Anda di halaman 1dari 109

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan suatu wilayah yang rawan dengan bencana alam seperti

gempa bumi. Ini dibuktikan dengan tiga lempeng tektonik besar dunia dan sembilan
lempeng tektonik kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia, serta
membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik yang kompleks. Sampai saat ini
belum ada pengetahuan manusia yang dapat mengetahui kapan dan dimana bencana
gempa bumi itu akan muncul. Namun demikan, pengetahuan manusia hanya dapat
memberikan penaksiran-penaksiran melalui dengan persentase kejadian-kejadian
gempa bumi yang terjadi pada sebelumnya.
Permasalahan gempa bumi dalam bidang konstruksi sangat menekankan
pembangunan yang tahan akan beban gempa tersebut. Dengan merujuk pada suatu
filosofi konstruksi bangunan tahan gempa yakni apabila gempa kecil bangunan tidak
mengalami kerusakan apapun, dan jika gempa sedang komponen non struktur boleh
mengalami kerusakan, tetapi komponen strukturnya tidak boleh mengalami
kerusakan dan apabila gempa kuat, komponen non struktur maupun komponen
strukturnya boleh mengalami kerusakan namun masih sempat memberi kesempatan
pada penghuninya untuk menyelamatkan diri.
Dalam mengantisipasi bahaya gempa, pemerintah Indonesia telah mempunyai
standar perencanaan bangunan tahan gempa yakni SNI-03-1726-2002, namun setelah
peraturan ini keluar telah tercatat bencana gempa yang begitu besar dan banyak
memakan korban, seperti di Gempa Aceh tahun 2004 (Mw = 9,2), Gempa Nias tahun
2005 (Mw = 8,7), Gempa Yogya tahun 2006 (Mw = 6,3), dan gempa Padang tahun
2009 (Mw = 7,6).
Salah satu contoh kerusakan akibat gempa di wilayah Sulawesi Tengah adalah
yang terjadi pada Kab. Morowali pada tanggal 16 April 2012 dengan kekuatan
gempa sebesar 5,7 SR dengan kedalaman pusat gempa 10 km. Gempa yang terjadi
mengakibatkan kerusakan pada salah satu gedung pemerintahan yaitu kantor DPRD

Morowali yang berlokasi di Bungku Tengah, dan sekarang kantor tersebut tidak
difungsikan akibat kerusakan diberbagai bagian kantor tersebut.
Melihat hal itu pemerintah Indonesia merevisi kembali peratutan SNI-03-1726
tahun 2002 menjadi SNI-03-1726 tahun 2010. Dengan melihat perubahan tersebut,
penulis merasa bahwa perlu adanya evaluasi struktur dengan peraturan baru tersebut
sesuai peta gempa tahun 2010. Dalam hal ini penulis memilih kantor DPRD
Morowali sebagai objek evaluasi struktur yang kondisinya telah rusak akibat gempa
pada tanggal 16 April tahun 2012.
Maka dengan ini penulis mengangkat suatu judul dalam bentuk karya tulis
ilmiah yang dirumuskan dalam Tugas Akhir yakni Evaluasi Struktur Kantor
DPRD Morowali Berdasarkan Peta Gempa Tahun 2010.

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang

bisa dikemukakan adalah :


1. Bagaimana hasil evaluasi struktur gedung Kantor DPRD Morowali berdasarkan
peta gempa tahun 2010?
2. Bagaimana memperbaiki/menormalisasi struktur yang telah rusak akibat beban
gempa berdasarkan peta gempa tahun 2010?

C.

Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi keandalan

struktur bangunan sesuai dengan peta gempa tahun 2010. Sedangkan tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hasil evaluasi sruktur gedung Kantor DPRD Morowali.
2. Untuk mengetahui perlakuan/perbaikan yang dapat diberikan terhadap sturktur
gedung Kantor DPRD Morowali agar terfungsikan kembali.
D. Lingkup Penelitian
Dalam penelitian untuk mengarahkan hasil penelitian pada rumusan masalah,
maka perlu dilakukan suatu batasan masalah. Adapun batasan masalah yang
dimaksud adalah :
1. Keandalan bangunan gedung yang akan diteliti adalah hanya keandalan struktur
saja, tidak termasuk keandalan arsitektur, utilitas, aksesbilitas serta tata
bangunan dan lingkungan.
2. Metode-metode yang dibahas berdasarkan studi literature.
3. Metode evaluasi yang dilakukan berdasarkan metode evaluasi Takim Andriono
dan Gideon Kusuma.
4. Analisi Struktur dengan menggunakan Program aplikasi SAP 2000 dan
Beton2000
5. Tinjauan evaluasi pada struktur atas gedung.
6. Data yang digunakan berupa data sekunder yaitu data dari Dinas Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum, pihak pelaksana dan konsultan perencana dan
pengawas dari bangunan yang akan dijadikan studi kasus pemeriksaan keandalan
struktur bangunan ini. Data sekunder tersebut itu berupa, gambar-gambar kerja,
dokumentasi/foto bangunan yang telah selesai dibangun, kuat tekan beton hasil
pengujian hammer test, tegangan leleh baja, hasil sondir tanah dasar, hasil
wawancara terhadap stakeholder yang mengetahui proses pembangunan
tersebut.

E.

Metode Penulisan
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, yang mana akan menjajaki,

menganalisa dan menggeneralisasi suatu keadaan (fenomena) melalui suatu survey


dan atau observasi lapangan dalam hal ini mengevaluasi struktur gedung kantor
DPRD Morowali dengan beban gempa tahun 2010 dengan skop menganalisis
kembali struktur, mengevaluasi struktur dan memberikan alternatif metode perbaikan
yang dapat dilakukan terhadap kerusakan yang terjadi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Metode metode Evaluasi

1.

Metode evaluasi menurut Direktorat Jendral Cipta Karya PU (Pekerjaan


Umum)
Metode ini dilakukan secara visual yang menilai suatu gedung dari
segi Arsitektur, Struktur Rangka Beton dan Dinding Pasangan, Utilitas dan
Proteksi Kebakaran, Aksebilitas, Tata Bangunan dan Lingkungan. Penilaian ini
dilakukan dengan memberikan berupa nilai yaitu untuk ANDAL 95%-100%,
KURANG ANDAL 75% - < 95%, dan TIDAK ANDAL < 75% terhadap form
penilaian yang telah ada.

2.

Pemeriksaan

keandalan

struktur

menurut

Council

of

American

Engineering Calculation
Form dari metode pemeriksaan ini secara umum terdiri atas penilaian:
a.

Bagian Umum,

b.

Sistem Struktur,

c.

Beban-beban,

d.

Fondasi,

e.

Desain Struktur Beton,

f.

Desain Pasangan,

g.

Desain Struktur Baja,

h.

Sistem Sambungan, dan

i.

Sistem Struktur Kayu.


Penjelasan :
a. Bagian Umum,
Berisi tentang ada atau tidaknya : etiket gambar rencana, kriteria
perhitungan struktur, data personal di bidang kompetensinya, metode

pebhan beban lateral, model program komputer, berdasarkan standar yang


berlaku.
b. Sistem Struktur, berisi tentang ada atau tidaknya : pemilihan sistem
struktur yang ekonomis, penggunaan elemen yang relatif seragam, dimensi
minimum ketahanan terhadap kebakaran, ruang minimum untuk gedung,
kemungkinan pengembangan di masa depan.
c. Beban-beban,
Berisi tentang ada atau tidaknya : beban vertikal, beban lateral
termasuk di dalamnya beban angin, beban gempa, beban tambahan serta
kombinasinya.
d. Fondasi,
Berisi tentang ada atau tidaknya : perencanaan fondasi sudah
melibatkan ahli mekanika tanah, pengaruh tanah timbunan, penurunan
fondasi, jarak antar fondasi yang lazim serta pengaruh beban horisontal
serta tekanan tanah aktif dan pasif.
e. Desain Struktur Beton,
Berisi tentang ada atau tidaknya : sistem pengaku pada kolom,
pengecekan retak dan defleksi, pengaruh rangkak dan susut beton, detail
penulangan khusus, beban puntir pada balok tepi, syarat tulangan antara,
syarat rasio tulangan minimum, dan tebal selimut beton.
f. Desain Pasangan,
Berisi tentang ada atau tidaknya : rasio tinggi dan tebal pasangan batu
kali, syarat defleksi/lendutan pasangan batu kali, pemeriksaan terhadap
syarat standar yang berlaku, dan syarat pada sambungan pasangan batu
kali.
g. Desain Struktur Baja,
Berisi tentang ada atau tidaknya : beban pada perencanaan elemen
lantai dan atap baja, pengaku terhadap beban angkat, pemeriksaan sistem
struktur lantai terhadap beban getar, pemeriksaan sistem rangka atap
terhadap beban angin, syarat defleksi elemen, kemungkinan tekuk,

pertimbangan terhadap beban puntir, perhitungan dimensi las, tipe dan


mutu baut, penjangkaran/angkur baut terhadap beban angkat.
h. Sistem Sambungan,berisi tentang ada atau tidaknya : sistem sambungan
yang digunakan, syarat-syarat sambungan, pertimbangan beban-beban
yang bekerja pada sambungan.
i. Sistem Struktur Kayu.
Berisi tentang ada atau tidaknya : syarat kelangsingan dan pengaku,
kriterian ketahanan terhadap kebakaran, detail alat sambung paku, sistem
balok laminasi, spesifkasi plywood, ketahanan rangka pengaku dan arah
sambungan terhadap beban.
3.

Metode perbandingan kapasitas dan kebutuhan usulan Brundson dan


Priestley
Evaluasi dengan metode ini bertujuan untuk mengetahui kegagalan
lentur atau kegagalan geser dengan mencari perbandingan kapasitas/kebutuhan
pada batang. Ada pun langkah langkah dari metode ini adalah :
a. Analisa beban statik ekivalen untuk mendapatkan gaya geser tiap tingkat.
b. Perhitungan

gravitasi

untuk

masing

masing

elemen

bangunan

(balok/kolom) dan perhitungan besarnya gaya aksial yang diterima oleh tiap
tiap kolom dengan menggunakan tribulary area.
c. Analisa elastis portal untuk mendapatkan besarnya gaya gaya dalam pada
kolom dan balok dengan beban langkah a dan b.
d. Menentukan nilai - nilai kapasitas penampang yaitu :
1) Kapasitas lentur balok akibat gempa
2) Kapasitas geser balok akibat gempa
3) Kapasitas lentur kolom
4) Kapasitas geser kolom
e. Perbandingan

kapasitas

dan

kebutuhan

elastis

yaitu

menentukan

perbandingan antara kapasitas/kebutuhan (C/D ratio) yaitu telah didapat


pada

langkah

langkah

sebelumnya.

Nilai

perbandingan

kapasitas/kebutuhan menunjukkan persentase kapasitas terjadinya leleh


terhadap batas elastis beban lateral.
f. Perbandingan antara kapasitas/kebutuhan daktail (ductil C/D ratio).
Pengecekan ini diperlukan bila perbandingan kapasitas/kebutuhan lentur
elastis

kedua

ujung

batang

lebih

kecil

dari

perbandingan

kapasitas/kebutuhan geser.
Caranya adalah mengalikan perbandingan kapasitas/kebutuhan lentur
elastis dengan faktor daktilitas yang diperoleh dari kriteria keruntuhan geser
dimana akan didapatkan perbandingan kapasitas/kebutuhan lentur daktail.
Evaluasi dengan metode ini memberikan hasil yang sederhana karena
hanya untuk mendapatkan kegagalan struktur akibat geser atau kegagalan
struktur dari perbandingan kapasitas kebutuhan, sedangkan kegagalan
struktur dapat saja dari faktor yang lain. Hasil dari metode ini hanya dapat
memperoleh data kegagalan manakah yang duluan terjadi, apakah kegagalan
geser atau kegagalan lentur.
4.

Metode Static Force-Based usulan Park


Langkah langkah pada evaluasi metode ini cukup lengkap dan
komprehensif karena memasukkan banyak faktor yang menyebabkan
kegagalan sturktur, antara lain penambahan kekuatan material akibat usia,
reduksi kekakuan akibat retak, reduksi kekuatan geser beton karena kurvatur
daktilitas yang disebabkan pembebanan berulang ulang, meknisme portal,
daktilitas struktur dan elemen.
Adapun langkah langkah evaluasi ini adalah :
a.

Menentukan kekuatan aktual material beton dan tulangan baja.

b.

Memperkirakan kekuatan lentur dan geser pada bagian kritis balok, kolom,
dan pertemuan balok-kolom dengan asumsi tidak terjadi penuruanan pada
daerah post elastic selama terjadinya cyclic lateral loading.

c.

Menentukan mekanisme deformasi post elastic portal yang mungkin


terjadinya selama bekerjanya beban statik dan besarnya kapasitas gaya
ultimit pada portal (Vu).

d.

Memperkirakan koefsien gempa (C).

e.

Memperkirakan waktu getar alami dari struktur dalam keadaan elastik, (T).

f.

Memperkirakan faktor daktilitas struktur dengan menggunakan spektrum


percepatan inelastik gempa yang merupakan fungsi Cd dan T.

g.

Memperkirakan apakah sendi plastis memiliki daktilitas yang cukup


terhadap daktilitas struktur yang dituntut.

h.

Memperkirakan penurunan geser pada elemen sturktur dan beam colunm


joint selama cyclic deformation untuk didasarkan pada faktor kurvatur
daktilias u/y yang tersedia dalam sendi plastis.

i.

Memperkirakan simpangan antar tingkat apakah dapat ditoleransi atau


tidak.
Kekurangan metode ini dalam menentukan nilai Cd dilakukan dengan
cara trial and eror, disamping itu metode ini pengecekan daktilitas
penampangnya dilakukan selama penampang tidak mengalami kegagalan
lentur atau geser.

5.

Metode evaluasi alternatif yang diusulkan oleh Takim andriono, Gideon


Hadi Kusuma, Bambang Wiyanto, dan Effendy Tanojo.
Metode evaluasi ini cukup lengkap dan komprehensip karena
memperhitungkan peningkatan kekuatan material, simpangan antar tingkat, dan
jenis mekanisme yang terjadi. Dalam metode ini juga dilakukan pengecekan
daktilitas, tetapi setelah dilakukan pengecekan apakah penampang telah
mengalami kegagalan lentur atau geser bila mendapat beban gempa sesuai
dengan beban gempa yang baru. Bila ternyata penampang telah mengalami
kegagalan lentur atau geser terlebih dahulu, maka perlu diadakan perbaikan
perbaikan atau perkuatan perkuatan yang diperlukan sebelum melakukan
pengecekan daktilitas penampang.
Dalam metode ini taraf pembebanan gempa tidak menggunakan trial and eror,
melainkan menggunakan koefisien dasar gempa yang sesuai peraturan berlaku.
Adapu langkah langkah dari metode ini adalah sebagai berikut :
a. Data Fisik Bangunan

b. fc (Kuat tekan beton) dan fy (Tegangan leleh) dengan Tes Laboratorium.


c. Analisa Beban Statik Ekivalen
d. Analisa Struktur Elastis Portal
e. Analisa Penampang
f. Pengecekan simpangan
g. Ratio Capasitas dan Demand C/D lentur dan C/D geser.
h. Menentukan Rasio Kekuatan Lentur (Sr)
i. Perbaikan
j. Menentukan Gaya Gempa Lateral (Vy)
k. Data Fisik Gedung Setelah Perbaikan
l. Waktu Getar Alami
m. Pengecekan sendi plastis memiliki daktilitas yang cukup (u/y Tersedia)
n. Faktor kurvatur daktilias (u/y) Dituntut
Dalam penelitian ini, Metode Evaluasi yang dilakukan oleh Takim
Andriono, Gideon Hadi Kusuma, Bambang Wiyanto, dan Effendy Tanojo
dijadikan sebagai landasan teori untuk melakukan evaluasi terhadap Kantor
DPRD Morowali.

B.

Hasil

Penelitian

Evaluasi

Struktur

&

Kegempaan

di

Indonesia

Sebelumnya
1.

Hasil evaluasi struktur dengan Council of America, Direktorat Jendral


PU, Takim Andriono & Gideon Kusuma.
Hasil Evaluasi Struktur dengan membandingkan kelebihan dan kekurangan

dari 3 metode yang dilakukan maka, hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 7
dibawah ini :

10

Tabel 1. Perbandingan 3 Metode Evaluasi


Metode
Metode
Direktorat
Jenderal
Cipta Karya
Dep. PU

Kelebihan
1.

Komponen struktur lengkap

2.
3.

Persentase nilai ada dan lengkap


Formatnya sudah sudah menjadi satu
kesatuan dengan komponen keandalan
lainnya (Arsitektur, utilitas, aksesbilitas, tata
bangunan dan lingkungan)
Mudah dilaksanakan
Waktu pelaksanaan singkat
Alat pemeriksaan mudah
Hasil akhir cepat diketahui
Dilengkapi analisis struktur
Ada solusi langkah pegembalian keandalan
jika hasil pemeriksaan tidak andal
Hasil yang diperoleh lebih akurat

4.
5.
6.
7.
1.
2.

Takim
Andriono
dan Gedion
3.
Kusuma

Kekurangan
1.Bersifat pengamatan
visual
2. Tidak dilengkapi analisis
3. Hasil yang diperoleh
kurang akurat

1.Komponen struktur yang


dinilai tidak lengkap
2.Membutuhkan
perhitunganan prosedur
yang panjang
3. Membutuhkan keahlian
khusus dalam penilaian

8.
9.
10.

Metode
Council of
American

1. Tahapan-tahapan pemeriksaan lebih


mendetail dan jelas
2. Semua komponen diperiksa secara teliti
3. Mudah dilaksanakan

11.

1. Opsi pemeriksaan hanya


ada ya dan tidak, tidak
disertai persentase
nilainya
2. Nilai keandalan tidak
disebutkan
3. Uraian pemeriksaan
bersifat

deskriptif

(Sumber : Metode Pemeriksan Struktur, 2009)

11

2.

Kajian struktur bangunan di Kota Medan terhadap gaya gempa di masa


yang akan datang oleh Johanes Tarigan .

Dalam tulisan pidato pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam bidang
Analisa Struktur Fakultas Teknik Univ. Sumtera Utara dari Prof. Dr. Ing. Johanes
Tarigan, membandingkan hasil analisis struktur dengan menggunakan 3 beban
gempa yang berbeda yakni (SKBI 2.3.53-1987, SNI 1726-2002 dan Peta Gempa
2007). Hasil analisis nya dapat dilihat pada diagram di bawah ini :

Jika dibandingkan ketiga hasil baik SKBI-2.3.53.1987, SNI 1726 tahun 2002
dan Peta Indonesia 2007, hasilnya untuk Zona/Wilayah gempa Medan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Perpindahan Lantai Atas terhadap SKBI 1987, SNI 1726 2002 dan Peta
Gempa 2007
Perpindahan Lantai Atas

SKBI 1987

SNI 1726 2002

Peta Gempa 2007

1,5 cm

6 cm

9 cm

Perbandingan perpindahan/displacement pada puncak dengan lokasi yang


sama dan bangunan yang sama tetapi berbeda peta gempa, maka untuk bangunan di

12

atas, displacement berdasarkan peta tahun 2007 lebih besar 6 kali lipat dari peta
gempa tahun 1987. Jika dibandingkan dengan peta gempa tahun 2002 displacement
yang terjadi 1,5 kali lipat.

C.

Perkembangan Peraturan Gempa di Indonesia

1.

Peraturan muatan Indonesia 1970, NI-18


Kebutuhan pengetahuan perencanaan bangunan terhadap gempa sangat

dirasakan pada waktu Indonesia akan membangun gedung tinggi pertama, yaitu
Gedung Wisma Nusantara (30 lantai) di Jakarta. Sebagai hasil studi Teddy Boen dan
Wiratman terbitlah Peraturan Muatan Indonesia, PMI 1970 [7], peraturan pertama
yang mengatur tentang beban yang harus diperhitungkan akibat gempa. Peraturan
mengenai beban gempa terdapat dalam bab V. Peta gempa yang terdapat dalam PMI
1970 hanya membagi wilayah Indonesia menjadi tiga daerah gempa (Gambar 3).
Percepatan gempa pada lantai gedung, ai, diatur dengan rumus 1.
ai = kih kd kt

(1)

dimana, kih adalah koefisien gempa pada ketinggian i, kd adalah koefisien daerah
yang tergantung di daerah mana struktur dibangun, dan kt adalah koefisien tanah
yang tergantung kepada jenis tanah (keras, sedang, lunak, amat lunak) dan jenis
konstruksi (baja, beton bertulang, kayu, pasangan)

Gambar 1. Peta Gempa menurut PMI 1970

13

Untuk bangunan dengan tinggi 10 m, koefisien gempa kih ditentukan sebesar 0.1x
percepatan grafitasi, sedangkan untuk bangunan lebih tinggi dari 10 m diatur seperti
terlihat dalam Gambar 2.

knh
0.4 H

koh = 1/ (10+0.1H)

(2)

10m<H<40
m
0.6 H

knh = (1+ 0.05H) koh (3)


koh
Gambar 2: Koefisien gempa PMI 1970

Perencanaan dilakukan dengan cara elastik. Karena kombinasi beban gempa


dengan beban mati dan beban hidup yang direduksi dianggap sebagai beban
sementara, maka tegangan yang diijinkan dapat dinaikkan.

2.

Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung, 1983


Peraturan ini merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan

Pemerintah Selandia Baru dan dengan sendirinya berkiblat kepada peraturan


Selandia Baru. Peraturan ini sudah mengikuti pola peraturan gempa moderen yang
menggunakan respons spektra percepatan untuk menentukan percepatan gempa yang
harus diperhitungkan dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Dalam peraturan
ini untuk pertama kali dikenalkan konsep perencanaan yang mengandalkan
pemencaran energi melalui terjadinya sendi plastis. Banyak hal baru yang
diperkenalkan dalam peraturan ini, seperti: (1) konsep daktilitas struktur; (2) konsep
keruntuhan yang aman, yaitu mekanisme goyang dengan pembentukan sendi plastis

14

dalam balok (beam side sway mechanism), yang mensyaratkan kolom yang lebih
kuat dari balok (strong column weak beam); dan (3) konsep perencanaan kapasitas
(Capacity design). Diperkenalkan pula tiga cara analisa yaitu; (1) Analisa beban
statik ekivalen; (2) Analisa ragam spektrum respons; dan (3) Analisa respons riwayat
waktu.
Peta gempa diubah menjadi enam daerah gempa seperti ditunjukkan dalam
Gambar 3, sedangkan respons spektra percepatan yang digunakan ditiap daerah
ditunjukkan dalam Gambar 4.

Gambar 3. Peta Gempa menurut PPTGIUG


Gaya geser dasar horizontal total (V), yang harus digunakan dalam
perencanaan terhadap gempa, ditentukan dengan menggunakan Rumus 4.
V = C I K Wt

(4)

Dimana C adalah koefisien gempa dasar yang didapat dari respons spektra
(Gambar 4) untuk waktu getar alami fundamental T, sesuai dengan daerah gempa
tempat bangunan itu didirikan. I adalah faktor keutamaan (Importance factor, I=1-2),
tergantung dari penggunaan gedung, gedung yang merupakan fasilitas penting dan
diharapkan untuk tetap berfungsi setelah terjadinya gempa diberikan faktor
keutamaan yang lebih besar. K adalah faktor jenis struktur yang tergantung dari
daktilitas jenis struktur yang digunakan (K=1-4), untuk struktur yang kurang daktil
diberikan faktor jenis struktur yang lebih besar, sedangkan Wt adalah berat total
bangunan.

15

Peraturan ini mendasarkan respons spektra yang digunakan kepada gempa


dengan periode ulang 200 tahun (kemungkinan terjadi 10 % dalam jangka waktu
kira-kira 20 tahun), setelah dibagi dengan daktilitas struktur sebesar 4. Penjelasan ini
hanya dapat dibaca dalam seri laporan yang disampaikan oleh Beca Carter Hollings
and Farner [9] yang tidak tersedia untuk umum.
Peraturan ini kemudian berubah nama menjadi Pedoman Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, SKBI-1.3.53.1987, UDC: 699.841
[10], lalu menjadi Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Gedung, SNI 031726-1989 [11] tanpa ada perubahan isi.

Gambar 4: Koefisien Gempa Dasar C menurut PPTGIUG

16

3.

Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk gedung, SNI 03- 17262002
Peraturan ini memperbaruhi peta gempa menjadi seperti terlihat di Gambar 5,

tetapi tetap menggunakan enam daerah gempa. Respons spektra yang digunakan
(Gambar 6) adalah respons spektra gempa yang kemungkinan terjadinya 10 % dalam
kurun waktu 50 tahun, yaitu gempa dengan periode ulang 500 tahun (disebut gempa
rencana), bukan respons spektra yang telah direduksi seperti digunakan dalam
PPTGIUG dan peraturan sebelumnya [8,10,11]. Sebagai konsekuensi Rumus gaya
geser dasar nominal (V) juga berubah menjadi Rumus 5
V = (C1I/R) Wt

(5)

Dimana C1adalah koefisien respons percepatan pada waktu getar alami


fundamental T1 yang didapatkan dari respons spektra gempa rencana (Gambar 6)
sesuai dengan daerah gempa tempat bangunan didirikan. I adalah faktor keutamaan
yang besarnya antara 1 dan 1.6, sedangkan Wt adalah berat total bangunan. R adalah
koefisien reduksi yang merupakan perkalian antara faktor kuat lebih beban f1 dengan
daktilitas struktur seperti ditunjukan dalam Rumus 6
R = f1

(6)

Faktor kuat lebih beban f1 diambil sebesar 1.6, sedangkan daktilitas struktur
bervariasi dari 1 untuk struktur yang elastik penuh sampai 5.3 untuk struktur yang
daktil penuh.

17

Gambar 5. Peta Gempa Indonesia SNI 03- 1726-2002

18

Gambar 6. Respons Spektrum Gempa Rencana SNI 03-1726-2002

19

4.

Pengenalan peta gempa tahun 2010


Indonesia termasuk dalam wilayah yang sangat rawan bencana gempa bumi

seperti halnya Jepang dan California karena posisi geografisnya menempati zona
tektonik yang sangat aktif. Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari hasil
rekaman dan catatan sejarah dalam rentang waktu 1900-2009 terdapat lebih dari
50.000 kejadian gempa dengan magnituda M 5.0 dan setelah dihilangkan gempa
ikutannya terdapat lebih dari 14.000 gempa utama (main shocks).
Pada gambar 1 di bawah ini memeprlihatkan titik-titik atau tempat
(episentrum) terjadinya gempa selama kurun waktu 1 abad lebih yakni mulai tahun
1900 sampai tahun 2009. Dengan kedalaman gempa (hiposentrum) mulai dari 1 m
300 m. Tahun 2002 pemerintah telah mengeluarkan peta wilayah gempa yang
kemudian diterbitkannya suatu Standar Nasional Indonsia (SNI) mengenai Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Bangunan Gedung yakni SNI-03-1726-2002, namun
setelah diterbitkannya peraturan ini telah terjadi gempa yang lebih besar magnitude
perkiraan sebelumnya khususnya 4 kejaidan gempa besar yakni di Aceh, Nias,
Yoyga dan Padang. Pertanyaan yang kemudian timbul, apakah peta gempa ini masih
relevan atau mendesak untuk diperbaiki.

Gambar 7.

Data episenter gempa utama di Indonesia dan sekitarnya untuk


magnituda M 5.0 yang dikumpulkan dari berbagai sumber dalam
rentang waktu tahun 1900-2009 (Sumber : Buku Panduan
Penggunaan Peta Gempa Tahun 2010)
20

Dengan begitu melihat 7 kejadian gempa yang terjadi yang melebihi


magnitude gempa perkiraan tahun 2002 (Gempa Aceh, Nias, Yogya dan Padang)
maka pada tanggal 30 November 2009 pemerintah membentuk suatu Tim yang
dikordinir oleh Departement Pekerjaan Umum dan dibantu oleh beberapa instansi
pemerintah, universitas dan asosiasi profesi untuk segera merevisi SNI-03-17262002.
Berikut gambar peta gempa tahun 2002 dan peta gempa yang telah direvisi
tahun 2010 di bawah ini :

Gambar 8.

Peta Hazard Gempa Indonesia di Batuan Dasar pada Tahun 2002


(Sumber : SNI-03-1726-2002)

Gambar 9.

Peta Hazard Gempa Indonesia di Batuan Dasar pada Kondisi


Spektrum T = 0.1 detik untuk 10% PE 50 Tahun (Sumber: Buku
Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Gempa Tahun 2010)

Catatan: Peta gempa tahun 2010 dilampirkan dilampiran.

21

5.

Petunjuk penggunaan peta gempa tahun 2010

a)

Klasifikasi lokasi
Untuk menentukan percepatan maksimum dan respon spectra di permukaan

tanah, terlebih dahulu perlu dilakukan klasifikasi lokasi. Klasifikasi lokasi harus
ditentukan untuk lapisan setebal 30 m sesuai dengan definisi dalam Tabel 3 yang
didasarkan atas korelasi hasil penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium.

Tabel 3. Klasifikasi lokasi didasarkan atas korelasi penyelidikan tanah lapangan


dan laboratorium (SNI-2002, UBC-97, IBC-2009, ASCE 7-10,)
Klasifikasi Site

Vs

(m/dt)

A. Batuan Keras
B. Batuan
C. Tanah Sangat Padat
dan Batuan Lunak

V s > 1500
750 < V s < 1500

N
N/A
N/A

350 < V s < 750

N >50

D. Tanah Sedang

175 <V s < 350

15 < N < 50

Su
(kPa)
N/A
S u > 100

N/A

50 < S u <
100
E. Tanah Lunak
V s < 175
N <15
S u < 50
Atau setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih
dari 3 m dengan karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air (w) > 40%, dan
3. Kuat geser tak terdrainase S u
< 25 kPa
F. Lokasi yang
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu
membutuhkan
atau lebih dari karakteristik seperti:
- Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban
penyelidikan
gempa seperti likuifaksi, tanah lempung sangat
geoteknik dan analisis
sensitif, tanah tersementasi lemah
respon spesifik (Site- Lempung organik tinggi dan/atau gambut
Specific Response
(dengan ketebalan > 3m)
Analysis)
- Plastisitas tinggi (ketebalan H > 7.5m dengan
PI > 75)
- Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan
ketebalan H > 35m
Keterangan: N/A = tidak dapat dipakai
(Sumber : Buku Panduan Pengguanaan Peta Gempa Tahun 2010)

Dalam Tabel 1, V s , N , dan S u adalah nilai rata-rata dan harus dihitung menurut
persamaan-persamaan berikut :

22

V s=
N

Su

(2)

.. (3)

(4)

Keterangan :
ti

= tebal lapisan tanah ke-i antara kedalaman 0 sampai 30 m.

Vsi

= kecepatan rambat gelombang geser pada lapisan tanah ke-i dalam


satuan m/detik.

Ni

= nilai hasil Uji Penetrasi Standar (SPT) lapisan tanah

ke-i. Sui = kuat geser undrained (tak terdrainase) lapisan tanah


ke-i.
m

b)

= jumlah lapisan tanah yang ada antara kedalaman 0 sampai 3 m.


=30 meter.

Penentuan percepatan puncak di permukaan tanah


Besarnya percepatan puncak di permukaan tanah

diperoleh

dengan

mengalikan faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) dengan nilai PGA yang diperoleh
dari gambar 6 dan gambar 7. Besarnya FPGA tergantung dari klasifikasi lokasi
yang didasarkan pada Tabel 3 dan nilainya ditentukan sesuai Tabel 4.
Tabel 4. Faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) (ASCE 7-10)
SPG
Klasifikasi Site
A 0.3 PGA = 0.4 PGA 0.5
(Sesuai Tabel 3)
PGA 0.1 PGA = 0.2 PGA=
Batuan Keras (SA)
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
Batuan (SB)
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
Tanah Sangat Padat
1.2
1.2
1.1
1.0
1.0
dan Batuan Lunak (SC)
Tanah Sedang (SD)
1.6
1.4
1.2
1.1
1.0
Tanah Lunak (SE)
2.5
1.7
1.2
0.9
0.9
Tanah Khusus (SF)
SS
SS
SS
SS
SS
(Sumber : Buku Panduan Penggunaan Peta Gempa Tahun 2010)

23

Keterangan:
SPGA

=Nilai PGA di batuan dasar (SB) mengacu pada Peta Gempa


Indonesia 2010 (Gambar 3, Gambar 6, atau Gambar 9).

SS

=Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respon


spesifik.

Percepatan puncak di permukaan tanah dapat diperoleh dengan menggunakan


persamaan berikut:
PGAM = FPGA x SPGA ......................................................... (5)
Keterangan :
PGAM

= nilai percepatan puncak di permukaan tanah berdasarkan


klasifikasi lokasi.

FPGA

c)

= faktor amplifikasi untuk PGA.

Penentuan respon spektra di permukaan tanah


Respon spektra adalah nilai yang menggambarkan respon maksimum dari

sistem berderajat-kebebasan-tunggal (SDOF) pada berbagai frekuensi alami (periode


alami) teredam akibat suatu goyangan tanah. Untuk kebutuhan praktis, maka
respon spectra percepatan dibuat dalam bentuk respon spectra yang sudah
disederhanakan.
Untuk penentuan parameter respon spektra percepatan di permukaan
tanah, diperlukan faktor amplifikasi terkait spektra percepatan untuk periode
pendek (Fa) dan periode 1.0 detik (Fv). Selanjutnya parameter respon spektra
percepatan di permukaan
Koefisien Fa

tanah dapat

diperoleh dengan

cara mengalikan

dan Fv dengan spektra percepatan untuk perioda pendek (SS) dan

perioda 1.0 detik (S1) di batuan dasar yang diperoleh dari peta gempa Indonesia
2010 sesuai rumus berikut:
SMS = Fa x Ss ..................................................... (6)
SM1 = Fv x S1 ...................................................... (7)

24

Keterangan :
Ss

= Nilai spektra percepatan untuk periode pendek 0.2 detik di batuan


dasar (SB) mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010 (Gambar 7 atau
Gambar 10).

S1

= Nilai spektra percepatan untuk periode 1.0 detik di batuan dasar


(SB) mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010 (Gambar 8 atau
Gambar 11).

Fa

= Koefisien perioda pendek

Fv

= Koefisien perioda 1.0 detik

Tabel 5 dan Tabel 6 memberikan nilai-nilai Fa

dan Fv

untuk berbagai

klasifikasi lokasi.
Tabel 5. Koefisien periode pendek, Fa
Klasifikasi Site
(Sesuai Tabel 3)
Batuan Keras (SA)
Batuan (SB)
Tanah Sangat Padat
dan Batuan Lunak (SC)
Tanah Sedang (SD)
Tanah Lunak (SE)
Tanah Khusus (SF)

Ss 0.25
0.8
1.0

Ss = 0.5
0.8
1.0

SS
Ss= 0.75
0.8
1.0

1.2

1.2

1.1

1.0

1.0

1.6
2.5
SS

1.4
1.7
SS

1.2
1.2
SS

1.1
0.9
SS

1.0
0.9
SS

Ss = 1.0
0.8
1.0

Ss 1.25
0.8
1.0

(Sumber : Buku Panduan Penggunaan Peta Gempa Tahun 2010)


Tabel 6. Koefisien periode 1.0 detik, Fv
Klasifikasi Site
(Sesuai Tabel 3)
Batuan Keras (SA)
Batuan (SB)
Tanah Sangat Padat
dan Batuan Lunak (SC)
Tanah Sedang (SD)
Tanah Lunak (SE)
Tanah Khusus (SF)

S1 0.1
0.8
1.0

S1 = 0.2
0.8
1.0

S1
S1 = 0.3
0.8
1.0

1.7

1.6

1.5

1.4

1.3

2.4
3.5
SS

2.0
3.2
SS

1.8
2.8
SS

1.6
2.4
SS

1.5
2.4
SS

S1 =0.4
0.8
1.0

S1 0.5
0.8
1.0

(Sumber : Buku Panduan Penggunaan Peta Gempa Tahun 2010)


25

Keterangan :
SS

= Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respon


lokasi spesifik.

Selanjutnya,untuk mendapatkan parameter respon spectra desain,spektra


percepatan desain untuk perioda pendek dan perioda 1.0 detik dapat diperoleh
melalui perumusan berikut ini:
SDS = SMS ............................................................ (5)
SD1 = SM1............................................................ (6)
Keterangan :
SDS

= respon spektra percepatan desain untuk perioda pendek.

SD1

= respon spektra percepatan desain untuk perioda 1.0 detik.

= konstanta yang tergantung pada peraturan perencanaan bangunan yang


digunakan, misalnya untuk IBC-2009 dan ASCE 7-10 dengan
gempa 2500 tahun menggunakan nilai sebesar 2/3 tahun.

Spektra Percepatan (g)

SDS

S D1

T0

TS
Periode
(detik)

Gambar 10. Bentuk tipikal respon spektra desain di permukaan tanah (Sumber :
Buku Penggunaan Peta Gempa Tahun 2010)

26

dimana:
1.

Untuk periode lebih kecil dari T0, respon spektra percepatan, Sa didapatkan dari
persamaan berikut :
Sa =

2.

........................................................ (7)

Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0, dan lebih kecil atau sama
dengan TS, respon spektra percepatan, Sa adalah sama dengan SDS.

3.

Untuk periode lebih besar dari TS, respon spektra percepatan, Sa didapatkan dari
persamaan berikut :
Sa =

.......................................................................... (8)

Keterangan :
T0 = 0.2 Ts ; Ts =

D.

Metode Analisa Beban Gempa

Analisis beban gempa untuk gedung dapat dilakukan dengan beberapa metode
sebagai berikut:
1. Analisis dinamik (dynamic analysis) yang dapat dilakukan dengan cara
analisis respon riwayat waktu (time history analysis) untuk struktur elastik
maupun struktur inelastik dan analisis ragam spektrum (response spectrum
analysis) yang hanya dapat digunakan pada struktur elastik.
2. Analisis beban statik ekivalen (load static equivalent analysis) merupakan
analisis dari suatu gedung dengan menggunakan asumsi gaya lateral statik
ekivalen. Metode ini hanya dapat digunakan pada struktur elastik saja.
3. Analisis

beban

statik

dorong

(pushover

analysis)

merupakan

penyederhanaan analisis dinamik struktur dengan menggunakan gaya lateral


yang mirip dengan analisis statik ekivalen. Namun pada analisis beban statik
dorong, gaya yang digunakan berangsur-angsur meningkat hingga struktur
mencapai suatu perpindahan lateral sebesar nilai tertentu. Metode analisis ini
dapat digunakan untuk struktur elastik maupun untuk struktur inelastik.
(Sumber : Hand Out Dinamika dan BTG FT Universitas Tadulako)

27

E.

Jenis Kerusakan Pada Beton & Jenis Material Untuk Perbaikannya

1.

Jenis kerusakan pada beton


Retak (cracks) adalah pecah pada beton dalam garis-garis yang relatif panjang

dan sempit, retak ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab: diantaranya : evaporasi
air dalam campuran beton terjadi dengan cepat akibat cuaca yang panas, kering atau
berangin. Retak akibat keadaan ini disebut plastic cracking, bleeding yang
berlebihan pada beton, biasanya akibat proses curing yang tidak sempurna. Retakan
bersifat dangkal dan saling berhubungan pada seluruh permukaan pada plat, retak
jenis ini disebut crazing. Pergerakan struktur, sambungan yang tidak baik pada
pertemuan kolom dengan balok atau plat, atau tanah yang tidak stabil. Retakan
bersifat dalam atau lebar, retak jenis ini disebut random cracks reaksi antara alkali
dan agregat, retakan yang terbentuk sekitar 10 tahun atau lebih setelah pengecoran
dan selanjutnya menjadi lebih dalam dan lebar,retakan saling berhubungan satu sama
lain.
Voids adalah lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton. Void
pada beton dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab: diantaranya :Pemadatan yang
dilakukan dengan vibrator kurang baik, karena jarak antar bekisting dengan tulangan
atau jarak antar tulangan terlalu sempit sehingga bagian mortar tidak dapat mengisi
rongga antara agregat kasar dengan baik. Void yang terjadi berupa lubang-lubang
tidak teratur yang disebut honey combing. Bocor pada bekisting yang menyebabkan
air atau pasta semen keluar, akan lebih parah jika campuran banyak mengandung air,
atau banyak pasta semen atau gradasi agregat yang kurang baik. Keadaan ini disebut
sand streaking
Scalling/spalling/erosion adalah kelupasan dangkal pada permukaan, yang
dapat ditimbulkan oleh beberapa sebab, diantaranya: Eksposisi yang berulang-ulang
terhadap pembekuan dan pencairan sehingga permukaan terkelupas, keadaan ini
disebut scalling melekatnya material pada permukaan bekisting sehingga permukaan
beton terlepas dalam kepingan atau bongkah kecil, keadaan ini disebut spalling.
Terlepasnya partikel-partikel sehalus debu yang dapat terdiri dari semen yang sangat
halus atau agregat yang sangat halus, terlepas akibat abrasi misalnya saat lantai
disapu, hal semacam ini disebut dusting.

28

Terdapatnya material organic dalam campuran, kontaminasi yang reaktf atau


korosi pada tulangan dapat menimbulkan rongga pada beton yang disebut sebagai
popouts, juga dapat disebabkan ekspansi agregat yang pourous segera setelah
pengecoran sampai setahun lebih tergantung permeabilitas beton dan ketidakstabilan
volume agregat yang digunakan. Disintegrasi beton pada titik-titik dimana terdapat
aliran air turbulen akibat pecahnya gelembung-gelembung pada air, erosi seperti ini
sering disebut water cavitation. Erosi oleh air dimana abrasi oleh benda-benda padat
yang tersuspensi dalam air terhadap permukaan beton mengakibatkan disintegrasi
beton sepanjang alur aliran air.

Gambar 11. Retak akibat reaksi alkali-agregat dan Scalling

Gambar. 12 Voids-Honey combing

Jenis kerusakan lain yang biasanya terjadi pada komponen struktur penunjang
bangunan sipil adalah lekatan baja beton. Kekuatan lekatan dipengaruhi kekasaran
permukan baja, kualitas beton disekitar tulangan. Kegagalan lekatan berakibat

29

menurunnya daya dukung komponen struktur terhadap beban yang bekerja,


meningkatnya deformasi, bahkan runtuhnya struktur. Kegagalan lekatan bisa
diakibatkan korosi pada tulangan, kebakaran, tipisnya selimut beton, jarak tulangan
yang rapat serta diameter tulangan yang
2.

Jenis-jenis material untuk perbaikan


Pada masa ini tersedia sejumlah besar pilihan material yang dapat digunakan

untuk melakukan perbaikan pada struktur beton, diantaranya yang utama adalah:
a.

Material-material yang Cementitious


Material ini berkisar dari mortar dan grout serta beton yang konvensional

sampai kepada material dengan sifat-sifat yang diperbaiki sesuai kebutuhan dengan
menggunakan admixtures. Penggunaan admixtures antara lain dapat menghasilkan
sifat-sifat kohesif, pencapaian kekuatan secara cepat, kelecakan yang lebih tinggi,
daya tahan terhadap tercucinya semen dan pengurangan bleeding serta susut.
Material perbaikan yang termasuk dalam jenis ini antara lain:
1) Beton, mortar atau grout, beton terutama digunakan untuk penggantian total
penampang atau untuk memperbaiki rongga-rongga yang dalam sampai
melalui tulangan beton. Sedangkan mortar dapat digunakan untuk perbaikan
rongga-rongga sampai sekecil 4 cm. Grout memiliki keuntungan karena
bersifat encer dan dapat dipompa sampai kebagian yang tidak terlihat
sekalipun,

namun

grout

memiliki

kandungan

air

yang

tinggi

dan

konsekuensinya mengalami penyusutan lebih besar besar dibanding mortar


atau beton.
2) Beton, dan mortar yang dimodifikasi dengan menambahkan latex, merupakan
material perbaikan yang sangat berguna untuk melapisi kembali permukaan
lantai bangunan atau lantai jembatan yang rusak.Material seperti ini dikenal
dengan sebutan beton latex (latex concrete) atau latex-modified concrete dan
pada akhir-akhir ini sering dikenal sebagai polimer modified concrete.
(Material ini harus dibedakan dari polymer concrete yang mengandung polimer
yang tidak ditambahkan dalam bentuk latex..

30

3) Beton, mortar atau grout yang dimodifikasi dengan menambahkan polimer,


polimer ditambahkan sebagai matrik memiliki beberapa keuntungan bagi
pekerjaan perbaikan, keuntungan-keuntungan ini meliputi: kekuatan yang
tinggi pada umur dini, kemampuan untuk dicor pada temperature dibawah titik
beku memiliki kekuatan lekat yang baik, durabilitas yang tinggi walaupun bila
harus digunakan pada kondisi yang akan merusak beton biasa. Sebagai polimer
biasanya digunakan epoxy, polyurethane, unsaturated polyester, methyl
methacrylate dan lain-lain. Beton, mortar atau grout yang harus memiliki sifat
tertentu untuk suatu tipe perbaikan dapat dibuat menggunakan semen khusus
misalnya semen dengan kandungan alumina yang tinggi akan me galami
setting dalam 2 s.d 4 jam dan dapat mencapai kuat tekan sebesar 22 Mpa dalam
6 jam. Beton, mortar atau grout yang dibuat dengan bahan ini memiliki daya
tahan terhadap perusakan asam, sulfat, alkali, air laut dan minyak. Semen
Portland tipe III yang dipakai dengan accelerator akan menghasilkan bahan
yang sesuai untuk pekerjaan perbaikan yang cepat. Selain itu semen
magnesium phosphate baik untuk pekerjaan penambalan.
4) Dry Pack, istilah ini biasanya digunakan untuk mortar dengan bahan dasar
semen
5) Portland dengan kandungan air yang cukup rendah sehingga tidak mengalami
slump.Sebenarnya setiap material yang dapat digunakan dengan konsistensi
sedemikian rupa sehingga tidak mengalami slump (no-slump consistency)
dapat disebut dry pack,
6) Beton serat, beton serat memiliki kekuatan tarik, kekuatan lentur, daya tahan
terhadap impak dan daya tahan terhadap abrasi yang lebih baik daripada beton
biasa. Serat yang digunakan dapat berupa metal, plastic, gelas atau serat
natural.
7) Shotcrete, atau yang juga biasa disebut sprayed concrete atau sprayed mortar
terdiri dari bahan-bahan pembentuk yang sama seperti beton yaitu semen,
agregat dan air. Perbedaan Shotcrete dengan beton biasa adalah bahwa
Shotcrete biasanya menggunakan agregat kerikil yang bulat dan kandungan

31

semennya lebih tinggi, selain itu water-cement rasio dari Shotcrete lebih
rendah- sekitar 0,4.
b. Material yang berbahan dasar resin Epoxy
Material ini umumnya dibuat atas dasar epoxy resin dan meliputi resin untuk
injeksi (injection resins), mortar yang dapat dicor dan pasta yang dapat diterapkan
dengan tangan. Epoxy mortar terdiri dari resin hardener dan filler yang terdiri dari
pasir halus , sedangkan epoxy concrete terdiri dari resin, hardener, pasir halus dan
agregat kasar ukuran kecil.
c. Elastomeric Sealants
Bila retak yang diperbaiki mengalami pergerakan yang berarti, pilihan untuk
material yang digunakan sering jatuh pada material ini. Dua tipe elastomeric sealant
yang biasa dipakai : hot-applied, yang biasanya merupakan campuran material yang
bituminous dengan karet yang kompatibel, cold applied yang dapat didasarkan atas
berbagai material dan biasanya harus dicampur di lapangan.
d. Silicones
Biasanya digunakan sebagai material perbaikan untuk masalah uap air melalui
dinding. Ada dua cara pembuatannya yaitu dengan melarutkan bahan silicone padat
pada suatu pelarut atau membuat garam alkali dari asam siliconic dan melarutkannya
dalam air. Larutan material ini disemprotkan ke dinding dengan kecepatan 3m2/ltr
dan ketika pelarutnya menguap, silicon resin tertinggal di dalam struktur pori
dinding.
e.

Bentonite
Merupakan bubuk batuan yang diambil dari debu vulkanik yang mengandung

mineral tanah liat dengan persentase tinggi terutama sodium bentonite. Material ini
dapat mengabsorpsi air dalam kuantitas banyak dan mengembang sampai 30 kali
volumenya semula dan membentuk massa yang menyerupai jelly yang efektif
berfungsi sebagai penghalang air.
f.

Bituminous Coating
Yang berbahan dasar aspal atau coal ter sering digunakan sebagai waterproofing

pada beton atau untuk perlindungan terhadap pelapukan

32

F. Metode-metode perkuatan (retrofitting) beton bertulang balok dan kolom


Setelah dilakukan evaluasi terhadap gedung pasca gempa dengan
menggunakan peta gempa tahun 2010 dan hasilnya telah diketahui bahwa
struktur gedung eksisting atau struktur gedung yang ada sekarang masih kurang
aman dalam memberikan safety bagi pengguna gedung pasca gempa.
Maka upaya yang dapat dilakukan adalah tindakan perkuatan untuk mencapai
kebutuhan dalam hal stabilitas element struktur sesuai dengan pembebanan peta
gempa tahun 2010. Banyak metode-metode teknik perkuatan kembali struktur
gedung pasca gempa yang telah diterapkan di Indonesia. Untuk kasus yang
terjadi pada gedung kantor DPRD Morowali lebih tepatnya dilakukan
strengthening, karena perkuatan yang dilakukan untuk memenuhi beban gempa
yang baru yakni beban gempa yang sesuai terhadap peta gempa tahun 2010.
Perbaikan yang dilakukan khsusunya untuk bagian non struktur yakni
dindiing yang retak, dapat dilakukan dengan menghancurkan kembali dinding
yang retak kemudian menambahkan tulangan angker setiap jarak 40 cm. Tulagan
angker dapat menambah kekakuan dinding dengan elemen struktur kolom agar
ketika terjadi gempa, defleksi atau pergoyangan dinding akan sama dengan
pergoyangan kolom.
Berikut matode-metode perkuatan untuk element sruktur yang dapat
dijadikan sebagai rekomendasi untuk dapat dilakukan terhadap gedung kantor
DPRD Morowali pasca gempa antara lain sebagai berikut.
1. Penyelubungan (jacketing) dengan bahan baja, baja spiral, beton atau
komposit.
a) Metode penyelubungan menggunakan baja (steel jacketing)
Prosedur perbaikan dengan metode penyelubungan baja (steel
jacketing) biasa digunakan pada kolom. Metode ini pertama kali
dikembangkan pada kolom bundar , yang mana metode pelaksanaannya yakni
dengan membungkus kolom dengan plat baja yang terdiri dari 2 plat baja
dengan bentuk setengah lingkaran dan dilas setinggi kolom yang dibuat lebih
besar dari dimensi kolom tersebut, kemudian bagian yang kosong tersebut
diisikan dengan pasta semen.

33

Penyelubungan dapat dilakukan

pada daerah

sendi plastis saja

apabila hanya diperlukan perbaikan untuk memperkuat kinerja lenturnya.


Akan tetapi apabila dibutuhkan perbaikan untuk kinerja gesernya maka
disarankan memasang baja selubung setinggi kolom. Pemasangan baja
selubung sepanjang kolom dilakukan dengan memberi jarak kurang tebih
50 mm antara tepi pipa plat baja dan elemen lain (plat, balok atau fondasi).
Pemberian jatak ini untuk menghindari kemungkinan baja selubung
menerima gaya tekan akibat tertumpu pada elemen tersebut ketika pada
struktur terjadi simpangan arah lateral (drift) yang cukup besar.
Mekanisme perbaikan metode ini untuk meningkatkan daktilitas dan
kekuatan dihasilkan dari pengaruh pengekangan yang diberikan baja
selubung. Dilatasi arah lateral beton ditahan oleh baja selubung, sehingga
beton berada dalam keadaan tekan dan baja selubung mengalami tegangan
tarik. Hal ini menyebabkan kuat tekan beton meningkat akibatnya daktilitas
dan kuat lentur beton meningkat. Untuk kekuatan gesernya, selubung baja
dapat diidealisasikan sebagai tulangan geser dengan

spasi dan diameter

ekivalen dengan tebal baja selubung.

(a)

(b)

Gambar 68. Metode penyelubungan baja (steel jacketing) untuk (a) Kolom bundar
dan (b) Kolom persegi

b) Penyelubungan beton
Perbaikan struktur beton menggunakan metode penyelubungan beton
ini dilaksanakan dengan menyelubungi struktur asli dengan beton dan
menambahkan tulangan longitudinal dan
disebar

tulangan tranversal

secara merata dalam beton tersebut. Jumlah

yang

tulangan

34

longitudinal dan tranversal yang diperlukan disesuaikan dengan gayagaya yang terjadi pada struktur yang diakibatkan gempa dengan kala
ulang gempa yang telah disesuaikan.
Penelitian yang dilkukanO Jirsa et.al (1995) meneliti metode ini
untuk meningkatkan respon pada struktur yang tidak direncakan sesuai
perencanaan bangunan tahan gempa yang sekarang dipakai.

Gambar 69. Penyelubungan beton oleh O Jirsa et.al

c) Penyelubungan menggunakan bahan komposit


Selain penyelubungan dengan selubung baja dan beton, pada metode
penyelubungan dapat pula digunakan bahan komposit. Bahan ini dapat
berupa fiber glass, serat karbon, serat kevlar, ataupun bahan lain yang
biasanya dalam pelaksanaan dilekatkan dengan epoxy. Pada umumya
bahan komposit ini memiliki kekuatan yang tinggi lebih tinggi dari
bahan-bahan yang kita kenal selama ini (baja dan beton) namun bahanbahan ini memiliki harga yang begitu mahal.
Namun dibalik harga yang mahal terdapat keuntungan dari bahan
komposit ini yaitu sebagai berikut:
1) Biaya perawatn murah, hal ini kaena komposit tahan terhadap proses
oksidasi dan proses kimia lain yang merugikan.
2) Beratnya ringan, perbandingan berat jenis antara bahan komposit dan
baja adalah 1:5. Hal ini berpengaruh terhadap prosedur perhitungan
struktur, sebab besarnya gaya gempa sangat dipengaruhi oleh
besarnya massa struktur.
3) Estetika, bahan komposit sangat tipis sehingga dalam penggunaanya
tidak

mengganngu

dalam

penampilan/estetika

struktur

yang

diperbaiki.
35

(a)

(b)

Gambar 70. Perbaikan dengan menggunakan sabuk pengikat (straps) terbuat dari
bahan komposit (a) secara individual (b) secara menerus

Langkah pelaksanaan perbaikan dengan menggunakan sabuk pengikat


(straps) yaitu sebagai berikut :
1) Struktur yang akan diperbaiki dibersihkan dari pecahan beton, dan ditambal
menggunakan beton segar sampai tercapai bentuk dan ukuran semula.
Penambalan harus dialkukan sebaik mungkin sehingga celah-celah selimut
beton rompal terisi semua.
2) Karet pemisah dipasang pada bagian yang akan diperbaiki pada setiap jarak
tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk membuat celah antara struktur asli dan
sabuk yang akan dipasang. Selanjutnya sabuk FRP diselubungkan pada
struktur asli dalam beberapa lapis. Tiap lapisnya dilekatkan satu sama lain
menggunakan epoksi. Demikian seterusnya sampai tercapai lapisan dan
ketebalan yang diinginkan.
3) Langkah terakhir, celah antara struktur asli dan sabuk FRB diisi dengan
epoksi dengan cara injeksi bertekanan. Agar epoksi tidak mengalir ketempat
yang lain, maka ujung atas dan bawah dihambat dengan pemasangan klem.

2.

Penambahan tulangan luar dengan bahan steel strap/plate, tulangan sengkang.


Valluva et.al (1993) mengembangkan pemakaian sengkang ini dalam
penelitiannya. Metode ini dilakukan dengan menggunakan sengkang berbentuk
U yang saling dikaitkan dengan adanya overlap pada sisi yang berlawanan dan

36

dilas. Sengkang ini dipasang dengan spasi yang direncanakan, akhirnya


dilakukan grouting pada keseluruhan kolom tersebut.

3.

Penulangan luar berupa plat baja


Pada teknik ini plat baja dimaksudkan sebagai pengganti tulangan yang telah
rusak akibat gempa. Teknik ini cocok digunakan untuk perbaikan retak pada
beton. Akibat retak, lekatan antara tulangan dan beton berkurang. Teknik ini
telah banyak digunakan dalam perbaikan plat lantai dan balok.
Konsep dasar teknik ini adalah memberikan penulangan tambahan luar
dengan cara menempelkan plat baja dengan tebal tertentu pada bagian-bagian
struktur beton yang mengalami kerusakan. Retak pada beton biasanya terjadi
pada daerah yang mengalami tarik disebabkan sifat beton dimana kekuatan
tariknya rendah. Plat baja biasnya diletakkan dibagian struktur beton yang
mengalami

tark.

Peletakan

antara

permukaan

beton

dan

plat

baja

mem[ergunakan bahan-bahan adhesive seperti epoksi.

Gambar 71. Teknik penambatan tulangan luar berupa plat

Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :


a. Seluruh permukaan beton dibersihkan dari pecahan beton menggunakan sikat
kawat, untuk mendapatkan permukaan beton yang kasar sehingga
meningkatkan lekatan antara beton dan epoksi.
b. Balok kopel dibor pada tempat-tempat yang telah ditentukan. Hal serupa
dilakukan pada plat baja dan diusahakan luabng pada plat dan pada beton
sesuai dan pas.

37

c. Lapisan epoksi setebal 3 mm dilapiskan pada beton dan plat baja, selanjutnya
plat baja diletekkan pada struktur beton, dan baut-baut dipasang secara tepat
pada lubangnya.
d. Sebelum epoksi tepat akan mengeras, baut-baut dikencangjan dengan torsi
sesuai yang direncanakan. Pengencangan baut tepat ketika epoksi akan
mengeras dimaksudkan utnutk mendapatkan lekatan yang sempurna antara
plat baja dan permukaan beton.

4.

Injeksi epoksi
Penggunaan epoksi dalam metode perbaikan struktur harus mengetahui
karakteristik epoksi tersebut khususnya dalam hal kekentalan dan tingkat
kebasahan (wetability). Kekentalan berhubungan erat dengan kemampuan epoksi
untuk penetrasi sampai pada retak yang halus. Semakin kental epoksi maka
kemampuannya semakin menurun. Tingkat kebasahan berhubungan erat dengan
kemudahan dalam hal penyemprotan permukaan struktur. Berdasarkan cara
pemasukan epoksi ke dalam celah-celah retak maka dapat dibagi menjadi dua
macam.
a. Teknik injeksi bertekanan
Prosedurnya sebagai berikut:
1) Membersihkan celah-celah retak dan permukaan struktur yang akan
diperbaiki dai serpihan dan pecahan beton. Pembersihan dapat digunakan
dengan menggunakan sikat ataupun tekanan udara.
2) Isolassi plastik diletekkan pada beberapa bagian dari retak. Isolasi
tersebut nantinya berfungsi sebagai lubang masukan (inlet port) pada
proses penginjeksian. Apabila digunakan pipa sebagai inlet ports, maka
pada setiap retak dibuat luabang sesuai diameter pipa.
3) Permukaan

bagian

retak

yang

tidak

diisolasi,

ditutup

dengan

menggunakan epoksi. Karakteristik epoksi yang digunakan

sebagai

penututp ini adalah epoksi yang cepat kering. Lebar penutupan ini kurang
lebih 50 mm. Langkah serupa juga dilakukan bila menggunakan inlet
ports.

38

4) Setelah lapisan epoksi peutup telah kering, isolasi plastik dicabut dan
dimulai proses penginjeksian. Penginjeksian dilakukan melalui lubang
masukan yang terjadi akibat adanya isolasi plastik. Penginjeksian dimulai
dari lubang masukan pada level terendah dari setiap retak. Apabila epoksi
yang diinjeksikan mulai muncul pada lubang masukan ynag lebih tinggi
berarti retak telah terisi epoksi apabila menggunakan pipa sebagai lubang
masukan, maka penginjeksian dilakukan melalui pipa, dengan tekanan
350 kPa.
b. Teknik pengisian secara vakum
Teknik pengisian secara vakum sangta efektif digunakan untuk struktur
yang mengalami retak di banyak tempat. Prosedur perbaikan dengan teknik
ini yaitu sebagai berikut :
1) Seluruh daerah yang akan diperbaiki terlebih dahulu diselimuti
dengansejenis jala terbuat dari plastik (plastic mesh). Tujuannya untuk
memeastikan epoksi dapat mengalir pada daerah tersebut.
2) Daerah tersebut kemudian dilapisi menggunakan pholythelene setebal
0,03 mm untuk mendapatkan daerah vakum. Selang karet yang
dihubungkan dengan kompreseor vakum dipasang pada bagian astas
daerah yang diperbaiki. Sepasang selang karet dihubungkan dengan
tabung epoksi dan dilengkapi kran dipasang di bagian bawah.
3) Proses pengisian dilakukan. Dengan kran tertutup dilakukan proses
penyedotan pertama, kran dibuka dan proses vakum dilakukan. Pada saat
ini epoksi akan tersedot dan mengisi retak. Setelah semua retak terisi
epoksi, kran ditutup dan diberikan tekanan sebesar tekanan atmosfir.
Tekanan etmosfir akan mendorong epoksi untuk mengisi celah-celah
retak yang mungkin belum terisi saat proses vakum. Proses vakum
digambarkan sebagai berikut.

39

Gambar 72. Prosedur perbaikan dengan teknik pengisian secara vakum

5. Metode perkuatan dengan menggunakan Fiber Reinforc


6. ed Polymer

Gambar 73. Perkuatan dengan menggunakan FRP

Metode ini dilakukan pada balok yang mempunyai satbilitas yang kurang
untuk memikul beban yang ada. Adapun prosedur pelaksanaan ini sebagai
berikut :
a. Siapkan permukaan yang akan diberikan perkuatan dengan membuat
permukan tersebut halus dengan digerinda.
b. Beri lem perekat dari bawaan produk FRP (bisa sika dengan produk sika
Carbodur plates are pultured carbon fiber reinforced polymer (CFRP)
atau dari fisher)

40

c. Setelah itu lekatkan FRP sebaiknya dengan menggunakan kape agar


melekatnya merata dan kaku
BAB III
METODE PENELITIAN

A.

Metode Evaluasi yang dilakukan


Metode evalusi yang akan dilakukan pada Kantor DPRD Morowali

berlandaskan teori metode Takim Andriano dan rekan rekannya, yang pada
awalnya di awali dengan pengumpulan data, mengansumsi atau menganalisis nilai
kuat tekan beton (fc) dan nilai tegangan leleh besi (fy), analisis penampang untuk
mengetahui nilai Mr, Pn , Vn, baik kolom maupun balok.
Setelah nilai dari analisis penampang diperoleh maka selanjutnya dilakukan
analisis struktur gedung kantor DPRD Morowali dengan memberikan 2 nilai beban
gempa yang berbeda yakni beban gempa tahun 2002 dan nilai beban gempa tahun
2010. Setelah itu hasil Analisis yang dilakukan dengan memasukkan beban gempa
yang berbeda disinkronisasikan dengan hasil analisis penampang yang pada akhirnya
diketahuinya kapsitas (C) dan kebutuhan (D) penampang.
Hal ini untuk dapat memberikan gambaran terhadap perbaikan yang mungkin
dapat

dilakukan terhadap gedung kantor

DPRD Morowali

baik

dengan

memungkinkannya secara teknis dilakukan atau sesuai dengan ketersediaannya


bahan di lingkungan tersebut.
Secara mendetail langkah langkah tersebut di atas akan dijelaskan pada sub
bab berikut ini.

B.

Langkah langkah Metode yang dilakukan

1.

Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan sebagai tahap awal guna untuk mempermudah

analisis atau tahap tahap selanjutnya. Data yang diperlukan yakni gambar sruktur
gedung DPRD Morowali, gambar potongan, gambar detail elemen struktur, detail

41

penulangan, data tanah lokasi atau sekitar DPRD Morowali serta kondisi fisik dari
gedung pada saat ini.

2.

Bagan Alir Penelitian


MULAI

PERSIAPAN
Konstruksi Gedung sekarang
dengan design SNI-03-1726-2002

EVALUASI

Analisa Struktur

Beban Gempa tahun


2002

Analisa Penampang

Beban Gempa Tahun


2010

Demolishing

Retrofitting

SELESAI

42

Gambar 13. Bagan Alir Penelitian


3.

Menentukan nilai kuat tekan beton (fc) dan nilai tegangan leleh besi (fy)
Dalam menentukan nilai fc dan fy dapat dilakukan dengan mengansumsi nilai

tersebut secara proporsional maksudnya mengambil nilai tersebut sesuai nilai yang
sering dipakai dalam perencanaan gedung. Alternatif yang lain adalah dengan
menghitung sendiri nilai fc dan fy tersebut, untuk mencari nilai fc dapat dilakukan
dengan uji Hamer Test dan untuk mencari nilai fy dapat dilakukan dengan Uji Tarik.

4.

Menganalisis penampang
Analisis penampang dilakukan untuk mengetahui kapasitas (C) elemen struktur

yang ada. Dalam analisis penampang, penampang yang dianalisis yakni salah satu
atau beberapa penampang element struktur kolom dan balok yang mewakili
keseluruhannya. Analisis penampang dilakukan dengan menggunakan program
Beton 2000 atau dapat dilakukan dengan cara manual menggunakan rumus rumus
persamaan baku struktur beton bertulang 1.

.....................

(9)

.......... (10)
..........

(11)

Perlu dikoreksi kembali nilai MR dikarenakan elemen struktur balok telah


mengalami keretakan akibat gempa begitu pun dengan kolom itu sendiri. Maka
sesuai SNI yang ada maka nilai MR dikalilkan dengan koefisien reduksi sesuai pada
tabel di bawah ini :

43

Tabel 7. Momen Inersia terfaktor


Modulus Elastis

Ec

Momen Inersia
Balok

0,35 Ig

Kolom

0,70 Ig

Dinding

: tidak retak

0,70 Ig

: retak

0,35 Ig

Pelat datar dan lantai dasar

0,25 Ig

Luas

1,0 Ig

(Sumber : SNI 03-2487-2002)

5.

Analisa struktur berdasarkan peta gempa tahun 2010


Analisa struktur dilakukan untuk memperoleh kebutuhan (D) tiap tiap elemen

struktur, dengan menghitung kembali struktur dengan memasukkan beban gempa


sesuai peta gempa tahun 2010. Hasil dari analisis ini memperlihatkan stabilitas
struktur setelah diberikan kombinasi beban dengan beban gempa sesuai peta gempa
tahun 2010.

6.

Pengecekan kapasitas dan kebutuhan (C & D)


Dilakukan pengecekan C & D apakah kapasitas (C) penampang telah

terlampaui oleh kebutuhan (D) dengan melewati analisis analisis sebelumnya.


Selesih antara kapasitas penampang dan kebutuhan penampang (C D) merupakan
nilai suatu perbaikan yang akan dilakukan terhadap elemen struktur guna mencapai

44

kebutuhan (D). Yang mana kapasitas (C) penampang yang ada telah mengalami
reduksi akibat gempa yang terjadi terhadap struktur, dan kebutuhan (D) penampang
adalah nilai analisa struktur dengan menggunakan beban gempa tahun 2010 yang
akan dicaapai.
7.

Perbaikan (Retrofitting) dan Meruntuhkan (Demolishing)


Tahap yang terakhir adalah perbaikan, acuan dalam melakukan perbaikan

adalah selisih antara kapasitas (C) dan Kebutuhan (D) yang harus ditambahkan ke
kapasitas (C) sekarang guna mencapai kebutuhan yang ada terhadap struktur dengan
analisis beban gempa 2010.
Mencari alternatif perbaikan yang dapat dilakukan terhadap elemen struktur
baik secara teknis dan ketersediaan bahan di wilayah tersebut. Adapun bentuk
bentuk perbaikan yang diperoleh dari berbagai sumber adalah sebagai berikut :

a. Dinding yang retak

(a)

(b)

Gambar 14. Dinding retak (a) dan Metode Injeksi (b)

Keretakan dibedakan retak struktur dan non-struktur. Retak struktur


umumnya terjadi pada elemen struktur beton bertulang, sedang retak non-struktur
terjadi dinding bata atau dinding non-beton lainnya.Untuk retak non-struktur, dapat
digunakan metode injeksi dengan material pasta semen yang dicampur dengan
expanding agent serta latex atau hanya melakukan sealing saja dengan material

45

polymer mortar atau polyurethane sealant. Sedang pada retak struktur, digunakan
metode injeksi dengan material epoxy yang mempunyai viskositas yang rendah,
sehingga dapat mengisi dan sekaligus melekatkan kembali bagian beton yang
terpisah.
Proses injeksi dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin yang
bertekanan, tergantung pada lebar dan dalamnya keretakan.

b. Perbaikan Kolom yang Rusak

Gambar 15. Perbaikan kolom yang telah rusak

Retak pada beton:


46

1)

Retak rambut pada beton (kurang dari 0.2 mm) atau retak tidak terlihat
mengindikasikan kerusakan yang tidak berarti.

2)

Umumnya, retak pada komponen beton dengan lebar sampai dengan 2 mm


tidak dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya (dan mengindikasikan
kerusakan yang ringan).

3)

Retak pada komponen beton dengan lebar sampai dengan 5 mm


Mengindikasikan kerusakan yang sedang.

4)

Retak dalam komponen beton dengan lebar lebih besar dari 5 mm


mengindikasikan kerusakan yang berat (dengan pengurangan kekuatan yang
berarti).

5)

Tertekuknya tulangan pada komponen beton mengindikasikan terjadinya


kerusakan yang berat, dengan tidak memperhatikan lebar retak beton.

Umumnya, teknik untuk memperkuat kolom / balok beton adalah sebagai berikut:
1)

Menambah jumlah tulangan dan sengkang di luar kolom / balok Beton,


kemudian ditutup kembali dengan coran beton.

2)

Menyelimuti kolom / balok beton dengan tulangan yang sudah difabrikasi


(welded wire fabric) dan kemudian tutup dengan mortar.

3)

Menyelubungi kolom beton dengan profil baja persegi atau pipa, dan
kemudian grouting celah-celah antara beton dan baja.

4)

Memasang bandage dari pelat baja yang dilas ke profil baja siku yang
Dipasang di setiap sudut kolom, dan kemudian grouting celah yang ada.

Untuk menambah kekuatan geser kolom tanpa meningkatkan kapasitas lentur


kolom, buat celah di ujung atas dan di ujung bawah kolom yang akan diperkuat
sehingga penambahan perkuatan dengan teknik-teknik tersebut di atas tidak perlu
dijangkar masuk ke balok sekitarnya. Untuk kolom yang mengalami retak sedang,
bagian yang rusak dibobok dan dibersihkan, setelah itu dicor kembali. sebelum
dibobok kolom harus disangga terlebih dahulu.
untuk kolom yang rusak berat, yaitu kolom yang berkurang kekuatannya
berdasarkan pengamatan dan perhitungan, bagian yang rusak dibobok dan setelah itu
jika dari hasil perhitungan diperlukan penambahan tulangan, maka dapat digunakan

47

salah satu dari teknik-teknik untuk memperkuat kolom seperti tersebut di atas.
sebelum dibobok, balok dan pelat sekeliling kolom harus disangga.
c. Perbaikan Kolom yang Rusak pada bagian atas

Gambar 16. Kolom yang rusak pada bagian atas

cara perbaikan:
1) Balok di antara kolom yang diperbaiki disangga dengan perancah selama
perbaikan.
2) Balok yang miring disangga dengan dongkrak / jack untuk mengembalikan level
yang miring. (gambar i) catatan: jika sulit dijack, besi kolom boleh dipotong
dahulu.
3) Bobok kolom yang hancur / miring.
4) Potong tulangan yang bengkok. (gambar ii)
5) Atur dongkrak / jack hingga level yang diinginkan.
6) Bobok bagian bawah balok yang berbatasan dengan kolom bagian atas untuk
penjangkaran tulangan kolom. (gambar ii)
7) Setelah level yang diinginkan tercapai, dongkrak / jack dilepas & diganti dengan
balok kayu. (gambar iii)
8) Sambung tulangan utama kolom lama dengan tulangan baru. Panjang
penyambungan tulangan kolom lama dengan tulangan kolom yang baru adalah
minimum 40d. (gambar iii) pasang sengkang kolom lama, tambahkan sengkang
bila perlu.

48

9) Pasang bekisting dari multiplek 9 mm. buat corong di bagian atas kolom.
(gambar iv)
10) Kalau ruang gerak untuk pengecoran terlalu sempit, maka sebaiknya pelat
dilubangi & pengecoran dilakukan melalui lubang pelat.
11) Cor kolom setelah bekisting terpasang.
12) Setelah 24 jam, bekisting dilepas & bagian beton yang menonjol akibat corong
dibuang.

Gambar 17. Perbaikan kolom yang rusak pada bagian atas

49

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun garis besar metode evaluasi yang akan dilakukan dimulai dengan
menganalisis kapasitas penampang eksisting kolom dan balok, dilanjutkan dengan
menganalisis struktur gedung dengan mengunakan beban gempa berdasarkan peta
gempa tahun 2002 dan 2010. Dari hasil tersebut maka diketahui suatu nilai kapsitas
(C) dan kebutuhan (D) yang akan dijadikan sebagai patokan untuk mengevaluasi
struktur tersebut.
Adapun langkah-langkah metode evaluasi dijabarkan di bawah ini sebagai
berikut:
A. Evaluasi Struktur
1) Evaluasi Struktur Kuda-kuda
Evaluasi kuda-kuda dilakukan dengan mengambil beberapa contoh kudakuda yang dianggap sangat riskan dalam artian kuda-kuda inti dan patut untuk
dievaluasi, yang mana untuk struktur atap telah terjadi penambahan yaitu
penambahan baja siku 50.50.5 sebagai penahan rangka plafon kayu yang
sebelumnya dari baja ringan khusus untuk kuda-kuda diruangan sidang.

50

Gambar 18. Denah Atap

Data umum struktur kuda-kuda sebagai berikut:


1. Kuda-Kuda Type 1 (KK1)
Panjang Bentang

: 18 m

Bahan Gording

: Bajan kanal kait 125.50.20.3,2

Bahan Kuda-kuda

: Baja IWF 250.125.6.9

Bahan Penutup atap

: Genteng metal

Bahan kaso

: Baja ringan C75-075

Bahan reng

: Baja Ringan Omega U33

Kuda-kuda ini juga telah terbebani oleh rangka atap disamping kiri dan
kanan, lebih jelasnya di tampilkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 19. Sketsa Kuda-kuda type 1

Beban Mati :
Berat jenis baja

: 7850 Kg/m3

Jumlah gording, n

: 25 titik

Panjang kaki kuda-kuda : 12,551 m


Berat gording, P1
51

Luas penampang gording


Kanal kait

: 0,0007807 m2(Buku Teknik Sipil, hal.285)

Panjang gording

: 4,5 m

Jadi P1

: BJ x P.gording x Luas Penampang


: 7850 x 4,5 x 0,0007807
: 27,57823 Kg

Berat genteng metal,P2


Berat per m2

: 3,73 Kg/m2

Jarak gording

: 1,05 m

Jadi P2

: Berat per m2 x J.gording x P.gording


: 3,73 x 1,05 x 4,5
: 17,62425 Kg.

Berat Plafon+penggantung, P3
Berat per m2

: 18 Kg/m2

Jadi P3

: Berat per m2 x P.gording x P.bentang


: 18 x 4,5 x 18
: 1458 Kg

Berat per titik gording

: 1458/n-1
: 1458/25-1
: 60,75 Kg.

Berat Kaso dan reng, P4


Bj.

: 7400 Kg/m3

Luas penampang kaso


C75-075

: 0,000116 m2

Luas penampang reng


U33

: 0,0000469 m2

Jarak antar kaso

: 1,2 m

Jarak antar reng

: 0,4 m

Jumlah kaso

: P.gording/jarak antar kaso + 1


: 4,5/1,2 +1

52

: 4,75 5 buah
Jumlah reng

: J.gording/jarak antar reng + 1


: 1,05/0,4 + 1
: 2,625 3 buah

Panjang kaso

: (Panjang kaki kuda2+0,75 m) x 2 x jumlah kaso


: (12,551+0,75) x 2 x 5
: 133,01 m

Berat kaso per titik

: Panjang kaso x Bj x Luas penampang/n-1


: 133,01 x 0,000116 x 7400/25-1
: 4,7696 Kg

Panjang reng

: Jumlah reng x P.gording


: 3 x 4,5 m
: 13,5 m

Berat per titik reng

: Panjang reng x Luas penampang x Bj


: 13,5 x 0,0000469 x 7400
: 4,68531 Kg

Jadi P4

: Berat Kaso + berat reng


: 4,7696 + 4,68531
: 9,454938 Kg.

Berat Baja siku 50.50.5, P5


Luas Penampang

: 0,0005 m2

Berat per meter

: Luas penampang x BJ
: 0,0005 x 7850
: 3,925 Kg/m

Jumlah batang yang


Terpakai

: 60 batang

Panjang batang

: 6 m.

Berat total

: Berat per meter x panjang batang x jumlah batang


: 3,925 x 6 x 60
: 1413 Kg

53

Jumlah kuda-kuda tempat penggantung baja siku adalah 5 kuda-kuda.

Beban baja siku per


kuda-kuda

: Berat total/jumlah kuda-kuda


: 1413/5
: 282,6 Kg

Beban per titik

: Beban baja siku per 1 kuda-kuda/n-1


: 282,6/25-1
: 11,775 Kg

Untuk kuda-kuda 1 dan 2 menerima setengah beban baja siku, di karenakan


tempat menggantung baja siku antara kuda-kuda 1 dan 2. Maka :
Total Beban

: 282,6 Kg + (282,2 Kg/2)


: 423,9 Kg

Beban Per titik

: Total beban / n-1


: 423,9 Kg/25-1
: 17,6625 Kg

Jumlah Beban mati yang diterima kuda-kuda utama:


Titik buhul puncak, Pa

Pa

: 2P1+P2+P3+P4+P5
: 2 x 27,57823 + 17,62425 + 60,75 + 9,4549 +
17,6625
: 160,648 Kg

Titik buhul tengah, Pb


Pb

: P1+P2+P3+P4+P5

54

: 27,57823 + 17,62425 + 60,75 + 9,454938 +


17,6625
: 133,0699 Kg

Titik buhul tepi, Pc


Pc

: P1+1/2P2+1/2P3+1/2P4+1/2P5
: 27,57823 +1/2(17,62425) + 1/2(60,75) +
1/2(9,454938) + 1/2(17,6625)
: 80,324 Kg

Beban Hidup

: 100 Kg

Beban Air Hujan

: 40-0,85()
: 40 0,85(45)
: 4 kg/m2

Beban per titik

: 4 x j.gording x p. Gording
: 4 x 1,05 x 4,5
: 18,9 Kg

Beban Angin
Sudut atap

: 450

Koefisien angin laut

: 40 Kg/m2

Koefisien angin tekan

: (0,02 0,4)
: (0,02 x 45 0,4)
: 0,5

Angin Tekan

:Koef. Angin laut x koef. Angin tekan x j.gording


: 40 x 0,5 x 1,05
: 21 Kg.

Koef. Angin Hisap

: 0,4

Angin hisap

: 0,4 x koef. Angin laut x j. Gording


: 0,4 x 40 x 1,05
: 16,8 Kg.

55

Kombinasi Beban yang digunakan adalah :


1,4D
1,2D + 1,6L
1,2D + 0,5L + 0,8W
1,2D + 0,5L + 0,5H
Analisis Kuda-kuda dilakukan dengan bantuan Aplikasi SAP2000.
Menginput Material Kuda-kuda

Gambar 20. Input material kuda-kuda type 1

Menginput beban pada joint dan frame pada rangka kuda-kuda

Gambar 21. Input beban pada kuda-kuda type 1


56

Hasil dari analisis

Gambar 22. Hasil chek strukur kuda kuda-kuda type 1

Reaksi pada tumpuan yaitu 6406,6 Kg atau 64,066 kN

2. Kuda-kuda type 2 (No.1)

Gambar 23. Sketsa Kuda-kuda type 2 no. 1

57

Data umum:
Panjang Bentang

: 21 m

Bahan Gording

: Bajan kanal kait 125.50.20.3,2

Bahan Kuda-kuda

: Baja IWF 250.125.6.9

Bahan Penutup atap

: Genteng metal

Bahan kaso

: Baja ringan C75-075

Bahan reng

: Baja Ringan Omega U33

Pembebanan
Beban Mati :
Berat jenis baja

: 7850 Kg/m3

Jumlah gording, n

: 25 titik

Panjang kaki kuda-kuda

: 12,551 m

Berat gording, P1
Luas penampang gording
Kanal kait

: 0,0007807 m2(Buku Teknik Sipil, hal.285)

Panjang gording

:3m

Jadi P1

: BJ x P.gording x Luas Penampang


: 7850 x 3 x 0,0007807
: 18,38549 Kg

Berat genteng metal,P2


Berat per m2

: 3,73 Kg/m2

Jarak gording

: 1,05 m

Jadi P2

: Berat per m2 x J.gording x P.gording


: 3,73 x 1,05 x 3
: 11,7495 Kg.

Berat Plafon+penggantung, P3
Berat per m2

: 18 Kg/m2

Jadi P3

: Berat per m2 x P.gording x P.bentang


: 18 x 3 x 21

58

: 1134 Kg
Berat per titik gording

: 1134/31-1
: 972/31-1
: 32,4 Kg.

Berat Kaso dan reng, P4


Bj.

: 7400 Kg/m3

Luas penampang kaso


C75-075

: 0,000116 m2

Luas penampang reng


U33

: 0,0000469 m2

Jarak antar kaso

: 1,2 m

Jarak antar reng

: 0,4 m

Jumlah kaso

: P.gording/jarak antar kaso + 1


: 3/1,2 +1
: 3,5 4 buah

Jumlah reng

: J.gording/jarak antar reng + 1


: 1,05/0,4 + 1
: 2,625 3 buah

Panjang kaso

: (Panjang kaki kuda2+0,75 m) x 2 x jumlah kaso


: (12,551+0,75) x 2 x 4
: 106,408 m

Berat kaso per titik

: Panjang kaso x Bj x Luas penampang/n-1


: 106,408 x 0,000116 x 7400/31-2
: 10,6636 Kg

Panjang reng

: Jumlah reng x P.gording


:3x3m
:9m

Berat per titik reng

: Panjang reng x Luas penampang x Bj


: 9 x 0,0000469 x 7400
: 3,1235 Kg

59

Jadi P4

: Berat Kaso + berat reng


: 10,6636 + 3,1235
: 13,7872 Kg.

Beban pada titik buhul puncak


Pa

:2P1 + P2 + P3 + P4
: 2 x 18,385 + 11,750 + 32,4 + 13,787
: 94,707 Kg

Pb

: P1 + P2 + P3 + P4
: 18,385 + 11,750 + 32,4 + 13,787
: 76,322 Kg

Pc

: P1+1/2P2+1/2P3+1/2P4
: 18,38549 + 1/2(11,7495) + (32,4) + (13,7872)
: 47,354 Kg

Beban Hidup

: 100 Kg

Input beban

Gambar 24. Input beban pada kuda-kuda type 2 no. 1

60

Hasil Analisis

Gambar 25. Hasil analisi kuda-kuda type 2 no. 1

Reaksi tumpuan yaitu 5062,83 Kg (50,6383 kN).

Display chek struktur

61

Gambar 26. Hasil chek struktur kuda-kuda type 2 no. 1

Dengan melakukan cara yang sama disetiap kuda-kuda maka, hasil rekasi dan chek
keandalan struktur dari setiap kuda-kuda di tabelkan di bawah ini.
Tabel 8. Reaksi Tumpuan tiap Type Kuda-kuda

No.

Type Kudakuda

RAV

RBV

RCV

RDV

REV

RFV

(kN)

(kN)

(kN)

(kN)

(kN)

(kN)

KK1 No.1

54,738

54,738

KK1 No.1

54,738

54,738

KK1 No.2

44,155

44,155

KK1 No.2

41,611

41,611

KK1 No.3

37,749

37,749

KK1 No.3

40,393

40,393

KK2 No.1

50,628

50,628

KK2 No.2

57,041

57,041

KK2a

6,167

27,928

28,735

28,735

27,928

6,167

11

KK4

64,930

104,659 104,659

64,930

12

KK4a

28,452

41,546

28,452

41,546

Chek
struktur
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman

Catatan : contoh perhitungan rangka atap yang lainya pada lampiran.

62

2) Redesain struktur rangka atap


Dari hasil evaluasi struktur rangka atap di atas maka tampak jelas
struktur yang kurang aman dengan melihat hasil Display chek struktur tersebut.
Maka dari itu, akan dilakukan kembali upaya upaya perkuatan yang dilakukan
agar struktur tersebut stabil. Struktur kuda kuda yang harus mendapat
perkuatan adalah KK1, KK2, dan KK4. Adapun tahap tahap perkuatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Penggantian material penutup atap yang awalnya dengan menggunakan


genteng metal yang beratnya 3,73 Kg/m2 dengan genteng metal yang
beratnya 2,43 Kg/m2.
b) Mengganti profil gording ( C 125.50.20.3,2) dengan berat 6,13 kg/m
Dicoba menggunakan Profil ( C 100.50.20.2,6)
Data umum:
Berat

: 4,55 kg/m

Cy

: 1,86 cm

Ix

: 89,7 cm4

Iy

:21 cm4

ix

: 3,93 cm

iy

: 1,9 cm

Wx

: 17,94 cm3

Wy

: 6,688 cm3

Sx

: 4 cm

Zx

: 17900 mm3

Zy

: 6680 mm3

Kemiringan atap

: 450

Jarak antar gording

: 1,05 m

Jarak Kuda-kuda

:6m

63

Tegangan leleh (fy)

: 275 MPa

Pembebanan pada atap


Berat penutup atap

: 2,73 kg/m2

Berat angin tekan

: 21 kg/m

Beban angin hisap

: 16,8 kg/m

Beban hidup

: 100 kg

Beban plafond

: 18 kg/m2

Beban baja siku

: 17,6625 kg

Berat kaso baja ringan

: 0,8606 kg/m

Berat reng baja ringan

: 0,34706 kg/m

Beban Mati
Berat gording
Berat plafond
Berat kaso&reng
Berat penutup atap
Total (q)

=
=
=
=
=

4,55
18,9
1,20768
2,5515
27,209

kg/m
kg/m
kg/m
kg/m
kg/m

Gambar 27. Sketsa gambar arah gaya pada gording

qx

= q x sin
= 27,209 x sin 45
= 19,240 kg/m

64

qy

= q x cos
= 27,209 x cos 45
= 19,240 kg/m

Beban baja siku


qx

= 17,6225 x sin
= 12,4893 kg

qy

= 17,6225 x cos
= 12,4893 kg

Beban Hidup
P

= 100 kg

Px

= P x sin
= 100 x sin 45
= 70,711 kg

Py = Px
Kombinasi pembebanan
1,2D + 1,6L + 0,8 W

Qux

= 1,2(19,240) + 1,6(70,711) + 0,8(21)


= 153,025 kg/m

Pux

= 1,6D
= 1,6(12,4893)
= 19,983 kg

Mux

= 1/8 (Qux x L2) + 1/4 (Pux x L)


= 1/8 (153,025 x 62) + 1/4 (19,983 x 6)
= 718,586 kgm = 718586,04 Nmm

Qux = Quy, Pux = Puy dan Mux = Muy.

Kontrol Momen
Sayap
b/t

= 50/2,6

= 19,231

65

= 10,251
= 25,842

Penampang tidak kompak

Mrx
Mry
Mpx
Mpy
Mnx
Mny

=
=
=
=
=
=

(fy-fr) x Sx =
(fy-fr) x Sy =
fy x Zx
=
fy x Zy
=
Mp-(Mp-Mr)*(-p)/(r-) =
Mp-(Mp-Mr)*(-p)/(r-) =

3677700
1371040
4922500
1837000
3231790,562
1204124,863

Nmm
Nmm
Nmm
Nmm
Nmm
Nmm

Kontrol Tegangan

0,247 + 0,173 <1


0,4197 < 1 ...... Cukup aman.

Kontrol Lendutan
Beban merata

Beban terpusat

Arah sumbu kuat (arah x)


Beban merata :
Beban mati + beban angin
Q

= 19,240 + (21 x cos 45)


= 34,089 kg/m

Lendutan

=
= 6,413 mm

Beban terpusat:
66

Beban baja siku + Beban hidup


Q

= 12,4893 + 70,711
= 83,19995 kg

Lendutan

=
= 0,5206 mm

Total lendutan

= 6,9337 mm < L/300 .... Terpenuhi

Arah sumbu lemah (arah Y)


Beban merata :
Beban mati
Q

= 19,240 + 21
= 40,240 kg/m

Lendutan

=
= 32,3355 mm

Beban terpusat:
Beban baja siku + Beban hidup
P

= 12,4893 + 70,711
= 83,19995 kg

Lendutan

=
= 0,015 mm

Total lendutan

= 32,355 mm > L/300 .... Tidak Terpenuhi

Maka digunakan trekstang atau sagrod pada arah y dengan posisi setengah
panjang gording Ly = 3 m

Diperoleh hasil lendutan untuk beban merata sebesar 2,021 mm dan beban
terpusat 0,278 mm maka total lendutan arah y adalah 2,299 mm < L/300
(Terpenuhi).

Dari hasil di atas maka profil C 100.50.20.1,6 layak untuk digunakan.

67

c) Redesain KK1

Gambar 28. Sketsa Kuda-kuda type 1

Data beban:
Panjang gording

= 4,5 m

Beban gording

= 20,475 kg

Berat genteng metal

= 11,482 kg

Berat plafon+penggantung

= 60,75 kg

Berat kaso+reng

= 9,455 kg

Berat baja siku

= 11,775 kg

Beban titik buhul


Pa

= 2 x 20,475 + 11,482+ 60,75 + 9,455 + 11,775


= 134,412 kg.

Titik buhul tengah


Pb

= 20,475 + 11,482 + 60,75 + 9,455 + 11,775


= 113,937 kg

Titik buhul tepi


Pc

= 20,475 + (11,482) + (60,75) + (9,455) +


(11,775)
= 67,206 kg.
68

Beban hidup

= 100 kg

Beban hujan

= 18,9 kg

Beban angin tekan

= 21 kg

Beban angin hisap

= 16,8 kg

Kombinasi pembebanan
1,4D
1,2D + 1,6L
1,2D + 0,5L + 0,8W
1,2D + 0,5L + 0,5Hujan

Analasis menggunakan bantuan aplikasi SAP2000


Input beban
Beban Mati, hidup, angin dan beban air hujan

69

Gambar 29. Input beban pada kuda-kuda type 1

Hasil design

Gambar 30. Hasil chek kuda-kuda type 1

Diperoleh struktur yang stabil dengan profil kaki kuda-kuda yang akan
digunakan profil baja IWF 350.350.12.19 dengan batang vertikal dan
horizontal profil IWF 350.350.12.19.

70

d) Redesign KK2

Gambar 31. Sketsa Kuda-kuda type 2

Data beban:
Panjang gording

= 4,5 m

Beban gording

= 20,475 kg

Berat genteng metal

= 11,482 kg

Berat plafon+penggantung

= 70,875 kg

Berat kaso+reng

= 20,792 kg

Beban titik buhul


Pa

= 2 x 20,475 + 11,482+ 70,875 + 20,792


= 144,099 kg.

71

Titik buhul tengah


Pb

= 20,475 + 11,482 + 70,875 + 20,792


= 123,624 kg

Titik buhul tepi


Pc

= 20,475 + (11,482) + (70,875) + (20,792)


= 72,049 kg.

Beban hidup

= 100 kg

Beban hujan

= 16 kg

Beban angin tekan

= 8,4 kg

Beban angin hisap

= 16,8 kg

Kombinasi pembebanan
1,4D
1,2D + 1,6L
1,2D + 0,5L + 0,8W
1,2D + 0,5L + 0,5Hujan

Input Beban Mati, angin, hujan dan beban hidup

72

Gambar 32. Input beban pada kuda-kuda type 2

Hasil analisis

Gambar 33. Hasil chek kuda-kuda type 2

Diperoleh struktur yang stabil, adapun data profil yang digunakan sebagai berikut:
Batang vertikal pada tumpuan

: IWF 350.350.12.19

Batang vertikal dan Horizontal


Kuda-kuda dalam

: IWF 200.150.6.9

Kaki kuda-kuda dalam

: IWF 350.350.12.19

Kaki kuda-kuda luar

: IWF 250.250.9.14

73

3) Evaluasi pada struktur kolom dan balok


A. Pembebanan pada plat lantai

Gambar 34. Denah Balok

1) Beban Hidup
Berdassarkan SNI 03-1726-1989 yaitu :
Beban hidup fungsi gedung untuk perkantoran adalah tiap 1 m adalah
250 Kg/m
2) Beban Mati Plat lantai
Berat Spesi (2 cm)
: 0,02 x 2100 x 1
= 42 kg/m
Berat Kramik (1 cm)
: 0,01 x 2400 x 1
= 24 kg/m
Berat plafond +Penggantung :
= 18 kg/m
Beban M/E
:
= 25 kg/m +
= 109 kg/m
3) Beban Mati Plat Balkon
Berat Spesi (2 cm)
: 0,02 x 2100 x 1
= 42 kg/m
Berat plafond +Penggantung :
= 18 kg/m
Beban M/E
:
= 25 kg/m +
= 85 kg/m

74

4) Pembebanan Pada Balok


Berat dinding batu bata
Tinggi dinding lantai 3
Tinggi dinding lantai 2
Berat dinding lantai 3
Berat dinding lantai 2

: 250 kg/m2
:4m
:5m
: (4-0,5) x 250
: (5-0,5) x 250

Berat dinding Partisi


Berat dinding partisi 20% dari berat dinding batu bata
Berat dinding partisi lantai 2

: (5-0,5) x 50

= 875 kg/m
= 1125 kg/m

=250 x 20%
= 50 kg/m2
= 225 kg/m

Pembebanan Pada Plat Lantai

Gambar 35. Sketsa Plat lantai

75

Pembebanan Pada Balok

Gambar 36. Pembebanan pada balok

Input Beban Rangka Atap sebagai beban titik pada kolom

Gambar 37. Input beban kuda-kuda

76

B. Menghitung kapasitas kolom


Untuk Lantai 1.
1. Analisis Penampang Kolom K1 elev. +0.00 - +4.00

Gambar 38. Sketsa Penampang kolom K1

Dimensi

: (450 x 450) mm2

Jumlah Tul.

: 20 16

Sengkang

: 10 175

Selimut Beton

: 20 mm

Luas Penampang (Ag)

= 202500 mm2

Luas Tulangan (Ast)

= 4019,2 mm2

Faktor reduksi kekuatan

= 0,65

Faktor reduksi eksentrisitas kecil

= 0,80

Kuat tekan beton (fc)

= 20,75 MPa.

Tegangan Leleh Baja (fy)

= 400 MPa

Pn.max = 0,80 ( ( 0,85 x fc x (Ag Ast) + fy x Ast))


= 0,80 ( 0,65 ( 0,85 x 20,75 x (202500 4019,2) + 400 x 4019,2))
= 2656,360 KN.

77

Untuk Lantai 2.
2. Analisis Penampang Kolom K3 elev. +4.00 - +9.00

Gambar 39. Sketsa Penampang kolom K3

Dimensi

: (400 x 400) mm2

Jumlah Tul.

: 12 16

Sengkang

: 10 200

Selimut Beton

: 20 mm

Luas Penampang (Ag)

= 160000 mm2

Luas Tulangan (Ast)

= 2411,52 mm2

Faktor reduksi kekuatan

= 0,65

Faktor reduksi eksentrisitas kecil

= 0,80

Kuat tekan beton (fc)

= 20,75 MPa.

Tegangan Leleh Baja (fy)

= 400 MPa

Pn.max = 0,80 ( ( 0,85 x fc x (Ag Ast) + fy x Ast))


= 0,80 (0,65(0,85 x 20,75 x(160000 2411,52) + 400 x 2411,52))
= 1946,919 kN.

78

Untuk Lantai 3.
3. Analisis Penampang Kolom K5 elev. +9.00 - +13.00

Gambar 40. Sketsa Penampang kolom K5

Dimensi

: (300 x 300) mm2

Jumlah Tul.

: 8 16

Sengkang

: 10 200

Selimut Beton

: 20 mm

Luas Penampang (Ag)

= 90000 mm2

Luas Tulangan (Ast)

= 1607,68 mm2

Faktor reduksi kekuatan

= 0,65

Faktor reduksi eksentrisitas kecil

= 0,80

Kuat tekan beton (fc)

= 20,75 MPa.

Tegangan Leleh Baja (fy)

= 400 MPa

Pn.max = 0,80 ( ( 0,85 x fc x (Ag Ast) + fy x Ast))


= 0,80 (0,65(0,85 x 20,75 x(90000 1607,68) + 400 x 1607,68))
= 1145,088 kN.
Dengan menggunakan cara yang sama seperti diatas. Maka, hasil evaluasi
kapasitas setiap type kolom di rangkumkan dalam bentuk tabel di bawah ini.

79

Tabel 9. Kapsitas Kolom


Type
Kolom

.Pn Max (N)

.Pn Max (kN)

K1

2656360,257

2656,360

K2

2496533,956

2496,534

K3

1946918,904

1946,919

K4

1787092,603

1787,093

K5

1145087,603

1145,088

K6

686512,6029

686,513

80

C. Menghitung kapasitas balok dengan menggunakan aplikasi Beton2000


1. Balok Induk 1 (BI. 1)
Data umum balok:
Lebar

: 300 mm

Tinggi

: 500 mm

Tebal selimut

: 20 mm

Tulangan atas

: 522 mm

Tulangan bawah

: 322 mm

Tulangan sengkang

: 10 150 mm

Kuat tekan beton (fc)

: 20,75 MPa

Kuat leleh tul.pokok (fy)

: 400 MPa

Kuat leleh tul.sengkang (fy)

: 343,5 MPa

Input data dan sketsa penampang balok BI 1 daerah tumpuan

Gambar 41. Input data BI 1

81

Hasil Analisis

Gambar 42. Hasil analisis BI 1

Adapun hasil analisis sebagai berikut:


Mr atas

: 241,748 kNm.

Mr bawah : 151,182 kNm.

2. Balok Induk 2 (BI. 2)


Data umum balok:
Lebar

: 300 mm

Tinggi

: 500 mm

Tebal selimut

: 20 mm

Tulangan atas

: 422 mm

Tulangan bawah

: 322 mm

Tulangan sengkang

: 10 150 mm

Kuat tekan beton (fc)

: 20,75 MPa

Kuat leleh tul.pokok (fy)

: 400 MPa

Kuat leleh tul.sengkang (fy)

: 343,5 MPa

Input data dan sketsa penampang balok

82

Input data dan sketsa penampang balok BI 2 daerah tumpuan

Gambar 43. Input data BI 2

Hasil Analisis

Gambar 44. Hasil analisis BI 2

Adapun hasil analisis sebagai berikut:


Mr atas

: 205,972 kNm.

Mr bawah : 151,182 kNm.

83

3. Balok Induk 3 (BI. 3)


Data umum balok:
Lebar

: 300 mm

Tinggi

: 650 mm

Tebal selimut

: 20 mm

Tulangan atas

: 622 mm

Tulangan bawah

: 322 mm

Tulangan sengkang

: 10 125 mm

Kuat tekan beton (fc)

: 20,75 MPa

Kuat leleh tul.pokok (fy)

: 400 MPa

Kuat leleh tul.sengkang (fy)

: 343,5 MPa

Input data dan sketsa penampang balok BI. 3 daerah tumpuan

Gambar 45. Input data BI. 3

84

Hasil Analisis

Gambar 46. Hasil analisis BI. 3

Adapun hasil analisis sebagai berikut:


Mr atas

: 398,81 kNm.

Mr bawah : 205,921 kNm.

4. Balok Induk 4 (BI. 4)


Data umum balok:
Lebar

: 300 mm

Tinggi

: 650 mm

Tebal selimut

: 20 mm

Tulangan atas

: 319 mm

Tulangan bawah

: 319 mm

Tulangan sengkang

: 10 150 mm

Kuat tekan beton (fc)

: 20,75 MPa

Kuat leleh tul.pokok (fy)

: 400 MPa

Kuat leleh tul.sengkang (fy)

: 343,5 MPa

85

Input data dan sketsa penampang balok BI. 4 daerah tumpuan

Gambar 47. Input data BI 4

Hasil Analisis

Gambar 48. Hasil analisis BI 4

Adapun hasil analisis sebagai berikut:


Mr atas

: 116,263 kNm.

Mr bawah : 116,263 kNm.

86

B. Analisis Wilayah Gempa dengan Peta Gempa Tahun 2010


Lokasi Objek

: Bungku Tengah, Kab. Morowali

Klasifiasi site

: Tanah lunak

Faktor keutamaan gedung, IE : II dengan koefisien 1,00


Peta Respons Spektra percepatan 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (SB) untuk
probabilitas 2% dalam 50 tahun

Dari peta diperoleh Ss = 2,25

Lokasi DPRD Morowali

Gambar 49. Peta Respons Spektra percepatan 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (SB)

untuk probabilitas 2% dalam 50 tahun

87

Peta Respons Spektra percepatan 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB) untuk
probabilitas 2% dalam 50 tahun.
Dari peta diperoleh S1 = 0,65
Lokasi DPRD Morowali

Gambar 50. Peta Respons Spektra percepatan 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB)

untuk probabilitas 2% dalam 50 tahun.


A. Menentukan Koefisien Situs, Fa dan Fv
Tabel 10. Koefisien periode pendek, Fa
SS
Klasifikasi Site
(Sesuai Tabel 3)
Ss 0.25 Ss = 0.5 Ss= 0.75 Ss = 1.0 Ss 1.25
Batuan Keras (SA)
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
Batuan (SB)
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
Tanah Sangat Padat
1.2
1.2
1.1
1.0
1.0
dan Batuan Lunak (SC)
Tanah Sedang (SD)
1.6
1.4
1.2
1.1
1.0
Tanah Lunak (SE)
2.5
1.7
1.2
0.9
0.9
Tanah Khusus (SF)
SS
SS
SS
SS
SS
Dari hasil tabel diatas diperoleh nialai Fa untuk tanah lunak (SE) adalah 0,9

88

Tabel 11. Koefisien periode 1 detik, Fv


S1
Klasifikasi Site
(Sesuai Tabel 3)
S1 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 =0.4 S1 0.5
Batuan Keras (SA)
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
Batuan (SB)
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
Tanah Sangat Padat
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
dan Batuan Lunak (SC)
Tanah Sedang (SD)
2.4
2.0
1.8
1.6
1.5
Tanah Lunak (SE)
3.5
3.2
2.8
2.4
2.4
Tanah Khusus (SF)
SS
SS
SS
SS
SS
Dari hasil tabel diatas diperoleh nialai Fv untuk tanah lunak (SE) adalah 2,4
B. Menentukan Spektral Respon Percepatan SDS dan SD1
Koefisien Situs, Fa dan Fv masing masing untuk tanah lunak adalah 0,9 dan
2,4 maka, nilai SDS dan SD1 :
SDS = 2/3 (Fa x Ss) = 2/3 (0,9 x 2,25) = 1,35
SD1 = 2/3 (Fv x S1) = 2/3 (2,4 x 0,65) = 1,04
Tabel 12. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan Pada
Periode Pendek

89

Tabel 13. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan Pada
Periode 1 Detik

Dari hasil diatas, Kategori Desain Seismik (KDS) berdasarkan nilai SDS
adalah D dan berdasarkan nilai SD1 adalah D. Kesimpulan dari hasil Kategori Desain
Seismik (KDS) adalah D. Dengan kategori desain seismik (KDS) adalah D, maka
sistem bangunan yang digunakan adalah sistem bangunan Struktur Rangka Beton
Bertulang Pemikul Momen Khusus.
C. Desain Respon Spektrum, Sa
a) Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, digunakan grafik dari persamaan:
[

b) Untuk perioda T0 sampai TS, digunakan grafik dari persamaan: Sa = SDS


c) Untuk perioda lebih besar dari Ts, digunakan grafik dari persamaan:

Dimana : T = Periode Getar Fundamental Struktur sebagai berikut

d) Perkiraan periode fundamental alami, Ta


Nilai Ta untuk gedung < 12 lantai, dengan sistem rangka penahan
momen beton atau baja :
Ta = 0,1 n

dimana : n = jumlah tingkat = 3 tingkat

90

Ta = 0,1 x 3 = 0,3
D. Kombinasi Pembebanan
1,2D + 1,0E + L
0,9D + 1,0E
Akibat beban sesimik maka kombinasi pembebanan sebagai berikut :
E = Eh Ev, dimana

: Eh = Pengaruh beban gempa horizontal.


Ev = Pengaruh beban gempa vertikal.

Eh = QE
Ev = 0,20 SDS D
Dimana :

= faktor redudansi, untuk KDS D dan F adalah 1,30

QE = pengaruh gaya gempa horizontal dari V atau Fp.


SDS = respon spektra desain periode pendek adalah 1,35
Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang
terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama harus
dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh
Pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tetapi
dengan efektifitas hanya 30%.

Jadi persamaan kombinasi pembebanan adalah :


1,47D + 1,0Ex + 0,3Ey + L
1,47D + 0,3Ex + 1,0Ey + L
1,17D + 1,0Ex + 0,3Ey
1,17D + 0,3Ex + 1,0Ey

91

C. Analisis gedung dengan menggunakan respon spektrum berdasarkan


Peta gempa tahun 2010
Setelah dilakukan evaluasi element struktur dan balok, maka tahap
selanjutnya adalah menganalisis seluruh komponen struktur gedung dengan
menginput nilai respon spektrum ke pembebanan gedung tersebut.

Gambar 51. Grafik Respon Spektrum yang diinput ke SAP2000

Setelah menginput grafik respon spektrum ke SAP2000, maka tahap


selanjutnya mencoba menganalisis struktur tersebut dengan merunning program
tersebut, dan hasilnya sebagai berikut.

Gambar 52. Hasil Analisis dengan menggunakan SAP2000

92

Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kegagalan struktur berjumlah 478 buah
element struktur kolom dan balok yang mengalami failure (kegagalan).

Gambar 53. Hasil check struktur

Berikut gambar-gambar kerusakan struktur yang terjadi.

Gambar 54. Failure Struktur

93

Jenis kegagalan yang terjadi adalah kegagalan geser (shear) seperti gambar
berikut ini.

Gambar 55. Kegagalan geser

Setelah diketahuinya kegagalan yang terjadi, secara garis besar bahwa dapat
disimpulkan bahwa stabilitas struktur (Capasity) yang ada sekarang masih sangat
kurang untuk dapat menahan kombinasi beban yang diberikan khususnya dengan
beban gempa yang berdasarkan peta gempa tahun 2010. Maka upaya yang dilakukan
adalah perkuatan element struktur (Retrofitting) dengan cara merubah dimensi balok
untuk tercapainya kestabilan yang diinginkan (Demand). Perlu diketahui bahwa,
analisis yang dilakukan bukan hanya dengan analaisis Respon Spectrum melainkan
dengan analisis Statik Eqivalen.
Kedua metode Respon Spektrum dan metode Analisis Statik Eqivalen
dilakukan untuk memenuhi syarat bangunan tak beraturan untuk gaya geser dasar
(Pasal 7.1.3 SNI 03-1726-2002) yakni V respon spektrum > 80% V statik eqivalen.
Untuk analisis respon spektrum yang dilakukan juga harus dalam partisipasi massa
dalam menghasilkan respon total mencappai minimal 90% (Pasal 7.2.1 SNI-03-17262002).
Setelah dengan diketahuinya tipe kegagalan geser yang terjadi, maka upaya
perkuatan yang dilakukan yakni dengan memperbesar dimensi balok yang
mengalami kegagaln tersebut. Dari hasil triall and eror yang dilakukan untuk
mendapatkan struktur yang stabil maka dapat diperoleh dimensi dari tiap-tiap balok
yang ada. Berikut hasil dimensi balok sebelum dan setelah dievaluasi.

94

Evalusi BI.1
Dari hasil analisis dengan aplikasi Sap2000 diperoleh:
Vu = 387164,9 N
bw = 300 mm,
d

= 500 mm

= 500 - 20 - 10 22 (22/2) = 437 mm

fc = 20,75 MPa
Kuat geser beton adalah
Vc =

Vc =

Vc = 99531,49 N.
Kegagalan geser berarti ; Vs >Vs maks (
Dimana ; Vs maks

Vs maks

Vs maks

= 398125,9 N.

Vs = Vu/ Vc
Vs = (387164,9/0,65) - 99531,49
Vs = 483700 N > Vs maks (solusinya adalah dengan memperbesar dimensi)
Dalam penelitian ini dilakukan trial and eror dikarenakan ketika
mendapatkan dimensi yang tepat (Vs < Vs maks) namun masih tetap terbaca
kegagalan geser pada SAP2000, maka dimensi diperbesar sampai mendapatkan
dimensi BI.1 adalah 55/75 dengan Vs = 224735,899 N dan Vs maks = 1433982,25 N
(Vs < V maks).
Dengan cara yang sama, elemen struktur yang mengalami kegagalan geser
dilakukan dengan memperbesar dimensi penampang. Hasil dari evaluasi tersebut
dibuat dalam bentuk tabel (Tabel. 14) berikut ini.

95

Tabel 14. Dimensi Sebelum dan Setelah Evaluasi


No.

Type Balok dan Kolom

Dimensi (cm)
Sebelum

Setelah

BI 1

50 x 30

75 x 55

BI 2

50 x 30

75 x 45

BI 3

65 x 30

65 x 45

BI 4

50 x 30

50 x 30

Ba 0

30 x 20

50 x 30

Ba 1

40 x 20

60 x 40

Ba 2

50 x 20

60 x 40

Ba 3

50 x 25

55 x 30

Ba 4

40 x 15

75 x 45

10

Ba 5

30 x 20

75 x 55

11

Ba 6

80 x 10

80 x 30

12

RB

50 x 30

65 x 45

13

RB 1

25 x 15

75 x 45

14

RB 2
Tambahan balok untuk balok balkon
teras

20 x 15

60 x 45

15

BI 2 - 1

50 x 30

70 x 50

16

BI-11

50 x 30

95 x 60

17

K1

45 x 45

45 x 45

18

K2

45 x 45

60 x 60

19

K3

40 x 40

45 x 45

20

K4

40 x 40

40 x 40

21

K5

30 x 30

45 x 45

96

Berikut gambar hasil pemeriksaan struktur setelah di evaluasi

Gambar 55. Setelah di evaluasi

Kontrol gaya geser dasar yang dihasilkan

Gambar 56. Base Shear (Gaya Geser Dasar)

97

Pada tabel Base Shear di atas tertulis untuk comb 3 gaya geser dasar arah-X adalah
660744,81 Kg dan combo 4 arah-Y adalah 642608,21 Kg sedangkan untuk STEx dan STEy
(statik eqivalen) adalah 538758,65 kg. Maka syarat gaya geser dasar untuk metode analisis
respon spektrum terhadap metode statik eqivalen Vrp > 80%Vsq terpenuhi.

Kontrol participacing mass ratio yang dihasilkan

Gambar 57. participacing mass ratio

Participacing mass ratio untuk mengetahui jumlah ragam (mode) dalam


analisis Modal mencukupi sehingga partisipasi massa dalam menghasilkan respon
total mencapai minimal 90% (Pasal 7.2.1 SNI 03-1726-2002). Dan hasil yang
diperoleh dalam analisis ini telah tercapai mode partsipasi massa dengan Modal 12
yakni SumUX sebesar 0,994 dan SumUY sebesar 0,993.

98

D. Evaluasi joint dengan menggunakan Beton2000


Evaluasi pada joint dilakukan sebagai syarat struktur bangunan dengan
menggunakan sistem Struktur Beton Bertulang Penahan Momen Khusus.
Evaluasi dilakukan

pada titik-titik yang dianggap kritis beban pada join

eksterior dan interior.

1) Joint interior ( J , 4) elev. +4.00 m


Input data dan hasil analisis pada Beton2000

Gambar 58. Input data dan hasil analisis Joint interior ( J , 4)

99

Gambar 59. Penulangan pada joint interior ( I , 5)

Diperoleh output yaitu:


Jumlah tulangan sengkang

: 110 mm

Jarak bersih

: 649 mm

2) Joint eksterior ( I,3 ) elev. +4.00 m


Input data

Gambar 60. Input data Joint eksterior ( I,3 )

100

Hasil analisis

Gambar 61. Hasil analisis joint eksterior ( I,3 )

Hasil gambar

Gambar 62. Penulangan pada joint eksterior ( I,3 )

Diperoleh output penulangan pada joint yaitu:


Jumlah tulangan sengkang

: 110 mm

Jarak bersih

: 649 mm

101

3) Joint interior ( J , 4) Elev. +9.00 m


Input data

Gambar 63. Input datadan hasil analisis joint interior ( J , 4)

102

Hasil gambar

Gambar 64. Penulangan pada joint interior ( J , 4)

Hasil output sebagai berikut.


Jumlah sengkang

: 1 10 mm

Jarak bersih

: 352 mm

4) Joint eksterior ( I , 3) Elev. +9.00 m


Input data

Gambar 65. Input data joint eksterior ( L , 4)

103

Hasil analisis

Gambar 66. Hasil analisis joint eksterior ( L , 4)

Hasil gambar penulangan pada joint

Gambar 67. Penulangan pada joint eksterior ( L , 4)

Hasil output sebagai berikut.


Jumlah sengkang

: 10 10 mm

Jarak bersih

: 55,9 mm

104

E. Metode Perkuatan Struktur dengan Metode Concreate Jacketing

Setelah proeses evaluasi dilakukan, maka hasil yang diperoleh adalah


perubahan dimensi penampang element struktur dalam hal ini balok dan kolom.
Maka metode yang memungkinkan untuk dilakukan adalah metode perkuatan
dengan Concreate Jacketing. Perbaikan struktur beton menggunakan metode
penyelubungan

beton

(Concreate

Jacketing)

ini

dilaksanakan

dengan

menyelubungi struktur asli dengan beton dan menambahkan tulangan


longitudinal dan tulangan tranversal yang disebar secara merata dalam beton
tersebut. Jumlah

tulangan

longitudinal dan tranversal yang diperlukan

disesuaikan dengan gaya-gaya yang terjadi pada struktur yang diakibatkan


gempa dengan kala ulang gempa yang telah disesuaikan.

Gambar 68. Perkuatan dengan metode Concreate Jacketing (sumber: Mejia 2002)

Tahapan pelaksanaan dari metode ini sebagai berikut:


1. Balok di antara kolom yang diperbaiki disangga dengan perancah selama
perbaikan.
2. Bobok bagian bawah balok yang berbatasan dengan kolom bagian atas untuk
penjangkaran tulangan kolom.
3. Bobok selimut beton kolom eksisting.

105

4. Rangkai tulangan longitudinal dan transfersal di sekeliling kolom eksisiting


sesuai dengan perencanaan.
5. Pasang bekisting dari multiplek 9 mm. buat corong di bagian atas kolom.
6. Grouting kolom tersebut dengan mortar.
7. Setelah 24 jam, bekisting dilepas & bagian beton yang menonjol akibat
corong dibuang.

Perbaikan element non struktur yakni dinding yang retak dan rangka plafon
yang rusak, maka metode yang dilakukan untuk dinding adalah dengan
menambahkan angker pada pertemuan kolom dan dinding dengan menggunakan
epoxin resin dan perbaikan untuk plafond dilakukan perbaikan dengan mengganti
material rangka palofond menjadi kayu yang sebelumnya baja ringan.

Gambar 67. Perkuatan dengan menambahkan angker

106

Gambar 68. Perbaikan rangka plafond dari baja ringan menjadi kayu

107

BAB V
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dari penjelasan bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Hasil evaluasi gedung kantor DPRD Morowali dengan menggunakan
peta gempa tahun 2010 menghasilkan 478 elemen struktur yang
mengalami kegagalan struktur dan yang terjadi kegagalan geser. Ini
membuktikan bahwa kombinasi beban gempa berdasarkan peta gempa
tahun 2010 lebih besar dibandingkan peta gempa tahun 2002 terlihat dari
hasil pemeriksaan struktur failure tersebut.
2. Metode-metode yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk
melakukan perbaikan atau perkuatan yakni sebagai berikut :
a. Penyelubungan (jacketing) dengan bahan baja, baja spiral, beton atau
komposit.
b. Penambahan tulangan luar dengan bahan steel strap/plate, tulangan
sengkang.
c. Penulangan luar berupa plat baja
d. Injeksi epoksi
e. Metode perkuatan dengan menggunakan Fiber Reinforced Polymer

B. Saran
Saran yang dapat dikemukakan dalam penulisan ini yaitu sebagai
berikut:
1. Dengan dikeluarkannya peta gempa tahun 2010 sebaiknya, prasarana
publik dapat dilakukan evaluasi kembali mengenai keandalan struktur
yang ada, guna sebagai tindakan preventif untuk meminimalisir dampak
kerugian yang akan terjadi jika terjadinya gempa khususnya di daerah
yang mendapat peningkatan zona kegempaannya.

108

2. Untuk setiap perencanaan struktur (struktur gedung), sebaiknya dalam


analisis strukturnya menggunakan beban gempa sesuai dengan peta gempa
tahun 2010.
3. Pemilihan metode perbaikan atau perkuatan sebaiknya dilakukan dengan
memilih metode perkuatan yang dapat dilakukan seefisien dan seefektif
mungkin.
4. Sebaiknya penelitian selanjutnya mendesaian kembali pondasi karena
adanya perubahan massa gedung.

109

Anda mungkin juga menyukai