Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Malang
2022
Abstrak
Pada wilayah yang berpenduduk padat serta beregulasi tinggi, akan menyebabkan semakin
meningkatnya kebutuhan ruang yang semakin banyak dan jugamungkin terjadi perluasan vertikal
pada bangunan. Dalam melakukan perluasan secara vertikal tersebut dengan penambahan struktur
yang berangka baja yang berada pada atas struktur eksisting dari yang berangka beton bertulang.
Untuk itu, pada struktur beton bertulang akan saling bekerja sama sebagai satu kesatuan antara baja
serta beton yang mana mekanisme tersebut adalah komposit. Penggunaan material struktur yang
berbeda-beda menjadi pengaruh dalam menentukan nilai R (faktor modifikasi respon) yang
digunakan dalam melakukan hitungan terhadap beban gempa. Untuk peraturan mengenai nilai R
sendiri yang termasuk ke dalam jenis sistem berangka penopang momen gabungan baja serta beton
belum ada di dalam SNI 1726:2012. Oleh sebab itu, dalam pembahasan ini memiliki tujuan
melakukan tinjauan nilai R dan o (variabel kuat lebih) dalam suatu struktur gabungan yang
berangka baja. Dalam pembahasan ini dilakukan dengan batasan hanya pada struktur yang terdapat
dalam keadaan gempa dengan kondisi Tanah Lunak (SE). Dimana akan menetapkan terlebih
dahulu nilai R dalam struktur gabungan dalam melakukan rancangan elemen struktur. Selanjutnya
akan melakukan penganalisisan dengan pushover untuk mendapatkan kurva gaya terhadap
deformasi struktur untuk memverifikasi nilai R dan o agar dapat tercapai. Kemudian dalam
pembahasan ini konsep yang digunakan untuk melakukan hitungan nilai R serta o berlandaskan
pada ATC-19 serta ATC-34 dan juga FEMA P-695.
Kata kunci: Faktor lebih kuat, faktor modifikasi respon, analisis pushover.
In areas that are densely populated and highly regulated, it will lead to an increasing need
for more and more space and also possible vertical expansion of buildings. In carrying out the
vertical expansion, the addition of a steel framed structure is above the existing structure of the
reinforced concrete frame. For this reason, reinforced concrete structures will work together as a
single unit between steel and concrete where the mechanism is a composite. The use of different
structural materials has an influence in determining the value of R (response modification factor)
used in calculating earthquake loads. The regulation regarding the R value itself which is included
in the type of steel and concrete combined moment support frame system does not yet exist in SNI
1726:2012. Therefore, this discussion aims to review the values of R and Wo (overstrength
variables) in a composite structure with a steel frame. In this discussion, it is carried out with
limitations only on structures that are in an earthquake state with Soft Soil (SE) conditions. Where
will first determine the value of R in the combined structure in carrying out the design of structural
elements.analysis pushover to get the force curve against the deformation of the structure to verify
the value of R and Wo so that it can be achieved. Then in this discussion the concept used to
calculate the value of R and Wo is based on ATC-19 and ATC-34 and also FEMA P-695.
2. Pembahasan
Sistem struktur memiliki tujuan dasar yaitu sebagai pemberi kekuatan terbesar pada
suatu bangunan. Pada struktur bangunan sendiri dapat terpengaruh dengan beban mati
(dead load) yang seperti berat sendiri, beban hidup (live load) seperti beban yang
disebabkan dengan menggunakan suatu ruangam serta bebam khusus yang berupa
menurunya sistem pondasi, tekanan tanah atau air, terpengaruh dari suhu dan beban
akibat gempa bumi. Dengan menambahnya serta berkurangnya suatu beban berdasarkan
waktu yang periodik disebut beban bergoyang. Dimana beban tersebut bahaya jika
kurun waktu bergoyangnya berdekatan dengan kurun waktu struktur serta jika beban
tersebut digunakan di struktur dalam rentang waktunya yang begitu lama bisa
mengakibatkan selutan. Sehingga hal tersebut dapat menyebabakan kerusakan pada
suatu bangunan. Ketika terjadi gempa bangunan akan bergetar, yang memunculkan gaya
lateral pada struktur bangunan yang disebabkan oleh cenderungnya massa bangunan
dalam melakukan pertahanan dari gerakan tersebut (Schodek, 1992).
Berdasarkan dari ATC-19 (1995a) serta dari ATC-34 (1995b) jika besarnya
nilai R adalah hasil dari perkalian 3 variabel, yaitu sebagai berikut:
R = RsRRR …….………………………………………………………………..(1)
Dapat diketahui jika, Rs adalah suatu variabel yang menjadi kekuatan (strength
factor), untuk R adalah suatu variabel dari daktilitas (ductility factor), dan untuk
RR adalah suatu variabel dari redunsasi (redundancy factor). Dari tiga variabel
yang sudah disebutkan, terpengaruh oleh periode getaran struktur.
Selanjutnya, mengenai efek dari tidak beraturannya horizotal serta vertikal dan
torsi dalam struktur terdapat dalam persamaan (1). Timbulnya ketidaktetapan
tersebut, menyebabkan besarnya nilai R akan jadi semakin kecil dari pada yang
berstruktur yang teratur. Oleh karena itu, beban gempa akan semakin besar serta
dapat terkurangnya keraguan dari balasan non linier struktur yang tidak teratur
tersebut.
Untuk variabel Rs memiliki pengaruh yang hampir sama oleh variabel kuat
lebih struktur (o) dalam ASCE 7-10. Variabel Rs yang mempunyai nilai yang
lebih besar dari 1 membuktikan jika struktur dapat melakukan penyerapan beban
kegempaan sehingga terhadap seluruh elemen berstruktur dapat tercapai
pelelehannya (Vmax) serta beban kegempaan dapat lebih dari perencanaan (Vd).
Untuk menghitung nilai besarnya Rs dilihat dari persamaan (2).
Rs = Vmax ………………………………………….………………………….(2)
Vd
ATC-19 (1995a) serta ATC-34 (1995b) menjadi pemberi symbol berupa V0 yang
digunakan sebagai pengganti symbol Vmax.
Ketika suatu struktur mengalami pelelehan yang awal (Vy), sehingga dalam
mendapatkan nilai besarnya gaya geser dasar dilakukan dengan cara
menyederhanakan kurva gaya akan berpindahnya menjadi kurva bilinier. Untuk
memperoleh kurva gaya akan perpindahan tersebut bisa dilakukan dengan
menggunakan bantuan analisis berupa analisis pushover. Suatu proses mengenai
idealisasi kurva bilinier menggunakan teori equal energy yang merupakan suatu
proses dengan memberikan asumsi jika luasan area yang tercakup di atas kurva
bilinear sama dengan yang berada di bawah kurva bilinear.
Selanjutnya, nilai R adalah suatu factor yang berfungsi dari rasio daktilitas
perpindahan (). Untuk nilai maks adalah suatu batas maksimum mengenai
perpindahan struktur seperti yang telah berada dalam aturan (FEMA 356, FEMA
440, ASCE 7-10). Sementara itu, nilai u adalah suatu nilai mengenai
berpindahnya ultimate oleh struktur yang pencapaiannya sebentar sebelum terjadi
reruntuhan. Besarnya nilai lebih terpengaruh dari nilai maks dibandingkan
dengan nilai u seperti pada persamaan (3).
= maks …..……………………………………….………………………….(3)
y
μ-1
R = + 1 …………………………..…………………………………..(4)
μ-1
Pada persamaan 4, untuk besar nilai tersebut tergantung terhadap jenis keadaan
tananhnya pada lokasi strukturnya. Sehingga untul membantu mengetahui
persamaan kondisi tanah tersebut pada lokasi struktur dapat diketahui dari
persamaan berikut.
1 1
=1+ - e -1,5(In(T)-0.6)² ……………………………...……..(5)
10T - μT 2T
1 2
=1+ - e -2(In(T)-0.2)² …………………………….………..(6)
12T - μT 5T
Dan untuk mngetahui keadaan tanah lunak, dapat diketahui pada persamaan
berikut:
Tg 3Tg
=1+ - e -3(In(T/Tg)-0.25)² …………………………………..(7)
3T 4T
Yang mana dari persamaan tersebut, dapat diketahui jika T memiliki arti yaitu
waktu getaran fundamental struktur sedangkan Tg memiliki arti yaitu waktu
getaran predominant gerakan oleh tanah.
VE
R= … …………………………..…………………………………..(8)
V
μ-1
Vmax
o = … …………………………..…………………………………..(9)
V
μ-1
Dimana Vmax adalah suatu besaran gaya gempa maksimal yang dapat diangkat
oleh sistem struktur sampai keseluruhan elemen struktur yang meleleh. Dengan
makin besarnya nilai dari o akan memperlihatkan jika struktur mempunyai
muatan yang lebih semakin besar, oleh karena itu dapat menghasilkan gaya gempa
yang dibutuhkan supaya seluruh dari elemen strukurnya mengalami pelelehan
yang juga akan semakin besar. Dalam menerapkan gaya sari struktur atas ke
struktur bawah digunakannya nilai o yang memiliki fungsi untuk perancangan
basemen atau pondasi. Hal tersebut bertujuan agar terjaminnya struktural bawah
supaya tidak mengakibatkan kesalahan yang dahulu dari pada struktural di
atasnya.
Sedangkan untuk memperoleh nilai dari variabel yang mejadi pembesaran
terhadap perpindahan (Cd) bisa digunakan persamaan sebagai berikut.
Cd = ……………………………..…………………………………..(10)
E/R
Seluruh penilaian dari variabel daktilitas struktural pada gambar 3 bisa dengan
langsung didapatkan jika memiliki kurva demand digambarkan bersama kurva V-
(kurva kapasitas). Untuk memperoleh kurva demand dari garfik balasan
spektrum kecepatan kegempaan dalam struktural yang dijelaskan sebagai fungsi
spectral kecepatan (Sa) akan waktu getaran (T). Oleh karenanya demand
mempunyai pendekatan yang beda untuk kurva kapasitas. Yang mana kana
menyebabkan masalah jika kedua kurva tersebut tergambar secra bersamaan.
Selanjutnya, nilai SMT yang ditunjukkan dalam gambar 4 adalah nilai Sa dari
kegempaan dengan kurun waktu ulang 2500 tahun dalam kurun struktural sebesar
T. Nilai Smax memiliki hubungan dengan besaran gaya geseran maksimal yang
tercapai oleh struktural ketika semuanya meleleh, akan dinormalisasikan oleh W.
Sementara itu nilai Cs berdasar dari koefisien balasan seismik desain.
SMT
1.5R = ………………………….……………………………………..(11)
Cs
.
Smax
o = ………………………………..…………………………………..(12)
Cs
Variabel 1.5 dalam persamaan (11) bisa berarti ketika mungkin terjadinya
reruntuhan bangunan pada saat terjadinya kegempaan sebesar 1.5 kali penilaian
design ground motion (ICC, 2012).
Nilai Cd dalam gambar 4 memungkinkan jika nilainya sama besar dengan nilai
R. Berdasarkan aturan dari equal displacement, terjadinya perihal tersebut pada
suatu struktural yang mempunyai redaman terefektif sebesar 5% digunakan untuk
mendapatkan repson spectral acceleration dan spectral displancement (FEMA,
2009). Struktural yang mempunyai redaman lebih dari 5% akan mempunyai nilai
Cd yang kurang dari nilai R seperti yang ada di dalam ASCE 7-10.
d. Analisis Pushover
Sistem struktur memiliki tujuan dasar yaitu sebagai pemberi kekuatan tersbesar
pada suaatu bangunan. Bertambah dan berkurangnya suatu beban berdasarkan waktu
yang periodik bisa diartikan dengan beban bergoyang. Dimana pembebanan tersebut
bahaya jika kurun waktu bergoyangnya berdekatan dengan kurun waktu struktural serta
jika beban tersebut digunakan dalam struktural dalam rentang waktu yang begitu lama
bisa mengakibatkan lendutan. Ketika terjadi gempa bangunan akan bergetar, yang
memunculkan gaya lateral pada struktur bangunan yang disebabkan oleh cenderungnya
massa bangunan dalam melakukan pertahanan dari gerakan tersebut (Schodek, 1992).
Kemudian terdapat konsep perencaan yang terdiri dari kontruksi baja beton dan
Sistem struktur baja tahan gempa. Kontruksi baja beton dalam kemampuan material
untuk menerima tegangan, bisa dibilang baja sangat mampu dalam tegangan tekan
bahkan tarik. Pemanfaatan pada kemampuan material baja dan beton tersebut, apabila
digabungkan agar mendapatkan kelebihan sendiri-sendiri dari baja serta beton diperoleh
sitem kontruksi yang aman, ideal, efektif, ekonomis, kuat serta juga tahan lama. Dalam
sistem struktural tahan gempa, ketika terjadi getaran, akan timbul gaya dalam struktur
bangunan yang disebabkan oleh kecenderungan massa bangunan untuk melakukan
pertahanan diri dari getaran (Zachari dan Turuallo 2020). Berdasarkan SNI 1729:2015
dijelaskan mengenai tujuan dari perencaan gedung dengan menggunakan struktur baja
yaitu agar mampu menciptakan struktur suatu bangunan yang dapat bekerja secara
maksimal pada keadaan beban kerja rencana dan dapat terpenuhi tujuan lainnya seperti
mempermudah dalam pelaksanaannya.
Nilai R dapat mereduksi terhadap besarnya tekanan gempa yang diakibatkan oleh
inersia massa struktur menjadi tekanan gempa rencana, yang didasarkan dengan peraturan
desain ketahanan gempa pada umumnya. Ketika nilai R semakin besar, dapat
menyebabkan tekanan beban gempa renana akan menjadi semakin kecil. Untuk variabel Rs
memiliki pengaruh yang hampir sama dengan vriabel kuat lebih struktur (o) dalam ASCE
7-10. Variabel Rs mempunyai nilai lebih besar dari 1 membuktikan jika struktural dapat
melakukan penyerapan pembebanan kegempaan sehingga terhadap seluruh bagian dari
struktural dapat tercapai pelelehannya (Vmax) serta pembebanan kegempaan dapat lebih
dari perencanaan (Vd). Selanjutnya dalam ASCE 7-10, pengertian faktor daktilitas struktur
mempunyai persamaan oleh FEMA P-695 (2009) yang mana metode yang dibagikan sudah
signifikan dengan rancangan struktural ketahanan kegempaan sekarang. Seperti halnya
dengan penggunaan ATC-19 dan ATC-34 tersebut, agar bisa menggunakan suatu hitungan
ulang variabel daktilitas struktural dengan FEMA P-695 (2009) sehingga dibutuhkan kurva
gaya akan berpindahnya struktural (V-). Dimana dalam perhitungan tersebut untuk
memperolehnya melalui suatu analisis berupa pushover. Kurva kapasitas yang didapatkan
dari analisis pushover dalam fungsi V- bisa terubah secara langsung ke fungsi Sa-Sd jika
analisis pushover memakai software ETABS. Konversikan ke format ADRS berdasarkan
dengan dugaan jika 100% berat terefektif ketahanan kegempaan, W, ikut partisipasi di
waktu getaran fundamental struktural, T berdasarkan persamaan 12.8-1 dari ASCE 7-05
(FEMA, 2009).
Analisis statik non-linier pushover bertujuan untuk mengetahui pola runtuhnya suatu
struktur berdasarkan dengan banyaknya tulangan actual sehingga didapatkan informasi
bagian elemen-elemen struktur mana saja yang mengalami keadaan darurat (Saifulloh,
2021). Dalam melakukan analisis pushover digunakan model dua dimensi, yang
disebabkan karena susah dalam mencari beban yang runtuh dan mekanisme keruntuhan
apabila memakai model tiga dimensi. Analisis pushover dijalankan menggunakan suatu
acuab beban lateral statik dalam sistem struktural, kemudian selanjutnya secara berangsur
akan dilakukan peningkatan variabel pengali hingga satu tujuan perpindahan lateral dari
posisi tumpuan dapat dicapai.
Daftar Pustaka
ATC-3-06, 1978, Tentative Provisions for The Develop ment of Seismic Regulations for
Buildings, USA: National Science Foundation and The National Bureau of
Standards.
ATC-19, 1995a, Structural Response Modification Factors, Redwood City, CA: Applied
Technology Council.
ATC-34. 1995b, A Critical Review of Current Approaches to Earthquake-Resistant Design,
Redwood City, CA: Applied Technology Council.
ATC-40, 1996, Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buildings, Redwood City, CA:
Applied Technology Council.
ASCE, 2010, Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures, ASCE/SEI 7-10.
Reston, VA: American Society of Civil Engineers.
FEMA P 695, 2009, Quantification of Building Seismic Performance Factors, Washington,
DC: Federal Emergency Management Agency.
ICC, 2012, International Building Code and Commen tary, Chicago: International Code
Council, Inc.
Miranda, E. & Bertero, V.V., 1994, Evaluation of Strength Reduction Factors for Earthquake
Resistant-Design, Earthquake Spectra, EERI, 10 (2), pp. 57-379.
SNI 1726, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
dan Non Gedung, Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
Tavio, Wijaya. (2018). Desain Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja (Performance Based
Design), Edisi II. Yogyakarta (ID): Andi Offset.
Whittaker, A., Hart, G., Rojahn, C., 1999. Seismic Response Modification Factors, Journal of
Structural Engineering, 125, 438-444.