Oleh :
21116001
DOSEN KONSULTASI
Leonardus Setia Budi Wibowo, S.T., M.T., Ph.D
NIP : 211/10.84/02.12/007
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga Studi Perencanaan ini dapat diselesaikan. Studi
Perencanaan ini merupakan hasil tertulis dari perkuliahan jurusan Teknik Sipil.
i
DAFTAR ISI
ii
2.5.4 Perencanaan Kolom ............................................................................ 32
2.5.5 Sambungan ......................................................................................... 35
2.6 Struktur Pengaku Diagonal (Bracing) ......................................................... 40
2.6.1 Concentrically Braced Frames (CBF) ............................................... 40
2.6.2 Eccentrically Braced Frames (EBF) .................................................. 42
2.7 Analisis Push Over ...................................................................................... 45
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Data Perencanaan ........................................................................................ 47
3.1.1 Data Umum......................................................................................... 47
3.1.2 Data Teknis ......................................................................................... 48
3.1.3 Mutu Material Bahan .......................................................................... 49
3.2 Tahapan Perencanaan .................................................................................. 50
3.2.1 Analisis Beban .................................................................................... 50
3.2.2 Analisis Statika ................................................................................... 51
3.2.3 Analisis Gempa ................................................................................... 51
3.2.4 Desain Penampang Struktur ............................................................... 51
3.2.5 Gambar Struktur ................................................................................. 52
3.3 Hasil Perencanaan ....................................................................................... 52
3.4 Flow Chart................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Selain daripada aspek dimensi dan bentuk dari gedung yang semakin
berkembang, material sebuah gedung pun juga beragam. Material yang
sangat sering kita jumpai di berbagai macam bangunan pada umumnya
adalah gedung berstruktur beton bertulang dan struktur baja. Kedua material
ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dari segi waktu dan
kemudahan pemasangan, material baja memang lebih tinggi dari material
beton. Struktur baja sendiri juga kuat menahan gaya tarik yang ada. Selain
itu, pemasangan struktur gedung baja lebih mudah dan memerlukan waktu
yang tidak lama seperti pengecoran pada struktur gedung beton bertulang.
1
Jenis dan profil material baja juga beragam, sehingga dapat menyesuaikan
dengan perhitungan struktur serta kebutuhan.
2
dilakukan salah satu metode bangunan tahan gempa yaitu dengan
memberikan struktur rangka pengaku diagonal (bracing) pada perpindahan
antar struktur lateral suatu gedung.
1. Berapa dimensi balok (anak dan induk), kolom, pelat serta bracing
yang digunakan dalam perencanaan ini ?
2. Berapa nilai lendutan maksimum yang terjadi pada balok (anak dan
induk) serta simpangan maksimum dari perencanaan struktur
gedung ?
3
3. Jenis struktur dengan pengaku manakah yang paling efektif untuk
digunakan pada setiap jenis ketinggian bangunan?
4
1.5 Manfaat Penulisan
Adapun lokasi pada studi analisis variasi tipe pengaku diagonal pada
struktur bangunan baja bertingkat ini mengacu pada kota Surabaya. Kota
Surabaya dipilih karena dirasa akhir-akhir ini gempar dengan booming
kembali bahasan mengenai jalur sesar aktif yang ada di Surabaya.
Mengingat kota Surabaya juga memilki resiko terjadinya gempa, sehingga
pada studi analisis ini digunakan lokasi acuan adalah kota Surabaya.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konstruksi
a. Teknis
6
yang berada dalam bangunan. Selain itu, hal tersebut juga
dapat merusak bangunan itu sendiri. Sehingga dalam
perencanaan harus berpegang pada peraturan-peraturan yang
berlaku dan harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku
di Indonesia.
b. Ekonomis
c. Fungsional
d. Estetika
7
aspek ini diharapkan dapat ditekan seminimal mungkin
dampak negatif dan kerugian bagi lingkungan.
e. Ketentuan Standar
2. Rencana Konstruksi
8
• International Conference on Fire Safety in High-Rise
Buildings mengartikan bangunan tinggi sebagai "struktur
apapun dimana tinggi dapat memiliki dampak besar terhadap
evakuasi"
• Tinggi Bangunan
9
• Tipe struktur
2.3 Gempa
Gempa bumi terjadi karena adanya kerusakan kerak bumi yang terjadi
secara tiba–tiba yang umumnya diikuti dengan terjadinya patahan atau sesar
(fault). Gaya ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satu faktor
utama adalah benturan pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi
permukaan bumi. Istilah untuk lokasi terjadinya gesekan ini disebut fault
zones. Gaya yang berkaitan dengan benturan tersebut akan menjalar dalam
bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan bumi dan
bangunan di atasnya bergetar. Pada saat bangunan bergetar, timbul gaya-
gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan massa bangunan
untuk mempertahankan dirinya dari gerakan sehingga gempa bumi
mempunyai kecenderungan menimbulkan gaya-gaya lateral pada struktur.
(Schodek, 2014)
10
untuyk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam Tabel 2.1 dan Gambar 2.1
dibawah ini :
Dr. Amien Widodo menyatakan bahwa di Jawa Timur sendiri sudah ada
sejarah gempa seperti Banyuwangi, Probolinggo, dan Surabaya. Pada tahun 1867
Surabaya diguncang gempa hingga mengakibatkan Gereja Kepanjen
Morokrembangan rusak parah. Pada tahun tersebut masih belum ada teknologi
untuk mengetahui berapa besaran gempa yang terjadi (SR – Skala Richter).
11
Gambar 2.1 Peta percepatan spektrum 0,2 detik dengan redaman 5% di batuan
dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun
Gambar 2.2 Peta percepatan spektrum 1,0 detik dengan redaman 5% di batuan
dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun
12
Gambar 2.3 Sesar/Patahan yang Aktif di Pulau Jawa
13
2.4 Daktilitas Baja
14
bangunan ditentukan oleh berat jenis bahan bangunan,
berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk
Rumah dan Gedung 1987, dan unsur – unsur yang tercantum
pada denah arsitektur dan struktur.
Beban Mati pada struktur dapat dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu beban mati akibat material konstruksi dan beban mati
akibat komponen gedung. Beban mati akibat material
konstruksi dan komponen gedung dapat dilihat pada Tabel
2.2.
15
Tabel 2.3 Berat sendiri komponen gedung
16
2.5.1.2 Beban Hidup
17
Tabel 2.4 Berat hidup pada struktur (Lanjutan)
Lantai dan balkon Masjid, gereja, ruang
2
6. dalam dari ruang 400 kg/m pagelaran/rapat, bioskop
pertemuan dengan tempat duduk tetap
Tangga, bordes
8. 300 kg/m2 No. 3
tangga dan gang
Tangga, bordes
9. 500 kg/m2 No. 4, 5, 6, 7
tangga dan gang
− Pabrik, bengkel,
gudang
− Perpustakaan,
11. 400 kg/m2 Minimum
ruang arsip,
took buku
− Ruang alat dan
mesin
Gedung
Gedung parkir parkir
bertingkat : bertingkat :
12.
− Lantai bawah 800 kg/m2
− Lantai tingkat
lainnya 400 kg/m2
Balkon menjorok
13. 300 kg/m2 Minimum
bebas keluar
18
kantilever. Nilai beban hidup masing-masing kategori
beban hidup pada atap, dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Atap/bagiannya dapat
1. dicapai orang, termasuk 100 kg/m2 Atap dak
kanopi
Balok/gording tepi
3. 200 kg
kantilever
19
Tabel 2.6 Koefisien Reduksi Beban Hidup
Koefisien
Penggunaan Gedung
Perencanaan Portal Peninjauan Gempa
Perumahan/Penghunian :
20
2.5.1.3 Beban Angin
Beban angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam
tekanan udara (PPIUG 1987).
Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan
positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus
pada bidang-bidang yang ditinjau.
Berikut adalah besar tekanan tiup angin pada tiap kategori :
1. Tekanan tiup minimum 25 kg/m2
2. Tekanan tiup minimum 40 kg/m2 (di laut dan tepi laut
sampai 5 km dari pantai)
3. Jika kecepatan angin dapat menimbulkan tekanan yang
lebih besar :
1. Gedung Tertutup :
- 0,4
21
Tabel 2.7 Koefisien Reduksi Beban Angin (Lanjutan)
c. Atap Segitiga Majemuk − Bidang atap di pihak angin (α < (0,02. α – 0,4)
65°)
− Bidang atap di pihak angin (65° <
α < 90°)
+ 0,9
− Bidang atap di belakang angin
(semua sudut)
− Bidang atap vertical di belakang
angin (semua sudut) - 0,4
+ 0,4
- 0,3
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡 ℎ𝑛 𝑘
22
Ct = Koefisien Ct dapat
dilihat pada tabel 15
SNI 1726 - 2012
hn = Ketinggian struktur
(m)
k = Koefisien k dapat
dilihat pada tabel 15
SNI 1726 - 2012
𝑇𝑐 > 𝐶𝑢 𝑇𝑎 𝑇𝑎 = 𝐶𝑢 𝑇𝑎
𝑇𝑐 < 𝑇𝑎 𝑇 = 𝑇𝑎
𝑇𝑚𝑎𝑥 = 𝐶𝑢 𝑇𝑎
𝑇𝑚𝑖𝑛 = 0,1 𝑁
𝐶𝑠 = 𝑆𝐷𝑆
𝑅
𝐼𝑒
𝐶𝑠 = Koefisien Respon Seismik
𝑊 = Berat Seismik
23
𝑆𝐷𝑆 = Parameter Percepatan Desain
Respon Spektrum dalam Rentang
Periode
𝐶𝑢 𝑥 = 𝑊𝑥 ℎ𝑥 𝑘
Dimana : 𝐹𝑥 = 𝐹𝑦
0,5 1
Untuk : T= 2,5 k= 2
24
3. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau R)
5. 1,2D ± 1,0E + L
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D ± 1,0E
c) Kombinasi Beban untuk Metode Tegangan Izin
1. D
2. D + L
3. D + (Lr atau R)
4. D + 0,75L + 0,75(Lr atau R)
5. D + (0,6W atau 0,7E)
6. D + 0,75(0,6W atau 0,7E) + (0,75L +0,75(Lr
atau R)
7. 0,6D + 0,6W
8. 0,6D + 0,7E
2.5.2 Respon Spektrum Desain
1. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, respon spektrum
percepatan desain, Sa , harus diambil dari persamaan :
2. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih
kecil dari atau sama dengan Ts , respon spektrum percepatan
desain, Sa , sama dengan SDS.
Keterangan :
SDS = Parameter respon spektral percepatan desain pada
periode pendek
SD1 = Parameter respon spektral percepatan desain pada
25
periode 1 detik
T = Periode getar fundamental struktur
T0 =
Ts =
26
Hanya mampu mencapai momen leleh (M y), tekuk
lokal membatasi kemampuan untuk mencapai Mp.
⎯ Penampang Langsing
Tidak mampu mencapai My karena tekuk lokal.
Zona I : PLASTIC BUCKLING
Mn = Mp = fy . Z ≤ 1,5 My
𝑀𝑦 = 𝑆 . 𝑓𝑦 (Terhadap Sumbu x)
M u = ∅ . Mn
∅ = 0,9
LP < LB ≤ LR
LR → LB ≤ LR
27
Muy ≤ ∅Mny → Muy = Momen lentur berfaktor
terhadap sb y
I. PENAMPANG KOMPAK
λ ≤ λP
b
λ = Perbandingan lebar dan tebal elemen pelat ( )
t
λP = Harga batas
Mn = M P
(λ − λP )
Mn = MP − (MP − MR )
(λR − λP )
28
III. PENAMPANG LANGSING
λ < λR
λR 2
Mn = M R ( )
λ
𝐸
LB < LP LB = 1,76 . 𝑟 . √
𝑓𝑦
x1
LR = iy . ( ) . √1 + √1 + x2 . fL 2
fy − fr
LB = 𝑈𝑛𝑏𝑟𝑎𝑐𝑒𝑑 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
Mn = Mp ≤ 1,5 My
Dimana :
fL = fy − fr
π E .G .J.A
x1 = ×√
Sx 2
SX 2 Iw
x2 = 4 ( ) ×
G .J Iy
G = 80000 MPa
29
1
J = ∑ b . t3 → b = d − 2tf
3
h′2
Iw = Iy → h′ = d − tf
4
(LR − LB )
Mn = CB (MR + (MP − MR ) × ) ≤ MP
(LR − LP )
12,5 MMAX
CB = ≤ 2,3
2,5 MMAX + 3 MA + 4 MB + 3 MC
1 1 3
LB , LB dan LB
4 2 4
h kn . E
Jika ≤ 1,1 √ , maka Vn = 0,6 fy . Aw
tw fy
30
⎯ INELASTIS BUCKLING
kn . E h kn . E
Jika 1,1 √ < ≤ 1,37 √
fy tw fy
kn . E
1,1 √
fy
maka Vn = 0,6 fy . Aw .
h
tw
⎯ ELASTIC BUCKLING
h kn . E
Jika > 1,37 √
tw fy
kn . E
maka Vn = 0,9 . Aw .
h 2
(tw)
Dimana :
h = tinggi bersih pelat badan
5
kn = 5 + atau kn = 5 (Tanpa Pengaku)
a 2
(h)
𝐴𝑤 = 𝑑 . 𝑡𝑤
Tanpa Pengaku :
⎯ PLASTIS
31
h 1100
Jika ≤ , maka Vn = 0,6 fy . Aw
tw √fy
⎯ INELASTIS BUCKLING
1100 h 1370
Jika < ≤
√fy tw √fy
1100 . tw
maka Vn = 0,6 fy . Aw .
h√fy
⎯ ELASTIC BUCKLING
h 1370
Jika >
tw √fy
900000 . Aw
maka Vn =
h 2
(tw)
Vu ≤ ∅ . Vn
g. Defleksi
⎯ Untuk Balok di atas 2 perletakan sederhana
5 . q . L4
Ymax = (Untuk beban merata)
384 . E . I
P . L2
Ymax = (Untuk beban terpusat)
48 . E . I
32
MA , MB = Momen Tumpuan
Pu Pu 8 Mux Muy
Jika < 0,2 → + ( + ) ≤ 1,0
∅t . Pn 2∅t . Pn 9 ∅b. Mnx ∅b . Mny
Dimana :
Pu = gaya tarik akibat beban berfaktor
fy
Pn = Ag × w
Φb = 0,9
33
Dimana :
Mntu = Momen berfaktor pada analisis order pertama
yang diakibatkan oleh beban tidak menimbulkan
goyangan (Beban Gravitasi)
Cm
δb = Nu ≥ 1,00
1−( )
Nclb
Ag .fy π2 . E
Nclb = 2 = . Ag
λc λ2
k .L
λ=
i
λ fy
λC = √
π E
34
Cm = 0,85 → Elemen dengan ujung kaku
2. Kolom Bergoyang
Mu = δb . Mnt + δS . Met
1
δS = ∑ Nu
1−(∑ N )
crs
π2 . E
Ncrs = . Ag
λ2
k .L
λ=
i
Pu Pu 8 Mux Muy
Jika < 0,2 → + ( + ) ≤ 1,0
∅c . Pn 2∅c . Pn 9 ∅b . Mnx ∅b. Mny
35
Φb = 0,9 (Kuat Lentur)
2.5.5 Sambungan
Syarat :
3 db ≤ S ≤ 15 tp atau 200 mm
Vd = Kuat rencana
Vn = r1 . fub . Ab . m
∅f = 0,75
36
serta ada lebih dari satu baut pada arah kerja beban
R u = ∅f . R n
Dimana :
db = Diameter nominal baut
∅f = 0,75
Tn = 0,75 . fub . At
∅f = 0,75
Tu
Td = ∅f . Tn = ∅f . ft . Ab ≥
n
Dimana :
n = Jumlah baut
ft = f1 − f2 . fuv ≤ f2
37
c. Baut Tipe Tumpu Menerima Beban Kombinasi Geser dan
Tarik
SNI :
⎯ Untuk baut mutu tinggi :
f1 = 807 MPa , f2 = 621 MPa
r2 = 1,9
AISC :
ft = 1,3 fu − r2 . fuv ≤ fu
f1 = 1,3 fu
f2 = fu
(mm) (kN)
16 95
38
Tabel 2.8 Gaya Tarik Baut Minimum (Tb) (Lanjutan)
20 145
24 210
30 335
36 490
Vd = Kuat rencana
Vn = 1,13 . μ . m . Tb
µ = Koefisien Geser
39
g. Sambungan Geser Sentris
Beban bekerja pada bidang sambungan dan melalui titik berat
susunan sambungan, sehingga beban diterima secara merata
pada tiap-tiap baut :
Tiap baut menerima beban geser :
Pu
Vn = ≤ Vd = ∅f . Vn → ∅f = 0,75
n
40
besar tanpa terjadi kehilangan yang signifikan pada kekuatan dan
kekakuan struktur.
41
a. Sistem Rangka Bressing Konsentrik Biasa (SRBKB)
Pada sistem SRBKB ini struktur dapat mengalami deformasi
inelastis secara terbatas apabila dibebani oleh gaya- gaya yang
berasal dari gempa rencana.
b. Sistem Rangka Bressing Konsentrik Khusus (SRBKK)
Pada sistem SRBKK struktur dapat berdeformasi inelastik
cukup besar yang diakibatkan gaya gempa rencana. Sistem
SRBKK memiliki daktilitas yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan SRBKB, hal ini dikarenakan deformasi
pada SRBKK lebih besar dari deformasi pada SRBKB dan
penurunan kekuatan pada SRBKK lebih kecil pada saat terjadi
tekuk pada bressing.
Jadi secara umum, sistem struktur CBF memiliki kekakuan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur MRF (Moment
Resisting Frames) karena adanya elemen bressing pada struktur.
Namun demikian, kekakuan yang besar pada CBF mengkibatkan
deformasi yang terjadi pada struktur lebih terbatas sehingga
daktilitas struktur CBF lebih rendah jika dibandigkan dengan sistem
struktur MRF.
42
Konsep desain EBF adalah sederhana: membatasi aksi
inelastis pada link, dan mendesain kerangka di sekitar link untuk
mempertahankan tegangan maksimum yang dapat diberikan oleh
link. Desain dengan menggunakan strategi ini harus memastikan
bahwa link bertindak sebagai sekering seismik ductile dan
melindungi integritas dari kerangka seismik di sekitarnya (lihat
Gambar 2.5 (b)). Pada pembebanan cyclic, terlihat kurva hysteresis
sistem EBF stabil dan melingkar dengan baik, indikatif dari banyak
disipasi energi (lihat Gambar 2.5 (c)). Sehingga yang menjadi
konsep utama dalam struktur EBF adalah elemen link ditetapkan
sebagai bagian yang akan rusak sedangkan elemen lain diharapkan
tetap berada dalam kondisi elastik. Kelehan yang terjadi pada elemen
link dapat berupa kelelehan geser atau kelelehan lentur. Tipe
kelelehan ini sangat tergantung pada panjang link tersebut.
43
kelelehan geser dan kelelehan lentur, tergantung dari panjang link (e)
yang digunakan. Pada sistem struktur EBF, kekakuan lateral
merupakan fungsi dari perbandingan antara panjang link (e) dengan
panjang elemen balok (L). Jika panjang elemen link lebih pendek,
maka struktur portal menjadi lebih kaku mendekati kekakuan
struktur CBF dan jika panjang link lebih panjang, maka kekakuan
struktur portal EBF mendekati kekakuan struktur Momen Resisting
Frames (MRF). Pada struktur EBF, elemen struktur diluar link
direncanakan untuk berperilaku elastis sedangkan bagian link
direncanakan untuk dapat berdeformasi inelastis pada saat terjadi
beban lateral (gempa).
Meskipun sistem EBF bukan merupakan konsep yang baru,
aplikasi sistem ini pada sistem konstruksi tahan gempa sangat dapat
diterima. Ketahanan bressing eksentrik pada konstruksi tahan gempa
sangat tergantung pada kestabilan sistem struktur dan sifat inelastik
dibawah beban cyclic lateral. Pada desain struktur EBF yang baik,
aktifitas inelastik dibawah beban siklik dibatasi terutama hanya
terjadi pada elemen link yang didesain untuk dapat mengalami
deformasi inelastik yang besar tanpa kehilangan kekuatan. Pada
struktur EBF ini, elemen- elemen struktur diluar link (balok, kolom
dan bressing) didesain berdasarkan kapasitas link. Dengan membuat
elemen link lebih lemah dari elemen struktur lainnya, kehancuran
daktail diharapkan terjadi pada elemen link dan mengantisipasi agar
elemen- elemen diluar link mengalami kehancuran non daktail,
seperti buckling pada elemen bressing. Karakteristik sistem struktur
EBF tergantung dari karakteristik elemen link nya (e). kekuatan
struktur EBF dipengaruhi oleh nilai perbandingan e/L atau
pemendekan elemen link hingga mencapai batas kapasitas geser
plastis dari link. Pada struktur EBF, link pendek (e/L kecil) memiliki
keunggulan dalam menyediakan kekakuan dan kekuatan struktur
yang tinggi. Nilai e/L yang kecil mengakibatkan kebutuhan rotasi
44
link yang sangat besar. Link panjang (e/L besar) menghasilkan
kekakuan dan kekuatan yang rendah serta kebutuhan rotasi link yang
lebih kecil. Nilai e/L yang besar menghasilkan struktur EBF yang
mendekati sifat struktur MRF, sedangkan nilai e/L yang kecil
menghsilkan struktur EBF yang mendekati sifat struktur CBF.
45
⎯ Dimensi suatu kriteria performance, seperti batas ijin simpangan
pada lantai atap pada titik sendi tertentu, dan lain-lain
⎯ Pembebanan struktur dengan gaya gravitasi sesuai dengan rencana
⎯ Pembebanan dengan pola beban statik tertentu yang didapatkan
dari standar yang berlaku di masing-masing negara
⎯ Penentuan Titik Kendali tertentu untuk memantau perpindahan,
biasanya titik pada lantai atap
⎯ Struktur didorong (push) dengan pola pembebanan yang ditentukan
sebelumnya secara bertahap hingga mencapai batas ijin simpangan
atau mencapai keruntuhan yang direncanakan
⎯ Penggambaran kurva kapasitas, yaitu kurva hubungan antara Gaya
Geser Dasar dengan Perpindahan pada Titik Kendali.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
47
Berikut adalah gambar bentuk masing-masing struktur baik open
frame maupun dengan penambahan struktur bracing yang
digunakan :
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 3.2 Bentuk Struktur Bracing (a) Open Frame (b) Single
Diagonal Bracing (c) Inverted V-Bracing dan (d) X-Bracing.
48
Jumlah Lantai : 5, 10 dan 15 lantai
Gedung 5 lantai :
Mutu : BJ 37
Gedung 10 lantai :
Mutu : BJ 37
49
tebal 1 mm
Gedung 15 lantai :
Mutu : BJ 37
Secara garis besar Studi Analisis Variasi Tipe Pengaku Diagonal Pada
Struktur Bangunan Baja Bertingkat meliputi hal-hal sebagai berikut :
⎯ Beban Mati
⎯ Beban Hidup
⎯ Beban Gempa
Beban gempa untuk wilayah Surabaya berdasarkan Peta
Gempa Indonesia 2011 termasuk dalam wilayah area dengan
respon spektrum percepatan 0,6 – 0,7g.
50
Berdasarkan beban-beban yang digunakan, maka struktur
baja pada masing-masing jenis gedung harus mampu
memikul semua kombinasi pembebanan berikut ini :
⎯ U = 1,4 D
⎯ U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)
⎯ U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
⎯ U = 0,9 D ± 1,0 E
Keterangan :
D = Beban Mati yang diakibatkan oleh berat
konstruksi permanen
A = Beban atap
E = Beban Gempa
51
menggunakan metode kekuatan (strength design method) yaitu
bahwa :
U ≤ Rn
Keterangan :
= Faktor reduksi
Rn = Kapasitas Penampang
52
3.4 Flow Chart
Mulai
Data Perencanaan
Pembebanan dengan
dimensi taksiran
Statika menggunakan
SAP 2000 v14.0.0
Advanced
Ya
Selesai
53
DAFTAR PUSTAKA
54