefisien modulus reaksi tanah dasar (ks) adalah sebuah nilai yang
menggambarkan respon penurunan tanah terhadap beban yang diberikan pada suatu
luasan permukaan tanah dasar.

Nilai ks yang digunakan untuk analisis respon perkerasan dalam penelitian ini
diambil berdasarkan nilai CBR tanah dasarnya dengan metode grafik. Lihat gambar
2.13 berikut:

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
Bab 2 – Landasan Teori

Gambar 2.13 Hubungan Antara CBR dengan Modulus Reaksi Tanah Dasar
(Sumber: Pd T-14-2003)

C. Angka Poisson’s Ratio


Angka Poisson’s Ratio (υ) menggambarkan perbandingan regangan yang terjadi
pada sumbu yang tegak lurus terhadap kompresi. Menurut Bowles (1998), besarnya
angka Poisson’s Ratio disajikan dalam tabel 2.1.2 berikut:

Tabel 2.2 Angka Poisson’s Ratio Jenis-Jenis Tanah


No Jenis Tanah Poisson’s Ratio (υ)
A B C
1 Lempung Jenuh 0.40 – 0.50
2 Lempung Tak Jenuh 0.10 – 0.30
3 Lempung Berpasir 0.20 – 0.30
4 Lanau 0.30 – 0.35
5 Pasir Padat 0.2 – 0.40
6 Pasir Kasar - Halus 0.15 – 0.25
7 Batuan 0.10 – 0.40
8 Tanah Loess 0.10 – 0.30
9 Es 0.36
10 Beton 0.15

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
Bab 2 – Landasan Teori

D. Modulus Elastisitas Tanah Dasar


Menurut Bowles (1998) modulus elastisitas tanah dasar dapat dihitung berdasarkan
hubungan modulus resilient dengan nilai CBRnya.

MR Tanah Dasar = 10 𝑥 CBR (MPa) …(2.8)

E. Daya Dukung Ultimit Tanah Dasar


Menurut Bowles (1998) daya dukung ultimit tanah dasar (qu) dapat dihitung
berdasarkan hubungannya dengan nilai CBR sebagai berikut:

qu = 4.3 log (𝐶𝐵𝑅 + 1.7) (kg/cm2) …(2.9)

F. Defleksi Izin Tanah Dasar


Menurut Bowles (1998) defleksi (δ) maksimal yang dizinkan terjadi pada struktur
perkerasan yang berada diatas tanah dasar dapat dihitung dengan rumus:
qu
δ = (m) …(2.10)
ks

Ket. : qu = Daya Dukung Ultimit (kN/m2)


ks = Modulus Reaksi Tanah Dasar (kN/m3)

2.1.2.5 Muatan Sumbu Terberat (MST)


Muatan sumbu terberat adalah berat maksimal pada gandar yang diijinkan ketika
sebuah kendaraan melintasi perkerasan jalan, pembatasan ini diperlukan untuk
mengontrol beban yang diterima agar dapat sesuai dengan umur layan jalan.

Jalan Surakarta – Purwodadi merupakan jalan yang termasuk dalam kelas jalan IIC
(DPU Bina Marga 2020), yakni jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi
permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal di mana dalam komposisi lalu
lintasnya terdapat kendaraan lambat dari kendaraan tak bermotor.

Menurut PP no 43/1993, Pasal 11 Tentang Klasifikasi Menurut Kelas Jalan, muatan


sumbu terberat sesuai peruntukkan jalannya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
Bab 2 – Landasan Teori

Tabel 2.3 Klasifikasi Perkerasan Jalan Menurut Kelas Jalan


Fungsi Kelas Jalan Muatan Sumbu Terberat / MST (Ton)
I <10
Arteri II 8
IIIA <8
IIIA <8
Kolektor
IIIB <8

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan bahwa MST akibat beban sumbu pada
penelitian ini sebesar 8 Ton. Adapun beban overload yang juga akan digunakan
dalam pembebanan diambil dari data Dinas Perhubungan Kota Surakarta. Data
MST ini akan digunakan sebagai pembebanan statis pada EverFE dalam keadaan
beban kendaraan standar. Ekivalensi luas bidang kontak yang akan dimodelkan
dapat dilihat pada Gambar 2.14 di bawah ini.

Gambar 2.14 Bidang Kontak Roda

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
Bab 2 – Landasan Teori

2.1.2.6 Berat Model Kendaraan


Data yang didapatkan dari UPPKB Banyudono berupa 3 buah data saja yang
merupakan akumulasi selama satu tahun dari Agustus 2019 sampai dengan Agustus
2020, yakni:
1. Jumlah Beban Izin (JBI) suatu kendaraan
2. Berat Penimbangannya (BP).
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝐵𝑃) − 𝐽𝐵𝐼
3. %Lebih, yang merupakan 𝑥 100% (%)
JBI

…(2.11)

Oleh karena itu, peneliti melakukan simplifikasi data yang bertujuan untuk
memperoleh berapa Berat Kendaraan yang Akan Dimodelkan (Berat Model
Kendaraan). Dengan cara menggunakan rerata aritmatika %Lebih (poin 3) dari
seluruh nomor penimbangan yang dilakukan di jembatan timbang UPPKB
Banyudono.

Alasan dilakukannya simplifikasi ini adalah karena keterbatasan Perangkat Lunak


EverFE dalam memodelkan distibusi beban ke gandar kendaraan, sehingga antara
gandar depan dan gandar belakang memiliki berat yang sama.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka Berat Model Kendaraan akan diformulasikan


sebagai berikut:
∑ (%𝐿𝑒𝑏𝑖ℎ)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙 𝐾𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 = ( Jumlah Nomor Penimbangan 𝑥 𝑀𝑆𝑇) + 𝑀𝑆𝑇 (Ton)

…(2.12)

Ket. : MST = 8 Ton


Berat Model Kendaraan dalam satuan Ton

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
Bab 2 – Landasan Teori

2.2 Tinjauan Pustaka

Sejak awal perkembangan perkersan kaku di Inggris pada 1870, peneliti mulai
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kegagalan struktur perkerasan kaku.
Perkembangan dan penyelidikan terhadap penyebab kegagalan struktur perkerasan
kaku semakin berkembang sejak saat itu. Hingga peneliti akhirnya menyadari
bahwa beban suhu memiliki peran besar karena dapat memberikan pengaruh
tegangan pada struktur. Westergaard (1927) Melakukan penelitian tentang
temperature curling pada perkerasan kaku dengan menyebutkan bahwa tebal slab
mempengaruhi respons bending.

Hasil pengamatan A. M. Ioannides (1989) menyarankan bahwa membatasi rasio L/l


(panjang/kekakuan slab) menjadi sekitar 4 akan memastikan bahwa tegangan di
bawah Beban Suhu ≥ 30°F (atau kurang) tidak akan melebihi nilai yang sama
dengan sekitar dua kali yang diprediksi oleh Westergaard. Hasil penelitian ini
belum banyak diterapkan pada desain perkerasan beton karena diperlukan
pendekatan numerik yang lebih akurat.

Efek beban suhu yang berupa thermal load dapat diperhitungkan dalam desain
perkerasan beton melalui pemilihan perbedaan suhu kritis dalam hubungannya
dengan pembebanan mekanis. Hingga akhirnya Rufino (2011) dengan
menggunakan dasar dari Hipotesis Miner (1945) telah melakukan penelitian
eksperimental yang terbatas dalam ranah lapangan terbang dengan pembebanan
yang bersal dari roda pesawat untuk memahami respons terukur akibat aksi
simultan dari pengaruh suhu dan kelembaban. Perilaku slab digambarkan relatif
terhadap suhu dengan pengaruh yang linier. Seperti yang diharapkan, tren
perbedaan ini ditemukan berhubungan dengan tren suhu lingkungan dan
kelembaban relatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa slab memiliki periode
harian regangan tarik dan tekan yang sesuai dengan perubahan suhu lingkungan dan
kelembaban relatif.

Sebagian besar penelitian eksperimental berfokus pada pengukuran gerakan


vertikal dan horizontal pelat karena variasi suhu, seperti Armaghani et al. (1987),
Poblete dkk. (1988), Yu dan Khazanovich (2001), dan Rao dkk. (2001), dengan
fokus yang terbatas pada pengaruh suhu terhadap aktivitas lentur beton saja.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
Bab 2 – Landasan Teori

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Zienkiewicz dan Taylor (1994) telah
menyatakan bahwa efek termal dan susut dapat diperlakukan sebagai praregangan
umum dengan cara yang konsisten dengan teori dasar elemen hingga. Penelitian
tersebut kemudian mendorong penerapan analisis pengaruh beban suhu dengan
metode elemen hingga yang dibangun dari formula yang dinyatakan oleh
Rasmussen dan Rozycki (2001), dan Zhang and Li (2001). Ilustrasi hubungan
formula tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.3.2. Penelitian tentang analisis
pengaruh suhu menggunakan metode elemen hingga yang dimodelkan dengan
perangkat lunak kemudian dibahas dalam penelitian David dkk (2003).

David dkk (2003) menyebutkan bahwa kekakuan slab-base (yang terdistribusi


dalam arah x- dan y-) dapat dimodelkan sebagai kesatuan struktur dan memiliki
satuan yang sama dengan modulus subgrade. Tegangan geser yang terjadi juga
dapat dimodelkan dengan menghubungkan parameter perpindahan horizontal
relatif antara lapisan slab dan base. Hubungan ini diasumsikan berlaku secara
independen selama slab dan base tetap dalam kontak (misalnya tegangan normal
tekan ada di antarmuka slab-base). Transfer geser pada slab-base dapat
diakomodasi dengan mengatur kekakuan antarmuka dan geser z > 0. Pemodelan
kehilangan transfer geser ini dengan hilangnya kontak slab-base bisa menjadi
penting, terutama ketika gradien termal disimulasikan (Davids dkk 2003).

Shoukry dkk. (2007) telah melakukan penelitian menggunakan EverFE yang berisi
tentang respon perkerasan kaku terhadap suhu sekaligus menggunakan dasar
pembebanan dengan lalu lintas bergerak. Hasil penelitian ini menyatakan relevansi
dan menjadi salah satu dasar validasi perangkat lunak EverFE, bahwa perangkat
lunak EverFE dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh variasi beban sumbu
(axle load) serta variasi gradien beban suhu (thermal load gradient).

Setelah melihat hasil penelitian sebelumnya, penelitian kali ini difokuskan pada
respon struktur perkerasan kaku yang berupa tegangan pada slab dan defleksi pada
tanah dasar terhadap pengaruh gradien beban suhu yang dimodelkan dengan
melibatkan variabel lain yang berupa tebal slab, nilai CBR, dan beban kendaraan
untuk melihat pengaruhnya terhadap kondisi perkerasan kaku yang menerima suatu
beban suhu tertentu serta melihat kondisi kritis dari variabel yang dimodelkan.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
Bab 2 – Landasan Teori

2.3 Tinjauan Perangkat Lunak EverFE

EverFE adalah perangkat lunak yang dapat digunakan dalam analisis 3D finite-
element untuk mensimulasikan respons sebuah konstruksi dari perkerasan kaku tipe
JPCP terhadap pengaruh axle loads dan efek lingkungan. Hasil analisis EverFE
ditulis dalam format Tcl/Tk/Tix/xTk dengan kode finite-element yang dituliskan
dalam orientasi objek berbasis bahsa pemrograman C++.

Beberapa fitur yang dimiliki EverFE adalah:


1. Kemampuan untuk memodelkan 1, 2, atau 3 slab dengan maksimal
konfigurasi 3x3 units atau grids. Tie bar pada sambungan slab dapat secara
eksplisit dimodelkan.
2. Memiliki sampai dengan tiga base layer dengan opsi ikatan atau tanpa
ikatan. Transfer geser slab-base-subgrade termasuk ke dalam analisis
melalui kekakuan horizontal terdistribusi elastis-plastis antara slab dan alas.
3. Lapisan model paling bawah didasari oleh subgrade yang dapat dimodelkan
dengan atau tanpa tegangan.
4. Kemampuan untuk memodelkan agregat interlocking pada transverse joint.
5. Dowel bisa diletakkan secara presisi sepanjang transverse joint.
6. Dowel yang tidak berada pada alinyemennya atau salah lokasi dapat
dimodelkan.
7. Gradien beban suhu (thermal load gradient) dapat dimodelkan secara linear,
bilinear, atau trilinear sepanjang ketebalan slab. Namun yang digunakan
dalam penelitian ini adalah gradien linier dengan dua titik input (permukaan
dan dasar).
8. EverFE dapat memvisualisasikan tegangan, displacement, dan gaya dalam
dari dowel serta momen, sehingga respons kritis pada struktur dapat diamati.

2.3.1 Dasar Diskretisasi Elemen Hingga pada EverFE


Ada empat elemen dasar dalam analisis elemen hingga di EverFE:
1. 20-noded quadratic brick elements, digunakan untuk mendiskritisasi slab,
base, dan subbase;
2. 8-noded planar quadratic elements, menggabungkan dense liquid fondation
(subgrade) di bawah dari lapisan base yang terbawah;

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
Bab 2 – Landasan Teori

3. 16-noded quadratic interface elements, mengimplementasikan transfer


geser sambungan agregat interlock dan transfer geser pada antarmuka slab-
base;
4. 3-noded embedded flexural elements yang digabungkan dengan 2-noded
shear beam elements, untuk memodelkan dowel pada sambungan melintang
(transverse) dan tie bar pada sambungan memanjang (longitudinal).

Gambar 2.3.1 menunjukkan mesh elemen hingga dari model empat-slab dan elemen
yang sesuai.

Gambar 2.15 Dasar Diskritisasi Finite-Element

2.3.2 Kondisi Batas Permodelan pada EverFE


Kondisi batas (boundary condition) adalah syarat yang diperlukan untuk mencegah
gerakan pada perkerasan kaku (rigid-body), karena hasil analisis yang ditampilkan
dapat berbeda tergantung apakah terdapat lapisan base atau tidak. Dalam kasus di
mana lapisan base dimodelkan, pelat ditahan pada bidang xy horizontal oleh
kekakuan geser antarmuka slab-base seperti yang dibahas, dan menerima dukungan
vertikal dari kontak dengan lapisan base.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
Bab 2 – Landasan Teori

Gerakan perkerasan kaku dari lapisan base dan subbase dicegah dengan membatasi
perpindahan bidang x- dan bidang y- dari suatu node pada muka bidang –x, dan
perpindahan x dibatasi dari node kedua pada muka bidang –x. Dukungan vertikal
dari seluruh sistem disediakan oleh subgrade, yang selalu terhubung sebagai satu
kesatuan di bawah dari lapisan paling bawah dari model.

Jika slab didirikan langsung pada subgrade, dengan kata lain tidak terdapat lapisan
base yang dimodelkan, setiap slab ditahan terhadap perpindahan arah sumbu x dan
y pada satu node pada muka bidang –x, dan slab ditahan terhadap perpindahan arah
sumbu x pada node kedua pada muka bidang –x-nya untuk mencegah gerakan
perkerasan kaku dari setiap slab. Hal ini selaras konsep bahwa dukungan vertikal
memang disediakan oleh subgrade.

Salah satu kelemahan solver MG-PCG yang digunakan oleh EverFE (seperti halnya
dengan semua solver iteratif) adalah sensitivitasnya yang buruk terhadap kondisi
kekakuan model, yang dapat timbul dari input nilai tinggi untuk kekakuan material
dan rasio aspek elemen yang besar. Misalnya, jika nilai yang besar ditentukan untuk
kekakuan antarmuka slab-base (lihat 2.3.3) atau modulus penyangga dowel (lihat
Bagian 2.3.5), efisiensi solver dapat berkurang. Menjaga rasio aspek elemen
maksimum agar kurang dari 5.0 dapat menjaga sensitivitas terhadap rasio aspek
elemen yang besar. Jika rasio aspek elemen yang digunakan lebih besar dari 5.0,
maka waktu running analisis menjadi sangat lama.

2.3.3 Lapisan Slab, Base, dan Subbase pada EverFE


Dalam semua model EverFE, lapisan slab, base dan subbase diperlakukan sebagai
3D, elastis linier, kontinus isotropik. Setiap lapisan didiskritisasi dengan standar
brick elemen 20-node. Jaringan elemen hingga berbentuk bujursangkar dan jumlah
pembagian elemen yang sama digunakan untuk setiap slab dan lapisan base/subbase
di bawah slab pada bidang xy untuk memastikan kompatibilitas pada antarmuka
slab-base. Detail formulasi dan implementasi brick elemen dapat ditemukan dalam
teks elemen hingga seperti Zienkiewicz dan Taylor (1994).

Untuk menjaga keseragaman, analisis dilakukan menggunakan formulasi elemen


isoparametrik dan semua integrasi elemen yang diperlukan dilakukan secara
numerik menggunakan kuadratur Gauss 8 titik (2x2x2).

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
Bab 2 – Landasan Teori

Rilis publik awal EverFE (versi 1.02 dirilis Januari 1998) menggunakan integrasi
Gauss 27 poin (3x3x3). Namun, studi internal yang dilakukan oleh Dept Civil and
Environmental, University of Maine menunjukkan bahwa skema integrasi dengan
orde tinggi membuat waktu komputasi yang lama tanpa meningkatkan akurasi
secara signifikan.

Memodelkan interaksi pada slab dan base sangat penting untuk memprediksi
respons perkerasan terhadap axle load di dekat sambungan dan terhadap gradien
beban suhu atau muai-susut. EverFE memungkinkan analisis ikatan sempurna
antara slab dan base, atau pemisahan slab dan base dengan keadaan terdapat
tegangan pada antarmukanya. Dalam kedua kasus tersebut, slab dan base tidak
berbagi node, dan hambatan pada node digunakan untuk memenuhi kondisi kontak
yang diperlukan (lihat Gambar 2.3.2). Algoritma analisis didasarkan pada rumus
Lagrangian dan hambatan node didasarkan pada tegangan yang terjadi antara slab
dan base.

Gambar 2.16 Memodelkan Pemisahan dan Transfer Geser pada Antarmuka Slab-Base
(Sumber: Dept of Civil and Environmental Engineerig, University of Maine)

Skema transfer geser antara slab dan base menjadi sangat penting ketika
menganalisis pengaruh gradien beban suhu atau muai-susut pada perkerasan kaku.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rasmussen and Rozycki (2001) telah
meninjau faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada skema transfer geser slab-
base dan menyatakan bahwa terdapat pengaruh gesekan dan interlock terhadap
interaksi slab-base.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
Bab 2 – Landasan Teori

2.3.4 Subgrade pada EverFE


Subgrade atau yang disebut sebagai dense liquid fondation dapat mendukung
tegangan (tension) atau tanpa tegangan (tensionless). Perlu diketahui bahwa
subgrade tanpa tegangan tidak memperhitungkan prakompresi karena beban mati,
misalnya defleksi vertikal total, termasuk efek beban mati, hal ini harus diatasi
sebelum tegangan dan kekakuan subgrade menjadi nol.

Elemen 8-node yang diilustrasikan pada Gambar 2.3.1 digunakan secara khusus
untuk mendiskritisasi elemen pada subgrade. Elemen ini menggabungkan fungsi
bentuk kuadrat standar untuk interpolasi terhadap perpindahan vertikal di dalam
elemen subgrade (Zienkiewicz dan Taylor 1994). Formulasi elemen yang
digunakan berjenis isoparametrik, dan semua integrasi elemen yang diperlukan
dilakukan secara numerik menggunakan prinsip kuadratur Gauss 9 titik (3x3) untuk
memastikan hasil yang akurat saat opsi subgrade yang dipilih adalah tanpa
tegangan.

Satu-satunya parameter yang diperlukan untuk elemen ini adalah kekakuan harus
terdistribusi dari subgrade [gaya/volume]. Untuk pondasi tanpa tegangan, jika
terjadi tegangan pada elemen disaat proses running analisis, nilai tegangan dan
kekakuan akan diatur ke nol selama proses integrasi matriks elemen kekakuan dan
menjadi ekivalen terhadap vektor gaya. Untuk supporting subgrade dengan
tegangan, kekakuannya tetap konstan di semua titik.

2.3.5 Dowel dan Tie Bar pada EverFE


EverFE memodelkan dowel dan tie bar dengan 3-
noded, quadratic embedded flexural finite elements
(Davids dan Turkiyyah 1997; Davids 2000).
Pendekatan ini memiliki keuntungan yang
memungkinkan dowel dan tie bar ditempatkan secara
akurat dan dapat mengikuti displacement yang terjadi
(lihat ilustrasi di samping).

Formulasi elemen ini juga memungkinkan efisiensi dalam transfer beban yang
disimulasikan tanpa memerlukan input mesh yang sangat halus pada
sambungannya.
Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap
Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
Bab 2 – Landasan Teori

Selain itu, formulasi dowel tertanam memungkinkan treatment pada celah yang
sempit antara dowel dan slab (dowel looseness). Alternatif lainnya, dowel dapat
dimodelkan sebagai balok pada subgrade, di mana skema spring diapit di antara
dowel dan slab. Kedua opsi untuk mengamati interaksi dowel-slab ini ditunjukkan
secara konseptual pada Gambar 2.3.3(a).

Gambar 2.17 Memodelkan Dowel


(Sumber: Dept of Civil and Environmental Engineering, University of Maine)

2.3.6 Sistem Transfer Beban pada EverFE


Transfer geser agregat interlocking diasumsikan terjadi di seluruh lebar setiap
sambungan melintang dalam model elemen hingga. Opsi linier dan nonlinier
tersedia untuk memodelkan opsi agregat interlocking. Dengan opsi linier, tegangan
geser yang terjadi antara permukaan sambungan sebanding dengan pergerakan
vertikal pada sambungan, dan tegangan geser tidak tergantung pada bukaan
sambungan. Opsi nonlinier mencakup variasi nonlinier dalam hubungan
perpindahan vertikal relatif tegangan geser maupun variasi nonlinier dalam transfer
tegangan geser dengan perubahan bukaan sambungan. Dasar dan implementasi
kedua opsi ini akan dirincikan setelah ini.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
Bab 2 – Landasan Teori

Opsi linier pada sistem agregat interlock adalah pendekatan paling sederhana untuk
memodelkan transfer beban pada sambungan memanjang. Dalam hal ini, hanya
kekakuan sambungan yang ditentukan untuk mengontrol tingkat transfer beban
agregat interlock. Satuan parameter ini adalah gaya/volume, dan analog dengan
tanah dasar (k) yang dapat diartikan sebagai kekakuan pegas per satuan luas.

Kekakuan sambungan yang ditentukan adalah konstan di seluruh area sambungan


dan tidak bervariasi dengan perpindahan vertikal relatif atau bukaan sambungan.
Jika kekakuan sambungan diatur ke nol (nilai default), tidak akan ada transfer beban
agregat interlock, dan nilai yang sangat besar akan menghasilkan efisiensi transfer
beban yang tinggi. Kekakuan sambungan hanya berlaku dalam arah vertikal (z),
dan gerakan sambungan relatif arah bidang -y tidak dibatasi.

Sedangkan pada opsi nonlinier pada sistem transfer beban interlock agregat
memungkinkan pertimbangan baik efek perpindahan sambungan vertikal relatif
maupun bukaan sambungan pada efektivitas transfer beban agregat interlock.
EverFE didasarkan pada model agregat interlock dua fase yang dikembangkan oleh
Walraven (1981, 1994) untuk menghasilkan hubungan konstitutif retak agregat
interlock nonlinier. Retakan diasumsikan mengikuti batas partikel agregat, dan
partikel agregat yang menempel pada pasta semen dianggap berada pada titik lepas.
Model Walraven juga mengasumsikan bahwa partikel agregat dinilai menurut
distribusi Fuller, dengan diameter partikel maksimum (Dmax) dan fraksi volume
agregat (Pk), yang menjadi dasar parameter model.

2.3.5 Pembebanan Sumbu (Axle Loads) pada EverFE


Konfigurasi beban gandar (axle loads) yang tersedia di EverFE merupakan
kumpulan dari beban roda persegi panjang tunggal, dan setiap roda diperlakukan
secara identik oleh kode elemen hingga. Beban roda ditentukan oleh lokasi (x,y)
pusat geometriknya, panjang (L) dan lebar (W) dari bidang kontak ban dengan slab,
serta besarnya beban roda (P). Beban diasumsikan menghasilkan tekanan konstan
pada bidang kontak roda.

Penelitian dari Dept of Civil and Environmental Engineerig, University of Maine


menyebutkan bahwa bahwa kesulitan dapat timbul ketika satu atau lebih beban sub-
area jatuh di luar batas slab, dan tidak dapat ditempatkan di dalam elemen.

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
Bab 2 – Landasan Teori

Perangkat lunak EverFE menangani hal ini dengan memindahkan titik penerapan
beban P di sekitar lingkaran dengan radius yang terus meningkat hingga beban P
masuk ke dalam elemen padat, dan perhitungan kemudian dilanjutkan dengan
detail. Hal ini dapat menurunkan keakuratan metode. Dengan kata lain, beban roda
dengan bagian kontak yang berada di luar batas slab harus dihindari.

2.3.5 Gradien Beban Suhu pada EverFE


EverFE memungkinkan pengguna untuk memodelkan perubahan suhu secara linier,
bi-linear, atau tri-linear yang dapat diatur pada lapisan ketebalan slab, kemudian
respons praregangan (prestrain) dianalisis sebagai efek dari perubahan suhu yang
ditentukan berdasarkan koefisien muai panas yang ditentukan pengguna. Respons
regangan-susut dapat diamati dengan mengubah input yang diinginkan bersamaan
dengan menetapkan nilai untuk koefisien muai panas. Praregangan elemen dapat
diubah menjadi vektor gaya nodal ekivalen dengan metode integrasi finite elemen,
dan dikurangkan dari regangan total selama perhitungan tegangan internal untuk
mendapatkan hasil simulasi dari respons struktur pada hasil analisis.

Distribusi gradien beban suhu dapat dimodelkan secara linier atau nonlinier di
EverFE, maksimal hingga empat titik perubahan suhu di sepanjang ketebalan.
Yaitu, distribusi suhu linier, bilinear, atau trilinear, lihat Gambar 2.18 berikut.

Gambar 2.18 Memodelkan Gradient Suhu pada EverFE


(Kiri Linier, Tengah Bilinier, Kanan Trilinier)

Kajian Pengaruh Gradien Beban Suhu (Thermal Load Gradient) terhadap


Tegangan dan Defleksi pada Perkerasan Kaku Bersambung Tanpa Tulangan
Menggunakan Perangkat Lunak EverFE

Anda mungkin juga menyukai