Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

REKAYASA GEMPA TEKNIK SIPIL

Dosen Pengampu :

Adhitya Surya Manggala, ST., MT

Disusun Oleh :

Lidia Septiana Nilla Rahayu

1910611028

PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2022
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI................................................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................................................iii
BAB 1.........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1

i
DAFTAR GAMBAR

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kami ke hadirat Allah SWT. Sehingga penulis
telah menyelesaikan laporan Rekayasa Gempa Teknik Sipil ini dengan tepat waktu.

Salah satu tujuan penulis dalam menulis laporan Rekayasa Gempa Teknik Sipil ini adalah
sebagai dokumentasi dan juga bentuk evaluasi dalam mengerjakan tugas. Laporan yang penulis
buat ini berdasarkan data-data yang valid yang telah dikumpulkan dalam berbagai metode.

Penulis menyampaikan terima kasih pada beberapa pihak yang ikut mendukung proses
pembuatan laporan ini hingga selesai. Yaitu :

1. Bapak Muhtar DR. ST., MT sebagai dosen pengampu awal mata kuliah Rekayasa Gempa
Teknik Sipil hingga UTS yang telah bersedia meberikan ilmu-ilmunya kepada kami
sehingga kami bisa mengerjakan tugas dengan pondasi awal materi dari bapak Muhtar.
2. Bapak Adhitya Surya Manggala ST., MT. sebagai dosen pengampu mata kuliah
Rekayasa Gempa Teknik Sipil yang telah bersedia membimbing kami dalam dalam
pengerjaan tugas-tugas hingga laporan yang kami buat ini
3. Teman-teman yang telah bersidia membantu dalam pengerjaan laporan ini

Penulis menyadari atas ketidaksempurnaan penyusunan laporan Rekayasa Gempa Teknik


Sipil ini. namun penulis tetap berharap laporan ini akan memberikan manfaat bagi para pembaca.
Demi kemajuan penulis, penulis juga mengharapkan adanya masukan berupa kritik atau saran
yang berguna. Terima kasih.

Jember, 18 Juli 2022

Penulis

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gempa bumi 27 Mei 2006 telah memporak-porandakan daerah istimewa
Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Gempa bumi dengan kekuatan 6,3 Skala Richter
tersebut terjadi pada pagi hari pukul 06.55, dengan durasi 52 detik. Karena gempa berasal
dari kedalaman yang relatif dangkal yaitu 33 km di bawah permukaan tanah, maka
goncangan di permukaan bumi lebih dahsyat dari pada gempa yang terjadi pada lapisan
yang lebih dalam. Maka terjadi kerusakan yang cukup besar khususnya Kabupaten Bantul
di Propinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten di Propinsi Jawa Tengah. Gempa tersebut
telah mengakibatkan lebih dari 5000 jiwa meninggal dan 3700 orang luka-luka.

Pengetahuan tentang gempa bumi penting bagi masyarakat agar masyarakat


memahami akibatnya dan membangun rumah yang tahan gempa untuk mengurangi risiko
ketika getaran gempa menerpa bangunan. Pada pembahasan kali ini akan lebih ditekankan
pada kajian perencanaan struktur atap terhadap gempa.

Sebuah gedung haruslah didesain dengan baik dan benar agar gedung tersebut kuat
dan dapat tetap berdiri kokoh sampai waktu yang direncanakan bahkan melebihi waktu
tersebut. Gedung dapat hancur bukan hanya dikarenakan gangguan dari dalam atau akibat
struktur nya sendiri misalnya beban yang diterimanya pada saat penggunaan gedung
tersebut baik beban mati ataupun beban hidup melebihi kapasitas beban yang telah
direncanakan, akan tetapi sebuah gedung juga dapat hancur dikarenakan faktor alam yang
mungkin tidak dapat diduga bisa terjadi yaitu karena adanya gempa.

Gempa merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan keruntuhan gedung,
untuk itu dalam perencanaan desain gedung haruslah memperhitungkan beban gempa yang
harus dipikul oleh bangunan gedung tersebut. Dalam perencanaan pengaruh beban gempa
terhadap sebuah gedung agar gedung tersebut dapat memikul pengaruh beban gempa
tersebut digunakanlah gempa rencana yang ditetapkan sebagai gempa dengan
kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar
2%.

Dalam perencanaan dan perancangan bangunan gedung bertingkat, tentu sajalah


sangat diperlukannya aplikasi dari teknologi untuk mempermudah dalam proses
perancangannya. Struktur yang biasa menggunakan beton sebagai material nya adalah
kolom dan balok. Oleh karena itu, dalam perencanaan harus benar-benar diperhitungkan
kekuatannya terhadap beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Perhitungan

1
struktur itu sendiri dilakukan dengan menggunakan software perancangan bangunan yaitu
SAP 2000.

Namun dalam semua hal, rancangan yang akan dibuat diupayakan untuk
mempertimbangkan faktor biaya dan kekuatan dengan tetap mematuhi peraturanperaturan
yang berlaku dimana lokasi gedung tersebut akan berdiri. Hal ini untuk menghindari
kegagalan struktur yang akan dapat menimbulkan kerugian harta maupun jiwa dan
menghasilkan rancang gedung yang kuat akan tetapi tetap ekonomis dalam segi
pembiayaannya.

Kompleks Candi Prambanan atau dikenal sebagai Candi Roro Jonggrang


dibangun pada tahun 856 Masehi dan ditemukan kembali oleh seorang belanda C.A.
Lons pada tahun 1733 dan pada saat ditemukan dalam kondisi runtuh. Candi ini telah
mengalami guncangan gempa sebanyak 16 kali dan gempa besar yang terjadi melanda
kawasan Yogyakarta dan sekitarnya pada tahun 1584 Masehi (dari seorang Portugis),
selanjutnya tahun 1867, 1943 dan 2006.

Perbaikan pertama kompleks Candi Prambanan telah dilakukan oleh Ijzerman


pada tahun 1885 Masehi, namun perbaikan hanya dilakukan dengan pembersihan dan
pengumpulan batu- batu candi. Pekerjaan besar pemugaran bangunan candi ini
dilakukan secara bertahap dan dimulai sejak tahun 1977 dan untuk ketiga bangunan
candi Brahma, Çiwa dan Wisnu berakhir pada tahun 1991.

Bangunan Candi Prambanan ini berdiri di atas tiga bentuk halaman yang masing-
masing berbentuk segi empat yaitu halaman pertama dengan ukuran 110 m x 110 m, pada
halaman ini dijumpai Candi utama (Brahma, Çiwa, dan Wisnu beserta Candi Perwara
serta Candi Apit). Halaman ke dua berukuran 222 m x 222 m dan pada halaman ini
dijumpai Candi Perwara, sedangkan halaman ke tiga merupakan halaman kompleks
Candi Prambanan dengan ukuran 390 m x 390 m (Gambar 1.1).

2
Gambar 1. 1 Kompleks Candi Prambanan
Candi Prambanan yang terletak di perbatasan Propinsi DIY dan Jawa Tengah
pasca gempa bumi tampak mengalami kerusakan cukup parah. Di bagian halaman candi
banyak batu-batu candi (bagian ratna) berserakan akibat goncangan gempa, namun secara
keseluruhan seolah-olah masih tegak berdiri dengan kokoh, dan kekawatiran akan adanya
gempa susulan yang mungkin mengakibatkan bertambah parah kondisi sekarang ini.
Selama ini masih sering terjadi gempa susulan di kawasan Yogyakarta dengan kekuatan
gempa lebih kecil (Suryolelono, 2009)

Untuk mengetahui kondisi baik tanah pendukung bangunan candi di kompleks


Candi Prambanan maupun struktur fondasinya perlu dilakukan uji geoteknik dengan
melakukan pembor-an dan dikombinasi dengan uji geolistrik serta uji georadar, untuk
mendapatkan informasi lebih mendalam tentang struktur bangunan bawah, serta
karakteristik fisis maupun mekanis dari tanah dasar fondasinya.(Suryolelono, 2009)

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud yang diinginkan dari penulisan ini adalah agar mahasiswa dapat
membandingkan respon atau pengaruh yang terjadi pada sebuah gedung yang
menggunakan sistem struktur dengan sistem rangka pemikul momen khusus dan sistem
rangka pemikul momen biasa dalam perencanaan nya terhadap beban-beban yang akan
dipikulnya termasuk beban gempa yang dihitung dengan menggunakan metode respon
spectrum yang di cek dengan analisa static ekivalen.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah Untuk mengetahui kondisi
baik tanah pendukung bangunan candi di kompleks Candi Prambanan maupun struktur
fondasinya dan untuk mendapatkan informasi lebih mendalam tentang struktur bangunan
bawah, serta karakteristik fisis maupun mekanis dari tanah dasar fondasinya.

3
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menguji kondisi tanah pada candi prambanan?
2. Metode apa yang digunakan untuk penelitian ini?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan fenomena alam biasa, sama seperti hujan, angin, gunung
meletus, dan sebagainya. Dalam proses pembentukan bumi, lempeng-lempeng tektonik
bergerak dan dapat menabrak dengan lempeng lain, dari kejadian itulah gempa bumi mulai
terjadi.

Terdapat banyak definisi gempa bumi menurut banyak pakar, namun, secara umum,
(Pawirodikromo, 2012, pp. 95-96). mengartikan gempa bumi sebagai fenomena
bergetarnya permukaan tanah karena pelepasan energi secara tiba-tiba akibat dari
pecah/slipnya massa batuan di lapisan kerak bumi. Pengertian inilah yang menjelaskan
mengapa terjadinya pergetaran permukaan tanah, yaitu karena energi gempa yang
merambat dari pusat gempa ke segala arah.

Menurut Prawirodikromo (2012), Gelombang energi gempa yang merambat dapat


dibedakan menjadi dua

1) Gelombang bodi (body waves) yaitu gelombang yang menjalar dari dalam bumi/pusat
gempa.
2) Gelombang permukaan (surface waves) yaitu gelombang yang menjalar pada lapis
permukaan tanah.

Gambar 1. 2 Pembagian tipe gelombang gempa.


Richart et el., 1970 menjelaskan bahwa dari kedua kelompok gelombang tersebut,
gelombang permukaan membawa energi yang lebih besar dari pada gelombang bodi.
Namun dikarenakan gelombang bodi memilki kecepatan rambat lebih besar, dimana
gelombang yang paling cepat merambat adalah P-wave disusul oleh S-wave dan kemudian
R-wave. Maka dapat disimpulkan gelombang bodi akan tercatat lebih dahulu dibanding
gelombang permukaan.

5
Gambar 1. 3 Rekaman urutan kedatangan gelombang gempa.
Sumber : Prawirodikromo, W., 2012

2.2 Rekayasa Gempa Bumi


Pawirodikromo (2012, pp. 62) mendefinisikan rekayasa gempa bumi sebagai salah
satu cabang ilmu teknik yang terfokus pada usaha mitigasi/penanganan terhadap bahaya
gempa. Ilmu ini lebih banyak mempelajari efek gempa bumi terhadap bangunan, efek
gempa terhadap kondisi tanah, efek topografi, menentukan beban gempa, konfigurasi
bangunan yang baik terhadap beban gempa, perilaku elemen dan sistem struktur akibat
gempa, dan mendesain dan melaksanakan pembangunan bangunan tahan gempa.

2.3 Dinamika Struktur

2.3.1 Derajat Kebebasan (Degree of Freedom)


Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat indenpendensi yang
diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sistim pada setiap saat. Apabila suatu
titik yang ditinjau mengalami perpindahan tempat secara horizontal, vertikal dan ke
samping misalnya, maka sistem tersebut mempunyai 3 derajat kebebasan.

Menurut Mario Paz (1996), pada umumnya struktur berkesinambungan


(continuous structure) mempunyai jumlah derajat kebebasan (number degree of
freedom) tak berhingga. Namun dengan proses idealisasi atau seleksi, sebuah model
matematis yang tepat dapat mereduksi jumlah derajad kebebasan menjadi suatu
jumlah diskrit dan untuk beberapa keadaan dapat menjadi berderajat kebebasan
tunggal (single degree of freedom).

2.3.2 Derajat Kebebasan Tunggal (Single Degree of Freedom)


Sistem struktur yang memiliki derajat kebebasan tunggal (single degree of
freedom) hanya memiliki satu koordinat perpindahan (single displacement
coordinate). Elemen-elemen yang berpengaruh pada sistem ini adalah :

6
Gambar 1. 4 (a,b,c) Contoh struktur yang termasuk SDOF.
Sumber: Dynamic of Structures, Mario Paz

Gambar 1. 5 Model matematis sistem SDOF.


Sumber: Dynamic of Structures, Mario Paz

2.3.3 Derajat Kebebasan Banyak (Multi Degree of Freedom)


Contoh sistem struktur yang termasuk kedalam sistem MDOF dapat dilihat
pada Gambar 1.5 dan model matematis yang merepresentasikan sistem berderajat
kebebasan banyak dapat dilihat pada Gambar 1.6

Gambar 1. 6 Sistem struktur yang termasuk kedalam sistem MDOF.


Sumber: Respon Dinamik Struktur Elastik, Widodo Prawirodikromo

7
Gambar 1. 7 Model matematis sistem MDOF.
Sumber: Respon Dinamik Struktur Elastik, Widodo Prawirodikromo

2.4 Pembebanan Struktur


Pada proses perencanaan maupun peninjauan struktur bangunan harus
diperhitungkan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Menurut Pedoman Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPURG) 1987 pengertian beban beban yang
bekerja pada bangunan yang ditinjau pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Beban mati, ialah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk
segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap
yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
2) Beban hidup, ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan
suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tak
terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu,
sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut.
3) Beban gempa, ialah semua beban static ekuivalen yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. dalam
hal pengaru gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa
dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam
struktur tersbut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.

2.5 Parameter Respon Spectra

2.5.1 Klasifikasi Situs


Klasifikasi situs dalam SNI 1726-2012 dijelaskan bahwa untuk perhitungan
desain parameter seismik atau amplifikasi besaran percepatan getaran puncak dari
suatu situs harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Penetapan kelas situs harus
dilakukan dengan penyelidikan tanah di lapangan dan di laboratorium. Penentuan
kelas situs yang diambil berdasarkan nilai N SPT dapat ditentukan berdasarkan
pasal 5.3 atau Tabel 2.1 SNI -1726-2012.

Kelas Situs �

̅
SA (batuan keras) N/A

8
SB (batuan) N/A
SC (tanah keras) >50
SD (tanah sedang) 15-50
SE (tanah lunak) <15
Tabel 2. 1 Klasifikasi situs.
Sumber: SNI 1726-2012

2.5.2 Kategori Resiko Bangunan


Kategori risiko bangunan dalam SNI 1726-2012 diatur dalam Tabel 1
dengan 4 jenis kategori risiko yang dibagi berdasarkan jenis pemanfaat gedung
atau bangunan tersebut.

2.5.3 Faktor Keutamaan Bangunan (Ie)


Pengaruh gempa rencana terhadap bangunan gedung harus dikalikan dengan
faktor keutamaan bangunan. Klasifikasi faktor keutamaan dapat ditentukan pada
Tabel 2.2 SNI 1726-2012 dengan menggunakan nilai kategori risiko bangunan.

Kategori Faktor Keutamaan Gempa,


Risiko Ie
I atau II 1
III 1,25
IV 1,5
Tabel 2. 2 Faktor Keutamaan Gempa
2.6 Beban Gempa Respons Spectrum
Respons spektrum adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik plot
antara periode getar struktur T, lawan respons-respons maksimumnya untuk suatu rasio
redaman dan beban gempa tertentu. Respons maksimum dapat berupa simpangan
maksimum (Spectral Displacement, SD), kecepatan maksimum (Spectral Velocity, SV)
atau percepatan maksimum (Spectral Acceleration, SA) suatu massa struktur dengan
derajat kebebasan tunggal (Single Degree of Freedom, SDOF) (Prawirodikromo, 2012).

Metode respons spekturm dapat dipakai untuk menghitung atau menentukan


simpangan, gaya-gaya dinamik dan lainnya pada struktur dengan derajat kebebasan banyak
(Multi Degree of Freedom).

Parameter SS (percepatan batuan dasar periode pendek) dan S1 (percepatan batuan


dasar periode 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respons spectral percepatan 0,2
detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik pada pasal 14 SNI 1726:2012 dengan

9
kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun dan dinyatakan dalam bilangan decimal
terhadap percepatan gravitasi (SNI 1726:2012).

Tabel 2. 3 Peta SS
Sumber: SNI 1726:2012

Tabel 2. 4 8 Peta S1
Sumber: SNI 1726:2012

2.7 Periode Getar Alami Struktur


Time history analysis adalah suatu metode analisis dinamik yang dapat digunakan
untuk analisisa struktur terhadap beban gempa dinamik. Data time history atau riwayat
waktu didapat dari data catatan akselerogram gempa saat gempa terjadi disuatu wilayah.
Sehingga analisis time history dapat merepresentasikan bagaimana respon suatu model
struktur terhadap percepatan gempa sebenarnya atau yang diskalakan ke gempa rencana.

10
BAB III

METODOLOGI

Pengujian dilakukan di lapangan dengan menggunakan alat bor mesin sampai kedalaman
15,00 m, dan dikombinasi dengan uji geolistrik yang dilakukan di seluruh areal kompleks candi,
serta di lokasi khusus di sekitar bangunan Candi Çiwa. Selain itu, dilakukan uji dengan alat
georadar untuk mengetahui material bahan fondasi bangunan candi.

3.1 Uji Geoteknik


Uji ini merupakan kombinasi uji pem-bor-an sedalam 15,00 m dengan uji geolistrik
di seluruh kompleks candi bertujuan untuk mendapatkan hasil interpretasi secepatnya. Uji
pem-boran selain dapat diketahui secara visual kondisi pelapisan tanah di kompleks candi
juga dilakukan uji penetrasi standar (standard penetration test-SPT) untuk mengetahui
kemampuan dukung tanah di bawah kompleks candi serta pengukuran muka air tanah
apabila diketemukan.

Uji geolistrik di lakukan di seluruh kompleks Candi Prambanan untuk mengetahui


kedalaman lapisan tanah dan jenis material pembentuk lapisan ini serta kedalaman muka
air tanah. Di lokasi Candi Çiwa dilakukan uji geolistrik detail dengan maksud untuk
mengetahui kondisi lapisan tanah serta material pembentuknya di bawah bangunan candi,
bangunan fondasi, serta muka air tanah di lokasi tersebut. Metode ini memanfaatkan
gelombang listrik dan kemudian diterima oleh lapisan-lapisan batuan penyusun
berdasarkan sifat-sifat kelistrikan batuan tersebut dan dinyatakan dalam tahanan jenisnya.

3.2 Uji Georadar


Uji ini dilakukan selain untuk mendapatkan gambaran tentang kerusakan di bagian
dinding candi juga untuk mendapatkan jenis bahan konstruksi fondasi khususnya untuk
Candi Çiwa. Metode ini memanfaatkan gelombang radar sebagai media untuk
memprediksi kondisi di bawah permukaan tanah atau di belakang suatu bangunan.

Adapun lokasi uji bor dan geolistrik dapat dilihat pada skema Gambar 2.

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Goeteknik dan Geolistrik

4.1.1 Kawasan Candi Prambanan


Kompleks bangunan Candi Prambanan tampaknya terletak pada suatu
cekungan yang kemudian ditimbun. Hal ini didukung dari hasil uji bor dan
geolistrik. Letak muka tanah asli bervariasi, namun dapat dikatakan bahwa muka
tanah asli ini, secara umum miring dari arah barat laut ke tenggara. Di bagian
barat laut kedalaman muka tanah asli pada -8,00 m sedangkan di arah tenggara
pada kedalaman sekitar -8,00 sampai dengan -16,00 m, sedangkan di lokasi Candi
Çiwa, pada kedalaman -14,00 m. Letak lapisan tanah keras (batuan) terletak
cukup dalam, namun dengan arah kemiringan yang sama dengan permukaan
tanah asli. Di bagian barat laut kedalaman lapisan batuan bervariasi pada -25,00 m
sampai dengan -33,00 m sedangkan di arah tenggara pada kedalaman yang sangat
dalam.

12
GL-9

GL-4

GL-2
GL-6 GL-3 GL-1 GL-5

GL-7

GL-8

Gambar 4. 1 Skema lokasi uji bor mesin dan geolistrik di lokasi Candi Prambanan
Keterangan:

GL-2 s/d GL-9: ttitik pengamatan


Geolistrik GL-1: titik bor mesin

Kompleks Candi Siwa Kompleks Candi Perwara

Candi Siwa Kawasan Candi Prambanan

Pada cekungan inilah bangunan candi dibangun, dengan dilakukan


penimbunan terlebih dulu. Dari hasi uji bor mesin dan nilai SPT di lokasi sebelah
timur Candi Çiwa adalah sebagai berikut ini.

Kedalaman (dihitung dari pelataran candi Çiwa)

- 0,00 – 0,50 m tanah pasir yang sudah di olah (pudel)


- 0,50 – 3,00 m pasir halus warna coklat kemerah -merahan, butiran uniform
- 3,00 – 5,00 m pasir halus warna coklat, butiran uniform
- 5,00 – 5,50 m medium sand, coklat keabu-abuan, butiran uniform
- 5,50 – 6,50 m pasir halus, warna coklat, butiran uniform
- 6,50 – 6,80 m batu pasir, warna coklat ke abu-abuan
- 6,80 – 8,40 m pasir halus, coklat, butiran uniform
- 8,40 – 10,50 m pasir halus, coklat ke abu-abuan, butiran uniform
- 10,50 – 13,70 m pasir sangat halus, coklat, butiran uniform
- 13,70 – 15,00 m pasir halus, abu-abu kehitam-hitaman, butiran uniform

13
Hasil interpretasi pemboran dan geolistrik dapat dilihat dalam Gambar 4.1

a. Potongan barat – timur (GL-6; GL-3; GL2; GL-1; GL-5)

b. Potongan utara – selatan (GL-9; GL-4; GL2; GL-1; GL-7; GL8)

Gambar 4. 2 Interpretasi kondisi muka tanah asli dan muka tanah keras di
Lokasi candi Prambanan

Nilai SPT, dari kedalaman ± 0,00 m sampai dengan -15,00 m bertambah


secara bertahap sebesar 15–29, sedangkan untuk untuk kedalaman -15,00 m (batas

14
kedalaman pem-bor-an) sebesar 31, berdasarkan kriteria Peck, dkk. 1977 dalam
Bowles, 1997 adalah sebagai berikut ini.

Nilai SPT kepadatan relative

15 – 29 kepadatan sedang

≥ 30 padat

≥ 55 sangat padat (batuan keras)

Selain itu, besarnya parameter tanah untuk analisis kapasitas dukung tanah
adalah nilai sudut gesek internal tanah: 30 – 32o , sedangkan nilai kohesi dapat
diabaikan. Besarnya nilai kapasitas dukung tanah (soil bearing capacity) 150 –
175 kN/m2 .

Tampak tanah di lokasi Candi Çiwa merupakan tanah timbunan dengan


kepadatan sedang, pada kedalaman sampai dengan -14,00 m. Di bawah lapisan ini
merupakan lapisan tanah asli dengan kepadatan yang lebih tinggi, serta
kemampun dukung lebih besar. Muka air tanah dijumpai pada kedalaman 11,20 m
(dari hasil interpretasi geolistrik di seluruh kompleks di jumpai kedalaman muka
air tanah pada -12,00 sampai dengan -15,00 m).

4.1.2 Candi Siwa


Bangunan Candi Çiwa menumpang di atas perbaikan tanah dasar fondasi
yang merupakan tanah pasir tercampur baru kerikil yang dipadatkan dari
kedalaman -14,00 m sampai dengan - 8,00 m atau setebal 6,00 m. Di atas lapisan
ini baru ditempatkan batu putih (batu tuff) yang bekerja sebagai fondasi candi.
Lapisan batu tuff ini dari -8,00 m sampai dengan dasar lorong Candi Çiwa.
Tampak tinggi bangunan Candi Çiwa tidak seperti sekarang ini yaitu 47,00 m,
namun menjadi 55,00 m. Hal ini, dapat dijelaskan, karena bagian ini juga
merupakan tubuh candi. Suatu hal yang menarik adalah dijumpainya air tanah di
sebelah timur bangunan Candi Çiwa. Air tanah ini tampaknya hanya setempat
yang diperkirakan merupakan sumber air di kedalaman tersebut.

4.2 Hasil Interpretasi Dari Uji Georadar


Kedalaman retakan pada arah horisontal di bagian dinding lorong tidak lebih dari
1,50 m, sedangkan di lantai 1 kurang dari 1,00 m. Selain itu, struktur kolom beton hasil
renovasi sebagai penguat dari bangunan candi, tampak masih kokoh dengan ukuran lebar
kolom 1,00 m. Keretakan pada batu dinding candi dapat terjadi di bagian sambungan batu,
dan juga pada batu itu sendiri, sehingga banyak dijumpai batu yang hancur. Penyebab
kerusakan ini adalah beban batu yang cukup berat terutama di bagian gapura yang
merupakan struktur paling lemah. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa struktur batu

15
putih (tuff) setebal 2,00 m dari permukaan halaman candi, dan selanjutnya dibungkus
dengan batu andesit yang tampak seperti sekarang.

4.3 Penurunan Bangunan Candi


Penurunan bangunan candi terutama pada bangunan Candi Çiwa adalah merupakan
kejadian normal seperti pada bangunan-bangunan lainnya. Bangunan ini berada di atas
lapisan tanah pasir, dan tanah pasir mempunyai karakteristik apabila ada tambahan beban,
maka terjadi penurunan yang sifatnya sesaat. Artinya terjadi penurunan segera setelah
beban itu bekerja, namun setelah itu tidak terjadi lagi penurunan. Jadi bangunan candi
menerima tambahan beban akibat gempa, semula sudah sangat stabil mendadak ada
tambahan beban, sehingga bangunan candi mengalami penurunan kembali. Pada tanah
pasir pengaruh penurunan yang terjadi pada bangunan utama akan menarik bangunan yang
ada di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan teori-teori untuk tanah pasir, dan diperkuat dengan
bentuk retakan pada arah vertikal dengan sisi bawah lebih lebar dari bagian sisi atasnya.
Untuk bangunan di sekitar bangunan induk ini akan tertarik ke arah bangunan utama
dengan kata lain bangunan di sekitar bangunan utama miring ke arah bangunan utama.
Berbeda dengan tanah dasar fondasi merupakan tanah lempung, bangunan di sekitar
bangunan utama akan miring ke arah luar.

4.4 Bangunan Pondasi


Bangunan fondasi baik pada Candi Brahma, Çiwa maupun Wisnu merupakan
susunan batu putih (tuff) berbentuk blok-blok batu dengan ukuran ±1,00 m. Untuk Candi
Çiwa tebal lapisan ini: 8,00 m, jadi ada delapan lapis susunan dari batu ini. Di bawah
lapisan ini terdapat tanah pasir kasar yang dipadatkan setebal 6,00 m dan menumpang di
atas permukaan tanah asli (muka tanah dasar cekungan). Berdasarkan penelitian Mahmud
(2001) pasir padat dapat memberikan kontribusi di dalam meredam getaran. Hasil
penelitian Mahmud dengan menggunakan getaran cyclic, maka terjadi rasio redaman
(damping ratio) sesuai dengan bertambahnya beban yang bekerja di atas tanah pasir. Untuk
lapisan tanah pasir kepadatan maksimum yaitu pada tekanan 1,66 kg/cm2 terjadi rasio
redaman getaran sebesar 2,1%, sedangkan penambahan tekanan menjadi 2,33 kg/cm2 ,
rasio redaman meningkat menjadi 8,2%. Artinya semakin padat lapisan tanah pasir ini,
semakin tinggi nilai rasio redamannya. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan beban gempa yang dimodelkan dan beban sebesar beban bangunan candi, serta
lapisan tanah pasir seperti yang ada di bawah bangunan candi.

4.5 Metode Pembangunan Candi


Tampak di sini, para lelulur orang Indonesia telah demikian maju dalam teknologi
pembangunan candi pada saat itu. Perlu diperhatikan dalam menyusun batu candi dengan
ukuran yang dapat dikatakan besar, untuk alas (fondasi) candi. Pada saat itu telah
dipikirkan bagaimana teknologi dalam menyusun batu candi, sehingga tersusun rapi seperti
sekarang ini. Pemilihan lokasi tampaknya memegang peranan penting dalam pembangunan
candi. Lokasi di cekungan memudahkan dalam melakukan penimbunan tanah pasir sebagai

16
dasar fondasi dan selanjutnya batu putih (tuff) ukuran besar dapat digelincirkan yang
selanjutnya ditempatkan di lokasi yang tepat. Setelah tersusun rapi, sekitar susunan batu
candi ditimbun untuk meratakan permukaan tanah timbunan dengan permukaan batu putih,
demikian selanjutnya sampai ketinggian yang diinginkan. Dinding candi yang sekarang ini
dapat dilihat (warna hitam) merupakan batu andesit sebagai batu dinding yang diberi
ornamen, dan selanjutnya ditempatkan struktur Ratna di bagian-bagian tertentu, serta
susunan pagar keliling (bagian langkan-pagar lorong). Struktur Ratna inilah sebagian besar
lepas dan jatuh akibat guncangan gempa tanggal 27 Mei 2006. Dari hasil-hasil tersebut
dapat diambil suatu kesimpulan dan saran sebagai berikut ini.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji ini dapat diberikan suatu kesimpulkan sebagai berikut :

a. Lokasi Candi Prambanan berada di suatu cekungan dan di sebelah timur Candi Çiwa
dijumpai mata air dan permukaan tanah asli pada kedalaman 14,00 m dari muka tanah
di halaman candi.
b. Candi berada di atas tanah timbunan pasir, dan di bawah halaman candi merupakan
lapisan tanah pasir dengan kepadatan sedang.
c. Perbaikan tanah dasar fondasi yang merupakan tanah pasir yang dipadatkan di bawah
Candi Çiwa setebal 6,00 m dengan material tanah timbunan berupa pasir tercampur
kerikil, kerakal dalam kondisi basah.
d. Fondasi bangunan candi tampak masih kokoh berupa batu putih (batu tuff), setebal
8,00 m dari muka tanah di halaman candi dan batu tuff ini juga merupakan penyusun
tubuh candi di bagaian dalam, sampai ketinggian sekitar 2,00 m, yang kemudian
ditutup oleh batu andesit (batu dinding lorong).
e. Struktur utama bangunan Candi Çiwa tetap kokoh, karena didukung oleh struktur
kolomkolom dan balok-balok beton yang membentuk portal di dalam bangunan candi.

17
f. Keretakan dinding bangunan Candi Çiwa sampai kedalaman sekitar 1,50 – 2,00 m,
terutama di sekitar gapuran di setiap bilik dan terjadinya keretakan ini disebabkan
beban batu di atas gapura yang memberikan tambahan beban akibat pengaruh beban
gempa.

5.2 Saran
Dari hasil uji Geoteknik-Geolistrik dan Georadar dapat disarankan perbaikan
bangunan Candi sebagai berikut ini.

a. Bangunan candi selain Candi Çiwa tidak ada masalah, dan dapat dilakukan
pembongkaran.
b. Khusus bangunan Candi Çiwa, dijumpai permasalahan sambungan batu telah
direkatkan dengan perekat yang kuat pada saat pemugaran di masa lampau, dan
bangunan candi masih kokoh berdiri. Untuk itu disarankan perbaikan candi dilakukan
secara parsial (bagian per bagian) adalah sebagai berikut ini.
1) Dibongkar seluruhnya dari atas. Pembongkaran ini akan mengalami kendala
sambungan batu di bagian puncak candi menggunakan sambungan perekat dan
angker. Selain itu, diperlukan crane untuk memindahkan batu-batu candi.
2) Dibongkar sebagian berdasarkan kuadran. Bangunan utama candi tidak
dibongkar, hanya dari bagian bawah gapura ke atas yang dibongkar.
Pembongkaran harus hati-hati agar batu candi tidak rusak, dan kemudian disusun
kembali. Teknologi yang digunakan sebaiknya menggunakan teknologi
sederhana, dikombinasi teknologi modern. Tujuannya untuk menjual object dalam
rangka renovasi ulang bangunan candi. Untuk itu melalui BP3 perlunya
memanage “Wisata Teknologi Renovasi (Tourism of Renovation Technology)”
untuk penggalangan dana baik dari dalam negeri maupun luar negeri dengan
menjual teknologi pemugaran candi.
3) Bangunan candi dibiarkan apa adanya seperti kondisi sekarang, dan untuk
memperkokoh bangunan dilakukan grouting, namun metode ini perlu
diperhatikan berkaitan dengan masalah lingkungan. Bahan grouting umumnya
bersifat racun, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap bahan grouting
terhadap kerusakan bahan batu di masa mendatang. metode ini sebaiknya
merupakan pilihan terakhir apabila metode lain sudah sulit untuk dilaksanakan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Suryolelono, K. B. (2009). Candi Prambanan Pasca Gempa Bumi. Civil Engineering Forum
Teknik Sipil, 17(3), pp--594.
Binus, Library. 2017. “Landasan Teori 2.1 Pendahuluan”
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2017_1_238_Bab2.pdf, diakses
pada 18 Juli 2022. Pukul 22.58 WIB

Lukmana, Hardianto. 2021. “GEMPA BUMI YANG TERJADI DI INDONESIA DALAM 5


TAHUN TERAKHIR”. https://www.slideshare.net/HardiyantoLukmana1/makala-
rekayasa-gempa, diakses pada 19 Juli 2022. Pukul 23:09 WIB

Tutorial, News. 2012. “Makalah Rekayasa Gempa Bumi”.


http://newstutorial2.blogspot.com/2012/05/makalah-rekayasa-gempa.html, diakses pada 19
Juli 2022. Pukul 23:12 WIB

Sanjaya, Hamdani. 2018. “Landasan Teori Gempa Bumi”. https://docplayer.info/56212657-Bab-


iii-landasan-teori-a-gempa-bumi.html, diakses pada 19 Juli 2022. Pukul 23.25 WIB

19

Anda mungkin juga menyukai