Pavement)
Oleh: Purnomo
ABSTRAK
Dari tahun 2004-1014 telah terjadi kenaikkan harga aspal aspal 300 % dibanding dengan kenaikan
harga semen sebesar 150%, mengakibatkan biaya jalan beton (rigid pavement) lebih kompetitif
dibanding dengan jalan fleksibel. Turunnya kualitas pekerjaan perkerasan fleksibel seperti pemadatan
subgrade yang kurang, kualitas bahan agregat base dan pemadatan yang tidak baik, kesalahan
jobmix formula hotmix yang mengakibatkan setiap musim hujan jalan jalan fleksibel lebih cepat rusak
dibanding dengan jalan jalan beton mendorong opini masyarakat bahwa jalan beton lebih unggul
dibanding dengan jalan fleksibel (aspal). Kondisi ini dengan cepat telah mengubah mindset para ahli
jalan dan otoritas penyelenggara jalan bahwa jalan “beton merupakan solusi terjadinya
kerusakan kerusakan jalan setiap musim hujan”. Ibarat sejata dalam dunia pewayangan
bahwa senjata “cokro baskoro dan “senjata pasopati” pasti bisa memenangkan dalam perang “barata
yhudha”, beton dianggap jenis perkerasan yang bisa menyelesaikan segala kerusakan perkerasan
yang ada sekarang sehingga terjadi program pembetonan jalan dan lainsebagainya. Para pembuat
kebijakan lupa bahwa untuk menggunakan senjata yang ampuh (cokro baskoro, dan pasopati)
dilakukan dengan suatu perenungan atau pembelajaran, dan perhitungan yang cermat untuk
mencari suatu kebenaran dan hanyalah kebenaran yang bisa dicapai dengan senjata tersebut, bukan
didasari pada kepanikan, emosi, ingin cepat selesai sebagaimana yang dilakukan “Buto Cakil” seorang
prajurit sejati yang tak pernah menolak perintah, dan selalu menjaga kehormatannya sebagai
seorang ksatria, yaitu bertempur dengan cara ksatria, tanding, satu lawan satu, yang selalu dengan
mudah mengambil senjatanya yang akhirnya Cakil terhuyung huyung jatuh dengan dada tertembus
keris oleh tangannya sendiri. Itulah gambaran penerapan teknologi yang tanpa dipikir panjang
akhirnya akan menjadi bom waktu pada waktu operasi dan pemeliharaan berikutnya. Beton bila
digunakan sebagai bahan kontruksi perkerasan jalan tentunya lebih tahan terhadap air, dan pada
musim panas tidak terjadi rutting, namun karena sifat beton adalah kaku sangat sensitif terhadap
cracking dan bila sudah retak akan mahal biaya pemeliharaanya bahkan dengan terpaksa harus
diganti dengan konstruksi baru.
Kata kuncinya: tanah dasar yang stabil, sistem drainase baik, dan proses pengecoran yang benar.
1. Pendahuluan.
Perkerasan beton semen atau perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen yang
bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan dowel, atau menerus dengan
tulangan, terletak di atas tanah dasar atau diatas lapisan granular dengan bounding
atau unbounding baik dengan semen atau aspal yang terletak diatas tanah dasar
(subgrade),tanpa atau dengan pengaspalan sebagai lapis permukaan. Tanah dasar
yang terletak dibawah pondasi atau dibawah pelat beton telah dipadatkan dengan
ketebalan tertentu, sehingga tidak terjadi penurunan yang tidak merata. Fedaral
Highway Administration (FHWA) mendefinisikan perkerasan kaku terdiri dari pelat
beton semen yang dibangun di atas lapis pondasi (base) yang berada diatas tanah
dasar. Perbedaan perkerasan kaku dan perkerasan fleksibel yang paling menonjol
adalah cara keduanya dalam menyebarkan beban diatas tanah dasar (subgrade).
Perkerasan fleksibel terbuat dari agregat dan campuran agregat dengan aspal yang
kekakuan dan modulus elastisitas lebih rendah dibanding dengan pelat beton
sehingga penyebaranya beban ke tanah dasar jauh lebih sempit dibandingkan
dengan perkerasan kaku. Karena kekakuan dan modulus elastisnya besar maka
untuk perkerasan kaku kekuatan struktur perkerasan diberikan oleh pelat betonya iti
sendiri, sedangkan untuk perkerasan lentur diberikan oleh ketebalam lapisan lapisan
pondasi bawah, pondasi dan lapis permukaan (gambar 1).
a b
Konstruksi perkerasan dengan bounding cement ini terus berkembang untuk cement
treated base, Roller Compacted Concrete (tahun 1992 di Cikampek- Pamanukan),
Cement Base Course (CBC) di Pantura (1999).
Sedangkan untuk perkerasan kaku mulai dibangun secara masif mulai tahun 1985 di
pelebaran jalan Cawang Muara Karang dan Jalan Tol, dan proyek proyek di Jakarta
sekitarnya (1990-an). Jalan Tol Padalarang – Cileunyi (1992), lingkar Plelen (2001),
Jalan Tol Cikampek- Padalarang (2004), Jalan Tol Plumbon- Palimanan (2004),
Pelebaran jalan Pantura (mulai 2004) dan terus berkembang sampai sekarang.
Umur desain untuk perkerasan kaku sebelum 2014 umumnya 20 tahun dan
sebagian kecil bertahan selama umur desain dengan sedikit pemeliharaan, seperti
jalan Tol padalarang – Ciliunyi, jalan tol Cawang – Grogol, namun banyak yang
umurnya belum 10 tahun sudah mengalami kerusakan yang cukup parah sehingga
memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi seperti perkerasan rigid di Pantura,
Cikampek – Padalarang, Plumbon – Palimanan, pelabaran jalan Tol Jakarta-
Cikampek, Jakarta - Tangerang dan lain sebagainya.
Gambar 4 Konstruksi Rigid diatas tanah lunak Lamongan dibangun tahun 2000
mulai rusak tahun 2005
Gambar 5 Konstruksi Rigid jalan Tol plumbon – Palimanan diatas timbunan tanah
dibangun tahun 2004 mulai rusak tahun 2008, diperbaik yang pecah, diatasnya
diaspal dan sekarang dibongkar diganti dengan fleksibel.
Gambar 6 Konstruksi Rigid jalan dijalur Pantura dibangun tahun 2003 tahun 2010
diganti dengan konstruksi fleksibel.
Gambar 13 Pelat beton pecah akibat penurunan subgrade yang tidak merata
Kesalahan ini lebih disebabkan oleh pemahaman para Satker, PPK, Kontraktor dan
Konsultan supervisi terhadap perkerasan kaku yang kurang.
a. Terjadinya kembang susut subgrade akibat sistem drainase yang tidak baik.
Gambar 16 Drop-off pelat yang disebabkan oleh erosi pondasi (Stahl, 2006)
P
P P
P P
p=kδ P=0
Gambar 17 Letak beban dan tegangan yang bekerja
Persamaan untuk menentukan tegangan lentur dalam pelat untuk beban sudut yang
diberikan oleh Westergaard (1926):
Persamaan untuk menentukan tegangan lentur dalam pelat untuk beban tengah
atau dalam pelat diberikan oleh Westergaard (1926):
Persamaan untuk menentukan tegangan lentur dalam pelat untuk beban pinggir
dalam pelat diberikan oleh Westergaard (1926):
Untuk desian tebal pererasan bisa mdngikuti Manual Desain Perkerasan jalan
Nomor: 02/M/BM/2013 yang diterbitkan oleh Bina Marga.
Gambar 19 JRCP
Gambar 20 CRCP
7. Drainase
Air masuk dibawah perkerasan dapat berasal dari banyak sumber, antara lain:
a. Retakan permukaan ataau lewat joint
b. Pinggiran perkerasan
c. Uap air dari bawah/evaporasi
d. Air capiler dari bawah
e. Air tanah pada musim hujan tinggi
Gambar 21 Sumber air dalam subgrade
Air di dalam tanah dasar dapat merupakan hasil infiltrasi air permukaan atau dari air
tanahnya sendiri. Air yang meresap ke tanah dasar dapat mempercepat rusaknya
perkerasan. Untuk mengurangi meresapnya air hujan dapat dilakukan dengan cara
a. Membuat drainase yang baik
b. Membuat struktur perkerasan /permukaan yang kedap air dan miring menuju
saluran drainase
c. Pemeliharaan bahu jalan yang baik.
8. Pelaksanaan.
a. Perancangan Proporsi Campuran
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen,
agregat kasar, agregat halus dan air. Perencana dapat mengembangkan
pemilihan material yang baik sehingga diperoleh beton yang efisien dan
memenuhi kekuatan batas yang disyaratkan. Tahapan-tahapan perancangan
proporsi campuran beton dapat dilihat pada Gambar 22.
Bahan-bahan beton
Semen
Semen yang digunakan pada pekerjaan konstruksi harus sesuai dengan semen
yang dipakai pada disain proporsi campuran. Ini secara sederhana dapat diartikan
semen yang sama tipenya atau boleh diartikan semen dari sumber yang sama.
Semen yang digunakan harus memenuhi spesifikasi seperti dibawah ini:
a) Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus jenis semen Portland tipe
I, II, III, IV, dan V yang memenuhi SNI 15-2049-2004 tentang Semen
Portland.
b) Semen tipe IA (Semen Portland tipe I dengan air-entraining agent), IIA (Semen
Portland tipe II dengan air-entraining agent), IIIA (Semen Portland tipe III
dengan air-entraining agent), dan PCC (Portland Composite Cement).
Mulai
Bahan lain
Pengujian bahan beton
Memenuhi Tidak
syarat
Ya
Perencanaan campuran beton
(Mix design)
Campuran percobaan
(Pembuatan benda uji beton)
Perawatan
Tidak Memenuhi
syarat
Ya
Formula campuran kerja
(Job mix formula, JMF)
Selesai
Pengecoran dilakukan metode fix form dan dengan peralatan yang sangat
sederhana, pengecoran dengan cara ini sulit mendapatkan suatu kerataan yang
baik.
Pengecoran dilakukan dengan fix form dn dengn paver, pengecoran dengan cara ini
dapat mengasilkan permukaan yang rata namun perlu fix form yang mutunya baik.
Prosedur atau cara menggunakan diagram penentuan besar laju penguapan pada
Gambar 23 :
1. Masukkan nilai suhu udara dalam derajat Farenheit atau derajat Celcius
2. Tarik garis dari nilai suhu udara menuju grafik kelembaban relatif
3. Setelah didapat titik pada grafik kelembaban udara, tarik garis ke arah kanan untuk
suhu beton
4. Tarik garis kembali ke arah bawah untuk mendapatkan titik pada grafik kecepatan
angin
5. Tarik garis ke arah kiri untuk membaca nilai dari penguapan rata-rata (kg/m2/jam)
Contoh pembacaan diagram penentuan besar laju penguapan pada Gambar 2.11:
Contoh 1 : - Suhu udara = 64oF / 18oC
- Kelembaban relatif = 45 %
- Suhu beton = 60oF / 16oC
- Kecepatan angin = 20 mph / 32 km/jam
- Penguapan rata-rata = 0,6 kg/m2/jam
Contoh 2 : - Suhu udara = 86oF / 30oC
- Kelembaban relatif = 40 %
- Suhu beton = 80oF / 27oC
- Kecepatan angin = 20 mph / 32 km/jam
- Penguapan rata-rata = 1,3 kg/m2/jam
Pada kondisi lapangan seperti contoh 1, maka proses pengecoran boleh dilaksanakan
karena laju penguapan masih dibawah 1,0 kg/m2/jam meskipun campuran beton yang
digunakan merupakan campuran beton normal (tanpa bahan tambah apapun).
Sedangkan pada kondisi lapangan contoh 2, pengecoran beton normal (tanpa bahan
tambah apapun) tidak boleh dilaksanakan karena laju penguapan sudah diatas 1,0
kg/m2/jam. Kecuali apabila campuran beton yang digunakan sudah ditambahkan bahan
tambah untuk memperlambat waktu pengikatan/pengerasan (set retarding) campuran
beton, atau pada saat pencampuran bahan-bahan campuran beton air yang digunakan
merupakan air yang dingin (air es) sehingga bisa munurunkan suhu campuran beton,
maka hal ini berakibat pada besaran nilai laju penguapan akan turun.
Apabila lokasi pekerjaan beton tidak dilengkapi dengan fasilitas pelindung dari pengaruh
air hujan dan angin, maka selama turun hujan atau apabila udara penuh debu atau
tercemar maka pekerjaan pengecoran beton harus segera dihentikan.
Kehilangan slump (slump loss)
Kehilangan slump dapat didefinisikan sebagai kehilangan konsistensi beton segar
setelah lewat suatu waktu tertentu. Ini sesungguhnya suatu gejala normal, yaitu air
bebas dalam campuran beton berkurang oleh reaksi hidrasi, oleh absorpsi pada
permukaan beton segar dan oleh penguapan.
Dalam kondisi normal kehilangan slump dapat diabaikan bila terjadi setengah jam
setelah semen teraduk dengan air, tapi akan menunjukkan kehilangan slump yang
cukup besar setelah 1.5 jam oleh pengaruh pengadukan, pengantaran dan
pengecoran.
Biasanya pengukuran slump dilakukan sesudah pencampuran dan kemudian
sebelum beton segar dituang untuk memeriksa apakah konsistensi beton sudah baik,
bila tidak maka akan diadakan penyesuaian yang tepat untuk menjamin cukup
konsistensi bagi pemadatan dan finishing beton yang dicor. Untuk mengatasi ini,
timbul praktek lapangan seperti pada beton ready mix, dibuat slump lebih tinggi dari
rencana sewaktu meninggalkan pabrik pengaduk untuk kompensasi kehilangan
slump yang diperkirakan, atau menambahi air (masih dalam rasio air-semen yang
diijinkan), lalu beton segar diaduk ulang (remixing) sebaik-baiknya sebelum dituang.
Praktek tersebut terakhir ini dikenal dengan kata retempering ("diatur ulang"). Bagi
yang memanfaatkan caracara ini baiknya menggunakan prosedur A dan B yang
tersedia di ACI 305R-91. Dalam hal perbaikan slump dilakukan dengan pemakaian
bahan tambahan kimia dianjurkan berpedoman pada ASTM C494.
Bila inspeksi lapangan dan kontrol mutu lemah, sering kali terjadi pekerja lapangan
melakukan praktek yang jelek dengan menambah ekstra air pada beton segar,
apakah itu perlu atau tidak dengan tujuan ingin memudahkan transportasi beton
segar. Sudah tentu ini harus dihindari karena retempering air berlebihan atau tidak
diaduk ulang (remixing) sesuai aturan akan menyebabkan pengurangan kekuatan,
keawetan dan sifat-sifat lemah lain beton.
Waktu pengikatan (setting time)
Bila semen dicampur dengan air maka akan terjadi reaksi pengikatan (setting).
Dibedakan 2 macam waktu pengikatan (setting) yaitu awal pengikatan (setting) dan
akhir pengikatan (setting). Awal waktu pengikatan didefinisikan sebagai awal
pengerasan (solidifikasi) pasta beton. Begitu juga akhir waktu pengikatan
didefinisikan sebagai akhir solidifikasi beton segar.
Baik awal waktu pengikatan dan akhir waktu pengikatan beton ditentukan oleh
metoda uji yang disebut metoda perlawanan penetrasi ( penetration resistance
method). Khusus untuk waktu pengikatan beton segar diatur oleh ASTM C403. Yang
penting bagi produsen beton adalah makna dari 2 macam waktu pengikatan itu,
yaitu awal waktu pengikatan adalah didefinisikan sebagai batas pengolahan ( limit of
handling) dan akhir waktu pengikatan sebagai permulaan pengembangan kekuatan
mekanis beton. Selanjutnya ASTM C403 mengatakan bahwa awal waktu pengikatan
adalah kira-kira waktu dimana beton segar sudah tidak bisa/boleh diaduk, ditem-
patkan dan dipadatkan secara baik. Sedangkan akhir waktu pengikatan memberikan
kira-kira waktu sesudah itu proses pengembangan kekuatan beton melaju cukup
cepat. Sudah jelas, pengetahuan mengenai waktu pengikatan ini sangat diperlukan
dalam penjadwalan operasi konstruksi beton. Waktu awal pengikatan diperoleh dari
saat antara beton dicampur air dan saat terjadi perlawanan penetrasi sebesar 3.5
Mpa.
Faktor-faktor utama yang berpengaruh pada waktu pengikatan beton adalah kom-
posisi semen, rasio air-semen, temperatur dan bahan tambahan campuran. Karena
itu harus diingat, waktu pengikatan dari pasta semen bisa berbeda dengan waktu
pengikatan beton yang mengandung jumlah semen yang sama namun rasio air-
semen berbeda. Pada umumnya makin tinggi rasio air-semen, makin lama waktu
pengikatan.
Memiliki data uji waktu pengikatan awal dengan memperhitungkan faktor-faktor di
atas akan sangat bermanfaat bagi operasi produksi beton ini. Kalau tidak ada, maka
akan berlaku bahwa agar tetap memenuhi syarat kelacakan, beton segar harus
selesai ditempatkan dan dipadatkan dalam waktu 1.5 jam setelah selesai proses
pencampuran.
Segregasi didefinisikan sebagai terjadinya pemisahan pada komponen-komponen
beton segar sehingga tidak lagi terdistribusi secara homogen. Ada 2 macam
segregasi, yaitu pertama karena beton segar terlalu kering, terjadi pemisahan
mortar dari badan beton (seperti, karena penggetaran berlebihan) sedangkan yang
kedua didefinisikan sebagai fenomena penampakan lapisan air dipermukaan atas
beton setelah penempatan dan pemadatan beton segar tetapi sebelum mulai awal
waktu pengikatan.
Segregasi dan bleeding
Air adalah komponen paling ringan dalam campuran beton segar, sehingga bleeding
adalah bentuk segregasi karena agregat yang lebih berat bergerak ke bawah oleh
gaya gravitasi. Dalam prakteknya selain air naik kepermukaan, banyak yang
tertahan sebagai kantong-kantong air diantara agregat kasar dan tulangan, dimana
di bagian atas kantong-kantong air itu lebih banyak dan lebih besar dari bagian
bawah sehingga bagian atas ini kurang kuat dibanding bagian bawah.
Informasi ini menjadi dasar kuat bahwa segregasi harus sedapatnya dikurangi
karena tidak mungkin beton mencapai kekuatan maksimum bila beton sudah dalam
kondisi tidak padat.
Masalah bleeding ini dapat dikurangi atau dihindarkan apabila semua ketentuan hasil
disain campuran, pengantaran, pengecoran dan metoda penempatan dipenuhi
sebaik-baiknya. Terutama pada segregasi oleh campuran kering, syarat gradasi AK
serta ukuran butir maksimumnya dan gradasi AH nya jangan dilanggar, walau
kadang kala campuran kering dapat dikurangi dengan sedikit tambahan volume air
(retempering). Bagi yang berminat akan pengukuran laju bleeding dan total
kapasitas, bleeding dari suatu campuran beton segar dapat dipelajari di ASTM 0232
Sambungan pada perkerasan beton semen dibuat dengan tipe, ukuran dan pada
lokasi seperti yang ditentukan dalam Gambar. Semua sambungan harus dilindungi
agar tidak kemasukan material yang tidak dikehendaki sebelum ditutup dengan
bahan pengisi.
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh
penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalulintas.
Memudahkan pelaksanaan.
Mengakomodasi gerakan pelat.
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain:
Sambungan memanjang
Sambungan melintang
Sambungan isolasi
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer), kecuali pada
sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi ( joint filler).
9. Kesimpulan.
Dalam laporan Kajian Kebijakan Pembangunan 2014 yang berjudul “ Indonesia
Menghindari Perangkap (Indonesia: Avoiding The Trap)” halaman 97 dikatakan bahwa
‘belanja jalan jalan nasional telah meningkat tiga kali lipat antara tahun 2005
dan 2011 namun hanya menghasilkan peningkatan (output) sebesar 20 persen
dalam pembangunan dan pemeliharaan jalan-jalan. Dari tahun 2005 hingga 2011,
sebagian besar jaringan jalan nasional diperluas melalui jalan strategis. Namun
upaya-upaya itu tidak meningkatkan kemajuan pencapaian sasaran dalam
membangun jaringan jalan-jalan arteri berstandar tinggi yang akan sangat
mendukung kebutuhan ekonomi. Kurangnya perawatan jalan-jalan daerah
merupakan masalah yang serius karena pembangunan jalan baru lebih diprioritaskan
dari pemeliharaan. Diperkirakan bahwa pemeliharaan jalan daerah yang memadai
akan membutuhkan peningkatan dua kali lipat dari tingkat belanja saat ini (Bank
Dunia, 2012)”. Kritikan ini harus kita terima karena banyaknya jalan jalan yang
selesai dibangun atau ditingkatkan atau di lapis dengan program pemeliharaan
berkala, namun umur tidak sampai setengahnya. Ada 4 hal yang kita lupakan atau
lepas diantaranya:
Mutu program, mutu perencanaan (design), mutu pelaksanaan.
Organisasi dan sistem pemeliharaan jalan yang dapat mencegah terjadinya
lobang (pemeliharaan preventive/preservasi).
Delivery System yang tidak menghasilkan pelaksana pembangunan/pemeliharaan
jalan yang dapat membangun/memelihara dengan mutu yang baik.
Partisipasi masyarakat pemakai jalan/ pemanfaat jalan/pemerhati jalan atau
dengan kata lain masyarakat makin permisif terhadap penyelenggaraan jalan.
Akibat kondisi inilah yang menyebabkan produktivitas penyelenggara jalan rendah
dan harus kita perbaiki supaya tidak terjebak dalam fenomena lagu “ gundul gundul
patcul” ciptaan Sunan Kalijogo tahun 19400 –an yang akhir nyanyianya segone
nggelimpang dadi sak latar (sumber daya yang ada mubazir).
10. Referensi.
a. Geoffery griffiths and Nick Thom, Concrete Pavement Design Guidance Note,
Taylor & Francis .
b. ACPA, 1991. Design and Construction of Joints for Concrete Highways,
American Concrete Pavement Association, Portland Cement Association, TB-
010.0D, Arlington Heights, IL, 1991.
c. ACPA, 1998. Guidelines for Partial-Depth Spall Repair, American Concrete
Pavement Association, TB003.02P, 1998.
d. Caltrans, 1996. Caltrans Traffic Manual, Sacramento, CA, 1996.
e. Caltrans, 1999. Standard Specifications, California Department of Transportation, July
1999.