Anda di halaman 1dari 16

PERENCANAAN PENGGUNAAN KONSTRUKSI BAJA BETON

PADA SEBUAH BANGUNAN BERLANTAI BANYAK

Gemilang Ariyadi Budiyani


(202110340311254)
(gilangadi965@gmail.com)

Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Malang
2022
Abstrak

Pada wilayah yang berpenduduk padat serta beregulasi tinggi, akan menyebabkan semakin
meningkatnya kebutuhan ruang yang semakin banyak dan jugamungkin terjadi perluasan vertikal
pada bangunan. Dalam melakukan perluasan secara vertikal tersebut dengan penambahan struktur
yang berangka baja yang berada pada atas struktur eksisting dari yang berangka beton bertulang.
Untuk itu, pada struktur beton bertulang akan saling bekerja sama sebagai satu kesatuan antara baja
serta beton yang mana mekanisme tersebut adalah komposit. Penggunaan material struktur yang
berbeda-beda menjadi pengaruh dalam menentukan nilai R (faktor modifikasi respon) yang
digunakan dalam melakukan hitungan terhadap beban gempa. Untuk peraturan mengenai nilai R
sendiri yang termasuk ke dalam jenis sistem berangka penopang momen gabungan baja serta beton
belum ada di dalam SNI 1726:2012. Oleh sebab itu, dalam pembahasan ini memiliki tujuan
melakukan tinjauan nilai R dan o (variabel kuat lebih) dalam suatu struktur gabungan yang
berangka baja. Dalam pembahasan ini dilakukan dengan batasan hanya pada struktur yang terdapat
dalam keadaan gempa dengan kondisi Tanah Lunak (SE). Dimana akan menetapkan terlebih
dahulu nilai R dalam struktur gabungan dalam melakukan rancangan elemen struktur. Selanjutnya
akan melakukan penganalisisan dengan pushover untuk mendapatkan kurva gaya terhadap
deformasi struktur untuk memverifikasi nilai R dan o agar dapat tercapai. Kemudian dalam
pembahasan ini konsep yang digunakan untuk melakukan hitungan nilai R serta o berlandaskan
pada ATC-19 serta ATC-34 dan juga FEMA P-695.

Kata kunci: Faktor lebih kuat, faktor modifikasi respon, analisis pushover.

In areas that are densely populated and highly regulated, it will lead to an increasing need
for more and more space and also possible vertical expansion of buildings. In carrying out the
vertical expansion, the addition of a steel framed structure is above the existing structure of the
reinforced concrete frame. For this reason, reinforced concrete structures will work together as a
single unit between steel and concrete where the mechanism is a composite. The use of different
structural materials has an influence in determining the value of R (response modification factor)
used in calculating earthquake loads. The regulation regarding the R value itself which is included
in the type of steel and concrete combined moment support frame system does not yet exist in SNI
1726:2012. Therefore, this discussion aims to review the values of R and Wo (overstrength
variables) in a composite structure with a steel frame. In this discussion, it is carried out with
limitations only on structures that are in an earthquake state with Soft Soil (SE) conditions. Where
will first determine the value of R in the combined structure in carrying out the design of structural
elements.analysis pushover to get the force curve against the deformation of the structure to verify
the value of R and Wo so that it can be achieved. Then in this discussion the concept used to
calculate the value of R and Wo is based on ATC-19 and ATC-34 and also FEMA P-695.

Keywords: Stronger factor, response modification factor, pushover.


1. Pendahuluan
Berkembangnya zaman tidak terlepas dari campur tangan manusia yang menjadi
pelaku dari kehidupan. Perkembangan ini membuat manusia harus berpikir lebih keras
lagi dalam mengolah bahan-bahan di bumi menjadi produk yang baru. Hal ini termasuk
dalam penggunaan material konstruksi, yang mana pada era sekarang sudah mulai
bergeser ke penggunaan bahan yang ramah lingkungan. Mengenai keadaan yang ramah
lingkungan, masih sedikit bangunan yang menerapkannya. Hal tersebut terjadi karena
penggunaan material ramah lingkungan masih terbilang baru dan harganya yang relatif
mahal.
Sehingga dalam proses berjalannya, manusia harus memiliki ilmu atau cara
mengenai strategi dalam membangun suatu bangunan. Dalam perkembangan wawasan
pengetahuan tidak terlepas dari hal seperti ilmu arsitektur, dan teknik sipil yang
berhubungan dengan bangunan. Seperti halnya dengan bahan material sudah banyak
diteliti dan diterapkan pada suatu pembangunan mulai dari yang sederhana, yang
tersedia pada alam bebas, sampai dengan materil khusus yang dibuat oleh pabrik. Bahan
material tersebut seperti tanah, bebatuan, kayu, baja, beton. Kemudian bahan material
tersebut memiliki kriteria dasar yag digunakan yaitu, kekuatan (tegangan), kekauan
(deformasi) dan daktilitas (perilaku runtuh).
Sebagian besar proses konstruksi bangunan saat ini pengerjaannya dilakukan di
tempat konstruksi, meskipun ada beberapa bagian konstruksi bangunan dikerjakan di
tempat lain. Penggunaan teknologi ramah lingkungan, selain menjaga lingkungan tetap
asri tetapi juga membawa dampak baik bagi masyarakat tentunya. Memang penerapan
gedung ramah lingkungan ini masih terbilang baru dan tidak mudah untuk dilakukan,
namun masyarakat perlu tahu akan dampak yang ditimbulkan dari ramah lingkungan
tersebut agar semakin banyak bangunan yang menerapkannya.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan pengguanaan ruang yang bertambah tinggi
dan pendukungan oleh regulasi yang berlaku khususnya di wilayah padat, bisa
menyebabkan luasnya vertikal bangunan. Meluasnya vertikal bangunan dengan
penambahan jumlah lantai, dengan dilakukannya penambahan struktur yang berangka
baja dengan berat yang ringan dan tidak sulit dalam pembangunannya, yang berada di
atas struktur kondisi awal yang berangka beton bertulang. Sistem penyangga beban
lateral dalam struktur yang diperluaskan bisa memakai peforma gabungan berangka
momen baja serta berangka momen beton yang menjadi keutuhan sistem rangka momen
bertulang.
Biasanya, sistem berstruktur yang dipakai dalam suatu bangunan yang bertingkat
rendah adalah Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM). Dengan variasi bahan material
struktur berpengaruh dalam memilih nilai R (faktor modifikasi respon) untuk digunakan
dalam hitungan beban gempa. Nilai R untuk kategori sistem rangka pemikul momen
gabungan baja serta beton belum secara eksplisit diatur dalam SNI 1726:2012. Oleh
sebab itu, pada pembahasan ini memiliki tujuan untuk melakukan tinjauan kembali
tentang nilai R dan Ωo (faktor kuat lebih) dalam struktur gabungan yang berangka
momen baja yang berguna untuk struktur atas serta struktur yang berangka beton
bertulang berguna untuk struktur bawah. Dilakukannya kajian hanya sebatas dalam
struktur yang terletak dalam keadaan rawan gempa dengan keadaan Tanah Lunak (SE).
Kategori Desain Seismik (KDS) memiliki pengaruh besar terhadap besarnya nilai R dan
Wo pada struktur pembangunan. Dalam melakukan rancangan elemen berstruktur, nilai
R dalam struktur gabungan ditentukan lebih awal. Selanjutnya melakukan
penganalisisan dengan pushover yang akan didapatkan kurva gaya terhadap deformasi
struktur untuk memverifikasi nilai R dan Ωo yang bisa tercapai. Serta jika suatu nilai
dari R serta o yang didapatkan dari hasil mengevaluasi perkiraan awalnya, sehingga
pada rancangan berstruktur bisa mendapatkan hasil yang terakurat dan terpercaya.

2. Pembahasan
Sistem struktur memiliki tujuan dasar yaitu sebagai pemberi kekuatan terbesar pada
suatu bangunan. Pada struktur bangunan sendiri dapat terpengaruh dengan beban mati
(dead load) yang seperti berat sendiri, beban hidup (live load) seperti beban yang
disebabkan dengan menggunakan suatu ruangam serta bebam khusus yang berupa
menurunya sistem pondasi, tekanan tanah atau air, terpengaruh dari suhu dan beban
akibat gempa bumi. Dengan menambahnya serta berkurangnya suatu beban berdasarkan
waktu yang periodik disebut beban bergoyang. Dimana beban tersebut bahaya jika
kurun waktu bergoyangnya berdekatan dengan kurun waktu struktur serta jika beban
tersebut digunakan di struktur dalam rentang waktunya yang begitu lama bisa
mengakibatkan selutan. Sehingga hal tersebut dapat menyebabakan kerusakan pada
suatu bangunan. Ketika terjadi gempa bangunan akan bergetar, yang memunculkan gaya
lateral pada struktur bangunan yang disebabkan oleh cenderungnya massa bangunan
dalam melakukan pertahanan dari gerakan tersebut (Schodek, 1992).

a. Konsep Dasar Perencanaan

1. Kontruksi Baja Beton


Di dalam kemampuan suatu material untuk menerima tegangan, bisa
dibilang baja sangat mampu dalam tegangan tekan bahkan tarik.
Sehingga sangat berbeda dengan material beton, yang mana pada
perancangannya kuat tariknya tidak diperhitungan melainkan diabaikan,
apalagi ketika terjadi keretakan. Untuk itu, pada struktur beton bertulang
menjadi satu kesatuan antara baja serta beton yang mana prosedurnya
tersebut adalah komposit. Komposit baja dan beton mempunyai
kemampuan dari beton yang memiliki tindakan menguntungkan saat
mendapatkan beban tekanan serta tindakan yang tidak menguntungkan
saat mendapatkan beban tarikan. Namun, pada baja memiliki
kemampuan material yang sangat baik untuk beban tarikan serta
tekanan, akan tetapi harus lebih waspada lagi mengenai bahayanya
tekukan saat mendapatkan beban tekanan.

Pelat beton bertulang yang telah dicor sebagai penopang konstruksi


rangka baja biasanya dirancang dengan asumsi bahwa beton dan pelat
baja bekerja dengan memisah sebagai penahan beban. Efek gabungan
dari interaksi baja serta beton belum dipertimbangkan sejauh ini.
Pengecualian tersebut sesuai dengan tumpuan jika hubungan diantara
lantai atau pelat beton serta bagian atas balok baja tidak bisa diandalkan.
Oleh karenanya, dengan perkembangan teknologi pengelasan,
penggunaan alat penyambung geser digunakan sebagai penambah gaya
geseran secara horizontal yang dihasilkan pada saat batang
dibengkokkan (Salmon & Johnson, 1991).

Pemanfaatan pada kemampuan material baja dan beton tersebut,


apabila digabungkan agar mendapatkan kelebihan sendiri-sendiri dari
baja serta beton diperoleh suatu sitem kontruksi yang aman, ideal,
efektif, ekonomis, kuat serta tahan lama. Secara umum, struktur baja
beton bisa seperti berikut :
1. Kolom baja yang terbungkus oleh beton (a, c)
2. Kolom baja yang berisi beton (b)
3. Balok yang menahan slab beton (d)

Gambar 1. Jenis struktur baja beton


Sumber: Pujianto, As’at (2018)

2. Sistem Struktur Baja Tahan Gempa


Indonesia menjadi salah satu negara dengan daerah yang berada
pada ring of fire. Sehingga wilayah Indonesia memiliki resiko gempa
yang dapat sering terjadi didalam kurun waktu yang belum bisa
diprediksi. Secara alami, sistem struktur baja memiliki resio yang kuat
dari pada berat volume yang tinggi, oleh karenanya dapat menciptakan
suatu bangunan yang relatif ringan. Hal tersebut menjadi salah satu
penyebab yang terpenting pada suatu bangunan dapat tahan terhadap
goyangan gempa. Ketika terjadi getaran, akan timbul gaya dalam
struktur bangunan yang disebabkan oleh kecenderungan massa
bangunan untuk melakukan pertahanan diri dari getaran (Zachari dan
Turuallo 2020).

Berdasarkan SNI 1729:2015 dijelaskan mengenai tujuan dari


perencaan gedung dengan menggunakan struktur baja yaitu agar mampu
menciptakan struktur suatu bangunan yang dapat bekerja secara
maksimal pada keadaan beban kerja rencana dan dapat terpenuhi tujuan
lainnya seperti mempermudah dalam pelaksanaannya. Suatu sistem
struktur dapat dinyatakan layak ketika terpenuhi semua persyaratan
kekuatannya serta kenyamanannya. Yang mana struktur tersebut bisa
dibilang tidak mudah roboh, miring, ataupun bergeser selama umur
rencana bangunan. Kemudian pada suatu perencanaan struktur tahan
gempa dituntuk dengan ketat jika perencanaan sambungan harus lebih
kuat dibandingkan komponen yang sudah sambung, untuk menjamin
apabila selama gempa terjadi, pelelehan tidak terjadi pada sambungan.

b. Hubungan antara nilai R dan Ωo Berdasarkan ATC-19 dan ATC-34

Nilai R dapat mereduksi terhadap besarnya tekanan gempa yang diakibatkan


oleh inersia massa struktur menjadi tekanan gempa rencana, yang didasarkan
dengan peraturan desain ketahanan gempa pada umumnya. Ketika nilai R semakin
besar, dapat menyebabkan tekanan beban gempa renana akan menjadi semakin
kecil. Kemudian untuk nilai R yang besar dibutuhka jaminan oleh keahlihan dari
struktur untuk bertindak daktail ketika mengalami tekanan gempa yang semakin
besar dari yang sudah direncanakan.

Variabel R diperkenalkan awalnya melewati ATC-3-06 tahun 1978 sejak akhir


tahun 1970an. Untuk nilai dari variabel R yang berada dalam suatu aturan hanya
berdasarkan oleh pengetahuan empiris serta cuma menunjukkan pemahaman
kualitatif terhadap reaksi strukturnya yang diinginkan dalam suatu aturan.
Kemudian mulai dari pertengahan tahun 90 sampai dengan sekarang, ilmuan terus
mengadakan studi mengenai layaknya serta membuktikan akan nilai R di dalam
suatu aturan. Dan adanya patokan kunci menjadi pengaruh dan pembentuk
terhadap nilai dari R.

Berdasarkan dari ATC-19 (1995a) serta dari ATC-34 (1995b) jika besarnya
nilai R adalah hasil dari perkalian 3 variabel, yaitu sebagai berikut:

R = RsRRR …….………………………………………………………………..(1)

Dapat diketahui jika, Rs adalah suatu variabel yang menjadi kekuatan (strength
factor), untuk R adalah suatu variabel dari daktilitas (ductility factor), dan untuk
RR adalah suatu variabel dari redunsasi (redundancy factor). Dari tiga variabel
yang sudah disebutkan, terpengaruh oleh periode getaran struktur.

Selanjutnya, mengenai efek dari tidak beraturannya horizotal serta vertikal dan
torsi dalam struktur terdapat dalam persamaan (1). Timbulnya ketidaktetapan
tersebut, menyebabkan besarnya nilai R akan jadi semakin kecil dari pada yang
berstruktur yang teratur. Oleh karena itu, beban gempa akan semakin besar serta
dapat terkurangnya keraguan dari balasan non linier struktur yang tidak teratur
tersebut.
Untuk variabel Rs memiliki pengaruh yang hampir sama oleh variabel kuat
lebih struktur (o) dalam ASCE 7-10. Variabel Rs yang mempunyai nilai yang
lebih besar dari 1 membuktikan jika struktur dapat melakukan penyerapan beban
kegempaan sehingga terhadap seluruh elemen berstruktur dapat tercapai
pelelehannya (Vmax) serta beban kegempaan dapat lebih dari perencanaan (Vd).
Untuk menghitung nilai besarnya Rs dilihat dari persamaan (2).

Rs = Vmax ………………………………………….………………………….(2)
Vd

ATC-19 (1995a) serta ATC-34 (1995b) menjadi pemberi symbol berupa V0 yang
digunakan sebagai pengganti symbol Vmax.

Ketika suatu struktur mengalami pelelehan yang awal (Vy), sehingga dalam
mendapatkan nilai besarnya gaya geser dasar dilakukan dengan cara
menyederhanakan kurva gaya akan berpindahnya menjadi kurva bilinier. Untuk
memperoleh kurva gaya akan perpindahan tersebut bisa dilakukan dengan
menggunakan bantuan analisis berupa analisis pushover. Suatu proses mengenai
idealisasi kurva bilinier menggunakan teori equal energy yang merupakan suatu
proses dengan memberikan asumsi jika luasan area yang tercakup di atas kurva
bilinear sama dengan yang berada di bawah kurva bilinear.

Selanjutnya, nilai R adalah suatu factor yang berfungsi dari rasio daktilitas
perpindahan (). Untuk nilai maks adalah suatu batas maksimum mengenai
perpindahan struktur seperti yang telah berada dalam aturan (FEMA 356, FEMA
440, ASCE 7-10). Sementara itu, nilai u adalah suatu nilai mengenai
berpindahnya ultimate oleh struktur yang pencapaiannya sebentar sebelum terjadi
reruntuhan. Besarnya nilai  lebih terpengaruh dari nilai maks dibandingkan
dengan nilai u seperti pada persamaan (3).

 = maks …..……………………………………….………………………….(3)
y

Gambar 2 tersebut memberikan contoh mengenai kurva gaya geser terhadap


perpindahan atap yang merupakan hasil dari analisis pushover.
Gambar 2. Perbandingan kurva gaya geser dasar dengan perpindahan atap
Sumber: Whittaker, et al., (1999)

ATC-19 (1995a, 1995b) menunjukkan mengenai beberapa persamaan yang


digunakan untuk menentukan besarnya nilai R. Dengan pemberian persamaan
tersebut, digunakan asumsi jika struktur bangunan berlantai bisa diberikan model
desain sebagai sistem dengan satu derajat kebebasannya (SDOF). Berikut
merupakan satu dari banyak persamaan yang bisa diterapkan dalam mendapatkan
nilai R yang dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan tanah di lokasi atau
tempat struktur berada (Miranda dan Bertero, 1994).

μ-1
R = + 1 …………………………..…………………………………..(4)

μ-1

Pada persamaan 4, untuk besar nilai  tersebut tergantung terhadap jenis keadaan
tananhnya pada lokasi strukturnya. Sehingga untul membantu mengetahui
persamaan kondisi tanah tersebut pada lokasi struktur dapat diketahui dari
persamaan berikut.

1 1
=1+ - e -1,5(In(T)-0.6)² ……………………………...……..(5)
10T - μT 2T

Kemudian untuk mengetahui keadaan tanah aluvial, dapat diketahui pada


persamaan berikut:

1 2
=1+ - e -2(In(T)-0.2)² …………………………….………..(6)
12T - μT 5T
Dan untuk mngetahui keadaan tanah lunak, dapat diketahui pada persamaan
berikut:

Tg 3Tg
=1+ - e -3(In(T/Tg)-0.25)² …………………………………..(7)
3T 4T

Yang mana dari persamaan tersebut, dapat diketahui jika T memiliki arti yaitu
waktu getaran fundamental struktur sedangkan Tg memiliki arti yaitu waktu
getaran predominant gerakan oleh tanah.

Variabel redundansi (RR) merupakan variabel yang terpengaruh dengan


banyaknya struktur yang memikul beban kegempaan yang digunakan dalam tiap-
tiap arah. Berdasarkan dengan teori Whittaker, et al., (1999) menjelaskan bahwa
redundansi minimal di suatu gedung dapat dicapai jika mempunyai minimum 4
sistem rangka yang menahan kegempaan ditiap arahnya (ATC-19, 1995al; ATC-
34, 1995b, Whittaker, et al., tahun 1999). Dimana sistem rangka yang menahan
gempa semuanya di dalam struktur mempunyai pengaruh yang hampir sama untuk
menjadi penahan gempa yang terjadi (strength and deformation compatible).
Sehingga membuat sistem rangka penahan gempa tersebut mempunyai pengaruh
akan tingkat redundansi struktural (Whittaker, et al., 1999).

ATC-19 (1995a) menjadi pemberi rekomendasi nilai RR yang mana apabila


semakin sedikit banyaknya rangka yang menahan kegempaan pada suatu
struktural, sehingga variabel RR juga dapat menjadi lebih kecil. Dimana hal
tersebut disebabkan oleh semakin tingginya juga pemberian beban akibat gempa
pada strukturnya.

Dari hasil yang di dapatkan melalui ATC-19 (1995a), ATC-34 (1995b),


ataupun dari Whittaker, et al., (1999) juga sadar jika terdapat variabel lainnya
yang menjadi pengaruh dari nilai R baik secara kualitatif serta tidak langsung juga
berpengaruh pada persamaan (1). Variabel-variabel yang ada diantaranya
mengenai tingginya suatu bangunan, denah dari bangunannya, kemudian resiko
dari bangunan, dan zona gempa yang setidaknya butuh diikutkan ketika dilakukan
evaluasi keseluruhan terhadap nilai R yang terdapat di dalam peraturan.
Tabel 1. Pengusulan terhadap variabel redundansi
Sumber: ATC-19 (1995a)

c. Hubungan antara Nilai R dan Ωo Berdasarkan FEMA P-695

Mulai dikeluarkannya ASCE 7-10, besarnya nilai dari variabel daktilitas


struktur berdasarkan dengan judgement mengenai karakter suatu gedung yang
memiliki desain secara daktail dari pengetahuan kegempaan yang terjadi pada
zaman dulu. Berdasarkan ASCE 7-10 dijelaskan jika dibutuhan observasi serta
analisa terhadap nilai variabel daktilitas struktural. Kemudian dihitung kembali
besarnya variabel daktilitas struktural seperti yang dimaksudkan dalam penjabaran
ASCE 7-10 yang tertuju dalam FEMA p-695 (2009). Di dalam ASCE 7-10,
pengertian faktor daktilitas struktur mempunyai persamaan dengan FEMA P-695
(2009) yang mana metode yang dibagikan sudah signifikan dengan desain
struktural ketahan kegempaan sekarang ini.

Gambar 3. Definisi terhadap factor daktilitas struktru dari kurva V-


Sumber: FEMA P-695 (2009)
Sama halnya dengan penggunaan ATC-19 dan ATC-34 tersebut, agar bisa
menggunakan suatu hitungan ulang variabel daktilitas struktural dengan FEMA P-
695 (2009) sehingga dibutuhkan kurva gaya akan berpindahkan suatu struktural
(V-). Dimana dalam perhitungan tersebut untuk memperolehnya melalui suatu
analisis berupa pushover. Dengan kurva V- seperti dalam gambar di atas
tersebut, bisa menjelaskan mengenai perilaku struktur dari keadaan elastic sampai
dengan tercapainya keadaan inelastik ketika struktur hampir mengalami
keruntuhan. Kemudian ketika struktur belum memberikan petunjuk mengenai
keadaan inealastik, maka akan mengalami kesulitan saat melakukan perhitungan
variabel daktilitas struktur. Yang mana hal tersebut disebabkan oleh kurva V-
yang masih merupakan diagonal lurus dan belum menjadi kurva yang membentuk
parabola. Selanjutnya sesuai dengan gambar 3 yang ditunjukkan di atas, yang
telah terambil dari FEMA p-695 (2009), yang mana besar variabel modifikasi
respon (R) bisa didapatkan melalui persamaan (8) seperti di bawah.

VE
R= … …………………………..…………………………………..(8)
V
μ-1

Dari persamaan tersebut, VE dapat diartikan sebagai besarnya gaya gempa


dalam suatu struktur supaya memiliki perilaku elastic penuh yaitu terjadinya pada
saat nilai R = 1. Sementara itu, V adalah suatu pemberian rencana gempa pada
saat perancangan struktur. Kemudian kurva V- pada gambar di atas tersebut serta
adanya kurva design earthquake ground motion menggambarkan kurva demand.
Nilai o yang terdapat dalam gambar di atas juga bisa dilakukan perhitungan
dengan menggunakan persamaan beriut.

Vmax
o = … …………………………..…………………………………..(9)
V
μ-1

Dimana Vmax adalah suatu besaran gaya gempa maksimal yang dapat diangkat
oleh sistem struktur sampai keseluruhan elemen struktur yang meleleh. Dengan
makin besarnya nilai dari o akan memperlihatkan jika struktur mempunyai
muatan yang lebih semakin besar, oleh karena itu dapat menghasilkan gaya gempa
yang dibutuhkan supaya seluruh dari elemen strukurnya mengalami pelelehan
yang juga akan semakin besar. Dalam menerapkan gaya sari struktur atas ke
struktur bawah digunakannya nilai o yang memiliki fungsi untuk perancangan
basemen atau pondasi. Hal tersebut bertujuan agar terjaminnya struktural bawah
supaya tidak mengakibatkan kesalahan yang dahulu dari pada struktural di
atasnya.
Sedangkan untuk memperoleh nilai dari variabel yang mejadi pembesaran
terhadap perpindahan (Cd) bisa digunakan persamaan sebagai berikut.


Cd = ……………………………..…………………………………..(10)
E/R

Nilai  adalah nilai yang menunjukkan perpindahan ketika struktur akan


mencapai keadaan yang meleleh. Sementara itu, nilai E/R adalah nilai yang
menunjukkan besaran perpindahan ketika struktur terkena beban kegempaan
perencanaan sebesar V.

Seluruh penilaian dari variabel daktilitas struktural pada gambar 3 bisa dengan
langsung didapatkan jika memiliki kurva demand digambarkan bersama kurva V-
 (kurva kapasitas). Untuk memperoleh kurva demand dari garfik balasan
spektrum kecepatan kegempaan dalam struktural yang dijelaskan sebagai fungsi
spectral kecepatan (Sa) akan waktu getaran (T). Oleh karenanya demand
mempunyai pendekatan yang beda untuk kurva kapasitas. Yang mana kana
menyebabkan masalah jika kedua kurva tersebut tergambar secra bersamaan.

FEMA P-695 (2009) menunjukkan substitusi supaya kurva demand serta


kapasitas dapat terubah pada desain ADRS (Acceleration Displancement Respon
Spectra). Kurva ADRS dinyatakan sebagai fungsi Spectral Acceleration, Sa
(ordinat) terhadap Spectral Displancement, S-d (absis). Kurva demand serta
kapasitas pada desain ADRS yang tergambar dalam suatu grafik bisa terlihat pada
gambar 4 di bawah tersebut.

Gambar 4. Definisi variabel daktilitas struktur dari kurva ADRS


Sumber: FEMA (2009)
Kurva kapasitas yang didapatkan dari analisis pushover pada fungsi V- bisa
terubah dengan langsung ke fungsi Sa-Sd jika analisis pushover memakai software
ETABS. Konversikan ke format ADRS berdasarkan dengan dugaan jika 100%
berat terefektif ketahanan kegempaan ikut partisipasi di waktu getar fundamental
struktural, T berdasarkan dengan persamaan 12.8-1 dari ASCE 7-05 (FEMA,
2009). Kemudian kurva demand (MCE Ground Motions) adalah suatu kurva
repson spektrum yang dengan langsung bisa di generate dengan software. Kurva
tersebuat terbuat oleh cara dimasukannya nilai Ca serta Cv yang sesuai grafik
balasan spektrum kegempaan dengan kurun waktu ulang 2500 tahun.

Selanjutnya, nilai SMT yang ditunjukkan dalam gambar 4 adalah nilai Sa dari
kegempaan dengan kurun waktu ulang 2500 tahun dalam kurun struktural sebesar
T. Nilai Smax memiliki hubungan dengan besaran gaya geseran maksimal yang
tercapai oleh struktural ketika semuanya meleleh, akan dinormalisasikan oleh W.
Sementara itu nilai Cs berdasar dari koefisien balasan seismik desain.

Dari gambar 4 di atas, penilaian variabel daktilitas struktural bisa didapatkan


dengan menggunakan persamaan seperti berikut ini,

SMT
1.5R = ………………………….……………………………………..(11)
Cs
.
Smax
o = ………………………………..…………………………………..(12)
Cs

Variabel 1.5 dalam persamaan (11) bisa berarti ketika mungkin terjadinya
reruntuhan bangunan pada saat terjadinya kegempaan sebesar 1.5 kali penilaian
design ground motion (ICC, 2012).

Nilai Cd dalam gambar 4 memungkinkan jika nilainya sama besar dengan nilai
R. Berdasarkan aturan dari equal displacement, terjadinya perihal tersebut pada
suatu struktural yang mempunyai redaman terefektif sebesar 5% digunakan untuk
mendapatkan repson spectral acceleration dan spectral displancement (FEMA,
2009). Struktural yang mempunyai redaman lebih dari 5% akan mempunyai nilai
Cd yang kurang dari nilai R seperti yang ada di dalam ASCE 7-10.
d. Analisis Pushover

Analisis statik non-linier pushover yaitu suatu penganalisisan dengan tujuan


untuk mengetahui acuan runtuhnya suatu struktur berdasarkan dengan banyaknya
tulangan actual sehingga didapatkan informasi bagian elemen-elemen struktur
mana saja yang mengalami keadaan darurat (Pangestu dan Pratama, 2021). Dalam
melakukan analisis pushover digunakan model dua dimensi, yang disebabkan
karena susah dalam mencari beban yang runtuh dan mekanisme keruntuhan
apabila memakai model tiga dimensi. Analisis pushover dijalankan menggunakan
suatu acuan beban lateral statik dalam sistem struktural, yang selanjutnya dengan
cara berangsur akan dilakukan peningkatan variabel pengali hingga satu tujusn
perpindahan lateral dari suatu posisi tumpuan dapat dicapai.

Selanjutnya, dari hasil analisis pushover tersebut dapat menghasilkan kurva


kapasitas, yang mana kurva tersebut tergambarkan hubungan diantara gaya
geseran utama, akan berpindahnya titik yang menjadi dasar dalam struktural
bagian atas. Di dalam proses analisis pushover, struktur akan dipaksa hingga
terjadi lelehan pada satu ataupun lebih pada area di struktural itu. Sehingga kurva
kapasitas dapat menunjukkan keadaan linier sebelumnya ketika tercapai keadaan
meleleh serta kemudian akan berkarakter menjadi non-linier. Dalam kurva
pushover juga terpengaruh dengan acuan distribusi gaya lateral yang dipakai
sebagai pembebanan dorongan.

Dilakukannya analisis pushover bertujuan agar dapat diperkirakannya gaya


maksimal serta deformasi yang akan terjadi dan bisa mendapatkan pengetahuan
yang kritis. Selain itu juga bisa mengidentifikasi elemen-elemen yang
membutuhkan perhatian khusus diberikan pda detail dan stabilitas.

Gambar 5. Tingkat kinerja struktur


Sumber: Tavio dan Wijaya (2018)
3. Penutup

Sistem struktur memiliki tujuan dasar yaitu sebagai pemberi kekuatan tersbesar
pada suaatu bangunan. Bertambah dan berkurangnya suatu beban berdasarkan waktu
yang periodik bisa diartikan dengan beban bergoyang. Dimana pembebanan tersebut
bahaya jika kurun waktu bergoyangnya berdekatan dengan kurun waktu struktural serta
jika beban tersebut digunakan dalam struktural dalam rentang waktu yang begitu lama
bisa mengakibatkan lendutan. Ketika terjadi gempa bangunan akan bergetar, yang
memunculkan gaya lateral pada struktur bangunan yang disebabkan oleh cenderungnya
massa bangunan dalam melakukan pertahanan dari gerakan tersebut (Schodek, 1992).

Kemudian terdapat konsep perencaan yang terdiri dari kontruksi baja beton dan
Sistem struktur baja tahan gempa. Kontruksi baja beton dalam kemampuan material
untuk menerima tegangan, bisa dibilang baja sangat mampu dalam tegangan tekan
bahkan tarik. Pemanfaatan pada kemampuan material baja dan beton tersebut, apabila
digabungkan agar mendapatkan kelebihan sendiri-sendiri dari baja serta beton diperoleh
sitem kontruksi yang aman, ideal, efektif, ekonomis, kuat serta juga tahan lama. Dalam
sistem struktural tahan gempa, ketika terjadi getaran, akan timbul gaya dalam struktur
bangunan yang disebabkan oleh kecenderungan massa bangunan untuk melakukan
pertahanan diri dari getaran (Zachari dan Turuallo 2020). Berdasarkan SNI 1729:2015
dijelaskan mengenai tujuan dari perencaan gedung dengan menggunakan struktur baja
yaitu agar mampu menciptakan struktur suatu bangunan yang dapat bekerja secara
maksimal pada keadaan beban kerja rencana dan dapat terpenuhi tujuan lainnya seperti
mempermudah dalam pelaksanaannya.

Nilai R dapat mereduksi terhadap besarnya tekanan gempa yang diakibatkan oleh
inersia massa struktur menjadi tekanan gempa rencana, yang didasarkan dengan peraturan
desain ketahanan gempa pada umumnya. Ketika nilai R semakin besar, dapat
menyebabkan tekanan beban gempa renana akan menjadi semakin kecil. Untuk variabel Rs
memiliki pengaruh yang hampir sama dengan vriabel kuat lebih struktur (o) dalam ASCE
7-10. Variabel Rs mempunyai nilai lebih besar dari 1 membuktikan jika struktural dapat
melakukan penyerapan pembebanan kegempaan sehingga terhadap seluruh bagian dari
struktural dapat tercapai pelelehannya (Vmax) serta pembebanan kegempaan dapat lebih
dari perencanaan (Vd). Selanjutnya dalam ASCE 7-10, pengertian faktor daktilitas struktur
mempunyai persamaan oleh FEMA P-695 (2009) yang mana metode yang dibagikan sudah
signifikan dengan rancangan struktural ketahanan kegempaan sekarang. Seperti halnya
dengan penggunaan ATC-19 dan ATC-34 tersebut, agar bisa menggunakan suatu hitungan
ulang variabel daktilitas struktural dengan FEMA P-695 (2009) sehingga dibutuhkan kurva
gaya akan berpindahnya struktural (V-). Dimana dalam perhitungan tersebut untuk
memperolehnya melalui suatu analisis berupa pushover. Kurva kapasitas yang didapatkan
dari analisis pushover dalam fungsi V- bisa terubah secara langsung ke fungsi Sa-Sd jika
analisis pushover memakai software ETABS. Konversikan ke format ADRS berdasarkan
dengan dugaan jika 100% berat terefektif ketahanan kegempaan, W, ikut partisipasi di
waktu getaran fundamental struktural, T berdasarkan persamaan 12.8-1 dari ASCE 7-05
(FEMA, 2009).

Analisis statik non-linier pushover bertujuan untuk mengetahui pola runtuhnya suatu
struktur berdasarkan dengan banyaknya tulangan actual sehingga didapatkan informasi
bagian elemen-elemen struktur mana saja yang mengalami keadaan darurat (Saifulloh,
2021). Dalam melakukan analisis pushover digunakan model dua dimensi, yang
disebabkan karena susah dalam mencari beban yang runtuh dan mekanisme keruntuhan
apabila memakai model tiga dimensi. Analisis pushover dijalankan menggunakan suatu
acuab beban lateral statik dalam sistem struktural, kemudian selanjutnya secara berangsur
akan dilakukan peningkatan variabel pengali hingga satu tujuan perpindahan lateral dari
posisi tumpuan dapat dicapai.

Daftar Pustaka

ATC-3-06, 1978, Tentative Provisions for The Develop ment of Seismic Regulations for
Buildings, USA: National Science Foundation and The National Bureau of
Standards.
ATC-19, 1995a, Structural Response Modification Factors, Redwood City, CA: Applied
Technology Council.
ATC-34. 1995b, A Critical Review of Current Approaches to Earthquake-Resistant Design,
Redwood City, CA: Applied Technology Council.
ATC-40, 1996, Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buildings, Redwood City, CA:
Applied Technology Council.
ASCE, 2010, Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures, ASCE/SEI 7-10.
Reston, VA: American Society of Civil Engineers.
FEMA P 695, 2009, Quantification of Building Seismic Performance Factors, Washington,
DC: Federal Emergency Management Agency.
ICC, 2012, International Building Code and Commen tary, Chicago: International Code
Council, Inc.
Miranda, E. & Bertero, V.V., 1994, Evaluation of Strength Reduction Factors for Earthquake
Resistant-Design, Earthquake Spectra, EERI, 10 (2), pp. 57-379.
SNI 1726, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
dan Non Gedung, Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
Tavio, Wijaya. (2018). Desain Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja (Performance Based
Design), Edisi II. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Whittaker, A., Hart, G., Rojahn, C., 1999. Seismic Response Modification Factors, Journal of
Structural Engineering, 125, 438-444.

Anda mungkin juga menyukai