Anda di halaman 1dari 13

BAB.

II
GEMPA DI BIDANG TEKNIK SIPIL

2.1 Pengantar.
Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan wilayah yang memiliki
tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai
kejadian gempa dalam beberapa tahun terakhir yang melanda di beberapa daerah di
Indonesia yang menyebabkan kerusakan berbagai sarana dan prasarana di daerah yang
terkena dampak bencana gempa tersebut.
Kondisi alam ini menyebabkan perlunya pemenuhan terhadap kaidah – kaidah
perencanaan/pelaksanaan sistem struktur tahan gempa pada struktur bangunan yang
akan didirikan di wilayah Indonesia , khususnya yang dibangun di wilayah dengan
kerawanan ( risiko ) gempa menengah hingga tinggi. Hal ini bertujuan agar pada saat
terjadi gempa , struktur bangunan dapat bertahan dan melindungi penghuninya dari
risiko bahaya gempa.
Namun dalam kenyataannya, kaidah-kaidah perencanaan/pelaksanaan struktur
bangunan tahan gempa tersebut belum diterapkan sepenuhnya pada pelaksanaan
struktur bangunan di berbagai wilayah di Indonesia , khususnya pada pelaksanaan
struktur bangunan beton bertulang. Hal ini terlihat dari berbagai kerusakan yang
terjadi pada struktur bangunan beton bertulang akibat gempa-gempa besar di
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. ( Gambar 2.1 ).

Gambar 2.1 : Kerusakan Akibat Gempa Sumbar dan Aceh.


2.2 Dampak akibat gempa.
Gempa bumi yang terjadi dapat berakibat pada hal-hal sebagai berikut :
1. Kehilangan atau kerusakan kehidupan manusia.
2. Kehancuran atau kerusakan bangunan dan lingkungan.
3. Menyebabkan kerusakan pada struktur utama dan struktur skundair ( non
struktur ) seperti dinding tembok, lantai, plafon, pintu/jendela, tangki air,
alat pemadam kebakaran, generator listrik dll.
4. Menyebabkan penambahan biaya exstra untuk bangunan tahan gempa
untuk yang lalu 5 – 10 % untuk saat sekarang bisa lebih dari nilai tersebut.
Tujuan perencanaan bangunan tahan gempa adalah untuk mengurangi
kerusakan yang terjadi akibat gempa bumi.
Kemampuan struktur terhadap gempa tergantung kepentingan dan fungsi dari
gedung . Bangunan untuk umum dan vital lebih besar gaya gempanya dari bangunan
yang biasa. Bangunan vital misalnya, rumah sakit, stasiun pemadam kebakaran,
kantor pemerintahan/sekolahan , jembatan, telephone , direncanakan dengan
mengutamakan keselamatan jiwa dan fungsi gedung bisa di dipergunakan secara
darurat.
Nilai pemilihan resiko gempa dipengaruhi oleh :
1. Kerusakan akibat gempa bumi.
2. Keadaan sosial / ekonomi / keuangan.
3. Derajat resiko fisik tergantung lokasi daerah gempa.
4. Dari segi ekonomi meliputi : nilai kehidupan , nilai kerusakan, kerugian
bangunan fiasiitas.
5. Hubungan penanaman modal dan perbaikan .
Kerusakan yang terjadi pada struktur bangunan akibat gempa-gempa tersebut
pada umumnya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Sistem bangunan yang digunakan tidak sesuai dengan tingkat kerawanan
daerah setempat terhadap gempa.
2. Rancangan struktur dan detail penulangan yang diaplikasikan pada
dasarnya kurang memadai.
3. Kualitas material dan praktek konstruksi pada umumnya kurang baik.
4. Pengawasan dan kontrol pelaksanaan pembangunan kurang memadai.
2.3 Tuntutan Struktur.
Agar hal-hal yang sama tidak terjadi lagi , prinsip-prinsip dasar berikut perlu
diperhatikan dalam perancanaan, perancangan, dan pelaksanaan struktur bangunan
tahan gempa yaitu :
1. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan tingkat kerawanan
( risiko) daerah tempat struktur bangunan tersebut berada terhadap gempa.
2. Aspek kontinuitas dan intregitas struktur bangunan perlu diperhatikan .
Dalam pendetailan penulangan dan sambungan –sambungan, unsur-unsur
struktur bangunan harus terikat secara efektif menjadi satu kesatuan untuk
meningkatkan integritas struktur secara menyeluruh.
3. Konsistensi sistem struktur yang diasumsikan dalam desain dengan sistem
struktur yang dilaksanakan harus terjaga.
4. Material beton dan baja tulangan yang digunakan harus memenuhi
persyaratan material konstruksi untuk bangunan tahan gempa.
5. Unsur-unsur arsitektural yang memiliki masa yang besar harus terikat
dengan kuat pada sistim portal utama dan harus diperhitungkan
pengaruhnya terhadap sistim struktur.
6. Metode pelaksanaan, sistem quality control dan quality assurance dalam
tahapan konstruksi harus dilaksanakan dengan baik dan harus sesuai
dengan kaidah yang berlaku.
Hal hal lain yang perlu diperhatikan adalah besarnya gaya gempa yang
diterima struktur bangunan pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik gempa yang
terjadi, karakteristik tanah tempat bangunan berada dan karakteristik struktur
bangunan.

HAL – HAL LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN UNTUK BANGUNAN


TAHAN GEMPA ADALAH :
1. BESARNYA GAYA GEMPA YANG DITERIMA STRUKTUR
BANGUNAN. ( Biasanya dipengaruhi oleh karakteristik gempa, karakteristik
tanah dimana bangunan berada, karakteristik struktur bangunan ).
2. DENAH BANGUNAN SEBAIKNYA :
- BENTUK YANG SEDERHANA
- BENTUK YANG SIMETRIS
- DENAH TIDAK TERLALU PANJANG
3. DISTRIBUSI KEKAKUAN ARAH VERTIKAL BANGUNAN DIBUAT
SERAGAM DAN MENERUS TANPA LONCATAN.
4. MASSA BANGUNAN SEBAIKNYA DIBUAT SERINGAN MUNGKIN.
5. DETAILING STRUKTUR BANGUNAN HARUS MENGACU
PERATURAN YANG BERLAKU.
Untuk mendapatkan desain bangunan tahan gempa yang ideal, hindari ketidak
beraturan bentuk struktur bangunan seperti gambar dibawah ini Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Ketidakberaturan bentuk Struktur Bangunan.


Gambar 2.3 Panjang bangunan dibagi beberapa bagian.
Makin panjang suatu denah bangunan , kemungkinan gerakan kedua ujung bangunan
tak sama, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang tak terduga. Pemecahan
struktur dibagi jadi beberapa bagian gambar 2.3.
6. KONSEP DESAIN TERHADAP BEBAN GEMPA
a. Kriteria desain untuk bangunan tahan gempa harus mampu menahan beban
gempa 500 tahunan.
b. Beban gempa boleh direduksi dengan faktor reduksi R.
c. Dengan penerapan ini pada saat gempa kuat terjadi , elemen tertentu boleh
mengalami kerusakan (plastifikasi) sebagai sarana untuk disipasi energi
gempa yang diterima struktur.
d. Elemen elemen tertentu berperilaku daktil dan tidak mudah runtuh.
e. Elemen elemen lain yang tak diharapkan mengalami plastifikasi harus
tetap berperilaku elastis selama gempa kuat terjadi.
f. Agar perencanaan tahan gempa sesuai dengan urutan plastifikasi yang
diharapkan maka perencanaan harus menggunakan konsep desain
kapasitas.

Gambar 2.4 Gambar keadaan sendi plastis.


7. BAGAIMANA KONSEP DESAIN KAPASITAS ? KONSEP DESAIN
KAPASITAS ADALAH :
a. Tidak semua elemen struktur dibuat sama kuat terhadap gaya dalam yang
direncanakan.
b. Ada elemen elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih
lemah dibanding yang lain.
c. Tujuannya adalah agar pada elemen atau titik tersebut kerusakan struktur
akan terjadi pada saat beban maksimum bekerja.
d. Elemen struktur yang diharapkan tetap elastis perlu diaplikasikan faktor
overstrength ( kuat lebih ).
e. Arah plastifikasi harus diperiksa melalui analisis pushover , sehingga
arahnya sesuai dengan yang direncanakan.
f. Struktur bangunan diharapkan tidak runtuh pada saat terjadi gempa kuat.
g. Untuk maksud diatas ( f ) , elemen struktur yang diharapkan bersifat
plastifikasi harus diberi detailing penulangan yang memadai.
h. Semakin tinggi resiko kegempaan suatu daerah, semakin ketat persyaratan
detailing penulangan yang harus dipenuhi.

Gambar 2.5 Pengerjaan Penulangan Plat Lantai Beton.


Gambar 2.6 Pendetailan Penulangan Balok Beton Bertulang.

Gambar 2.7 Pendetailan Penulangan Kolom


Gambar 2.8 Gambar Penulangan Kolom dan
Letak Sambungan Tulangan.

Gambar 2.9 Bentuk Tulangan Ulir.


8. PERSYARATAN MATERIAL KONSTRUKSI.

a. Material beton dan baja tulangan yang digunakan akan sangat


mempengaruhi perilaku plastifikasi struktur yang dihasilkan.
b. Parameter material beton yang sangat berpengaruh adalah nilai kuat tekan.
Nilai kuat tekan beton untuk struktur tahan gempa tak boleh kurang dari 20
MPa.
c. Parameter baja tulangan yang sangat berpengaruh pada plastifikasi adalah
kondisi permukaan baja tulangan.
d. Tulangan polos dapat memberi dampak negatif terhadap plastifikasi,
Terhadap mekanisme adhesi dan friksi tulangan polos hanya 10% kuat
lekatan tulangan ulir.
e. Degradasi lekatan akibat beban bolak balik saat terjadi gempa pada
tulangan polos sangat drastis disbanding tulangan ulir.
f. SNI 2002 tulangan polos hanya diizinkan untuk tulangan spiral , sedang
tulangan lain menggunakan baja tulangan ulir.
g. Parameter baja tulangan yang lain yang berpengaruh pada plastifikasi
adalah nilai kuat leleh, nilai faktor kuat lebih, dan nilai rasio kuat ultimit.
h. SNI Beton 2002 membatasi nilai kuat leleh yang disaratkan untuk baja
tulangan sebesar 400 MPa.
i. Pembatasan nilai kuat leleh baja tulangan ini disebabkan baja tulangan
yang mutu tinggi menyebabkan timbulnya tegangan lekatan yang tinggi
antara baja tulangan dan beton.
j. Pada daerah pertemuan balok kolom harus memenuhi peraturan yang
berlaku yaitu “ kolom kuat – balok lemah “.
Gambar 2.10 Jenis Hubungan Balok Kolom.

Gambar 2.11 Luas Efektif Hubungan Balok Kolom

a) b)
Gambar 2.12 Hubungan Balok dengan Kolom
a).Kerusakan akibat gempa b). Detailing Hubungan Balok Kolom

Anda mungkin juga menyukai