Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

STATISTIKA TEKNIK
STRATEGI PEMBANGUNAN DALAM DAERAH RAWAN BENCANA

DOSEN PENGAMPU : Eko Prihartanto, S.T., M. T.

Kelompok :

Muhammad Syafiy (2040301039)


Rizky Alamsyah (2040301059)
Aji Efvenbach Putra (2040301066)
Christian Benikamtono Naga (2040301067)

TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karuniaNya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini yang
Alhamdulillah bisa kami selesaikan dengan baik yang berjudul “ Strategi
Pembangunan Dalam Daerah Rawan Bencana”.

Kami berharap makalah ini bisa menambah wawasan kita tentang


Pembangunan dalam daerah rawan bencana. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata terimakasih kepada pihak yang berperan dalam penulisan
makalah ini. Semoga Allah meridhai segala urusan kita.

Hormat kami

Kelompok

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................. i

Daftar Isi ................................................................................ ii

BAB 1 Pendahuluan ..................................................................... 1

a. Latar Belakang ..................................................................... 1

BAB 2 Literatur Studi .................................................................... 3

1. Konsep Pemilihan Struktur .............................................. 3


2. Kriteria Dasar Perencanaan .............................................. 5
3. Metode Analisis Data .............................................. 8

BAB 3 Pembahasan ................................................................... 11

A. Prinsip Rumah Tahan Gempa ............................................. 11


B. Berbagai Jenis Material ............................................. 11

BAB 4 Kesimpulan dan saran ........................................................ 16

Daftar Pustaka ............................................................................. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana gempa
dan tsunami, karena Indonesia merupakan bagian dari rangkaian Cincin
Api (The Ring of Fire) yang meliputi negara-negara pasifik factor utama
yang menjadikan Indonesia sebagai wilayah rawan tsunami adalah
karena indonesia masuk dalam zona tektonik yang sangat aktif, dimana
Indonesia merupakan pertemuan antara 3 (tiga) lempeng di dunia,,yaitu
lempeng Eurasia, lempeng Philippine, dan lempeng Pasific. Lempeng
tersebut selalu bergerak dan bertumbuk menuju kestabilan. Pergeseran
itulah yang mengakibatkan terjadinya gempa dan tsunami.
Dampak dari tumbukan lempeng yang berbeda itu adalah
terjadinya penimbunan energi di dalam fitur-fitur geologi tersebut.
Sehingga dalam durasi waktu tertentu energy tersebut akan dilepaskan
dan menimbulkan gempa secara tiba-tiba dalam skala besar (<7,5) yang
dapat terjadi di sepanjang lempeng kerak bumi tersebut dimana dapat
menimbulkan tsunami.
Tsunami bahkan mengakibatkan dampak yang lebih besar, jika:
pantainya terletak di teluk setengah tertutup, pantainya tidak ditumbuhi
pepohonan yang lebat, pantainya tidak memiliki tanggul atau penahan
gelombang yang cukup tinggi, terletak ditepi atau dekat muara sungai,
terletak pada daerah dataran banjir, bangunan terletak sangat dekat
dengan pantai, dan bangunan terbuat dari bahan bermutu rendah.
Kota palu yang terletak di pesisir pantai yang dilalui patahan palu-
koro, menyebabkan palu rawan akan gempa.selain itu, karena
topografinya yang berupa teluk,maka apabila terjadi tsunami,energy
yang dikeluarkan lebih besar, sehingga tsunami yang ditimbulkan pun
lebih besar. Jarak rumah penduduk yang sangat dekat dengan bibir
pantai, juga menyebabkan rumah penduduk mudah terjangkau air yang
naik saat tsunami terjadi. Jenis bangunan, apakah rumah tersebut tidak

1
permanen, sangat mempengaruhi ketahanan terhadap gempa dan
tsunami. Dalam hal ini, rumah tidak permanen dan semi permanen tentu
kurang kuat untuk bertahan, jika dibandingkan dengan rumah permanen.
Hingga saat ini pengetahuan manusia belum dapat memprediksi dan
mencegah kapan tsunami akan terjadi, tetapi, pemilihan jenis bangunan,
material bangunan yang digunakan, serta tata cara (metode
pelaksanaan) pembangunan rumah atau bangunan,menjadi factor
penentu yang dapat dikontrol. Oleh karena itu, material bangunan yang
digunakan harus merupakan material yang memnuhi standar, berkualitas
baik, berkualitas tinggi (high strength), dan ringan (lightweight), sehingga
dapat menjadikan bangunan tahan terhadap beban akibat tsunami.

2
BAB II
LITERTATUR STUDI

1. Konsep Pemilihan Struktur


Desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek,
diantaranya :
a. Aspek Struktural (kekuatan dan kekakuan struktur)

Aspek ini merupakan aspek yang harus dipenuhi karena


berhubungan dengan besarnya kekuatan struktur dalam menerima
beban-beban yang bekerja, baik beban vertikal maupun beban
horizontal.

b. Aspek arsitektural dan ruang

Aspek ini berkaitan dengan denah dan bentuk gedung yang


diharapkan memiliki nilai estetika dan fungsi ruang yang optiomal
yang nantinya berkaitan dengan dimensi dari elemen struktur.

c. Aspek pelaksanaan dan biaya

Meliputi jumlah pembiayaan yang diperlukan agar dalam proses


pelaksanaannya perencana dapat memberikan alternatif rencana
yang relatif murah dan memenuhi aspek mekanika, arsitektural, dan
fungsionalnya.

d. Aspek perawatan gedung

Aspek berhubungan dengan kemampuan owner untuk


mempertahankan gedung dari kerusakan yang terjadi.

3
Dalam pemilihan struktur bawah harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:

a. Keadaan tanah pondasi

Keadaan tanah ini berhubungan dengan pemilihan tipe pondasi


yang sesuai, yaitu jenis tanah, daya dukung tanah, kedalaman
lapisan tanah keras

b. Batasan akibat struktur di atasnya

Keadaan struktur sangat mempengaruhi pemilihan jenis pondasi,


yaitu kondisi beban dari struktur diatasnya (besar beban, arah beban,
penyebaran beban).

c. Keadaan lingkungan disekitarnya

Meliputi: lokasi proyek, dimana pekerjaan pondasi tidak boleh


mengganggu atau membahayakan bangunan dan lingkungan di
sekitar daerah yang rawan tsunami.

d. Biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan

Pekerjaan pondasi harus mempertimbangkan biaya dan waktu


pelaksanaannya sehingga proyek dapat dilaksanakan dengan
ekonomis dan memenuhi faktor keamanan. Pelaksanaan juga harus
memenuhi waktu yang relatif singkat agar pekerjaan dapat
dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

4
2. Kriteria Dasar Perencangan
Beberapa kriteria dasar yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Material struktur
Material struktur dapat dibagi menjadi empat (4) golongan yaitu:
a) Struktur kayu
Struktur kayu merupakan struktur dengan ketahanan yang
cukup, kelemahan dari material ini adalah tidak tahan terhadap
api, dan adanya bahaya pelapukan. Oleh karena itu, material ini
hanya digunakan pada bangunan tingkat rendah.

b) Struktur baja
Struktur baja sangat tepat digunakan pada bangunan
bertingkat tinggi karena material baja mempunyai kekuatan serta
tingkat daktilitas yang tinggi bila dibandingkan dengan material-
material struktur yang lain.
Spesifikasi material yang digunakan dalam perencanaan
struktur gedung ini adalah sebagai berikut:
Baja
 Tulangan Utama fy=450 Mpa
 Tulangan Geser fy=290 Mpa
 Baja Profil fy=290 Mpa
c) Struktur beton
Struktur beton banyak digunakan pada bangunan tingkat
menengah sampai dengan bangunan tingkat tinggi. Struktur ini
paling banyak digunakan bila dibandingkan dengan struktur
lainnya karena struktur ini lebih monolit dan mempunyai umur
rencana yang cukup panjang.
Spesifikasi material yang digunakan dalam perencanaan struktur
gedung ini adalah sebagai berikut:
 Beton f’c=30 Mpa

5
d) Struktur komposit
Struktur ini merupakan gabungan dari dua jenis material
atau lebih. Pada umumnya yang sering digunakan adalah
kombinasi antara baja struktural dengan beton bertulang.
Kombinasi tersebut menjadikan struktur komposit memiliki
perilaku struktur antara struktur baja dan struktur beton
bertulang. Struktur komposit digunakan untuk bangunan tingkat
menengah sampai dengan bangunan tingkat tinggi.
Setiap jenis material mempunyai karakteristik sendiri
sehingga suatu jenis bahan bangunan tidak dapat digunakan
untuk semua jenis bangunan.
b. Konfigurasi struktur bangunan
- Konfigurasi horisontal
Daerah bangunan diusahakan memiliki bentuk yang
sederhana, kompak, dan simetris tanpa mengesampingkan unsur
estetika. Hal tersebut bertujuan agar struktur mempunyai titik
pusat massa bangunan atau memiliki eksentrisitas yang tidak
terlalu besar sehingga tidak terjadi torsi.
- Konfigurasi vertikal
Konfigurasi struktur pada arah vertikal perlu dihindari
adanya perubahan bentuk struktur yang tidak menerus. Hal ini
dikarenakan apabila terjadi tsunami maka akan terjadi pula
getaran yang besar pada daerah tertentu dari struktur. FEMA
menghimbau agar membangun gedung dengan beton bertulang.
Struktur beton bertulang atau kerangka baja direkomendasikan
untuk struktur evakuasi vertikal. Struktur evakuasi vertikal
menyediakan sarana untuk menciptakan area perlindungan bagi
masyarakat, dimana evakuasi keluar dari zona genangan tsunami
tidak memungkinkan.

6
Sumber: maxi.co.uk
- Konfigurasi rangka struktur
Ada dua macam yaitu: rangka penahan momen yang terdiri
dari konstruksi beton bertulang berupa balok dan kolom, dan
rangka dengan difragma vertikal, adalah rangka yang digunakan
bila rangka yang struktural tidak mencukupi untuk mendukung
beban horizontal yang bekerja pada struktur. Pembuatan struktur
bertingkat, dengan lantai pertama yang terbuka (atau berada di
atas panggung), sehingga kekuatan utana air tsunami yang
datang dapat melewatinya. Kerusakan akibat air yang naik juga
akan berkurang, jika air bisa mengalir di bawah struktur
bangunan.
- Konfigurasi keruntuhan struktur
Perencanaan struktur di daerah gempa terlebih dahulu
harus ditentukan elemen kritisnya. Mekanisme tersebut
diusahakan agar sendi-sendi plastis terbentuk pada balok terlebih
dahulu dan bukannya pada kolom. Hal ini dimaksudkan karena
adanya bahaya ketidakstabilan akibat perpindahan balok jauh
lebih kecil dibandingkan dengan kolom, selain itu kolom juga lebih
sulit untuk diperbaiki daripada balok sehingga harus dilindungi
dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu
konsep yang diterapkan adalah kolom harus lebih kuat daripada
balok (strong coloum weak beam).

7
3. Metode Analisis Data
a. Analisis Data dengan Metode Deskriptif-Evaluatif Teknik

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah


metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil
penelitian difokuskan untuk memberi gambaran yang jelas tentang
keadaan objek yang sedang diteliti. Dimana alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif-evaluatif
(The descriptive-evaluation). Pada analisis ini diperlukan berbagai
sumber data yang berbeda dan teori beserta kebijakan pemerintah
untuk memberikan hasil yang optimalkan dalam penelitian ini.

b. Analisis Proyeksi Penduduk

Proyeksi penduduk merupakan bagian dari analisis yang


digunakan dalam penelitian ini, tujuannya dari analisis proyeksi
penduduk adalah untuk mendapatkan perkembangan penduduk
selama 20 Tahun ke depan dengan menggunakan data lima tahun
ke belakang atau data time series.

c. Analisis Matriks Persandingan Perubahan Penggunaan Lahan


berbasis Geospasial
Analisis perubahan penggunaan lahan lahan dengan metode
matriks persandingan pada daerah penelitian dilakukan untuk
mendapatkan gambaran tentang dinamika perubahan penggunaan
lahan pada saat setelah pasca tsunami dengan kondisi saat ini.
Data informasi penggunaan lahan pada saat pasca tsunami,
didapatkan dari hasil pengolahan dengan menggunakan perangkat
lunak ArcGIS 10,5.Hasil pengolahan dari perangkat lunak ArcGIS
akan memunculkan informasi persentase luasan dan klasifikasi
penutupan lahan di daerah rawan tsunami.

8
d. Analisis Overlay dengan Metode Unions (Sumperimpose)

Analisis spasial ini dilakukan untuk mengetahui sebaran luas dan


kuantitas unit aspek yang diteliti secara spasial yang di teliti.
Dalam melakukan analisis ini dilakukan dengan menggunakan
Sistem Informasi Geografis (SIG). Metode pendekatan pada
tahap kajian ini dilakukan dengan pembahasan menggunakan
analisis deskriptif guna menerangkan data-data yang hasil dari
analisis. Analisis spasial yang dilakukan menggunakan Software
ArcMap 10 dengan geoprosessing tools (Overlay – Union)
digunakan untuk mengetahui daerah-daerah permukiman yang
masuk kedalam zona Kawasan bencan Tsunami serta presentasi
jumlah bangunan yang berada pada kawasan rawan bencana
Tsunami.

e. Analisis Keputusan Multikriteria dengan Metode Simple Additive


Weighting
Analisis Kawasan Rawan Bencana Tsunami terhadap
pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di daerah
tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis keputusan
multikriteria. Pada analisis multikriteria seringkali objek yang
satu berbenturan dengan objek yang lainnya (seperti) satu objek
memperbaiki dan objek yang lain mungkin memperburuk). Analisis
dimensional dapat membantu para pembuat keputusan agar dapat
mengambil keputusan yang lebih baik pada kondisi tersebut. Analisis
keputusan multikriteria spasial dapat dipikirkan sebagai proses yang
menggabungkan dan mentransformasikan data input spasial dan
aspasial kedalam keputusan resultan (output).Hukum keputusan
multikriteria didefinisikan sebagai hubungan antara peta masukan
dan keluaran. Metode yang dipakai dalam analisis keputusan
multikriteria adalah metode Simple Additive Weight(SAW),metoda
ini berdasarkan konsep pembobotan rata-rata. Pembuat keputusan

9
secara langsung menentukan bobot “kepentingan relatif” pada
masing-masing peta tematik. Total nilai masing-masing alternatif
didapatkan dengan mengalikan bobot yang ditentukan untuk masing-
masing atribut dan menjumlahkan hasil atribut-atribut tersebut. Saat
skor keseluruhan semua alternatif dihitung,alternatif dengan nilai
tertinggi akan dipilih.
f. Analisis Penentuan Daerah Rawan Bencana Tsunami berbasis
Geospasial
Penentuan daerah kerawanan bencana tsunami dilakukan dengan
metode tumpang susun (overlay method) dan permodelan data.
Overlay method dilakukan dengan menggabungkan data grafis
parameter-parameter yang mempengaruhi tsunami untuk
menghasilkan daerah rawan tsunami.

10
BAB III
PEMBAHASAN
A. Prinsip Dasar Rumah Tahan Gempa

Rumah yang tahan terhadap gempa dan tsunami harus berdasarkan


filosofi:

 Ketika gempa berskala kecil terjadi, bagian struktural dan non struktural
tidak boleh rusak/hancur.
 Ketika gempa berskala sedang terjai, bagian struktural rumah tidak
boleh rusak, walaupun bagian non strukturalnya rusak.
 Ketika gempa berskala besar terjadi, walaupun bagian struktural dan
non strukturalnya rusak, tetapi harus ada waktu bagi penghuni rumah
tersebut untuk menyelamatkan diri.

B. Berbagai Jenis Material


a. Kondisi Rumah Berbahan Batu Bata
Kondisi rumah ini masih tidak emenuhi kriteria sebagai rumah
yang tahan terhadap gempa dan tsunami. Pada gambar 1 terlihat rumah
semi permanen yang sebagian dindingnya mengunakan batu bata. Tidak
terdapat cinci yang mengikat rumah menjadi satu kesatuan. Pada
Gambar 1 dibawah ini, tampak kolom hanya dibangun dengan
menyesuaikan dinding bata, sehinggah kolom menjadi kecil; tidak cukup
kuat menopang beban. Di gambar ini juga terlihat bagian bawah kolom
kering, sementara bagian atasnya basah. Artinya kolom tersebut
dibangun dalam perbedaan waktu yang cukup lama. Dengan demikian
kolom tersebut tidak akan cukup kuat menahan dinding saat gempa dan
tsunami terjadi.

11
Gambar 1. Rumah bata yang tidak sesuai untuk rumah tahan gempa
dan tsunami

b. Kondisi Rumah Berbahan Betako


Kondisi rumah yang terbuat dari batako di pesisir pantai Teluk
Palu juga belum memenuhi kriteria rumah yang tahan terhadap gempa
dan tsunami. Seperti Gambar 2, tampak bangunan berbahan batako
dengan banyak bukaan (jendela). Rumah yang dirancang tahan
terhadap gempa seharusnya memiliki sedikit bukaan, karena bukaan
yang banyak bisa mengakibatkan komponen-komponen rumah (dinding,
pintu dan jendela) mudah terlepas saat gempa dan tsunami terjadi. Jika
bangunan tersebut bertingkat (lebih dari satu lantai), bukaan yang
banyak seharusnya ada pada lantai dasar. Lebih baik apa bila bangunan
tersebut berupa rumah panggung dengan kolom yang kuat, sehingga
pada saat tsunami terjadi, air dapat melewati bagian bawah (lantai
dasar) yang terbuka, sehingga tidak ada orang atau barang yang terkena
terjangan tsunami, sehingga dap meminimalisir jumlah korban.
Bangunan rumah panggung juga baik untuk di bangun di daerah rawan
banjir.

12
Pada pada Gambar 3, tampak rumah yang terbuat dari batako
mempunyai sedikit bukaan, tapi kekurangannya adalah tidak adanya
cincin di antara pintu dan atapnya, dimana cincin berfungsi untuk
mengikat dinding rumah secara keseluruhan menjadi satu kesatuan,
agar dinding tidak mudah terlepas pada saat terjadi gempa atau tsunami.

Gambar 2. Rumah Batako yang mempunyai banyak bukaan

Gambar 3. Rumah Batako yang berkolom kecil

13
c. Kondisi Rumah Berbahan Kayu
Pada kenyataannya, kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan di
daerah pesisir pantai yang rawan gempa dan tsunami ini belum
memenuhi syarat untuk di jadikan material bangunan, antara lain: kayu
dengan kadar air (kayu basah), sehingga setelah digunakan terjadi
penyusutan besar pada kayu, sehingga dinding kayu tidak raoat, seperti
terlihat pada Gambar 4. Selain itu, kayu tidak di awetkan terlebih dahulu
sebelum digunakan (misalnya dengan mengoles zat pengawe atau cat
berkualitas baik), sehingga dinding kayu yang terekspos cuaca panas
dan kondisi luar, menjadi mudah lapuk/rusak. Adapun mcam-macam
bahan pengawet kayu, antara lain: tanalith C, celcure, biliden, greensalt,
superwolman, borax, dan asam borat. Juga penthana chlor phenol
(PCP), rentokil, Cu Napthenate, tributyltin-oxide, dowicide, restol,
anticelbol, cuprinol, solignum, xylaman, brunophen, pendrex, dieldrien
dan aldrin. Cara penggunaannya yaitu dengan cara pemolesan,
perendaman atau dengan cara teknan/vacuum.(Bahab ajar Teknologi
Bahan I, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Jakarta, Desember
2005).

Gambar 4. Kayu berkadar air tinggi yang digunukan sebagai bahan


bangunan

14
Gambar 5. Rumah kayu yang dibangun seadanya tanpa
memperhitungkan beban gempa dan tsunami.

Gambar 6. Kolom dirancang terikat dengan dinding pada rumah tahan


gempa.

Gambar 7. Adanya cincin sebagai pengikat seluruh bangunan pada


bangunan tahan gempa dan tsunami.

15
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Material bangunan yang digunakan harus benar-benar baik, dan
untuk membuktikan, masyarakat harus mengerti tentang dasar-dasar
pengujian material bangunan
b. Rumah yang tahan terhadap gempa dan tsunami adalah rumah yang
di bangun satu kesatuan utuh terhadap pondasi, kolom, dan
dindingnya, sehingga bagian-bagian bangunan tidak terlepas saat
gempa dan tsunami terjadi.
c. Pada prinsipnya keseluruhan bangunan terikat kuat sebagai satu
kesatuan dimana: pondasi dan kolom terikat/terkait kuat, kolom dan
dinding terkait kuat dengan menggunakan tulangan pengikat, seperti
pada Gambar 6. Pasang cincin di atas bukaan (pintu dan jendela),
agar keseluruhan pondasi, dinding, dan kolom menjadi kuat sebagai
satu kesatuan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Bahan ajar Teknologi Bahan I, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik
Negeri Jakarta, Desember, 2005
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul,
www.bantulkab.go.id
Ditjen Cipta Karya DPU, 2006, Pedoman Teknis Rumah Bangunan Tahan
Gempa
http;//mulyantogblog.files.wordpress.com/2008/07/perencanaan-bangunan-
rumah-sederhana-tahan gempa.pdf
Anonim, Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010
Restuning Dyah, Skripsi, Fakultas Teknik, UNTAD 2012
www.Media.neliti.com

17

Anda mungkin juga menyukai