Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Jalan Raya


Perkerasan jalan adalah bagian dari jalan raya yang diperkeras dengan lapis
konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekuatan, kekakuan serta kestabilan
tertentu agar dapat menyalurkan beban-beban lalu-lintas diatasnya menuju ke tanah
dasar. Perkerasan jalan terdiri atas campuran agregat dan bahan ikat. Agregat yang
dipakai dapat berupa batu pecah, batu belah, batu kali atau bahan lainnya,
sedangkan bahan ikat yang dipakai dapat berupa aspal, semen ataupun tanah liat.
Berdasarkan bahan pengikatnya, jenis konstruksi perkerasan jalan dapat bagi
menjadi :
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan pada
perkerasan ini bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas yang
di pikul ke tanah dasar di bawah perkerasan.
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), adalah perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat
beton dengan maupun tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan
atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas yang di pikul akan
sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), adalah perkerasan
kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur bisa berupa
perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya.
Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan lentur diberikan pada Tabel 2.1

5
6

Tabel 2.1 Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku

(Sumber : Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999)

2.2 Pengertian Perkerasan Kaku


Perkerasan jalan beton semen atau biasa disebut perkerasan kaku merupakan
suatu konstruksi perkerasan dengan bahan baku utama yaitu agregat dan
menggunakan semen sebagai bahan ikatnya. Perkerasan beton yang kaku dan
memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan membagikan beban terhadap area
permukaan tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur
perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri. Perkerasan kaku berbeda dengan
dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari lapisan-
lapisan tebal pondasi bawah, pondasi dan lapisan permukaan (Suryawan, 2009).
Perkerasan beton semen memiliki struktur yang terdiri dari pelat beton semen
yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus
dengan tulangan, terletak di atas pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan
lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Tipikal struktur perkerasan beton semen


(Sumber: Perencanaan perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003)

Perkerasan beton semen dapat dibedakan menjadi 4 jenis:


7

a. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan (Jointed


Unreinforced Concrete Pavement) merupakan jenis perkerasan beton
semen tanpa tulangan dengan ukuran pelat yang mendekati bujur sangkar,
dimana panjang dari masing-masing pelatnya dibatasi oleh sambungan-
sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini berkisar 4-5
meter.
b. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan (Jointed Reinforced
Concrete Pavement) merupakan jenis perkerasan beton semen yang dibuat
dengan tulangan ukuran pelatnya berbentuk empat persegi panjang,
dimana panjang dari setiap pelatnya dibatasi oleh adanya sambungan-
sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini berkisar 8-
15 meter.
c. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan (Continously
Reinforced Concrete Pavement) merupakan jenis perkerasan beton semen
yang terbuat dari tulangan dengan panjang pelat menerus yang hanya
dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan muai melintang. Panjang
pelat dari jenis perkerasan ini lebih besar dari 75 meter.
d. Perkerasan beton semen pra-tegang (Prestressed Concrete Pavement)
merupakan jenis perkerasan beton semen menerus tanpa tulangan yang
menggunakan kabel-kabel pratekan agar mengurangi pengaruh susut,
muai, dan lenting akibat perubahan temperatur dan kelembaban.

Pada perkerasan beton semen, sifat daya dukung perkerasan diperoleh dari
pelat beton semen. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah kadar air
pemadatan, kepadatan, dan perubahan kadar air selama masa pelayanan jalan.
8

2.3 Komponen Konstruksi Perkerasan Kaku


Pada konstruksi perkerasan beton semen, konstruksi utama adalah satu lapis
beton semen yang memiliki mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah (subbase)
berupa cement treated subbase ataupun granular subbbase yang berfungsi sebagai
konstruksi pendukung atau pelengkap.

Gambar 2.2 Skema Potongan Melintang Konstruksi Perkerasan Kaku


(Sumber : Aziz dan Nurhayati, 2006: 7)

Komponen Konstruksi Perkerasan Beton Semen (Rigid Pavement) dapat


dibagi sebagai berikut:
1. Tanah Dasar (Subgrade)
Tanah dasar adalah bagian dari permukaan badan jalan yang dipersiapkan
untuk menerima beban yang bekerja di atasnya yaitu beban konstruksi
perkerasan dan beban lalu-lintas. Tanah dasar ini berfungsi untuk menerima
beban lalu lintas yang telah disalurkan atau disebarkan oleh konstruksi
perkerasan. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk penyiapan tanah dasar
(subgrade) yaitu lebar, kerataan, kemiringan melintang keseragaman daya
dukung dan keseragaman kepadatan.
2. Lapis Pondasi (Subbase)
Letak Lapis pondasi yaitu diantara tanah dasar dan pelat beton semen mutu
bertinggi. Sebagai bahan subbase yang digunakan untuk unbound granular
(sirtu) atau bound granural (CTSB, cement treated subbase).
9

Lapisan ini berfungsi sebagai lantai kerja yang rata dan seragan (uniform).
Apabila subbase tidak rata, maka pelat beton juga tidak rata. Ketidakrataan
ini dapat menimbulkan potensi crack inducer.
3. Tulangan
Pada perkerasan beton semen terdapat dua jenis tulangan, yaitu tulangan
pada pelat beton untuk memperkuat pelat beton tersebut dan tulangan
sambungan untuk menyambungkan kembali bagian dari pelat beton yang
telah terputus (diputus). Tulangan tersebut dapat di golongkan Menjadi:
1) Tulangan Pelat
Pada perkerasan beton semen, tulangan pelat memiliki bentuk, lokasi
dan fungsi yang berbeda dengan tulangan pelat pada konstruksi beton yang
lain seperti pelat gedung, balok dan sebagainya. Tulangan pelat pada
perkerasan beton semen memiliki karakteristik sebagi berikut:
 Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau gulungan.
Pada pelaksanaan di lapangan tulangan yang berbentuk lembaran
lebih baik daripada tulangan yang berbentuk gulungan. Kedua
bentuk tulangan ini dibuat oleh pabrik.
 Lokasi tulangan pelat beton terletak ¼ tebal pelat di sebelah atas.
 Tulangan beton ini berfungsi untuk “memegang beton” agar tidak
retak (retak beton tidak terbuka), bukan untuk menahan momen
ataupun gaya lintang. Sehingga tulangan pelat beton tidak
mengurangi tebal perkerasan beton semen.
2) Tulangan Sambungan
Tulangan sambungan terdapat dua jenis sambungan yaitu tulangan
sambungan arah melintang dan arah memanjang. Sambungan melintang
adalah sambungan yang akan mengakomodir kembang susut ke arah
memanjang dari pelat beton. Sedangkan tulangan sambungan memanjang
adalah sambungan yang akan mengakomodir gerakan lenting dari pelat
beton.
10

C
(Sumber : Aziz dan Nurhayati, 2006: 9)
Ciri-ciri dan fungsi dari tulangan sambungan adalah sebagai berikut:
a. Tulangan Sambungan Melintang
 Tulangan sambungan melintang disebut juga dowel.
 Berfungsi sebagai sliding device dan load transfer device.
 Memiliki bentuk polos, bekas potongan rapi dan berukuran besar.
 Memiliki satu sisi dari tulangan yang melekat pada pelat beton,
sedangkan satu sisi yang lain tidak lekat pada pelat betonnya.
 Lokasinya terletak pada tengah dari tebal pelat dan sejajar dengan
sumbu jalan.
b. Tulangan Sambungan Memanjang
 Tulangan sambungan memanjang disebut juga Tie Bar.
 Berfungsi sebagai unsliding devices dan rotation devices.
 Memiliki bentuk deformed / ulir dan berbentuk kecil.
 Lekatnya pada kedua sisi pelat beton.
 Letaknya pada tengah tebal pelat beton dan tegak lurus sumbu jalan.

4. Sambungan atau Joint


Sambungan atau joint memiliki fungsi sebagai pengendali atau untuk
mengarahkan retak pelat beton akibat shrinkage (susut) maupun wrapping
11

(lenting) agar teratur baik bentuk maupun lokasinya sesuai dengan yang kita
kehendaki atau rencanakan (sesuai desain).
Terdapat dua jenis sambungan yaitu sambungan melintang yaitu
sambungan susut dan sambungan lenting. Sambungan susut buat dengan cara
memasang bekisting melintang dan dowel antara pelat pengecoran
sebelumnya dan pengecoran berikutnya. Sedangkan sambungan lenting
sendiri dibuat dengan cara memasang bekisting memanjang dan tie bar. Pada
celah sambungan harus diisi dengan joint sealent yang terbuat dari bahan
khusus yang memiliki sifat thermoplastic antara lain rubber aspalt, coal tars
maupun rubbers tars.
5. Bound Breaker di atas Subbase
Bound Breaker adalah plastik tipis yang diletakkan di atas subbase agar
tidak terjadi bounding antara subbase dengan pelat beton di atasnya. Selain
itu, permukaan subbase juga tidak boleh di-groove atau di-brush.
6. Alur permukaan atau Grooving/Brushing
Agar permukaan tidak licin pada permukaan beton dibuat alur-alur
(tekstur) melalui pengaluran/penyikatan (grooving/brushing) sebelum beton
disemprot curing compound, sebelum beton ditutupi wet burlap dan sebelum
beton mengeras. Arah alur bisa memanjang maupun melintang.

2.4 Perencanaan Perkerasan Kaku


Untuk dapat memenuhi fungsi perkerasan dalam memikul beban, maka
perkerasan harus:
a. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar sampai batas-batas yang
masih mampu dipikul tanah dasar tersebut tanpa menimbulkan perbedaan
lendutan atau penurunan yang dapat merusak perkerasan itu sendiri.
b. Direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga mampu mengatasi
pengaruh kembang susut dan penurunan kekuatan tanah dasar serta
pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan.
Dalam perencanaan perkerasan kaku ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, antara lain:
12

1. Peranan perkerasan kaku dan intensitas lalu lintas yang akan dilayani.
2. Volume lalu lintas, konfigurasi sumbu dan roda, beban sumbu, ukuran dan
tekanan beban, pertumbuhan lalu lintas, jumlah jalur dan arah lalu lintas.
3. Umur rencana perkerasan kaku ditentukan atas dasar pertimbangan-
pertimbangan peranan perkerasan, pola lalu lintas dan nilai ekonomi
perkerasan serta faktor pengembangan wilayah.
4. Kapasitas perkerasan yang direncanakan harus dipandang sebagai
pembatasan.
5. Daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi
keawetan dan kekuatan pelat perkerasan.
6. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen bukan merupakan
bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang
berfungsi sebagai berikut :
- Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
- Mencegah instrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-
tepi pelat.
- Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
- Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
7. Kekuatan lentur beton (flexural strenght) merupakan pencerminan
kekuatan yang paling cocok untuk perencanaan karena tegangan kritis
dalam perkerasan beton terjadi akibat melenturnya perkerasan beton
tersebut (Pandu dan Mira’j, 2016:20).

2.5 Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Metode Bina Marga 2003


Perencanaan perkerasan kaku dengan metode Bina Marga 2003 (Pd-T-14-
2003) atau Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen merupakan
pedoman perencanaan perkerasan kaku yang dikeluarkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum. Pedoman ini merupakan penyempurnaan Petunjuk Perencanaan
Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) tahun 1985 – SKBI 2.3.28.1985. Pedoman ini
diadopsi dari AUSTROADS, Pavement Design, A Guide to the Structural Design of
13

Pavements (1992). Parameter perencanaan perkerasan kaku Metode Bina Marga


2003 diuraikan sebagai berikut:
1. Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai
dengan SNI 03-173101989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-
1744-1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan
perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil
dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus
(Lean-Mix Concreate) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR
tanah dasar efektif 5%.

2. Pondasi Bawah
Bahan pondasi bawah dapat berupa :
a. Bahan berbutir.
b. Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled
Concrete).
c. Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan
beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis
dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan
pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan
lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk
mereduksi perilaku tanah ekspansif.
Tebal lapis pondasi pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit
mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-
155 serta SNI 03-1743-1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen
bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan Campuran Beton
Kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat
dilihat pada Gambar 2.4 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar
2.5.
14

Gambar 2.4 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen
(Sumber: Perencanaan perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003)

Gambar 2.5 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
(Sumber: Perencanaan perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003)

3. Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural
strenght) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan
pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3-5
MPa (30-50 kg/cm2).
Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti
serat baja, aramit atau serat karbon harus mencapai kuat tarik lentur 5–5,5
15

MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik
lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat.
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton
dapat didekati dengan rumus berikut:
fcf = K (fc’)0,50 dalam Mpa atau..............................(1)
fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2..........................(2)
Dengan pengertian :
fc’ = kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf = kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K = konstanta 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 agregat
pecah.
Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah
beton yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :
fcf = 1,37.fcs, dalam Mpa atau..............................(3)
fcf = 13,44.fcs, dalam kg/cm2................................(4)
Dengan pengertian :
Fcs = kuat tarik belah beton 28 hari

4. Lalu-lintas
Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen,
dinyatakan dalam sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai
dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana.
Lalu-lintas harus dianalisa berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-
lintas dan konfigurasi sumbu. Jenis kendaraan yang ditinjau untuk
perencanaan perkerasan beton semen adalah kendaraan niaga (commercial
vehicle) yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu
untuk perencanaan terdiri dari atas empat jenis kelompok sumbu dapat dilihat
pada Gambar 2.6.
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
- Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
16

- Sumbu tridem roda ganda (STrRG).

Gambar 2.6 Konfigurasi Beban Sumbu


(Sumber: Ari Suryawan, Perkerasan jalan beton semen portland, 2009)

a. Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi


Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas
jalan raya yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan
tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien distribusi
(C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel
2.2.
17

Tabel 2.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien


distribusi kendaraan niaga pada lajur rencana

(Sumber: Pd T-14-2003)

b. Umur rencana
Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur
rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.

c. Pertumbuhan lalu-lintas
Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau
sampai tahap dimana kapasitas jalan dicapai dengan faktor pertumbuhan
lalu-lintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
R = (1 + 𝑖)UR − 1/𝑖 .................................................(5)
Dengan pengertian :
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas
i = Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR = Umur rencana (tahun)

Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan


Tabel 2.3.
18

Tabel 2.3 Faktor pertumbuhan lalu- lintas (R)

(Sumber: Pd T-14-2003)

d. Lalu-lintas rencana
Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga
pada lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta
distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu
jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton)
bila diambil dari survai beban. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama
umur rencana dihitung dengan rumus berikut:
JSKN = JSKN x 365 x R x C ...............................(6)
Dengan pengertian :
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.
R : Faktor pertumbuhan kumulatif yang besarnya tergantung
dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.
C : Koefisien distribusi kendaraan
e. Faktor keamanan beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor
keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan
adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti terlihat pada
Tabel 2.4.
19

Tabel 2.4 Faktor keamanan beban (FKB)

(Sumber: Pd T-14-2003)

5. Bahu Jalan
Bahu jalan dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau
tanpa lapisan penutup beraspal atau lapisan beton semen. Perbedaan
kekuatan antara bahu dengan jalur lalu-lintas akan memberikan pengaruh
pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi dengan bahu beton
semen, sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan dan mengurangi
tebal pelat.
Yang dimaksud dengan bahu beton semen dalam pedoman ini adalah
bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar
minimum 1,50 m atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar
0.60 m, yang juga dapat mencakup saluran dan kereb.

6. Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
- Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh
penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas.
- Memudahkan pelaksanaan.
- Mengakomodasi gerakan pelat.
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara
lain:
- Sambungan memanjang
20

- Sambungan melintang
- Sambungan isolasi
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer),
kecuali pada sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan
pengisi (joint filler).

a) Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)


Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk
mengendalikan terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan
memanjang 3 – 4 m. Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan
batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter 16 mm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
At = 204 x b x h dan
I = (38,3 x ø) +75
Dengan pengertian:
At = Luas penampang tulangan per meter panjang
sambungan (mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak
sambungan dengan tepi perkerasan (m).
h = Tebal pelat (m).
I = Panjang pengikat batang pengikat (mm).
Ø = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.
Tipikal sambungan memanjang diperlihatkan pada Gambar 2.7.
21

Gambar 2.7 Tipikal sambungan memanjang


(Sumber: Pd T-14-2003)

b) Sambungan susut melintang


Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal
pelat (1/4 H) untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau
sepertiga dari tebal pelat (1/3 H) untuk lapis pondasi stabilisasi semen
sebagai mana diperlihatkan pada Gambar 2.8 dan Gambar 2.9.
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton
bersambung tanpa tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan
beton bersambung dengan tulangan 8 – 15 m dan untuk sambungan
perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan
pelaksanaan.
Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm,
jarak antara ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan
mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut.
Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti
lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton. Diameter ruji
tergantung pada tebal pelat beton sebagaimana terlihat pada Tabel 2.5.
22

Gambar 2.8 Sambungan susut melintang tanpa ruji


(Sumber: Pd T-14-2003)

Gambar 2.9 Sambungan susut melintang dengan ruji


(Sumber: Pd T-14-2003)

Tabel 2.5 Diameter Ruji Bina Marga 2003

(Sumber: Principles of Pavement Design by Yoder and Witczak, 1975)


23

7. Prosedur Perencanaan Perkerasan Kaku


Prosedur perencanaan perkerasan kaku didasarkan atas dua model
kerusakan yaitu:
a. Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat.
b. Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh
lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak yang
direncanakan.
Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau
bahu beton. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap
sebagai perkerasan bersambung yang dipasang ruji. Data lalu lintas yang
diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta jumlah repetisi
masing-masing jenis sumbu atau kombinasi beban yang diperkirakan
selama umur rencana.
Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung
berdasarkan komposisi lalu lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik
atau erosi lebih dari 100% , maka tebal taksiran dinaikkan dan proses
perencanaan diulangi. Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil
yang mempunyai total fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau
sama dengan 100%.

2.6 Rencana Anggaran Biaya


Anggaran merupakan suatu bentuk perencanaan penggunaan dana untuk
melaksanakan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu, dibuat dalam bentuk uang,
jam, tenaga kerja atau dalam suatu lain. Penyusunan konstruksi bangunan pada
dasarnya selalu disertai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Membuat
anggaran biaya berarti memperkirakan suatu barang bangunan atau benda yang
akan dibuat dengan teliti. (Dipohusodo Istimewa, Manajemen Proyek dan
Konstruksi Jilid 1, 1995)
Pihak owner membuat perhitungan atau estimasi dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi sejelas-jelasnya tentang biaya yang harus disediakan untuk
merealisasikan poyeknya. Hasil estimasi disebut dengan OE (Owner Estimate) dan
24

hasil estimate yang dilakukan oleh konsultan perencana disebut EE (Engineer


Estimate).
Pihak kontraktor membuat estimate dengan tujuan untuk kegiatan penawaran
terhadap proyek konstruksi pada saat pelelangan atau tender. Formula dasar
perhitungan rencana anggaran biaya adalah sebagai berikut:
RAB = Σ (volume x Harga Satuan Pekerjaan)

2.7 Komponen Rencana Anggaran Biaya


Sebelum menghitung atau merencanakan anggaran biaya dari suatu proyek
terlebih dahulu harus melakukan perhitungan pada komponen-komponen yang
terdapat pada rencana anggaran biaya yang meliputi:
a. Volume Pekerjaan
Kuantitas pekerjaan dapat ditentukan melalui pengukuran pada obyek
dalam gambar (dengan memperhatikan skala) maupun langsung pada obyek
sesungguhnya di lapangan, maka digunakan metode luas penampang rata-
rata dengan menganggap sisi-sisi dari bidang ruang diukur berbentuk garis
lurus. Satuan merupakan lambang yang menyatakan besaran yang diukur,
cara pengukuran, dan ciri-ciri obyek yang diukur. Satuan angka pengukuran
tanpa disertai oleh satuan pengukuran, tidak mempunyai makna, jadi volume
setiap pekerjaan yang dihitung harus mempunyai satuan yang jelas karena
akan berpengaruh pada perhitungan biaya pelaksanaan.
Volume pekerjaan yang dihitung akan sangat berpengaruh terhadap
besarnya biaya yang akan digunakan untuk menyelesaikan volume dari item
tersebut. Satuan yang umumnya digunakan untuk menghitung kuantitas
pekerjaan konstruksi dapat dilihat pada Tabel 2. 6.
25

Tabel 2.6 Satuan

(Sumber: Dipohusodo Istimewa, Manajemen Proyek dan Konstruksi Jilid 1, 1995)

b. Analisa Harga Satuan Dasar (HSD)


Komponen untuk menyusun harga satuan pekerjaan (HSP) memerlukan
HSD tenaga kerja, HSD alat, dan HSD bahan. Berikut ini diberikan langkah-
langkah perhitungan HSD komponen HSP (Kementrian Pekerjaan Umum).
1) Harga Satuan Tenaga Kerja
Untuk menghitung harga satuan pekerjaan, maka perlu ditetapkan
dahulu bahan rujukan harga standar untuk upah sebagai HSD tenaga kerja.
Langkah perhitungan HSD tenaga kerja adalah sebagai berikut:
a) Tentukan jenis keterampilan tenaga kerja, misal pekerja (P),
tukang (Tx), mandor (M), atau kepala tukang (KaT).
b) Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah
(Gubernur, Walikota, Bupati) setempat, data upah hasil survai di
lokasi yang berdekatan dan berlaku untuk daerah tempat lokasi
pekerjaan akan dilakukan.
c) Perhitungkan tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah
dengan memperhtiungkan biaya makan, menginap dan transport.
d) Tentukan jumlah hari efektif bekerja selama satu bulan (24 - 26
hari), dan jumlah jam efektif dalam satu hari (7 jam).
e) Hitung biaya upah masing-masing per jam per orang.
f) Rata-ratakan seluruh biaya upah per jam sebagai upah rata-rata
per jam.
26

g) Nilai rata-rata biaya upah minimum harus setara dengan Upah


Minimum Regional (UMR) daerah setempat (Kementrian
Pekerjaan Umum).

2) Harga Satuan Alat


Analisis HSD alat memerlukan data upah operator atau sopir,
spesifikasi alat meliputi tenaga mesin, kapasitas kerja alat (m3), umur
ekonomis alat, jam kerja dalam satu tahun dan harga alat. Faktor lainnya
adalah komponen investasi alat meliputi suku bunga bank, asuransi alat,
faktor alat yang spesifik seperti bucket untuk excavator, harga perolehan
alat, dan loader dan lain-lain (Kementrian Pekerjaan Umum).
Penggunaan peralatan pada proyek-proyek konstruksi disamping
adanya tuntutan spesifikasi proyek dan teknologi konstruksi, juga dapat
memberikan nilai tambah pada pelaksanaan proyek yang menyangkut
mutu pelaksanaan.
Biaya alat dapat dibedakan atas beberapa bagian, yaitu:
 Biaya alat : segala macam biaya yang dibutuhkan untuk
pengoprasian alat.
 Biaya tetap : biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
status kepemilikan alat, biaya ini tetap ada walaupun alat ini tidak
beroperasi dan besarnya tetapi tidak mengalami perubahan jika
alat tersebut beroperasi.
 Biaya operasi (biaya variabel) : biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan beroperasinya alat tersebut.
 Biaya produksi : biaya penggunaan alat untuk memindahkan
material atau melakukan pekerjaan sebanyak satu satuan.

3) Harga Satuan Bahan


Analisis HSD bahan memerlukan data harga bahan baku, serta biaya
transportasi dan biaya produksi bahan baku menjadi bahan olahan atau
bahan jadi. Produksi bahan memerlukan alat yang mungkin lebih dari satu
27

alat. Setiap alat dihitung kapasitas produksinya dalam satuan pengukuran


per jam, dengan cara memasukkan data kapasitas alat, faktor efisiensi alat,
faktor lain dan waktu siklus masing-masing. Perhitungan HSD bahan yang
diambil dari quarry dapat menjadi dua macam, yaitu berupa bahan baku
(batu kali/gunung, pasir sungai/gunung dll), dan berupa bahan olahan
(misalnya agregat kasar dab halus hasil produksi mesin pemecah batu dan
lain sebagainya) (Kementrian Pekerjaan Umum).

Anda mungkin juga menyukai