PENDAHULUAN
A.
gempa bumi. Ini dibuktikan dengan tiga lempeng tektonik besar dunia dan sembilan
lempeng tektonik kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia, serta
membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik yang kompleks. Sampai saat ini
belum ada pengetahuan manusia yang dapat mengetahui kapan dan dimana bencana
gempa bumi itu akan muncul. Namun demikan, pengetahuan manusia hanya dapat
memberikan penaksiran-penaksiran melalui dengan persentase kejadian-kejadian
gempa bumi yang terjadi pada sebelumnya.
Permasalahan gempa bumi dalam bidang konstruksi sangat menekankan
pembangunan yang tahan akan beban gempa tersebut. Dengan merujuk pada suatu
filosofi konstruksi bangunan tahan gempa yakni apabila gempa kecil bangunan tidak
mengalami kerusakan apapun, dan jika gempa sedang komponen non struktur boleh
mengalami kerusakan, tetapi komponen strukturnya tidak boleh mengalami
kerusakan dan apabila gempa kuat, komponen non struktur maupun komponen
strukturnya boleh mengalami kerusakan namun masih sempat memberi kesempatan
pada penghuninya untuk menyelamatkan diri.
Dalam mengantisipasi bahaya gempa, pemerintah Indonesia telah mempunyai
standar perencanaan bangunan tahan gempa yakni SNI-03-1726-2002, namun setelah
peraturan ini keluar telah tercatat bencana gempa yang begitu besar dan banyak
memakan korban, seperti di Gempa Aceh tahun 2004 (Mw = 9,2), Gempa Nias tahun
2005 (Mw = 8,7), Gempa Yogya tahun 2006 (Mw = 6,3), dan gempa Padang tahun
2009 (Mw = 7,6).
Salah satu contoh kerusakan akibat gempa di wilayah Sulawesi Tengah adalah
yang terjadi pada Kab. Morowali pada tanggal 16 April 2012 dengan kekuatan
gempa sebesar 5,7 SR dengan kedalaman pusat gempa 10 km. Gempa yang terjadi
mengakibatkan kerusakan pada salah satu gedung pemerintahan yaitu kantor DPRD
Morowali yang berlokasi di Bungku Tengah, dan sekarang kantor tersebut tidak
difungsikan akibat kerusakan diberbagai bagian kantor tersebut.
Melihat hal itu pemerintah Indonesia merevisi kembali peratutan SNI-03-1726
tahun 2002 menjadi SNI-03-1726 tahun 2010. Dengan melihat perubahan tersebut,
penulis merasa bahwa perlu adanya evaluasi struktur dengan peraturan baru tersebut
sesuai peta gempa tahun 2010. Dalam hal ini penulis memilih kantor DPRD
Morowali sebagai objek evaluasi struktur yang kondisinya telah rusak akibat gempa
pada tanggal 16 April tahun 2012.
Maka dengan ini penulis mengangkat suatu judul dalam bentuk karya tulis
ilmiah yang dirumuskan dalam Tugas Akhir yakni Evaluasi Struktur Kantor
DPRD Morowali Berdasarkan Peta Gempa Tahun 2010.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
C.
struktur bangunan sesuai dengan peta gempa tahun 2010. Sedangkan tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hasil evaluasi sruktur gedung Kantor DPRD Morowali.
2. Untuk mengetahui perlakuan/perbaikan yang dapat diberikan terhadap sturktur
gedung Kantor DPRD Morowali agar terfungsikan kembali.
D. Lingkup Penelitian
Dalam penelitian untuk mengarahkan hasil penelitian pada rumusan masalah,
maka perlu dilakukan suatu batasan masalah. Adapun batasan masalah yang
dimaksud adalah :
1. Keandalan bangunan gedung yang akan diteliti adalah hanya keandalan struktur
saja, tidak termasuk keandalan arsitektur, utilitas, aksesbilitas serta tata
bangunan dan lingkungan.
2. Metode-metode yang dibahas berdasarkan studi literature.
3. Metode evaluasi yang dilakukan berdasarkan metode evaluasi Takim Andriono
dan Gideon Kusuma.
4. Analisi Struktur dengan menggunakan Program aplikasi SAP 2000 dan
Beton2000
5. Tinjauan evaluasi pada struktur atas gedung.
6. Data yang digunakan berupa data sekunder yaitu data dari Dinas Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum, pihak pelaksana dan konsultan perencana dan
pengawas dari bangunan yang akan dijadikan studi kasus pemeriksaan keandalan
struktur bangunan ini. Data sekunder tersebut itu berupa, gambar-gambar kerja,
dokumentasi/foto bangunan yang telah selesai dibangun, kuat tekan beton hasil
pengujian hammer test, tegangan leleh baja, hasil sondir tanah dasar, hasil
wawancara terhadap stakeholder yang mengetahui proses pembangunan
tersebut.
E.
Metode Penulisan
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, yang mana akan menjajaki,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
1.
2.
Pemeriksaan
keandalan
struktur
menurut
Council
of
American
Engineering Calculation
Form dari metode pemeriksaan ini secara umum terdiri atas penilaian:
a.
Bagian Umum,
b.
Sistem Struktur,
c.
Beban-beban,
d.
Fondasi,
e.
f.
Desain Pasangan,
g.
h.
i.
gravitasi
untuk
masing
masing
elemen
bangunan
(balok/kolom) dan perhitungan besarnya gaya aksial yang diterima oleh tiap
tiap kolom dengan menggunakan tribulary area.
c. Analisa elastis portal untuk mendapatkan besarnya gaya gaya dalam pada
kolom dan balok dengan beban langkah a dan b.
d. Menentukan nilai - nilai kapasitas penampang yaitu :
1) Kapasitas lentur balok akibat gempa
2) Kapasitas geser balok akibat gempa
3) Kapasitas lentur kolom
4) Kapasitas geser kolom
e. Perbandingan
kapasitas
dan
kebutuhan
elastis
yaitu
menentukan
langkah
langkah
sebelumnya.
Nilai
perbandingan
kedua
ujung
batang
lebih
kecil
dari
perbandingan
kapasitas/kebutuhan geser.
Caranya adalah mengalikan perbandingan kapasitas/kebutuhan lentur
elastis dengan faktor daktilitas yang diperoleh dari kriteria keruntuhan geser
dimana akan didapatkan perbandingan kapasitas/kebutuhan lentur daktail.
Evaluasi dengan metode ini memberikan hasil yang sederhana karena
hanya untuk mendapatkan kegagalan struktur akibat geser atau kegagalan
struktur dari perbandingan kapasitas kebutuhan, sedangkan kegagalan
struktur dapat saja dari faktor yang lain. Hasil dari metode ini hanya dapat
memperoleh data kegagalan manakah yang duluan terjadi, apakah kegagalan
geser atau kegagalan lentur.
4.
b.
Memperkirakan kekuatan lentur dan geser pada bagian kritis balok, kolom,
dan pertemuan balok-kolom dengan asumsi tidak terjadi penuruanan pada
daerah post elastic selama terjadinya cyclic lateral loading.
c.
d.
e.
Memperkirakan waktu getar alami dari struktur dalam keadaan elastik, (T).
f.
g.
h.
i.
5.
B.
Hasil
Penelitian
Evaluasi
Struktur
&
Kegempaan
di
Indonesia
Sebelumnya
1.
dari 3 metode yang dilakukan maka, hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 7
dibawah ini :
10
Kelebihan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
Takim
Andriono
dan Gedion
3.
Kusuma
Kekurangan
1.Bersifat pengamatan
visual
2. Tidak dilengkapi analisis
3. Hasil yang diperoleh
kurang akurat
8.
9.
10.
Metode
Council of
American
11.
deskriptif
11
2.
Dalam tulisan pidato pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam bidang
Analisa Struktur Fakultas Teknik Univ. Sumtera Utara dari Prof. Dr. Ing. Johanes
Tarigan, membandingkan hasil analisis struktur dengan menggunakan 3 beban
gempa yang berbeda yakni (SKBI 2.3.53-1987, SNI 1726-2002 dan Peta Gempa
2007). Hasil analisis nya dapat dilihat pada diagram di bawah ini :
Jika dibandingkan ketiga hasil baik SKBI-2.3.53.1987, SNI 1726 tahun 2002
dan Peta Indonesia 2007, hasilnya untuk Zona/Wilayah gempa Medan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Perpindahan Lantai Atas terhadap SKBI 1987, SNI 1726 2002 dan Peta
Gempa 2007
Perpindahan Lantai Atas
SKBI 1987
1,5 cm
6 cm
9 cm
12
atas, displacement berdasarkan peta tahun 2007 lebih besar 6 kali lipat dari peta
gempa tahun 1987. Jika dibandingkan dengan peta gempa tahun 2002 displacement
yang terjadi 1,5 kali lipat.
C.
1.
dirasakan pada waktu Indonesia akan membangun gedung tinggi pertama, yaitu
Gedung Wisma Nusantara (30 lantai) di Jakarta. Sebagai hasil studi Teddy Boen dan
Wiratman terbitlah Peraturan Muatan Indonesia, PMI 1970 [7], peraturan pertama
yang mengatur tentang beban yang harus diperhitungkan akibat gempa. Peraturan
mengenai beban gempa terdapat dalam bab V. Peta gempa yang terdapat dalam PMI
1970 hanya membagi wilayah Indonesia menjadi tiga daerah gempa (Gambar 3).
Percepatan gempa pada lantai gedung, ai, diatur dengan rumus 1.
ai = kih kd kt
(1)
dimana, kih adalah koefisien gempa pada ketinggian i, kd adalah koefisien daerah
yang tergantung di daerah mana struktur dibangun, dan kt adalah koefisien tanah
yang tergantung kepada jenis tanah (keras, sedang, lunak, amat lunak) dan jenis
konstruksi (baja, beton bertulang, kayu, pasangan)
13
Untuk bangunan dengan tinggi 10 m, koefisien gempa kih ditentukan sebesar 0.1x
percepatan grafitasi, sedangkan untuk bangunan lebih tinggi dari 10 m diatur seperti
terlihat dalam Gambar 2.
knh
0.4 H
koh = 1/ (10+0.1H)
(2)
10m<H<40
m
0.6 H
2.
14
dalam balok (beam side sway mechanism), yang mensyaratkan kolom yang lebih
kuat dari balok (strong column weak beam); dan (3) konsep perencanaan kapasitas
(Capacity design). Diperkenalkan pula tiga cara analisa yaitu; (1) Analisa beban
statik ekivalen; (2) Analisa ragam spektrum respons; dan (3) Analisa respons riwayat
waktu.
Peta gempa diubah menjadi enam daerah gempa seperti ditunjukkan dalam
Gambar 3, sedangkan respons spektra percepatan yang digunakan ditiap daerah
ditunjukkan dalam Gambar 4.
(4)
Dimana C adalah koefisien gempa dasar yang didapat dari respons spektra
(Gambar 4) untuk waktu getar alami fundamental T, sesuai dengan daerah gempa
tempat bangunan itu didirikan. I adalah faktor keutamaan (Importance factor, I=1-2),
tergantung dari penggunaan gedung, gedung yang merupakan fasilitas penting dan
diharapkan untuk tetap berfungsi setelah terjadinya gempa diberikan faktor
keutamaan yang lebih besar. K adalah faktor jenis struktur yang tergantung dari
daktilitas jenis struktur yang digunakan (K=1-4), untuk struktur yang kurang daktil
diberikan faktor jenis struktur yang lebih besar, sedangkan Wt adalah berat total
bangunan.
15
16
3.
Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk gedung, SNI 03- 17262002
Peraturan ini memperbaruhi peta gempa menjadi seperti terlihat di Gambar 5,
tetapi tetap menggunakan enam daerah gempa. Respons spektra yang digunakan
(Gambar 6) adalah respons spektra gempa yang kemungkinan terjadinya 10 % dalam
kurun waktu 50 tahun, yaitu gempa dengan periode ulang 500 tahun (disebut gempa
rencana), bukan respons spektra yang telah direduksi seperti digunakan dalam
PPTGIUG dan peraturan sebelumnya [8,10,11]. Sebagai konsekuensi Rumus gaya
geser dasar nominal (V) juga berubah menjadi Rumus 5
V = (C1I/R) Wt
(5)
(6)
Faktor kuat lebih beban f1 diambil sebesar 1.6, sedangkan daktilitas struktur
bervariasi dari 1 untuk struktur yang elastik penuh sampai 5.3 untuk struktur yang
daktil penuh.
17
18
19
4.
seperti halnya Jepang dan California karena posisi geografisnya menempati zona
tektonik yang sangat aktif. Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari hasil
rekaman dan catatan sejarah dalam rentang waktu 1900-2009 terdapat lebih dari
50.000 kejadian gempa dengan magnituda M 5.0 dan setelah dihilangkan gempa
ikutannya terdapat lebih dari 14.000 gempa utama (main shocks).
Pada gambar 1 di bawah ini memeprlihatkan titik-titik atau tempat
(episentrum) terjadinya gempa selama kurun waktu 1 abad lebih yakni mulai tahun
1900 sampai tahun 2009. Dengan kedalaman gempa (hiposentrum) mulai dari 1 m
300 m. Tahun 2002 pemerintah telah mengeluarkan peta wilayah gempa yang
kemudian diterbitkannya suatu Standar Nasional Indonsia (SNI) mengenai Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Bangunan Gedung yakni SNI-03-1726-2002, namun
setelah diterbitkannya peraturan ini telah terjadi gempa yang lebih besar magnitude
perkiraan sebelumnya khususnya 4 kejaidan gempa besar yakni di Aceh, Nias,
Yoyga dan Padang. Pertanyaan yang kemudian timbul, apakah peta gempa ini masih
relevan atau mendesak untuk diperbaiki.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
21
5.
a)
Klasifikasi lokasi
Untuk menentukan percepatan maksimum dan respon spectra di permukaan
tanah, terlebih dahulu perlu dilakukan klasifikasi lokasi. Klasifikasi lokasi harus
ditentukan untuk lapisan setebal 30 m sesuai dengan definisi dalam Tabel 3 yang
didasarkan atas korelasi hasil penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium.
Vs
(m/dt)
A. Batuan Keras
B. Batuan
C. Tanah Sangat Padat
dan Batuan Lunak
V s > 1500
750 < V s < 1500
N
N/A
N/A
N >50
D. Tanah Sedang
15 < N < 50
Su
(kPa)
N/A
S u > 100
N/A
50 < S u <
100
E. Tanah Lunak
V s < 175
N <15
S u < 50
Atau setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih
dari 3 m dengan karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air (w) > 40%, dan
3. Kuat geser tak terdrainase S u
< 25 kPa
F. Lokasi yang
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu
membutuhkan
atau lebih dari karakteristik seperti:
- Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban
penyelidikan
gempa seperti likuifaksi, tanah lempung sangat
geoteknik dan analisis
sensitif, tanah tersementasi lemah
respon spesifik (Site- Lempung organik tinggi dan/atau gambut
Specific Response
(dengan ketebalan > 3m)
Analysis)
- Plastisitas tinggi (ketebalan H > 7.5m dengan
PI > 75)
- Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan
ketebalan H > 35m
Keterangan: N/A = tidak dapat dipakai
(Sumber : Buku Panduan Pengguanaan Peta Gempa Tahun 2010)
Dalam Tabel 1, V s , N , dan S u adalah nilai rata-rata dan harus dihitung menurut
persamaan-persamaan berikut :
22
V s=
N
Su
(2)
.. (3)
(4)
Keterangan :
ti
Vsi
Ni
b)
diperoleh
dengan
mengalikan faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) dengan nilai PGA yang diperoleh
dari gambar 6 dan gambar 7. Besarnya FPGA tergantung dari klasifikasi lokasi
yang didasarkan pada Tabel 3 dan nilainya ditentukan sesuai Tabel 4.
Tabel 4. Faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) (ASCE 7-10)
SPG
Klasifikasi Site
A 0.3 PGA = 0.4 PGA 0.5
(Sesuai Tabel 3)
PGA 0.1 PGA = 0.2 PGA=
Batuan Keras (SA)
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
Batuan (SB)
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
Tanah Sangat Padat
1.2
1.2
1.1
1.0
1.0
dan Batuan Lunak (SC)
Tanah Sedang (SD)
1.6
1.4
1.2
1.1
1.0
Tanah Lunak (SE)
2.5
1.7
1.2
0.9
0.9
Tanah Khusus (SF)
SS
SS
SS
SS
SS
(Sumber : Buku Panduan Penggunaan Peta Gempa Tahun 2010)
23
Keterangan:
SPGA
SS
FPGA
c)
tanah dapat
diperoleh dengan
cara mengalikan
perioda 1.0 detik (S1) di batuan dasar yang diperoleh dari peta gempa Indonesia
2010 sesuai rumus berikut:
SMS = Fa x Ss ..................................................... (6)
SM1 = Fv x S1 ...................................................... (7)
24
Keterangan :
Ss
S1
Fa
Fv
dan Fv
untuk berbagai
klasifikasi lokasi.
Tabel 5. Koefisien periode pendek, Fa
Klasifikasi Site
(Sesuai Tabel 3)
Batuan Keras (SA)
Batuan (SB)
Tanah Sangat Padat
dan Batuan Lunak (SC)
Tanah Sedang (SD)
Tanah Lunak (SE)
Tanah Khusus (SF)
Ss 0.25
0.8
1.0
Ss = 0.5
0.8
1.0
SS
Ss= 0.75
0.8
1.0
1.2
1.2
1.1
1.0
1.0
1.6
2.5
SS
1.4
1.7
SS
1.2
1.2
SS
1.1
0.9
SS
1.0
0.9
SS
Ss = 1.0
0.8
1.0
Ss 1.25
0.8
1.0
S1 0.1
0.8
1.0
S1 = 0.2
0.8
1.0
S1
S1 = 0.3
0.8
1.0
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
2.4
3.5
SS
2.0
3.2
SS
1.8
2.8
SS
1.6
2.4
SS
1.5
2.4
SS
S1 =0.4
0.8
1.0
S1 0.5
0.8
1.0
Keterangan :
SS
SD1
SDS
S D1
T0
TS
Periode
(detik)
Gambar 10. Bentuk tipikal respon spektra desain di permukaan tanah (Sumber :
Buku Penggunaan Peta Gempa Tahun 2010)
26
dimana:
1.
Untuk periode lebih kecil dari T0, respon spektra percepatan, Sa didapatkan dari
persamaan berikut :
Sa =
2.
........................................................ (7)
Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0, dan lebih kecil atau sama
dengan TS, respon spektra percepatan, Sa adalah sama dengan SDS.
3.
Untuk periode lebih besar dari TS, respon spektra percepatan, Sa didapatkan dari
persamaan berikut :
Sa =
.......................................................................... (8)
Keterangan :
T0 = 0.2 Ts ; Ts =
D.
Analisis beban gempa untuk gedung dapat dilakukan dengan beberapa metode
sebagai berikut:
1. Analisis dinamik (dynamic analysis) yang dapat dilakukan dengan cara
analisis respon riwayat waktu (time history analysis) untuk struktur elastik
maupun struktur inelastik dan analisis ragam spektrum (response spectrum
analysis) yang hanya dapat digunakan pada struktur elastik.
2. Analisis beban statik ekivalen (load static equivalent analysis) merupakan
analisis dari suatu gedung dengan menggunakan asumsi gaya lateral statik
ekivalen. Metode ini hanya dapat digunakan pada struktur elastik saja.
3. Analisis
beban
statik
dorong
(pushover
analysis)
merupakan
27
E.
1.
dan sempit, retak ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab: diantaranya : evaporasi
air dalam campuran beton terjadi dengan cepat akibat cuaca yang panas, kering atau
berangin. Retak akibat keadaan ini disebut plastic cracking, bleeding yang
berlebihan pada beton, biasanya akibat proses curing yang tidak sempurna. Retakan
bersifat dangkal dan saling berhubungan pada seluruh permukaan pada plat, retak
jenis ini disebut crazing. Pergerakan struktur, sambungan yang tidak baik pada
pertemuan kolom dengan balok atau plat, atau tanah yang tidak stabil. Retakan
bersifat dalam atau lebar, retak jenis ini disebut random cracks reaksi antara alkali
dan agregat, retakan yang terbentuk sekitar 10 tahun atau lebih setelah pengecoran
dan selanjutnya menjadi lebih dalam dan lebar,retakan saling berhubungan satu sama
lain.
Voids adalah lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton. Void
pada beton dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab: diantaranya :Pemadatan yang
dilakukan dengan vibrator kurang baik, karena jarak antar bekisting dengan tulangan
atau jarak antar tulangan terlalu sempit sehingga bagian mortar tidak dapat mengisi
rongga antara agregat kasar dengan baik. Void yang terjadi berupa lubang-lubang
tidak teratur yang disebut honey combing. Bocor pada bekisting yang menyebabkan
air atau pasta semen keluar, akan lebih parah jika campuran banyak mengandung air,
atau banyak pasta semen atau gradasi agregat yang kurang baik. Keadaan ini disebut
sand streaking
Scalling/spalling/erosion adalah kelupasan dangkal pada permukaan, yang
dapat ditimbulkan oleh beberapa sebab, diantaranya: Eksposisi yang berulang-ulang
terhadap pembekuan dan pencairan sehingga permukaan terkelupas, keadaan ini
disebut scalling melekatnya material pada permukaan bekisting sehingga permukaan
beton terlepas dalam kepingan atau bongkah kecil, keadaan ini disebut spalling.
Terlepasnya partikel-partikel sehalus debu yang dapat terdiri dari semen yang sangat
halus atau agregat yang sangat halus, terlepas akibat abrasi misalnya saat lantai
disapu, hal semacam ini disebut dusting.
28
Jenis kerusakan lain yang biasanya terjadi pada komponen struktur penunjang
bangunan sipil adalah lekatan baja beton. Kekuatan lekatan dipengaruhi kekasaran
permukan baja, kualitas beton disekitar tulangan. Kegagalan lekatan berakibat
29
untuk melakukan perbaikan pada struktur beton, diantaranya yang utama adalah:
a.
sampai kepada material dengan sifat-sifat yang diperbaiki sesuai kebutuhan dengan
menggunakan admixtures. Penggunaan admixtures antara lain dapat menghasilkan
sifat-sifat kohesif, pencapaian kekuatan secara cepat, kelecakan yang lebih tinggi,
daya tahan terhadap tercucinya semen dan pengurangan bleeding serta susut.
Material perbaikan yang termasuk dalam jenis ini antara lain:
1) Beton, mortar atau grout, beton terutama digunakan untuk penggantian total
penampang atau untuk memperbaiki rongga-rongga yang dalam sampai
melalui tulangan beton. Sedangkan mortar dapat digunakan untuk perbaikan
rongga-rongga sampai sekecil 4 cm. Grout memiliki keuntungan karena
bersifat encer dan dapat dipompa sampai kebagian yang tidak terlihat
sekalipun,
namun
grout
memiliki
kandungan
air
yang
tinggi
dan
30
31
semennya lebih tinggi, selain itu water-cement rasio dari Shotcrete lebih
rendah- sekitar 0,4.
b. Material yang berbahan dasar resin Epoxy
Material ini umumnya dibuat atas dasar epoxy resin dan meliputi resin untuk
injeksi (injection resins), mortar yang dapat dicor dan pasta yang dapat diterapkan
dengan tangan. Epoxy mortar terdiri dari resin hardener dan filler yang terdiri dari
pasir halus , sedangkan epoxy concrete terdiri dari resin, hardener, pasir halus dan
agregat kasar ukuran kecil.
c. Elastomeric Sealants
Bila retak yang diperbaiki mengalami pergerakan yang berarti, pilihan untuk
material yang digunakan sering jatuh pada material ini. Dua tipe elastomeric sealant
yang biasa dipakai : hot-applied, yang biasanya merupakan campuran material yang
bituminous dengan karet yang kompatibel, cold applied yang dapat didasarkan atas
berbagai material dan biasanya harus dicampur di lapangan.
d. Silicones
Biasanya digunakan sebagai material perbaikan untuk masalah uap air melalui
dinding. Ada dua cara pembuatannya yaitu dengan melarutkan bahan silicone padat
pada suatu pelarut atau membuat garam alkali dari asam siliconic dan melarutkannya
dalam air. Larutan material ini disemprotkan ke dinding dengan kecepatan 3m2/ltr
dan ketika pelarutnya menguap, silicon resin tertinggal di dalam struktur pori
dinding.
e.
Bentonite
Merupakan bubuk batuan yang diambil dari debu vulkanik yang mengandung
mineral tanah liat dengan persentase tinggi terutama sodium bentonite. Material ini
dapat mengabsorpsi air dalam kuantitas banyak dan mengembang sampai 30 kali
volumenya semula dan membentuk massa yang menyerupai jelly yang efektif
berfungsi sebagai penghalang air.
f.
Bituminous Coating
Yang berbahan dasar aspal atau coal ter sering digunakan sebagai waterproofing
32
33
pada daerah
(a)
(b)
Gambar 68. Metode penyelubungan baja (steel jacketing) untuk (a) Kolom bundar
dan (b) Kolom persegi
b) Penyelubungan beton
Perbaikan struktur beton menggunakan metode penyelubungan beton
ini dilaksanakan dengan menyelubungi struktur asli dengan beton dan
menambahkan tulangan longitudinal dan
disebar
tulangan tranversal
yang
tulangan
34
longitudinal dan tranversal yang diperlukan disesuaikan dengan gayagaya yang terjadi pada struktur yang diakibatkan gempa dengan kala
ulang gempa yang telah disesuaikan.
Penelitian yang dilkukanO Jirsa et.al (1995) meneliti metode ini
untuk meningkatkan respon pada struktur yang tidak direncakan sesuai
perencanaan bangunan tahan gempa yang sekarang dipakai.
mengganngu
dalam
penampilan/estetika
struktur
yang
diperbaiki.
35
(a)
(b)
Gambar 70. Perbaikan dengan menggunakan sabuk pengikat (straps) terbuat dari
bahan komposit (a) secara individual (b) secara menerus
2.
36
3.
tark.
Peletakan
antara
permukaan
beton
dan
plat
baja
37
c. Lapisan epoksi setebal 3 mm dilapiskan pada beton dan plat baja, selanjutnya
plat baja diletekkan pada struktur beton, dan baut-baut dipasang secara tepat
pada lubangnya.
d. Sebelum epoksi tepat akan mengeras, baut-baut dikencangjan dengan torsi
sesuai yang direncanakan. Pengencangan baut tepat ketika epoksi akan
mengeras dimaksudkan utnutk mendapatkan lekatan yang sempurna antara
plat baja dan permukaan beton.
4.
Injeksi epoksi
Penggunaan epoksi dalam metode perbaikan struktur harus mengetahui
karakteristik epoksi tersebut khususnya dalam hal kekentalan dan tingkat
kebasahan (wetability). Kekentalan berhubungan erat dengan kemampuan epoksi
untuk penetrasi sampai pada retak yang halus. Semakin kental epoksi maka
kemampuannya semakin menurun. Tingkat kebasahan berhubungan erat dengan
kemudahan dalam hal penyemprotan permukaan struktur. Berdasarkan cara
pemasukan epoksi ke dalam celah-celah retak maka dapat dibagi menjadi dua
macam.
a. Teknik injeksi bertekanan
Prosedurnya sebagai berikut:
1) Membersihkan celah-celah retak dan permukaan struktur yang akan
diperbaiki dai serpihan dan pecahan beton. Pembersihan dapat digunakan
dengan menggunakan sikat ataupun tekanan udara.
2) Isolassi plastik diletekkan pada beberapa bagian dari retak. Isolasi
tersebut nantinya berfungsi sebagai lubang masukan (inlet port) pada
proses penginjeksian. Apabila digunakan pipa sebagai inlet ports, maka
pada setiap retak dibuat luabang sesuai diameter pipa.
3) Permukaan
bagian
retak
yang
tidak
diisolasi,
ditutup
dengan
sebagai
penututp ini adalah epoksi yang cepat kering. Lebar penutupan ini kurang
lebih 50 mm. Langkah serupa juga dilakukan bila menggunakan inlet
ports.
38
4) Setelah lapisan epoksi peutup telah kering, isolasi plastik dicabut dan
dimulai proses penginjeksian. Penginjeksian dilakukan melalui lubang
masukan yang terjadi akibat adanya isolasi plastik. Penginjeksian dimulai
dari lubang masukan pada level terendah dari setiap retak. Apabila epoksi
yang diinjeksikan mulai muncul pada lubang masukan ynag lebih tinggi
berarti retak telah terisi epoksi apabila menggunakan pipa sebagai lubang
masukan, maka penginjeksian dilakukan melalui pipa, dengan tekanan
350 kPa.
b. Teknik pengisian secara vakum
Teknik pengisian secara vakum sangta efektif digunakan untuk struktur
yang mengalami retak di banyak tempat. Prosedur perbaikan dengan teknik
ini yaitu sebagai berikut :
1) Seluruh daerah yang akan diperbaiki terlebih dahulu diselimuti
dengansejenis jala terbuat dari plastik (plastic mesh). Tujuannya untuk
memeastikan epoksi dapat mengalir pada daerah tersebut.
2) Daerah tersebut kemudian dilapisi menggunakan pholythelene setebal
0,03 mm untuk mendapatkan daerah vakum. Selang karet yang
dihubungkan dengan kompreseor vakum dipasang pada bagian astas
daerah yang diperbaiki. Sepasang selang karet dihubungkan dengan
tabung epoksi dan dilengkapi kran dipasang di bagian bawah.
3) Proses pengisian dilakukan. Dengan kran tertutup dilakukan proses
penyedotan pertama, kran dibuka dan proses vakum dilakukan. Pada saat
ini epoksi akan tersedot dan mengisi retak. Setelah semua retak terisi
epoksi, kran ditutup dan diberikan tekanan sebesar tekanan atmosfir.
Tekanan etmosfir akan mendorong epoksi untuk mengisi celah-celah
retak yang mungkin belum terisi saat proses vakum. Proses vakum
digambarkan sebagai berikut.
39
Metode ini dilakukan pada balok yang mempunyai satbilitas yang kurang
untuk memikul beban yang ada. Adapun prosedur pelaksanaan ini sebagai
berikut :
a. Siapkan permukaan yang akan diberikan perkuatan dengan membuat
permukan tersebut halus dengan digerinda.
b. Beri lem perekat dari bawaan produk FRP (bisa sika dengan produk sika
Carbodur plates are pultured carbon fiber reinforced polymer (CFRP)
atau dari fisher)
40
A.
berlandaskan teori metode Takim Andriano dan rekan rekannya, yang pada
awalnya di awali dengan pengumpulan data, mengansumsi atau menganalisis nilai
kuat tekan beton (fc) dan nilai tegangan leleh besi (fy), analisis penampang untuk
mengetahui nilai Mr, Pn , Vn, baik kolom maupun balok.
Setelah nilai dari analisis penampang diperoleh maka selanjutnya dilakukan
analisis struktur gedung kantor DPRD Morowali dengan memberikan 2 nilai beban
gempa yang berbeda yakni beban gempa tahun 2002 dan nilai beban gempa tahun
2010. Setelah itu hasil Analisis yang dilakukan dengan memasukkan beban gempa
yang berbeda disinkronisasikan dengan hasil analisis penampang yang pada akhirnya
diketahuinya kapsitas (C) dan kebutuhan (D) penampang.
Hal ini untuk dapat memberikan gambaran terhadap perbaikan yang mungkin
dapat
DPRD Morowali
baik
dengan
B.
1.
Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan sebagai tahap awal guna untuk mempermudah
analisis atau tahap tahap selanjutnya. Data yang diperlukan yakni gambar sruktur
gedung DPRD Morowali, gambar potongan, gambar detail elemen struktur, detail
41
penulangan, data tanah lokasi atau sekitar DPRD Morowali serta kondisi fisik dari
gedung pada saat ini.
2.
PERSIAPAN
Konstruksi Gedung sekarang
dengan design SNI-03-1726-2002
EVALUASI
Analisa Struktur
Analisa Penampang
Demolishing
Retrofitting
SELESAI
42
Menentukan nilai kuat tekan beton (fc) dan nilai tegangan leleh besi (fy)
Dalam menentukan nilai fc dan fy dapat dilakukan dengan mengansumsi nilai
tersebut secara proporsional maksudnya mengambil nilai tersebut sesuai nilai yang
sering dipakai dalam perencanaan gedung. Alternatif yang lain adalah dengan
menghitung sendiri nilai fc dan fy tersebut, untuk mencari nilai fc dapat dilakukan
dengan uji Hamer Test dan untuk mencari nilai fy dapat dilakukan dengan Uji Tarik.
4.
Menganalisis penampang
Analisis penampang dilakukan untuk mengetahui kapasitas (C) elemen struktur
yang ada. Dalam analisis penampang, penampang yang dianalisis yakni salah satu
atau beberapa penampang element struktur kolom dan balok yang mewakili
keseluruhannya. Analisis penampang dilakukan dengan menggunakan program
Beton 2000 atau dapat dilakukan dengan cara manual menggunakan rumus rumus
persamaan baku struktur beton bertulang 1.
.....................
(9)
.......... (10)
..........
(11)
43
Ec
Momen Inersia
Balok
0,35 Ig
Kolom
0,70 Ig
Dinding
: tidak retak
0,70 Ig
: retak
0,35 Ig
0,25 Ig
Luas
1,0 Ig
5.
6.
44
kebutuhan (D). Yang mana kapasitas (C) penampang yang ada telah mengalami
reduksi akibat gempa yang terjadi terhadap struktur, dan kebutuhan (D) penampang
adalah nilai analisa struktur dengan menggunakan beban gempa tahun 2010 yang
akan dicaapai.
7.
adalah selisih antara kapasitas (C) dan Kebutuhan (D) yang harus ditambahkan ke
kapasitas (C) sekarang guna mencapai kebutuhan yang ada terhadap struktur dengan
analisis beban gempa 2010.
Mencari alternatif perbaikan yang dapat dilakukan terhadap elemen struktur
baik secara teknis dan ketersediaan bahan di wilayah tersebut. Adapun bentuk
bentuk perbaikan yang diperoleh dari berbagai sumber adalah sebagai berikut :
(a)
(b)
45
polymer mortar atau polyurethane sealant. Sedang pada retak struktur, digunakan
metode injeksi dengan material epoxy yang mempunyai viskositas yang rendah,
sehingga dapat mengisi dan sekaligus melekatkan kembali bagian beton yang
terpisah.
Proses injeksi dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin yang
bertekanan, tergantung pada lebar dan dalamnya keretakan.
1)
Retak rambut pada beton (kurang dari 0.2 mm) atau retak tidak terlihat
mengindikasikan kerusakan yang tidak berarti.
2)
3)
4)
5)
Umumnya, teknik untuk memperkuat kolom / balok beton adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
Menyelubungi kolom beton dengan profil baja persegi atau pipa, dan
kemudian grouting celah-celah antara beton dan baja.
4)
Memasang bandage dari pelat baja yang dilas ke profil baja siku yang
Dipasang di setiap sudut kolom, dan kemudian grouting celah yang ada.
47
salah satu dari teknik-teknik untuk memperkuat kolom seperti tersebut di atas.
sebelum dibobok, balok dan pelat sekeliling kolom harus disangga.
c. Perbaikan Kolom yang Rusak pada bagian atas
cara perbaikan:
1) Balok di antara kolom yang diperbaiki disangga dengan perancah selama
perbaikan.
2) Balok yang miring disangga dengan dongkrak / jack untuk mengembalikan level
yang miring. (gambar i) catatan: jika sulit dijack, besi kolom boleh dipotong
dahulu.
3) Bobok kolom yang hancur / miring.
4) Potong tulangan yang bengkok. (gambar ii)
5) Atur dongkrak / jack hingga level yang diinginkan.
6) Bobok bagian bawah balok yang berbatasan dengan kolom bagian atas untuk
penjangkaran tulangan kolom. (gambar ii)
7) Setelah level yang diinginkan tercapai, dongkrak / jack dilepas & diganti dengan
balok kayu. (gambar iii)
8) Sambung tulangan utama kolom lama dengan tulangan baru. Panjang
penyambungan tulangan kolom lama dengan tulangan kolom yang baru adalah
minimum 40d. (gambar iii) pasang sengkang kolom lama, tambahkan sengkang
bila perlu.
48
9) Pasang bekisting dari multiplek 9 mm. buat corong di bagian atas kolom.
(gambar iv)
10) Kalau ruang gerak untuk pengecoran terlalu sempit, maka sebaiknya pelat
dilubangi & pengecoran dilakukan melalui lubang pelat.
11) Cor kolom setelah bekisting terpasang.
12) Setelah 24 jam, bekisting dilepas & bagian beton yang menonjol akibat corong
dibuang.
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun garis besar metode evaluasi yang akan dilakukan dimulai dengan
menganalisis kapasitas penampang eksisting kolom dan balok, dilanjutkan dengan
menganalisis struktur gedung dengan mengunakan beban gempa berdasarkan peta
gempa tahun 2002 dan 2010. Dari hasil tersebut maka diketahui suatu nilai kapsitas
(C) dan kebutuhan (D) yang akan dijadikan sebagai patokan untuk mengevaluasi
struktur tersebut.
Adapun langkah-langkah metode evaluasi dijabarkan di bawah ini sebagai
berikut:
A. Evaluasi Struktur
1) Evaluasi Struktur Kuda-kuda
Evaluasi kuda-kuda dilakukan dengan mengambil beberapa contoh kudakuda yang dianggap sangat riskan dalam artian kuda-kuda inti dan patut untuk
dievaluasi, yang mana untuk struktur atap telah terjadi penambahan yaitu
penambahan baja siku 50.50.5 sebagai penahan rangka plafon kayu yang
sebelumnya dari baja ringan khusus untuk kuda-kuda diruangan sidang.
50
: 18 m
Bahan Gording
Bahan Kuda-kuda
: Genteng metal
Bahan kaso
Bahan reng
Kuda-kuda ini juga telah terbebani oleh rangka atap disamping kiri dan
kanan, lebih jelasnya di tampilkan pada gambar di bawah ini.
Beban Mati :
Berat jenis baja
: 7850 Kg/m3
Jumlah gording, n
: 25 titik
Panjang gording
: 4,5 m
Jadi P1
: 3,73 Kg/m2
Jarak gording
: 1,05 m
Jadi P2
Berat Plafon+penggantung, P3
Berat per m2
: 18 Kg/m2
Jadi P3
: 1458/n-1
: 1458/25-1
: 60,75 Kg.
: 7400 Kg/m3
: 0,000116 m2
: 0,0000469 m2
: 1,2 m
: 0,4 m
Jumlah kaso
52
: 4,75 5 buah
Jumlah reng
Panjang kaso
Panjang reng
Jadi P4
: 0,0005 m2
: Luas penampang x BJ
: 0,0005 x 7850
: 3,925 Kg/m
: 60 batang
Panjang batang
: 6 m.
Berat total
53
Pa
: 2P1+P2+P3+P4+P5
: 2 x 27,57823 + 17,62425 + 60,75 + 9,4549 +
17,6625
: 160,648 Kg
: P1+P2+P3+P4+P5
54
: P1+1/2P2+1/2P3+1/2P4+1/2P5
: 27,57823 +1/2(17,62425) + 1/2(60,75) +
1/2(9,454938) + 1/2(17,6625)
: 80,324 Kg
Beban Hidup
: 100 Kg
: 40-0,85()
: 40 0,85(45)
: 4 kg/m2
: 4 x j.gording x p. Gording
: 4 x 1,05 x 4,5
: 18,9 Kg
Beban Angin
Sudut atap
: 450
: 40 Kg/m2
: (0,02 0,4)
: (0,02 x 45 0,4)
: 0,5
Angin Tekan
: 0,4
Angin hisap
55
57
Data umum:
Panjang Bentang
: 21 m
Bahan Gording
Bahan Kuda-kuda
: Genteng metal
Bahan kaso
Bahan reng
Pembebanan
Beban Mati :
Berat jenis baja
: 7850 Kg/m3
Jumlah gording, n
: 25 titik
: 12,551 m
Berat gording, P1
Luas penampang gording
Kanal kait
Panjang gording
:3m
Jadi P1
: 3,73 Kg/m2
Jarak gording
: 1,05 m
Jadi P2
Berat Plafon+penggantung, P3
Berat per m2
: 18 Kg/m2
Jadi P3
58
: 1134 Kg
Berat per titik gording
: 1134/31-1
: 972/31-1
: 32,4 Kg.
: 7400 Kg/m3
: 0,000116 m2
: 0,0000469 m2
: 1,2 m
: 0,4 m
Jumlah kaso
Jumlah reng
Panjang kaso
Panjang reng
59
Jadi P4
:2P1 + P2 + P3 + P4
: 2 x 18,385 + 11,750 + 32,4 + 13,787
: 94,707 Kg
Pb
: P1 + P2 + P3 + P4
: 18,385 + 11,750 + 32,4 + 13,787
: 76,322 Kg
Pc
: P1+1/2P2+1/2P3+1/2P4
: 18,38549 + 1/2(11,7495) + (32,4) + (13,7872)
: 47,354 Kg
Beban Hidup
: 100 Kg
Input beban
60
Hasil Analisis
61
Dengan melakukan cara yang sama disetiap kuda-kuda maka, hasil rekasi dan chek
keandalan struktur dari setiap kuda-kuda di tabelkan di bawah ini.
Tabel 8. Reaksi Tumpuan tiap Type Kuda-kuda
No.
Type Kudakuda
RAV
RBV
RCV
RDV
REV
RFV
(kN)
(kN)
(kN)
(kN)
(kN)
(kN)
KK1 No.1
54,738
54,738
KK1 No.1
54,738
54,738
KK1 No.2
44,155
44,155
KK1 No.2
41,611
41,611
KK1 No.3
37,749
37,749
KK1 No.3
40,393
40,393
KK2 No.1
50,628
50,628
KK2 No.2
57,041
57,041
KK2a
6,167
27,928
28,735
28,735
27,928
6,167
11
KK4
64,930
104,659 104,659
64,930
12
KK4a
28,452
41,546
28,452
41,546
Chek
struktur
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
Tidak
aman
62
: 4,55 kg/m
Cy
: 1,86 cm
Ix
: 89,7 cm4
Iy
:21 cm4
ix
: 3,93 cm
iy
: 1,9 cm
Wx
: 17,94 cm3
Wy
: 6,688 cm3
Sx
: 4 cm
Zx
: 17900 mm3
Zy
: 6680 mm3
Kemiringan atap
: 450
: 1,05 m
Jarak Kuda-kuda
:6m
63
: 275 MPa
: 2,73 kg/m2
: 21 kg/m
: 16,8 kg/m
Beban hidup
: 100 kg
Beban plafond
: 18 kg/m2
: 17,6625 kg
: 0,8606 kg/m
: 0,34706 kg/m
Beban Mati
Berat gording
Berat plafond
Berat kaso&reng
Berat penutup atap
Total (q)
=
=
=
=
=
4,55
18,9
1,20768
2,5515
27,209
kg/m
kg/m
kg/m
kg/m
kg/m
qx
= q x sin
= 27,209 x sin 45
= 19,240 kg/m
64
qy
= q x cos
= 27,209 x cos 45
= 19,240 kg/m
= 17,6225 x sin
= 12,4893 kg
qy
= 17,6225 x cos
= 12,4893 kg
Beban Hidup
P
= 100 kg
Px
= P x sin
= 100 x sin 45
= 70,711 kg
Py = Px
Kombinasi pembebanan
1,2D + 1,6L + 0,8 W
Qux
Pux
= 1,6D
= 1,6(12,4893)
= 19,983 kg
Mux
Kontrol Momen
Sayap
b/t
= 50/2,6
= 19,231
65
= 10,251
= 25,842
Mrx
Mry
Mpx
Mpy
Mnx
Mny
=
=
=
=
=
=
(fy-fr) x Sx =
(fy-fr) x Sy =
fy x Zx
=
fy x Zy
=
Mp-(Mp-Mr)*(-p)/(r-) =
Mp-(Mp-Mr)*(-p)/(r-) =
3677700
1371040
4922500
1837000
3231790,562
1204124,863
Nmm
Nmm
Nmm
Nmm
Nmm
Nmm
Kontrol Tegangan
Kontrol Lendutan
Beban merata
Beban terpusat
Lendutan
=
= 6,413 mm
Beban terpusat:
66
= 12,4893 + 70,711
= 83,19995 kg
Lendutan
=
= 0,5206 mm
Total lendutan
= 19,240 + 21
= 40,240 kg/m
Lendutan
=
= 32,3355 mm
Beban terpusat:
Beban baja siku + Beban hidup
P
= 12,4893 + 70,711
= 83,19995 kg
Lendutan
=
= 0,015 mm
Total lendutan
Maka digunakan trekstang atau sagrod pada arah y dengan posisi setengah
panjang gording Ly = 3 m
Diperoleh hasil lendutan untuk beban merata sebesar 2,021 mm dan beban
terpusat 0,278 mm maka total lendutan arah y adalah 2,299 mm < L/300
(Terpenuhi).
67
c) Redesain KK1
Data beban:
Panjang gording
= 4,5 m
Beban gording
= 20,475 kg
= 11,482 kg
Berat plafon+penggantung
= 60,75 kg
Berat kaso+reng
= 9,455 kg
= 11,775 kg
Beban hidup
= 100 kg
Beban hujan
= 18,9 kg
= 21 kg
= 16,8 kg
Kombinasi pembebanan
1,4D
1,2D + 1,6L
1,2D + 0,5L + 0,8W
1,2D + 0,5L + 0,5Hujan
69
Hasil design
Diperoleh struktur yang stabil dengan profil kaki kuda-kuda yang akan
digunakan profil baja IWF 350.350.12.19 dengan batang vertikal dan
horizontal profil IWF 350.350.12.19.
70
d) Redesign KK2
Data beban:
Panjang gording
= 4,5 m
Beban gording
= 20,475 kg
= 11,482 kg
Berat plafon+penggantung
= 70,875 kg
Berat kaso+reng
= 20,792 kg
71
Beban hidup
= 100 kg
Beban hujan
= 16 kg
= 8,4 kg
= 16,8 kg
Kombinasi pembebanan
1,4D
1,2D + 1,6L
1,2D + 0,5L + 0,8W
1,2D + 0,5L + 0,5Hujan
72
Hasil analisis
Diperoleh struktur yang stabil, adapun data profil yang digunakan sebagai berikut:
Batang vertikal pada tumpuan
: IWF 350.350.12.19
: IWF 200.150.6.9
: IWF 350.350.12.19
: IWF 250.250.9.14
73
1) Beban Hidup
Berdassarkan SNI 03-1726-1989 yaitu :
Beban hidup fungsi gedung untuk perkantoran adalah tiap 1 m adalah
250 Kg/m
2) Beban Mati Plat lantai
Berat Spesi (2 cm)
: 0,02 x 2100 x 1
= 42 kg/m
Berat Kramik (1 cm)
: 0,01 x 2400 x 1
= 24 kg/m
Berat plafond +Penggantung :
= 18 kg/m
Beban M/E
:
= 25 kg/m +
= 109 kg/m
3) Beban Mati Plat Balkon
Berat Spesi (2 cm)
: 0,02 x 2100 x 1
= 42 kg/m
Berat plafond +Penggantung :
= 18 kg/m
Beban M/E
:
= 25 kg/m +
= 85 kg/m
74
: 250 kg/m2
:4m
:5m
: (4-0,5) x 250
: (5-0,5) x 250
: (5-0,5) x 50
= 875 kg/m
= 1125 kg/m
=250 x 20%
= 50 kg/m2
= 225 kg/m
75
76
Dimensi
Jumlah Tul.
: 20 16
Sengkang
: 10 175
Selimut Beton
: 20 mm
= 202500 mm2
= 4019,2 mm2
= 0,65
= 0,80
= 20,75 MPa.
= 400 MPa
77
Untuk Lantai 2.
2. Analisis Penampang Kolom K3 elev. +4.00 - +9.00
Dimensi
Jumlah Tul.
: 12 16
Sengkang
: 10 200
Selimut Beton
: 20 mm
= 160000 mm2
= 2411,52 mm2
= 0,65
= 0,80
= 20,75 MPa.
= 400 MPa
78
Untuk Lantai 3.
3. Analisis Penampang Kolom K5 elev. +9.00 - +13.00
Dimensi
Jumlah Tul.
: 8 16
Sengkang
: 10 200
Selimut Beton
: 20 mm
= 90000 mm2
= 1607,68 mm2
= 0,65
= 0,80
= 20,75 MPa.
= 400 MPa
79
K1
2656360,257
2656,360
K2
2496533,956
2496,534
K3
1946918,904
1946,919
K4
1787092,603
1787,093
K5
1145087,603
1145,088
K6
686512,6029
686,513
80
: 300 mm
Tinggi
: 500 mm
Tebal selimut
: 20 mm
Tulangan atas
: 522 mm
Tulangan bawah
: 322 mm
Tulangan sengkang
: 10 150 mm
: 20,75 MPa
: 400 MPa
: 343,5 MPa
81
Hasil Analisis
: 241,748 kNm.
: 300 mm
Tinggi
: 500 mm
Tebal selimut
: 20 mm
Tulangan atas
: 422 mm
Tulangan bawah
: 322 mm
Tulangan sengkang
: 10 150 mm
: 20,75 MPa
: 400 MPa
: 343,5 MPa
82
Hasil Analisis
: 205,972 kNm.
83
: 300 mm
Tinggi
: 650 mm
Tebal selimut
: 20 mm
Tulangan atas
: 622 mm
Tulangan bawah
: 322 mm
Tulangan sengkang
: 10 125 mm
: 20,75 MPa
: 400 MPa
: 343,5 MPa
84
Hasil Analisis
: 398,81 kNm.
: 300 mm
Tinggi
: 650 mm
Tebal selimut
: 20 mm
Tulangan atas
: 319 mm
Tulangan bawah
: 319 mm
Tulangan sengkang
: 10 150 mm
: 20,75 MPa
: 400 MPa
: 343,5 MPa
85
Hasil Analisis
: 116,263 kNm.
86
Klasifiasi site
: Tanah lunak
Gambar 49. Peta Respons Spektra percepatan 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (SB)
87
Peta Respons Spektra percepatan 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB) untuk
probabilitas 2% dalam 50 tahun.
Dari peta diperoleh S1 = 0,65
Lokasi DPRD Morowali
Gambar 50. Peta Respons Spektra percepatan 1,0 detik (S1) di batuan dasar (SB)
88
89
Tabel 13. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan Pada
Periode 1 Detik
Dari hasil diatas, Kategori Desain Seismik (KDS) berdasarkan nilai SDS
adalah D dan berdasarkan nilai SD1 adalah D. Kesimpulan dari hasil Kategori Desain
Seismik (KDS) adalah D. Dengan kategori desain seismik (KDS) adalah D, maka
sistem bangunan yang digunakan adalah sistem bangunan Struktur Rangka Beton
Bertulang Pemikul Momen Khusus.
C. Desain Respon Spektrum, Sa
a) Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, digunakan grafik dari persamaan:
[
90
Ta = 0,1 x 3 = 0,3
D. Kombinasi Pembebanan
1,2D + 1,0E + L
0,9D + 1,0E
Akibat beban sesimik maka kombinasi pembebanan sebagai berikut :
E = Eh Ev, dimana
Eh = QE
Ev = 0,20 SDS D
Dimana :
91
92
Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kegagalan struktur berjumlah 478 buah
element struktur kolom dan balok yang mengalami failure (kegagalan).
93
Jenis kegagalan yang terjadi adalah kegagalan geser (shear) seperti gambar
berikut ini.
Setelah diketahuinya kegagalan yang terjadi, secara garis besar bahwa dapat
disimpulkan bahwa stabilitas struktur (Capasity) yang ada sekarang masih sangat
kurang untuk dapat menahan kombinasi beban yang diberikan khususnya dengan
beban gempa yang berdasarkan peta gempa tahun 2010. Maka upaya yang dilakukan
adalah perkuatan element struktur (Retrofitting) dengan cara merubah dimensi balok
untuk tercapainya kestabilan yang diinginkan (Demand). Perlu diketahui bahwa,
analisis yang dilakukan bukan hanya dengan analaisis Respon Spectrum melainkan
dengan analisis Statik Eqivalen.
Kedua metode Respon Spektrum dan metode Analisis Statik Eqivalen
dilakukan untuk memenuhi syarat bangunan tak beraturan untuk gaya geser dasar
(Pasal 7.1.3 SNI 03-1726-2002) yakni V respon spektrum > 80% V statik eqivalen.
Untuk analisis respon spektrum yang dilakukan juga harus dalam partisipasi massa
dalam menghasilkan respon total mencappai minimal 90% (Pasal 7.2.1 SNI-03-17262002).
Setelah dengan diketahuinya tipe kegagalan geser yang terjadi, maka upaya
perkuatan yang dilakukan yakni dengan memperbesar dimensi balok yang
mengalami kegagaln tersebut. Dari hasil triall and eror yang dilakukan untuk
mendapatkan struktur yang stabil maka dapat diperoleh dimensi dari tiap-tiap balok
yang ada. Berikut hasil dimensi balok sebelum dan setelah dievaluasi.
94
Evalusi BI.1
Dari hasil analisis dengan aplikasi Sap2000 diperoleh:
Vu = 387164,9 N
bw = 300 mm,
d
= 500 mm
fc = 20,75 MPa
Kuat geser beton adalah
Vc =
Vc =
Vc = 99531,49 N.
Kegagalan geser berarti ; Vs >Vs maks (
Dimana ; Vs maks
Vs maks
Vs maks
= 398125,9 N.
Vs = Vu/ Vc
Vs = (387164,9/0,65) - 99531,49
Vs = 483700 N > Vs maks (solusinya adalah dengan memperbesar dimensi)
Dalam penelitian ini dilakukan trial and eror dikarenakan ketika
mendapatkan dimensi yang tepat (Vs < Vs maks) namun masih tetap terbaca
kegagalan geser pada SAP2000, maka dimensi diperbesar sampai mendapatkan
dimensi BI.1 adalah 55/75 dengan Vs = 224735,899 N dan Vs maks = 1433982,25 N
(Vs < V maks).
Dengan cara yang sama, elemen struktur yang mengalami kegagalan geser
dilakukan dengan memperbesar dimensi penampang. Hasil dari evaluasi tersebut
dibuat dalam bentuk tabel (Tabel. 14) berikut ini.
95
Dimensi (cm)
Sebelum
Setelah
BI 1
50 x 30
75 x 55
BI 2
50 x 30
75 x 45
BI 3
65 x 30
65 x 45
BI 4
50 x 30
50 x 30
Ba 0
30 x 20
50 x 30
Ba 1
40 x 20
60 x 40
Ba 2
50 x 20
60 x 40
Ba 3
50 x 25
55 x 30
Ba 4
40 x 15
75 x 45
10
Ba 5
30 x 20
75 x 55
11
Ba 6
80 x 10
80 x 30
12
RB
50 x 30
65 x 45
13
RB 1
25 x 15
75 x 45
14
RB 2
Tambahan balok untuk balok balkon
teras
20 x 15
60 x 45
15
BI 2 - 1
50 x 30
70 x 50
16
BI-11
50 x 30
95 x 60
17
K1
45 x 45
45 x 45
18
K2
45 x 45
60 x 60
19
K3
40 x 40
45 x 45
20
K4
40 x 40
40 x 40
21
K5
30 x 30
45 x 45
96
97
Pada tabel Base Shear di atas tertulis untuk comb 3 gaya geser dasar arah-X adalah
660744,81 Kg dan combo 4 arah-Y adalah 642608,21 Kg sedangkan untuk STEx dan STEy
(statik eqivalen) adalah 538758,65 kg. Maka syarat gaya geser dasar untuk metode analisis
respon spektrum terhadap metode statik eqivalen Vrp > 80%Vsq terpenuhi.
98
99
: 110 mm
Jarak bersih
: 649 mm
100
Hasil analisis
Hasil gambar
: 110 mm
Jarak bersih
: 649 mm
101
102
Hasil gambar
: 1 10 mm
Jarak bersih
: 352 mm
103
Hasil analisis
: 10 10 mm
Jarak bersih
: 55,9 mm
104
beton
(Concreate
Jacketing)
ini
dilaksanakan
dengan
tulangan
Gambar 68. Perkuatan dengan metode Concreate Jacketing (sumber: Mejia 2002)
105
Perbaikan element non struktur yakni dinding yang retak dan rangka plafon
yang rusak, maka metode yang dilakukan untuk dinding adalah dengan
menambahkan angker pada pertemuan kolom dan dinding dengan menggunakan
epoxin resin dan perbaikan untuk plafond dilakukan perbaikan dengan mengganti
material rangka palofond menjadi kayu yang sebelumnya baja ringan.
106
Gambar 68. Perbaikan rangka plafond dari baja ringan menjadi kayu
107
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari penjelasan bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Hasil evaluasi gedung kantor DPRD Morowali dengan menggunakan
peta gempa tahun 2010 menghasilkan 478 elemen struktur yang
mengalami kegagalan struktur dan yang terjadi kegagalan geser. Ini
membuktikan bahwa kombinasi beban gempa berdasarkan peta gempa
tahun 2010 lebih besar dibandingkan peta gempa tahun 2002 terlihat dari
hasil pemeriksaan struktur failure tersebut.
2. Metode-metode yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk
melakukan perbaikan atau perkuatan yakni sebagai berikut :
a. Penyelubungan (jacketing) dengan bahan baja, baja spiral, beton atau
komposit.
b. Penambahan tulangan luar dengan bahan steel strap/plate, tulangan
sengkang.
c. Penulangan luar berupa plat baja
d. Injeksi epoksi
e. Metode perkuatan dengan menggunakan Fiber Reinforced Polymer
B. Saran
Saran yang dapat dikemukakan dalam penulisan ini yaitu sebagai
berikut:
1. Dengan dikeluarkannya peta gempa tahun 2010 sebaiknya, prasarana
publik dapat dilakukan evaluasi kembali mengenai keandalan struktur
yang ada, guna sebagai tindakan preventif untuk meminimalisir dampak
kerugian yang akan terjadi jika terjadinya gempa khususnya di daerah
yang mendapat peningkatan zona kegempaannya.
108
109