Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS JURNAL 1

Judul : Model Asesmen Rating Jembatan Berbasis Analytic Network Process


Pengarang : Paksi Aan Syuryadi dan Andreas Wibowo
Penerbit : Jurnal Teknik Sipil ITB; Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil
Tahun Terbit : 2018

I. Tema
Pengembangan model assesmen kondisi jembatan yang mengakomodasi hubungan
saling keterkaitan antarelemen jembatan.

II. Latar Belakang Masalah


A. Fenomena
Jembatan dan jalan merupakan infrastruktur penting yang berperan dalam memacu
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Mempertahankan fungsi dan kemampuan
jembatan dalam melayani arus lalu lintas menjadi kunci lancarnya roda
perekonomian. Oleh sebab itu pemeriksaan yang terus menerus terhadap kondisi
jembatan harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sistem manajemen
jembatan.

B. Riset Terdahulu
1. Penelitian telah banyak dilakukan untuk mengembangkan sistem manajemen
jembatan untuk tujuan yang beragam. Neves dan Frangopol (2005), misal,
mengintegrasikan panduan pemeriksaan yang didasarkan pada inspeksi visual
(indeks kondisi) dan assesmen struktural (indeks keselamatan) selama umur
teknis jembatan dengan memertimbangkan faktor ketidakpastian. Model
probabilistik yang dibangun dapat memerkirakan penurunan kinerja struktur
jembatan jika tidak ada pemeliharaan, ada pemeliharaan preventif, dan
pemeliharaan korektif.

2. Miyamoto dan Uchino (2008) mengembangkan J-BMS untuk Jepang yang


diintegrasikan dengan Concrete Bridge Rating Expert System untuk
memprediksikan proses penurunan kinerja, menyusun rencana pemeliharaan atau
perbaikan dan mengestimasi biaya pemeliharaan. Caner, et al. (2008)
mengusulkan suatu model assesmen sederhana untuk memerkirakan umur sisa
layanan berdasarkan rating kerusakan jembatan eksisting yang tidak diinspeksi
secara rutin.

3. Suksuwan dan Hadikusumo (2010) mengembangkan metode evaluasi rating


kerusakan untuk mendukung penilaian kondisi jembatan di Thailand yang
disyaratkan oleh Thailand’s Department of Highway dengan menggunakan
sistem rating untuk jembatan dengan struktur beton. Metode ini menjelaskan
mengenai jenis kerusakan yang ada untuk setiap elemen jembatan, kemudian
menentukan bobot dari tingkat kerusakan dan kuantitas kerusakannya.

4. Saydam, et al. (2013) membangun model assesmen risiko menggunakan rating


kerusakan elemen jembatan dengan mengasumsikan penurunan kinerja jembatan
berevolusi mengikuti proses Markov. Safi, et al. (2015) melakukan penelitian
lebih lanjut terkait data yang tersedia dalam sistem manajemen jembatan untuk
pengadaan dengan kontrak design-build terefisien dengan memertimbangkan life
cycle cost. Di Indonesia sendiri, studi mengenai penilaian jembatan telah banyak
dilakukan meski masih terbatas pada penerapan model yang sudah ada. Studi
tersebut diantaranya dilakukan Marsuki, et al. (2009). Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan nilai kondisi jembatan dan elemen- elemennya, penyusunan
program prioritas penilaian kondisi jembatan dan penyusunan program prioritas
elemen-elemen jembatan. Setelah dilakukan penilaian dengan menggunakan
Bridge Condition Rating (BCR), pembobotan elemen jembatan dihitung dengan
Analytic Hierarchy Process (AHP). Pada akhir penelitian dibandingkan hasil
penilaian BCR metode AHP dengan NYSDOT yang mendapatkan hasil penilaian
kondisi jembatan yang tidak jauh berbeda antara kedua metode tersebut.

5. Putra (2015) telah melakukan penelitian mengenai pengembangan model


penilaian kondisi jembatan dalam manajemen pengelolaan jembatan pada
panduan pemeriksaan jembatan BMS (1993). Penelitian ini membandingkan nilai
kondisi jembatan berdasarkan (BMS 1993) dengan pengembangan model baru.
Putra menggunakan metode AHP untuk menentukan bobot kriteria dan sub
kriteria, dan mengadopsi Main Roads Western Australia (MRWA 2013) untuk
penentuan metode penilaian.

C. Motivasi Penelitian
Penelitian ini diharapkan menghasilkan model assesmen dari kondisi jembatan yang
lebih akurat dan objektif serta memudahkan inspektor di lapangan dalam memberikan
nilai kondisi jembatan.

III. Metodelogi
A. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh menggunakan metode Delphi
yaitu mengukur kelompok konsensus pada suatu kriteria yang dapat saling
mempengaruhi yang disajikan dengan konsep anonimitas. Proses untuk mendapatkan
data dilakukan dengan mengulangi putaran pengisian kuesioner secara sistematis.
Masing-masing set berikutnya dari kuesioner dibangun berdasarkan tanggapan
sebelumnya. Jumlah putaran untuk mencapai konsensus berkisar dari dua sampai
enam putaran. Empat inspektor jembatan telah bersedia berpartisipasi dalam survei
ini dan menjadi responden metode Delphi.

B. Variabel
Variabel data dikumpulkan guna menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi
elemen-elemen jembatan.
Gambar 1. Variabel yang digunakan beserta keterkaitan antar tiap variabel

C. Metodelogi Penelitian
Tahap awal pengembangan model dilakukan tinjauan terhadap panduan pemeriksaan jembatan Bridge Management
System (1993) dan melakukan review terhadap penelitian Putra (2015) serta referensi-referensi lain yang relevan.

Setelah dilakukan identifikasi elemen dan kerusakan elemen yang ada berdasarkan Bridge Management System
(1993) dilakukan penyusunan matriks dependensi antarelemen dan antarkerusakan elemen.

Ditentukan pengaruh antarelemen jembatan menggunakan metode Delphi.

disusun kuesioner perbandingan berpasangan yang akan diolah menggunakan metode Analytic network process
menggunakan Super Decisions untuk mendapatkan bobot kepentingan masing-masing dari elemen dan
kerusakannya.

dilakukannya melakukan pembuatan model asesmen rating kerusakan jembatan dan melakukan uji coba di lapangan
terkait terhadap model yang telah disusun serta dilakukan evaluasi apakah model telah sesuai dengan tujuan dari
penelitian ini.

Model yang telah dibangun diujicobakan untuk mengetahui rating kondisi Jembatan Cilalawi B di Kabupaten
Purwakarta, Provinsi Jawa Barat dengan koordinat 06°37′ 08,9′′LS; 107° 24′ 16.6′′ BT dengan deskripsi sebagai
berikut: bangunan atas = gelagar pracetak Indonesia, bangunan bawah = kepala jembatan tipe dinding penuh dan
pilar dua kolom dengan pengaku, panjang total = 38 m, lebar = 9 m dan tahun konstruksi = 2010.

D. Hasil dan Analisis


Untuk menilai kondisi suatu jembatan diperlukan suatu kriteria sebagai acuan
dalam menentukan nilai kondisi elemen-elemen jembatan kondisi elemen dibagi menjadi
tiga kriteria yaitu berdasarkan tingkat kerusakan, kuantitas kerusakan, dan visibility dari
kerusakan yang ada. Kriteria kerusakan jembatan diberi bobot yang diambil dari
penilaian kondisi menggunakan Bridge Management System (1993) dan Main Roads
Western Australia (2013) sementara bobot jenis kerusakan ditentukan berdasarkan hasil
kuesioner yang akan dilakukan dengan menggunakan metode ANP sebelumnya. Rating
kerusakan pada masing-masing elemen jembatan dihitung menggunakan sebagai berikut:

dengan: NRKij = Nilai Rating Kerusakan jenis i pada sub-elemen j;w i = bobot kerusakan
jenis i, wT = bobot tingkat kerusakan, wK = bobot kuantitas kerusakan, wV = bobot
visibilitas kerusakan, Tij = nilai tingkat kerusakan jenis i pada elemen j, K ij = nilai
kuantitas kerusakan jenis i pada elemen j, Vij = nilai visibilitas kerusakan jenis i pada
elemen j.
Berdasarkan hasil analisis dapat disampaikan bahwa elemen gelagar menjadi sub-
elemen terpenting di antara sub-elemen lain pada elemen bangunan atas. Hal ini
disebabkan jika terjadi kegagalan pada gelagar, sub-elemen lainnya pada bangunan atas
menjadi terganggu. Untuk elemen bangunan bawah, sub-elemen fondasi adalah sub-
elemen terpenting. Fondasi merupakan struktur utama yang menyalurkan seluruh beban
dari mulai bangunan atas sampai dengan pilar dan abutment. Apabila terjadi kegagalan
pada fondasi, kondisi struktur atas akan terpengaruh. Pilar dan abutment memiliki bobot
yang hampir sama sesuai fungsinya sebagai penghubung antar bentang jembatan dan
menopang elemen bangunan atas jembatan.
Aliran sungai merupakan bagian terpenting pada elemen bangunan penunjang
karena jika terjadi gangguan pada elemen ini dapat berdampak signifikan pada kerusakan
bangunan penunjang. Bangunan pengaman memiliki prioritas lebih penting daripada
tanah timbunan karena bangunan pengaman adalah elemen yang bersinggungan langsung
dengan aliran sungai, yang mana jika terjadi kerusakan pada elemen bangunan
pengaman, maka akan mempengaruhi elemen tanah timbunan.
Jenis kerusakan yang memiliki bobot tertinggi pada elemen aliran sungai adalah
pengikisan di daerah sekitar jembatan. Pengikisan aliran sungai umumnya akan
berpengaruh terhadap elemen fondasi, pilar, abutment, bangunan pengaman dan tanah
timbunan. Oleh sebab itu, alinyemen elemen aliran sungai harus didesain dengan baik
sehingga dapat menghilangkan dampak kerusakan yang disebabkan kerusakan aliran
sungai.
Bangunan pengaman dalam hal ini adalah dinding penahan tanah berfungsi
menahan beban yang diterima oleh tanah timbunan di sekitar jembatan. Umumnya
elemen dinding penahan tanah terbuat dari pasangan batu kali, sehingga penulis
menyesuaikan kerusakan yang terdapat pada panduan pemeriksaan jembatan Direktorat
Jenderal Bina Marga (1993). Berdasarkan opini responden, jenis kerusakan pecah/hilang
sebagian elemen memiliki bobot tertinggi atau memiliki pengaruh paling tinggi di antara
kerusakan lainnya. Alasannya, kerusakan sebagian elemen hilang pada bangunan
pengaman dapat menyebabkan kerusakan elemen tanah timbunan dan abutment
jembatan.
Penurunan tanah timbunan memiliki pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan
gerusan tanah timbunan. Alasannya adalah bila terjadi penurunan tanah timbunan dapat
berdampak langsung terhadap elemen lainnya seperti: lantai dan bangunan pengaman.

E. Kesimpulan dan Rekomendasi


Implikasi kebijakan dari temuan-temuan tersebut adalah mampu membuktikan
bahwa model baru yang dikembangkan dianggap lebih sistematis, objektif dan konsisten
dibandingkan dengan Bridge Management System (1993) yang dapat mengurangi
subjektivitas dalam penilaian kondisi jembatan. Pengembangan model assesmen dalam
penilaian rating kerusakan jembatan dengan mempertimbangkan hubungan keterkaitan
elemen menghasilkan model assesmen yang lebih sistematis, objektif dan konsisten. Uji
validasi model pemeriksaan jembatan di lapangan menunjukkan bahwa metode
pemobobotan dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menentukan nilai kondisi
jembatan secara baik
ANALISIS JURNAL 2

Judul : Perbandingan Perilaku Struktur Bangunan Tanpa Dan Dengan Dinding Geser
Beton Bertulang
Pengarang : Ida Bagus Dharma Giri
Penerbit : Jurnal Ilmiha Teknik Sipil; A Scientific Journal of Civic Engineering
Tahun Terbit : 2018

I. Tema
Membandingkan perilaku (simpangan dan gaya-gaya) dalam pada struktur rangka
terbuka dengan struktur rangka terbuka ditambah dinding geser yang diletakkan di bagian inti
pusat dalam gedung. Serta meninjau efek perubahan dimensi struktur rangka terbuka ditambah
dinding geser yang dipasang pada inti pusat dalam gedung.

II. Latar Belakang Masalah


A. Fenomena
Bangunan bertingkat tinggi memerlukan perkuatan tambahan untuk menahan gaya gempa
yang bekerja, misalnya dengan penambahan struktur dinding geser (shearwall). Dinding
geser dipasang dalam posisi vertikal pada sisi gedung tertentu yang berfungsi menambah
kekakuan struktur dan menyerap gaya geser yang besar seiring dengan semakin tingginya
struktur. Berdasarkan letak dan fungsinya dinding geser dapat diklasifikasikan dalam 3
jenis salah satunya ialah core walls yang terletak di dalam wilayah inti pusat dalam gedung
yang biasanya diisi tangga atau poros lift. Dinding yang terletak dikawasan inti pusat
memiliki fungsi ganda dan dianggap menjadi pilihan paling ekonomis.

B. Riset Terdahulu
Oleh Dewobroto (2004), elemen shell dapat disederhanakan menjadi elemen membrane dan
elemen pelat. Elemen membrane hanya memperhitungkan gaya – gaya sebidang.
Sedangkan elemen pelat hanya memperhitungkan momen dan gaya transversal yang
dihasilkan oleh gaya – gaya yang bekerja tegak lurus elemen bidang tersebut.

C. Motivasi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan perilaku struktur bangunan tanpa
dan dengan dinding geser beton bertulang.

III. Metodelogi
A. Data
Menggunakan data struktur hasil olah data pada M1, M2, dan M3 yang dianalisis
dengan program SAP 2000.

B. Variabel
1. Pembebanan : beban vertikal (beban mati dan beban hidup) dan beban
horizontal (beban angina dan beban gempa).
2. Elemen : elemen frame, elemen shell, dan elemen gap.
3. Gaya-gaya dalam.
C. Metodelogi
Dalam pemodelan gedung tujuh lantai dibuat tiga buah model yaitu M1, M2 dan M3. M1
adalah model rangka terbuka yaitu model struktur tanpa dinding geser. M2 adalah Model
Rangka dengan Dinding Geser Beton Bertulang yaitu struktur rangka yang ditambahkan
dinding geser beton bertulang, dimana dinding geser dimodelkan dengan shell element. M3
adalah Model Rangka dengan Dinding Geser Beton Bertulang tetapi dengan perubahan
dimensi struktur seperti balok dan kolom.
Secara garis besar, langkah – langkah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai
berikut:

memasukkan data struktur yang akan dianalisis pada model M1, kemudian
input pembebanan pada model tersebut lalu dianalisis,

diperoleh dimensi modelM1 yang memenuhi,

dilakukan penambahan dinding geser pada model M1, yang akan


dinamakan M2, kemudian model dianalisis kembali,

Selain model M2, dibuat model M3 untuk mencari dimensi struktur yang
optimal setelah penambahan dinding geser tersebut,

Setelah kedua model tersebut dianalisis, dilakukan pengolahan hasil serta


penarikan kesimpulan.

IV. Hasil dan Analisa


1. Simpangan struktur
Terdapat perbedaan simpangan yang cukup besar antara M1 dan M2 yaitu 15,58 mm atau
sebesar 46,27% terhadap M1, sedangkan untuk M1 dan M3 terjadi perbedaan simpangan
yaitu 13,95 mm.

2. Gaya-gaya dalam
a. Momen pada balok
momen yang terjadi pada balok Model 1 didekat dinding geser lebih besar rata-rata
23,71% daripada momen yang terjadi pada Model 2, dan lebih besar rata-rata 35,50%
daripada Model 3. Sedangkan untuk struktur balok yang jauh dengan dinding geser
(portal 1-1) momen yang terjadi pada Model 1 lebih besar rata-rata 19,39 % daripada
Model 2, dan lebih besar rata-rata 26 % dari Model 3.
b. Gaya geser pada balok
gaya geser yang terjadi pada balok Model 1 didekat dinding geser lebih besar rata-rata
14,22% daripada gaya geser yang terjadi pada Model 2, dan lebih besar rata-rata
32,71% daripada Model 3. Sedangkan untuk struktur balok yang jauh dengan dinding
geser (portal 1-1) gaya geser yang terjadi pada Model 1 lebih besar rata-rata 19,39 %
daripada Model 2 dan lebih besar rata-rata 18,78% Model 3.
c. Momen pada kolom
momen yang terjadi pada kolom Model 1 didekat dinding geser lebih besar rata-rata
65,28% daripada momen yang terjadi pada Model 2, dan lebih besar rata-rata 72,93%
daripada Model 3 itu menunjukkan bahwa kolom memikul momen yang lebih besar
dibandingkan momen yang terjadi pada balok yang rata-rata dibawah 50%.

d. Gaya geser pada kolom


gaya geser yang terjadi pada kolom Model 1 didekat (portal 3-3) dinding geser lebih
besar rata- rata 25,56% daripada gaya geser yang terjadi pada Model 2, dan lebih besar
rata-rata 4,98% daripada Model 3. Sedangkan untuk struktur kolom yang jauh (portal
1-1) dengan dinding geser gaya geser yang terjadi pada Model 1 lebih besar rata-rata
58,47% daripada Model 2 dan lebih besar rata-rata 40,11% Model 3.
e. Gaya aksi pada kolom
didapatkan gaya aksial yang terjadi pada kolom yang dekat (portal 3-3) dinding geser
pada Model 1 rata-rata lebih besar 42,03% daripada Model 2 dan rata-rata lebih besar
51,35% dari model 3. Sedangkan kolom yang berada jauh (portal 1-1) dinding geser
justru pada Model 1 gaya aksial yang terjadi rata-rata lebih kecil 3,67% dari Model 2
dan lebih besar rata-rata 9,81% dari Model 3.

3. Perbandingan efisiensi struktur


Pengunaan dinding geser pada M1, M2, dan M3 mengakibatkan bertambahnya berat
struktur sebesar 3,98% sehingga perlu dilakukannya perubahan dimensi struktur seperti
balok dan kolom mengakibatkan berat struktur hanya sedikit bertambah sebesar 0,55 %

Tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai dasaran (validasi) yang mendukung hasil
yang didapat oleh peneliti.

V. Kesimpulan dan Rekomendasi


Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dalam mendesain struktur rangka
dengan dinding geser sebaiknya digunakan model ketiga yaitu melakukan perubahan dimensi
struktur setelah ditambah dinding geser beton bertulang. Namun, diperlukan tinjauan dan
validasi lebih lanjut mengenai analisa hasil yang diperoleh oleh penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai