PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sering mengalami bencana
alam, dikarenakan letak geografis negara Indonesia yang berada di jalur gunung api
aktif atau yang biasa disebut jalur cincin api ( Ring of Fire) yang dapat di lihat pada
Gambar 1.1 dan berada dipertemuan tiga lempeng tektonik yakni: lempeng Indo-
Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik yang dapat dilihat pada Gambar
1.2. Berdasarkan kondisi geografis tersebut menjadikan Indonesia negara yang
rawan terhadap bencana gempa bumi. Menurut Bayong (2006:12), yang dimaksud
dengan pengertian gempa bumi yaitu suatu gerakan atau getaran yang terjadi pada
kulit bumi yang dihasilkan dari tenaga endogen. Pengertian tenaga endogen sendiri
yaitu tenaga atau kekuatan perut bumi yang terjadi karena adanya perubahan pada
kulit bumi. Sifat tenaga endogen ini dapat membentuk bumi menjadi tidak rata.
Banyak kerusakan bangunan, infrastruktur, dan jatuhnya korban jiwa akibat
bencana alam ini.
1
2
Gambar 1.2 Peta Lempeng Tektonik di Indonesia (Peta Sumber dan Bahaya
Gempa Indonesia Tahun 2017)
Berbagai kerusakan bangunan struktural maupun non-struktural yang disebabkan
oleh bencana gempa bumi dibedakan menadi empat tingkat menurut Hazuz-MH,
antara lain kerusakan ringan, kerusakan sedang, kerusakan berat, kerusakan sangat
berat hingga hancur. Tingkat kerusakan yang ada bergantung pada tipe bangunan.
Adanya perbedaan tipe bangunan menyebabkan perbedaan dalam hal kapasitas dan
respon seismic seperti yang dijelaskan dalam ATC-13 dan Hazuz 99, yaitu material
bangunan, sistem penahan beban lateral bangunan, tinggi bangunan, dan kegunaan
dari bangunan itu sendiri.
dan memiliki resiko yang setara dengan besarnya. Kerentanan adalah adalah
rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun
bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak
(Pusat Pendidikan Mitigasi Bencana, 2010). Nilai kerentanan bangunan dari
bahaya gempa bumi dapat dihitung dengan menentukan nilai kerapuhan bangunan
terlebih dahulu dan mengestimasi besarnya kerusakan yang akan terjadi dari bahaya
tersebut. Kerentanan dari masing-masing bangunan ini dapat digunakan untuk
menentukan nilai dari seberapa besar resiko seismik (seismic risk) disuatu wilayah.
Dengan diketahuinya nilai kerentanan dari suatu bangunan yang ada maka dapat
dilakukan pekerjaan risk reduction dengan mengidentifikasi nilai kerentanan
bangunan tersebut, sehingga jika ditemukan bangunan yang rentan dapat segera
dilakukan antisipasi, yaitu dengan perkuatan struktur bangunan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam skripsi ini penulis bermaksud untuk
menganalisis kerentanan bangunan rangka beton bertulang dengan percobaan
penambahan bracing menggunakan seismic hazard daerah Yogyakarta . Skripsi ini
menyajikan analisis kerentanan lengkap melalui dari model elemen hingga 3D yang
menggunakan analisis riwayat waktu (time history analysis). Puncak drift
interstorey dianggap sebagai parameter permintaan teknik untuk pengembangan
fungsi kerapuhan (fragility), yang mewakili kemungkinan melebihi satu set status
kerusakan, dikondisikan pada intensitas tanah bergetar. Fungsi konsekuensi yang
digunakan berupa data sekunder yang sudah dianalisis dengan analisis faktor
kerusakan di negara lain.
Hasil dari analisis ini berupa kurva kerentanan sebuah bangunan yang menunjukan
hubungan antara probabilitas kerusakan bangunan yang dapat terjadi dengan besar
percepatan gelombang di permukaan tanah. Kurva kerentanan selanjutnya akan
digunakan untuk mentukan besarnya resiko seismic di suatu wilayah.
4
b) Manfaat Praktis
Sebagai salah satu bentuk rekomendasi evaluasi terhadap desain bangunan
mengenai kerentanan bangunan terhadap gempa bumi yang berpotensi mengalami
resiko.
1.5 Batasan Masalah
Pada penelitian ini permasalahan yang diangkat dibatasi pada lokasi penelitian, tipe
bangunan, dan jumlah populasi dengan batasan masalah sebagai berikut :
1. Bangunan yang akan di analisis adalah model Bangunan existing hipotesa
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
2. Kurva fragility merupakan pengembangan dari kurva kapasitas yang didapat
dengan memodelkan bangunan dalam program Seismostruct dengan analisis
dynamic time history analysis.
3. Fungsi konsekuensi yang digunakan merupakan data sekunder yang
didapatkan dari hasil analisis faktor kerusakan di Negara lain.
4. Tidak dilakukan peninjauan terhadap struktur pondasi dan pengaruh beban
angin pada bangunan.