Anda di halaman 1dari 23

Tabel.

Perbandingan Tegangan dan Jumlah Pengulangan Beban Yang Diijinkan


PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)
Repetisi Repetisi
Perbandingan Perbandingan
1.1. PENGERTIAN
beban UMUM beban
Tegangan* Tegangan*
Rigidijinpavement atau perkerasan
ijin kaku adalah jenis perkerasan jalan yang
menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasan tersebut, merupakan salah satu jenis
0.51 400000 0.69 2500
perkerasan jalan yang digunakn selain dari perkerasan lentur (asphalt). Perkerasan ini
0.52 300000 0.7 2000
umumnya dipakai pada jalan yang memiliki kondisi lalu lintas yang cukup padat dan
0.53 240000 0.71 1500
memiliki distribusi beban yang besar, seperti pada jalan-jalan lintas antar provinsi, jembatan
0.54
layang (fly 160000 0.72 tol, maupun
over), jalan 1100pada persimpangan bersinyal. Jalan-jalan tersebut

0.55 130000 0.73beton sebagai


umumnya menggunakan 850bahan perkerasannya, namun untuk meningkatkan
kenyamanan100000
0.56 biasanya0.74
diatas permukaan
650 perkerasan dilapisi asphalt. Keunggulan dari
perkerasan kaku
0.57 75000sendiri dibanding perkerasan
0.75 490 lentur (asphalt) adalah bagaimana distribusi
beban disalurkan ke subgrade. Perkerasan kaku karena mempunyai kekakuan dan stiffnes,
0.58 57000 0.76 360
akan mendistribusikan beban pada daerah yangg relatif luas pada subgrade, beton sendiri
0.59 42000 0.77
bagian utama yangg menanggung beban struktural. Sedangkan pada perkerasan lentur karena
dibuat dari material yang kurang kaku, maka persebaran beban yang dilakukan tidak sebaik
pada beton. Sehingga memerlukan ketebalan yang lebih besar.

50

0.66 6000 0.84 40

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

1.2. BAGIAN BAGIAN PERKERASAN KAKU


Perkerasan kaku umumnya hanya terdiri dari dua lapis, yaitu: pelat beton dan
pondasi bawah (subbase). Namun lapisan beraspal kadang – kadang masih digunakan
untuk melapisi permukaan pelat beton (perkerasan komposit). Komponen perkerasan kaku
dapat ditunjukkan pada Gambar berikut.
Gambar lapisan perkerasan kaku

Pada konstruksi perkerasan kaku, perkerasan tidak dibuat menerus sepanjang jalan
seperti halnya yang dilakukan pada perkerasan lentur. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya pemuaian yang besar pada permukaan perkerasn sehingga dapat menyebabkan
retaknya perkerasan, selain itu konstruksi seperti ini juga dilakukan untuk mencegah
terjadinya retak menerus pada perkerasan jika terjadi keretakan pada suatu titik pada
perkerasan. Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya hal diatas adalah
dengan cara membuat konstruksi segmen pada perkerasan kaku dengan sistem joint untuk
menghubungkan tiap segmennya.

Gambar lapisan perkerasan kaku

1.3. FUNGSI LAPISAN PONDASI BAWAH PADA PERKERASAN KAKU


Fungsi lapis pondasi pondasi bawah pada perkerasan kaku:
a. Mengendalikan pengaruh pemompaan (pumping)
b. Mengendalikan aksi pembekuan
c. Sebagai lapisan drainase
d. Mengendalikan kembang susut tanah dasar
e. Memudahkan pelaksanaan, karena dapat juga berfungsi sebagai lantai kerja
f. Mengurangi terjadinya retak pada pelat beton
1.4. PERBANDINGAN PERKERASAN KAKU & PERKERASAN LENTUR
No Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur
Komponen perkerasan terdiri dari pelat Komponen perkerasan terdiri dari lapis aus,
beton yang terletak di tanah atau lapisan lapis pondasi dan lapis pondasi bawah
material granuler pondasi bawah Digunakan untuk semua kelas jalan dan
Kebanyakan digunakan untuk jalan kelas tingkat volume lalu lintas
tinggi Pengontrolan campuran aspal lebih rumit
Pencampuran adukan beton mudah Umur rencana lebih pendek dari perkerasan
dikontrol kaku yaitu sekitar 20 tahun
Umur rencana dapat mencapai 40 tahun Kurang tahan terhadap drainase buruk
Lebih tahan terhadap drainase buruk Biaya awal pembangunan lebih murah
Biaya awal pembangunan lebih tinggi Biaya pemeliharaan lebih besar
Biaya pemeliharaan kecil Kekuatan perkerasan ditentukan oleh kerja
Kekuatan perkerasan lebih ditentukan oleh sama setiap komponen lapisan perkerasan
kekuatan pelat beton Tebal perkerasan adalah seluruh lapisan
Tebal struktur perkerasan adalah tebal pembentuk perkerasan di tanah dasar
pelat betonnya

1.5. SAMBUNGAN (JOINT)


Joint atau sambungan adalah alat yang digunakan pada perkerasan kaku untuk
menghubungkan tiap segmen pada perkerasan. Berfungsi untuk mendistribusikan atau
menyalurakan beban yang diterima plat atau segment yang satu ke saegment yang lain,
sehingga tidak terjadi pergeseran pada segmen akibat beban dari kendaraan.

Gambar Pengaruh Joint Pada Perkerasan Akibat Beban


Ada tiga dasar jenis joint yang digunakan pada perkerasan beton yaitu, constraction,
construction dan isolasi jaoint, disain yang diperlukan untuk setiap jenis tergantung pada
orientasi joint terhadap arah jalan (melintang atau memanjang). Faktor yg penting pada joint
adalah berarti secara mekanis menyambungkan plat, kecuali pada isolasi joint, dengnn
penyambungan membantu penyebaran beban pada satu plat kepada plat lainnya. Dengan
menurunnya tegangan didalam beton akan meningkatkan masa layan pada join dan plat.

1.5.1. Constraction Joint


Contraction joint diperlukan untuk mengendalikan retak alamiah akibat beton
mengkerut, kontraksi termal dan kadar air dalam beton. Contraction joint umumnya
melintang tegak lurus as jalan, tetapi ada juga yg menggunakan menyudut terhadap as jalan
untuk mengurangi beban dinamis melintas tidak satu garis.

Gambar Contraction joint

1.5.2. Construction Joint


Construction joint adalah bila perkerasan beton dilakukan dalam waktu yang berbeda,
transfer construction joint diperlukan pada akhir segmen pengecoran, atau pada saat
pengecoran terganggu, atau melintas jalan dan jembatan. Longitudinal contruction joint
adalah pelaksanaan pengecoran yang dilakukan pada waktu yang berbeda atau joint pada
curb, gutter atau lajur berdekatan.

Gambar Construction joint


1.5.3. Isolation Joint
Isolation joint adalah memisahkan perkerasan dari objek atau struktur dan
menjadikannya bergerak secara independen. Isolation joint digunakan bila perkerasan
berbatasan dengan manholes, drainase, trotoar bangunan intersection perkerasan lain atau
jembatan. Isolation joint yang dipakai untuk jembatan harus memakai dowel sebagai load
transfer, harus dilengkapi dengan close-end expansion cap supaya joint bisa mengembang
dan menyusut, panjang cap 50 mm, dengan kebebasan ujung 6 mm. Setengah dari dowel
dengan cap harus diminyaki untuk mencegah ikatan supaya bisa bergerak secara horizontal.
Isolasi joint pada intersection atau ramp tidak perlu diberi dowel sehingga pergerakan
horizontal dapat terjadi tanpa merusak perkerasan. Untuk mengurangi tekanan yang terjadi
pada dasar plat, kedua ujung perkerasan ditebalkan 20 % sepanjang 150 mm dari joint.
Isolation joint pada inlet drainase, manholes dan struktur penerangan tidak perlu ditebalkan
dan diberi dowel.

Gambar Isolation joint


1.5.4. SISTEM JOINT
Berdasarkan sistem joint yang digunakan, perkerasan kaku dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP)
Perkeraan JPCP mempunyai cukup joint untuk mengendalikan lokasi semua retak
secara alamiah yg diperkirakan, retak diarahkan pada joint sehingga tidak terjadi di
sembarang tempat pada perkerasan. JPCP tidak mempunyai tulangan, tetapi mempunyai
tulangan polos pada sambungan melintangnya yang berfungsi sebagai load transfer dan
tulangan berulir pada sambungan memanjang.
Gambar Jointed Plain Concrete Pavement

b. Jointed Reinforced Concrete Pavement (JRCP)


Jointed Reinforced Concrete Pavement (JRCP) mempunyai penulangan anyaman baja
yang biasa disebut distributed steel, jarak joint bartambah panjang dan dengan adanya
penulangan, retak diikat bersama didalam plat. Jarak antara joint biasanya 10 m (30 feet) atau
lebih bahkan bisa 100 feet.

Gambar Jointed Reinforced Concrete Pavement

c. Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP)


Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP), tidak memerlukan transferse
contraction joint, retak diharapkan terjadi pada plat biasanya dengn interval 3-5 ft. CRCP
didisain dengan penulangan 0,6-0,7 % dari penampang plat, sehingga retak dipegang
bersama. CRCP lebih mahal dari perkerasan yang lainnya, namun dapat tahan lama dan
biasanya dipakai untuk heavy urban traffic.
Gambar Continuously Reinforced Concrete Pavement

1.6. JENIS PERKERASAN KAKU


1. Perkerasan beton semen, yaitu perkerasan kaku dengan beton semen sebagai lapis aus
-bersambung tanpa tulangan
-bersambung dengan tulangan
-menerus dengan tulangan
-pratekan

2. Perkerasan komposit, yaitu perkerasan kaku dengan plat beton semen sebagai lapis pondasi
dan aspal beton sebagai lapis permukaan

1.7. Dasar-dasar Desain


Tebal plat dihitung supaya mampu menahan tegangan yang diakibatkan bebanr oda,
perubahan suhu dan kadar air, serta perubahan volume lapisan dibawahnya. Penerapan
prinsip “fatique” (kelelahan) untuk mengantisipasi beban berulang, dimana semakin besar
jumlah beban lalulintas mengakibatkan ratio tegangan (perbandingan tegangan lentur beton
akibat beban roda dengan kuat lentur beton “MR”) semakin kecil.
Faktor-faktor Yang Berpengaruh
 Peranan dan tingkat pelayanan
 Lalu lintas
 Umur rencana
 Kapasitas jalan
 Tanah dasar
 Lapis pondasi bawah
 Bahu
 Kekuatan beton
Lalu Lintas
Hanya diperhitungkan terhadap kendaraan niaga
Persamaan-persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:
JKN = jumlah kendaraan niaga
JKNH = JKN Harian saat jalan dibuka
R = faktor pertumbuhan lalu lintas
n / m = tahun rencana
i / i’ = pertumbuhan lalu lintas

Tanah Dasar
Parameter yang digunakan adalah modulus reaksi tanah dasar (k) yang didapat
melalui metode pengujian AASHTO T.222-81 atau dari korelasi nilai CBR.Nilai k minimal
adalah2 kg/cm3. Sifat yang perlu diperhatikan dari tanah dasar adalah kembang susut, intrusi
dan pumping, dan keseragaman daya dukung tanah dasar. Apabila digunakan lapis pondasi
bawah maka digunakan nilai k gabungan. Untuk satu ruas jalan, nilai modulus Rencana
digunakan persamaan:

ko = k –2S jalan tol


ko = k –1.64S jalan arteri
ko = k –1.28S jalan kolektor/local
Faktor keseragaman (FK) dianjurkan < 25 %
Tabel. Perkiraan Nilai Modulus Elastisitas Lapis Pondasi
Modulus elastisitas
Jenis bahan
Gpa psi kg/cm2

0.055 - 8000 - 565 -


granular
0.138 20000 1410

50000 - 35210 -
lapis pondasi distabilisasi semen 3.5 -6.9
1000000 70420

40000 - 28170 -
tanah distabilisasi semen 2.8 -6.2
900000 63380

350000 - 24650 -
lapis pondasi diperbaiki aspal 2.4 -6.9
1000000 70420

0.28 - 40000 - 2815 -


lapis pondasi diperbaiki aspal emulsi
2.1 300000 21125

Kekuatan Beton
Untuk desain perkerasan kaku kekuatan beton yang dipertimbangkan adalah kekuatan lentur
(flexural strength) umur28 hari yang didapat dari pengujian menggunakan metode ASTM C-
78 atau korelasi dari nilai kuat tekan beton umur28 hari sbk 28). Korelasi kauat lentur dan
kuat tekan beton dinyatakan dalam persamaan

Nilai MR 28 disyaratkan 40 kg/cm2 atau minimal 30 kg/cm2 (kondisi memaksa!!!)


Tabel. KoefisienDistribusiKendaraanNiagaPadaJalurRencana

Kendaraan niaga
Jumlahjalur
1 arah 2 arah

1 jalur 1 1

2 jalur 0.7 0.5


3 jalur 0.5 0.475

4 jalur - 0.45

5 jalur - 0.425

6 jalur - 0.4

Tabel. Faktor Keamanan

PerananJalan FK

JalanTol 1.2

JalanArteri 1.1

JalanKolektor/Lokal 1
270

0.6 32000 0.78 210

0.61 24000 0.79 160


0.62 18000 0.8 120

0.63 14000 0.81 90

0.64 11000 0.82 70

0.65 8000 0.83

0.67 4500 0.85 30

0.68 3500

* tegangan akibat beban dibagi kuat lentur tarik (MR)


* untuk perbandingan tegangan ≤ 0.50 repetisi beban ijin adalah tidak terhingga
Perhitungan Tulangan

Tujuan tulangan
–Mengurangi retakan
–Mengurangi sambungan plat
–Mengurangi biaya pemeliharaan

Tulanganpadaperkerasanbetonbersambung

As = luas tulangan (cm2/m’)


F = koefisien gesek plat dan lapis bawahnya
L = jarak antar sambungan (m)
h = tebal plat (m)
fs = tegangan tarik ijin baja (kg/cm2)

Tabel. Koefisien Gesek Plat Beton dan Lapis Di bawahnya

Jenis Pondasi KoefisienGesek

Burtu, Lapen dan


2.2
konst.sejenis

Aspal beton,
1.8
Lataston

Stabilisasi kapur 1.8

Stabilisasi aspal 1.8

Stabilisasi semen 1.8

Koral 1.5

Batu pecah 1.5

Sirtu 1.2

Tanah 0.9
Tulangan pada perkerasan beton menerus

Ps = persentasetulanganyang diperlukanterhadappenampangbeton, persentaseminimum


adalah0.6 %
ft = kuattarikbeton(0.4 –0.5 MR)
fy = teganganlelehbetonrencana
F = koefisiengesekplat danlapis bawahnya
n = angkaekivalensiantarabajadanbeton(Es/Ec)
Ec = modulus elastisitasbeton
Es = modulus elastisitasbaja

Tabel. Korelasi Kuat Tekan Beton dan Angka Ekivalensi Antara Baja dan Beton

Kuat Tekan
n
Beton

115 -140 2.2

145 –170 1.8

175 –225 1.8


235 –285 1.8

≥ 290 1.8

Tulangan pada perkerasan beton menerus

Lcr = jarak teoritis antar retakan


p = luas tulangan memanjang per satuan luas
u = perbandingan keliling dan luas tulangan
ft = kuat tarik beton (0.4 –0.5 MR)
fb = tegangan lekat antara tulangan dengan beton rencana
S = koefisien susut beton (400 x 106)
n = angka ekivalens iantara baja dan beton (Es/Ec)
Ec = modulus elastisitas beton
Es = modulus elastisitas baja
PONDASI MESIN

Saya mendapat banyak email yang menanyakan bagaimana merencanakan pondasi


untuk mesin-mesin, terutama yang mengeluarkan getaran. Untuk itu, saya tulis artikel ini
sebagai sumbang saran bagi design engineer yang berkutat di perencanaan pondasi mesin.
Dan saya ingin membagi pengalaman rekayasa dan desain tentang serba serbi pondasi
dangkal khususnya untuk pondasi mesin (rotating equipment) secara umum saja.
Rotating equipment (RE), -saya cenderung memakai istilah RE saja diartikel ini untuk
lebih spesifik dibanding kata “mesin”-, yang harus diletakkan langsung diatas pondasi beton,
banyak macam jenisnya. Dan tiap jenis RE dapat memberikan efek yang harus
diperhitungkan dalam mendesain pondasi pendukungnya.
Jenis RE yang sering dijumpai dalam plant/kilang Migas/Petrokimia/Refinery
misalnya adalah:
1. Kompresor (Reciprocating dan Centrifugal).
2. Turbin (Gas dan Uap/Steam)
3. Pompa (Rotary dan Reciprocating)
4. Genset (biasanya hanya sebagai back up dari system catu daya listrik kilang).
Untuk rekayasa keteknikan pondasi RE ini, sebaiknya kita mempersenjatai diri
dengan membaca beberapa referensi dari beberapa Code dan Standard internasional
misalnya:
ASME B 73.1 M, ACI 207.2R, ACI 318 dan ACI 318R, ACI 504, kemudian serial API
seperti API STD (610, 611, 612, 613, 616, 617, 618, 672, 674, 676, 677) & API RP 6869.
Baik juga ditambah ISO 2631-1 & 2631-2 dan PIP REIE 686 & PIP STC 01015.
Sedangkan untuk pemahaman lebih lanjut, silahkan dibuka referensi kepustakaan
seperti Design of Structures and Foundations for Vibrating Machines oleh Suresh C Arya,
Michael O’Neill & George Pincus, juga Foundation Engineering Handbook oleh Hans F
Winterkon & Hsai Yang Fang, plus Foundation Design for Vibration Machines oleh Suresh C
Arya, Roland P Drewyer & George Pincus.
Sekedar mengingatkan dalam mendesain pondasi untuk RE yang mengeluarkan
vibrasi, saya kutipkan pendapat suhu-suhu pondasi (Suresh C Arya, Michael O’Neill dan G
Pincus) bahwa pondasi akan mengalami akibat getaran seperti berikut ini:
a. Vertical Excitation.
b. Horizontal Translation.
c. Rocking Exictation.
d. Torsional Excitation.
e. Coupled Horizontal Translation & Rocking Oscillation.
Dengan demikian, seorang design engineer harus mempertimbangkan bahwa
bentuk/dimensi dan massa pondasi serta daya dukung tanah harus benar-benar kuat untuk
menahan akibat getaran tersebut. Serta memperhitungkan faktor-faktor sekunder seperti
kondisi sekeliling, antisipasi lemahnya workmanship dari pekerja lapangan dan lain
sebagainya.
Disamping itu, pengertian atas beberapa istilah teknis dan nomenklatur yang juga
patut dipahami, seperti:
a. High Tuned System (HTS) : adalah suatu sistem pondasi pendukung dimana kisaran
frekwensi mesin dibawah frekwensi natural dari sistem secara keseluruhan.
b. Low-Tuned System (LTS): adalah suatu sistem pondasi pendukung dimana kisaran
frekwensi mesin diatas frekwensi natural dari sistem secara keseluruhan.
c. Table Top (TT): Struktur beton bertulang berketinggian untuk menopang/sebagai
dudukan RE.
d. f(n): Frekwensi natural dari system pondasi mesin dalam satuan Hertz.
e. ED: Modulus dinamis elastisitas beton dalam satuan MPa.
f. A: Batas ijin maximum getaran amplitude puncak ke puncak (peak to peak).
g. Grout: Material bersifat semen atau epoksi (epoxy) yang disediakan untuk
keseragaman pondasi pendukung dan sebagai media transfer beban dari instalasi RE
diatasnya ke pondasi. Grout diposisikan dibawah base plate/mounting plate/skid dari
RE. Dan grout haruslah mempunyai sifat non shrink (tidak berkerut).
Menurut saya, atas dasar kepraktisan dan keekonomisan, lebih baik menerapkan azas
desain Low-Tuned System (LTS) terutama untuk RE yang mempunyai RPM (revolutions per
minute) tinggi. RE dengan RPM tinggi cenderung menghasilkan frekwensi natural yang lebih
tinggi dari pada frekwensi natural pondasi beton. Selain daripada itu, LTS memiliki efek
vibrasi yang lebih rendah dari HTS.
Namun penerapan azas LTS tidak disarankan buat RE yang mempunyai RPM rendah
ataupun bervariasi. Untuk kasus seperti ini, azas HTS dianggap lebih baik.
Secara umum, rule of thumb jika kita sebagai perencana tidak ada/tidak bisa
mendapatkan data analisa dinamis (dynamic analysis) dari RE, sengaja kalimat itu saya
tebalkan dan garis bawahi sebagai catatan penting, maka langkah berikut ini bisa kita
pergunakan:
a. Struktur pendukung atau pondasi untuk RE CENTRIFUGAL yang mengeluarkan
output KURANG dari 500 HP (horse power), maka berat pondasi didesain tidak boleh
kurang dari 3 (tiga) kali dari berat RE secara keseluruhan. Terkecuali jika ada
pemberitahuan lain dari pabrik pembuatnya.
b. Sedangkan untuk RE RECIPROCATING yang mengeluarkan output KURANG dari
200 HP, maka berat pondasi didesain tidak boleh kurang dari 5 (lima) kali dari berat
RE secara keseluruhan. Terkecuali jika ada pemberitahuan lain dari pabrik
pembuatnya.
Perbandingan rasio massa 3:1 dan 5:1 ini juga merupakan nilai empiris yang telah
lama dipakai perbandingan untuk massa pondasi terhadap massa RE/mesin. Tentu saja nilai
perbandingan tersebut bisa kita ubah menjadi lebih kecil dan tentu saja harus dibarengi
dengan perhitungan dan bukti terapan dilapangan yang cukup.
Dan meskipun pendekatan dengan metode ini merupakan best practice terhadap rule of
thumb, sebaiknya pada pendesainan tetap dilakukan analisa dinamis untuk memprediksi
perilaku pondasi akibat RE.
Patut dipertimbangkan bahwa untuk penempatan/lokasi pondasi RE haruslah terpisah
dari pondasi dan bangunan lain. Dasar pemikirannya adalah massa pondasi RE maupun efek
getaran yang dihasilkan akan memberikan stress/tekanan pembebanan terhadap pondasi dan
bangunan disampingnya dan ataupun sebaliknya jika tidak ada pemisahan.
Berbicara tentang jarak pemisahan pondasi RE terhadap struktur lain disampingnya,
saya merekomendasikan lebar ruang antara (space) minimal sebesar 2,5 kali lebar pondasi
berukuran terkecil.
Nilai ini dianggap sebagai best practice serta karena stress yang diderita tanah
dibawah struktur/pondasi lain (pada jarak ruang antara tersebut) tidak akan menimpa tanah
dibawah pondasi RE dan sebaliknya. Pada jarak tersebut juga, dapat dihindarkan akibat
negative dari transmisi amplitudo getaran yang merugikan lewat tanah disekeliling.
Tetapi, jika nilai jarak antar tersebut tidak bisa diterapkan karena keterbatasan ruang,
maka diperlukan perhitungan teknis yang dapat memberikan indikasi bahwa transmisi
amplitude getaran masih dapat diterima. Bisa juga dipertimbangkan opsi menggunakan
softboard (misalnya gabus/Styrofoam atau bahan yang tidak rigid) atau menggunakan lapisan
slurry (campuran semen) yang dibuat seperti dinding atau bahkan sheetpiles yang diletakkan
diantara pondasi yang berdekatan. Opsi-opsi diatas tergantung dari hasil perhitungan
amplitudo getaran dan perilaku tanah. Jadi bijaklah menyikapi semua informasi yang didapat
sebelum memutuskan.
Jika pondasi RE ini terletak diarea paving/pavement atau disekeliling slab beton,
maka perlu pula diberikan isolation joint disekeliling pondasi. Untuk penerapan isolation
joint ini disarankan lebar minimum 12 mm dan kedalaman sekitar 20 mm dan material adalah
sesuai penggunaan yaitu jenis material untuk expansion joint. Untuk itu, ACI 504R (Guide
for Sealing Joints in Concrete Structures) bisa dijadikan rujukan.
Dalam menentukan seberapa kedalaman yang layak dari suatu pondasi RE dari muka
tanah khususnya untuk pondasi berbentuk blok, ada beberapa pendapat misalnya minimum
50% dari tebal pondasi yang harus tertanam dalam tanah. Ada juga yang berpendapat
minimum 80%.
Saya pribadi lebih memilih nilai 80 % dengan pertimbangan faktor penambahan
keamanan stabilitas pondasi atas getaran yang bakal diterima. Menurut saya, dengan
berkedalaman lebih juga akan meningkatkan ketahanan lateral dan rasio-rasio peredam untuk
semua mode vibrasi.
Menyikapi perihal tentang tanah, perlulah dipahami kaitan pondasi yang kita desain
dengan tekanan daya dukung tanah. Untuk pondasi dangkal, meskipun kita sudah mendesain
pondasi pendukung sebaik mungkin namun itu semua bakal tidak terpakai jika tanah sebagai
pendukung pondasi tidak cukup baik kualitasnya, terutama daya dukung.
Untuk itu, diperlukan tindakan uji soil investigation, kecermatan dalam membaca hasilnya,
kemudian kecermatan dalam menerapkannya dalam desain. Pemeriksaan terhadap kecukupan
kuat tanah dalam kemampuan kapasitas daya dukung statis dan pertimbangan besar
penurunan (settlement) perlulah dilakukan.
Termasuk juga efek pembebanan dinamis terhadap tanah dan jika diperlukan,
perlakuan lanjutan untuk meningkatkan kapasitas daya dukung dapat saja dilakukan. Banyak
metoda yang dipakai, salah satunya seperti metoda dynamic compaction atau dynamic
replacement seperti yang telah saya tulis diartikel sebelum ini.
Beberapa patokan untuk daya dukung ijin tanah yang dapat dipertimbangkan adalah:
a. Untuk system pondasi high-tuned: tekanan daya dukung tanah tidak melebihi 50%
dari tekanan daya dukung ijin yang diperbolehkan terhadap beban statis.
b. Untuk system pondasi low-tuned: tekanan daya dukung tanah tidak melebihi 75% dari
tekanan daya dukung ijin yang diperbolehkan terhadap beban statis.
Sebagai catatan, daya dukung ijin (Q all) untuk pondasi RE berat haruslah dikurangi.
Hal ini perlu dilakukan untuk menyediakan lebih besar safety factor terhadap
kemungkinan penurunan (settlement) akibat getaran.
Bagaimana dengan penentuan ketebalan minimum? Disamping kita bisa mendapat
masukan pertimbangan atas perbandingan berat dari rasio 3:1 atau 5:1, lebih spesifik dalam
menentukan ketebalan pondasi minimum adalah azas:
0.60 + L/30 (dalam satuan meter).
Misalnya:
Direncanakan panjang (L) pondasi = 1,50 meter maka ketebalan minimum adalah 0.60 + 1,5
m/30 = 0.605 m.
Faktor lain yang patut dipertimbangkan adalah jika ada anchor bolt yang harus ditanam
kedalam pondasi maka meskipun ketebalan minimum sudah terpenuhi dengan azas diatas,
ketebalan harus mengakomodasi panjang anchor bolt tertanam plus ketebalan sekitar
minimum 100 mm diatas lapisan tulangan terbawah.
Untuk lebar minimum, secara teknis nilai berikut ini dapat dipakai yaitu paling tidak
1,5 kali jarak vertical dari dasar ke garis tengah RE dan tambahkan lebar mimimum dengan
area bebas (jarak ke tepi beton) dari base plate/mounting plate/skid RE yaitu 100 mm
kesegala arah.
Jadi misalnya lebar skid 1000 mm maka lebar pondasi disarankan 1000 mm + 100
mm (kiri) + 100 mm (kanan) = 1200 mm.
Mengapa? Hal ini untuk mengantisipasi jika terjadi retak pinggir yang sering terjadi
karena kekurang cermatan pekerja lapangan dalam mengkonstruksi pondasi dan jarak 100
mm ini dipandang cukup mengakomodasi sudut tekanan yang tercipta dari skid.
Sekarang kita masuk kebagian penulangan dan pembetonan.
Penulangan diperlukan untuk menahan gaya-gaya dalam dan momen yang relatif kecil dalam
suatu pondasi berbentuk blok disebabkan oleh ukuran pondasi yang masif. Untuk itu,
minimum jumlah tulangan yang diperlukan lebih banyak diperlukan untuk mengantisipasi
penyusutan dan temperatur beton.
Di ACI 318 memang tidak secara spesifik menyebutkan kebutuhan tulangan
minimum untuk pondasi blok, tetapi pemakaian nilai 0,0018 (sebagai A min tulangan)
dikalikan luasan arah melintang beton dapat dipergunakan sebagai panduan.
Pengecualian terhadap nilai tersebut dapat kita lihat di ACI 207.2R jika ketebalan
pondasi ternyata setelah kita hitung melebihi 1,2 meter. Dimana ketebalan tersebut kita
perlukan lebih pada faktor kestabilan, kekakuan dan peredaman akibat getaran serta untuk
mengakomodasi panjang anchor bolt, maka disarankan tulangan minimum memakai diameter
22 mm dengan jarak maksimum antar tulangan adalah 300 mm (center to center), namun saya
lebih menyukai pemakaian jarak tulangan 200 mm.
Sedangkan jika kita harus menggunakan pier (pengertian ini beda dengan table top),
maka jumlah tulangan minimum yang harus disediakan di pier adalah tidak boleh kurang dari
1% tetapi tidak boleh lebih dari 8% dikalikan luasan potongan melintang beton. Jika
mempergunakan pedestal, maka tulangan minimum tidak boleh kurang dari ½%.
Untuk pondasi dengan ketebalan minimum 500 mm, maka haruslah disediakan
tulangan susut dan penahan temperature beton sesuai ACI 318. Untuk nilai ED dalam
menghitung kekakuan beton, kita memakai:
ED (dalam satuan MPa) = 6560 x kuat tekan beton berpangkat 0,5 (setengah).
Kuat tekan beton disarankan minimum 28 MPa (atau sekitar 4000 psi). Perlu dipahami nilai
modulus dinamis elastisitas harus lebih tinggi dari modulus statis.
Bagaimana dengan eksentrisitas pondasi dengan RE yang berporos horizontal?
Kita tahu bahwa eksentrisitas dapat menimbulkan gaya tidak seimbang yang berujung pada
penambahan momen. Untuk itu perlulah kita batasi besaran eksentrisitas tersebut. Alasannya
adalah untuk meminimalisasi momen-momen sekunder yang bisa saja secara signifikan
mempengaruhi frekwensi natural dari pondasi. Misalnya pondasi dimaksudkan untuk mampu
menahan gaya tidak seimbang vertical dimana gaya tidak segaris dengan titik pendukung
elastis, yang dimana gaya tersebut menghasilkan tambahan gaya putar (rotation) terhadap
vertical displacement.
Nah jika kita tidak menetapkan batasan eksentrisitas yang diijinkan maka
dikhawatirkan (momen sekunder plus momen utama) akan mengakibatkan 2 jenis frekwensi
natural yang mungkin saja secara significant berbeda dengan azas tunggal frekwensi natural
dalam satu system pondasi.
Ada beberapa batasan yang saya anut dalam menentukan nilai eksentrisitas ijin.
Yaitu, untuk eksentrisitas horizontal, tegak lurus terhadap bantalan poros (bearing axis),
antara titik pusat garis berat pondasi dan pusat area kontak tanah tidaklah boleh melebihi nilai
0,05 dikalikan lebar pondasi. Sedangkan jika searah/parallel dengan bantalan poros, maka
tidak boleh melebihi 0,05 dikalikan panjang pondasi.
Jika kita menggunakan pier atau pedestal, maka penerapan nilai tersebut juga harus
disesuaikan plus pertimbangan terhadap center of gravity dari RE. Diatas semua itu, saya
menyarankan, jika dimungkinkan, sebaiknya hindarilah eksentritas. Sedapat mungkin.
Sedikit bahasan tentang rasio rentang frekwensi natural yang diijinkan.
Pembatasan rentang frekwensi natural yang diijinkan dalam suatu system pondasi berkaitan
dalam upaya menghindari bahaya yang terjadi akibat getaran yang berlebihan. Secara umum,
rasio antara frekwensi operasi mesin (f) dengan frekwensi natural dari system pondasi f(n)
tidak diharapkan berada pada rentang 0,7 hingga 1,3.
Sehingga, untuk frekwensi natural HTS harus berada dibawah nilai 0,7 dan untuk LTS f/f(n)
nilainya harus diatas 1,3. Seperti yang kita ketahui, jika rasio f/f(n) mendekat angka 1, akan
terjadi penambahan peningkatan secara cepat terhadap amplitude getaran.
Untuk itulah dalam menyediakan factor keamanan terhadap resonansi getaran, kita
membatasi rentang frekwensi natural ini. Diluar rentang 0,7 – 1,3 ini, respon dinamis
maksimum dari system hanya terbatas sedikit lebih besar dari nilai defleksi statis system
pondasi.
Meskipun demikian, pembatasan rentang frekwensi natural ini sangat sulit dicapai
jika kita mendesain suatu system struktur yang rumit seperti halnya kombinasi kekakuan steel
structure dengan sistim pondasi, pondasi untuk RE yang memilik beragam mode kecepatan,
pondasi untuk RE yang sangat berat (turbo compressor yang berdimensi luar biasa besar
misalnya), maka kita harus menyediakan perhitungan yang lebih rumit (misalnya menghitung
maksimum kecepatan getaran dalam fasa dan 180 derajat diluar fasa, penentuan lokasi
dimana amplitude getaran yang dominan berada dan lain sebagainya). Jika nanti ada
kesempatan, untuk serba serbi frekwensi natural ini akan saya bahas dalam artikel tersendiri.
Untuk itu jika kita harus menyediakan suatu platform struktur baja, terutama jika
mendesain pondasi RE dengan memakai TT (table top), maka platform tersebut sebaiknya
terpisah dengan system pondasi TT. Untuk bagaimana supaya platform dapat bernilai aman
dan nyaman bagi pemakai dilapangan, design engineer sebaiknya membaca ISO 2631-1 &
ISO 2631-2. Referensi itu membahas tentang bagaimana respon seseorang terhadap getaran
bangunan dan kurva berat respon pada kesamaan gangguan terhadap tubuh dan metoda-
metoda bagaimana cara mengatasinya.
Diluar semua perhitungan teknis diatas kertas, seorang engineer haruslah memiliki
“sense of engineering” atau juga disebut “engineering feeling”. “Rasa” ini tidak ada kriteria
bakunya namun bisa terbentuk dan terasah jika seorang engineer setia pada kemauan untuk
berkarya sesuai bidangnya.
“Rasa” ini juga bisa membimbing seorang engineer dalam mendesain suatu konstruksi
yang kuat dan aman, tepat sasaran, tidak rumit, mudah dilaksanakan serta hemat biaya.
Sedikit cerita tentang engineer copas (copy paste).
Suatu ketika karib saya mengirim email, meminta bantuan saya memeriksa pekerjaan desain
pondasi RE (generator/genset) yang dikerjakan staffnya. Setelah membaca hitungan desain,
belum lagi saya memeriksa hitungan yang dikirimkan tersebut, saya langsung mendapat
kesimpulan staff karib saya ini hanya melakukan engineering copas. Sang staff yang
mengaku jebolan konsultan engineering, hanya mengganti angka-angka (dari suatu
perhitungan pondasi lain) dan memberikan kesimpulan dimensi serta menyebutkan bahwa
desain tersebut aman. Aman dari hongkong? Hehehehehe..
Dalam perhitungan tersebut, tidak ada hubungan data teknis dari mesin generator dengan
desain pondasi dibawahnya dan ajaibnya dibawah pondasi generator diberikan usulan
menggunakan cerucuk dolken kayu untuk meningkatkan daya dukung tanah, yang sayangnya
sang staff tidak menuliskan berapa daya dukung tanah yang dihasilkan dengan metoda
cerucuk.
Sehingga tidak ada perhitungan settlement dan daya dukung yang ditulis hanya imajinasi
saja. Sedangkan data teknis generator, yang seharusnya diperhitungkan untuk penentuan
system pondasi, tidak dipakai dan hanya untuk pajangan supaya jumlah halaman teknis jadi
panjang dan terkesan bagus. Saya kemudian menganjurkan karib saya untuk meminta staff
tersebut mendesain ulang dengan kaidah-kaidah yang benar, desain harus memiliki esensi dan
tidak copas. Model copas inilah yang kita harus hindari.
Memang tidak sulit mengganti sekedar angka namun itu berarti kita hanya
berkemampuan meniru, yang kosong, tak berbobot, tak ada nilainya.
Berikut ini saya sajikan contoh perhitungan desain pondasi RE, silahkan dipelajari
untuk mengambil intisarinya/esensinya, melakukan trial dan error, sampai kita merasa kita
mampu melakukan desain secara mandiri.

Anda mungkin juga menyukai