CRAVING X DIRUT
“Menilik Isu Tenggelamnya Jakarta dari Sudut Pandang Teknik Sipil dan Teknik
Kelautan”
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
1. Pendahuluan............................................................................................................................. 3
2. Mengapa Jakarta Tenggelam? ................................................................................................. 4
2.1. Penurunan Tanah Jakarta ................................................................................................. 4
2.2. Perubahan Iklim ............................................................................................................... 5
3. Solusi Eksisting Jakarta Tenggelam ........................................................................................ 6
3.1. Pembangunan Polder ........................................................................................................ 6
3.2. MONAS (Monitoring Air Tanah dan Subsiden) .............................................................. 6
3.3. Pelayanan Air Bersih dengan Perpipaan .......................................................................... 7
3.4. Tanggul Laut .................................................................................................................... 7
3.5. Pembangunan Sumur Resapan ......................................................................................... 8
3.6. Larangan Penggunaan Air Tanah ..................................................................................... 9
3.7. Pembangunan Waduk untuk Penampung Hujan .............................................................. 9
4. Inovasi Luar Negeri Terkait Permasalahan Jakarta Tenggalam ............................................ 10
4.1. Negara Belanda .............................................................................................................. 10
4.2. Negara Jepang ................................................................................................................ 13
5. Pembahasan ........................................................................................................................... 14
5.1 Rainwater Harvesting .................................................................................................... 14
5.2 Smart Water Management.............................................................................................. 16
5.3 Refleksi penerapan sistem polder di daerah Jakarta....................................................... 17
5.3.1 Deskripsi Lokasi ..................................................................................................... 17
5.3.2 Rencana Infrastruktur.............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 32
2
1. Pendahuluan
Sebagai salah satu kota terpadat di dunia sekaligus ibu kota negara, Jakarta selalu menjadi
sorotan masyarakat. Mulai dari masalah penduduk hingga wilayahnya menjadi topik hangat
pemberitaan media nasional maupun internasional. Salah satunya ialah terkait isu tenggelamnya
Jakarta yang diprediksi akan terjadi pada satu dekade mendatang (CNN Indonesia, 2021). Isu
“Kiamat” bagi warga ibu kota ini sebenarnya telah menjadi perbincangan publik sejak beberapa
tahun lalu, namun keberadaannya kembali menghangat akibat pernyataan Presiden Amerika
Serikat, Joe Biden, bulan Agustus lalu. Dalam pidatonya itu, beliau menyoroti bahaya
perubahan iklim dan cara antisipasinya, termasuk perihal Jakarta yang berpotensi
tenggelam. Jika proyeksinya benar, maka dalam 10 tahun ke depan Indonesia mungkin harus
memindahkan ibu kotanya (Tempo.co, 2021). Hal serupa juga pernah diungkapkan NASA pada
2019 lalu, bahwa perubahan iklim dan masalah lainnya telah membuat tanah Jakarta kian
tenggelam. (CNN Indonesia, 2021).
Melihat permasalahan tersebut, banyak pihak yang berasumsi mengenai penyebab Jakarta
Tenggelam. Pertama, terkait masifnya pembangunan di wilayah hulu dan hilir Jakarta yang
mengakibatkan peningkatan intensitas aliran permukaan (Surface Run-Off). Hal ini berdampak
pada peningkatan intensitas banjir di Jakarta, dengan dampak terparah pada wilayah ujung
Jakarta. Kondisi ini diperburuk dengan banyaknya pemukiman liar yang berada di daerah
resapan air seperti di sungai atau bantaran kali yang menyebabkan terjadinya penyumbatan dan
penyempitan aliran. Akibatnya, dapat terjadi banjir pada musim hujan karena ketidakmampuan
sungai dalam menampung air yang ada. Selanjutnya, fenomena global warming turut menjadi
ancaman besar bagi kota yang memiliki wilayah pesisir seperti Jakarta. Pasalnya pemanasan
global ini mengakibatkan pencairan es di kutub yang memicu peningkatan tinggi muka air laut
sehingga menyebabkan terjadinya banjir rob. Kedua hal ini menjadi momok bagi masyarakat
ibu kota karena menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Misalnya, pada kejadian banjir
Februari lalu di Tol TB Simatupang yang menyebabkan kerugian mencapai Rp 30 juta sampai
Rp 50 juta per kendaraan tergantung tingkat keparahannya. Jumlah ini terbilang sedikit
dibandingkan 2020 lalu, dengan estimasi kerugian mencapai Rp 30 miliar akibat banjir Jakarta
(Bisnis.Tempo.co, 2021).
Selain itu, faktor penurunan permukaan tanah atau lebih dikenal dengan land-subsidence
juga mengancam tenggelamnya ibu kota negara, hal ini terjadi akibat eksploitasi air tanah
(groundwater) yang berlebihan sehingga menyebabkan posisi Jakarta terhadap laut makin
turun. Proses tenggelamnya Jakarta saat ini sedang berlangsung, dan dapat dilihat dari turunnya
daratan di sekitar wilayah Ancol. Selain Ancol, kota Semarang, Demak, dan Pekalongan pun
turut terkena dampak naiknya permukaan air laut akibat penurunan tanah. Menurut para ahli,
Jakarta diprediksi akan tenggelam pada tahun 2030 hal ini diperkuat oleh peneliti dari ITB yaitu
Heri Andreas yang mengatakan bahwa 95% wilayah Jakarta Utara akan terendam oleh air laut
pada tahun 2050.
3
Sudah saatnya kita sadar bahwa isu climate change itu nyata, tidak hanya berdampak
kepada lingkungan tapi juga merambah ke semua aspek yang ada dikehidupan kita. Oleh karena
itu, langkah preventif dan mitigasi yang tepat perlu dilakukan serta dipersiapkan untuk
menjawab permasalahan tenggelamnya Jakarta.
Salah satu aktor utama yang menjadi penyebab tenggelamnya Jakarta ialah
penurunan permukaan tanah. Land subsidence atau penurunan tanah merupakan suatu
proses pergerakan penurunan permukaan tanah yang didasarkan pada suatu datum referensi
geodesi (Marfai dan King, 2007). Berdasarkan riset dari Institut Teknologi Bandung (ITB),
Jakarta Utara menjadi daerah yang mengalami penurunan tanah paling parah dengan
kedalaman mencapai 25 cm tiap tahunnya dan terus tenggelam sedalam 2,5 cm di beberapa
bagian. Angka tersebut lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan penurunan permukaan
tanah di kota pesisir lain di seluruh dunia. Penurunan permukaan tanah juga terjadi di
seluruh wilayah Jakarta. Jakarta barat mengalami penurunan 15 cm per tahun, diikuti
Jakarta Timur sebesar 10 cm per tahun dan Jakarta Pusat sebesar 2 cm per tahun.
Sementara, Jakarta Selatan mengalami penurunan paling kecil yaitu 1 cm per tahun.
4
Fenomena penurunan permukaan tanah di Jakarta disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya ekstraksi air tanah, beban konstruksi, konsolidasi alami tanah aluvium, dan
penurunan tanah tektonik (PTRRB BPPT). Dari keempat hal tersebut, ekstraksi air tanah
menjadi penyebab penurunan tanah yang paling signifikan. Ekstraksi air tanah tersebut
dipicu oleh Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) yang hanya mampu memenuhi 40%
kebutuhan air bersih, termasuk air minum warga Jakarta. Akibatnya, pemenuhan
kebutuhan air bersih warga ibukota sangat bergantung terhadap air tanah.
Sumur ekstraksi air menyebabkan penurunan elevasi air tanah (head) akibat adanya
konsolidasi lapisan tanah di atas lapisan aquifer. Lebih jelasnya, konsolidasi tersebut terjadi
akibat perubahan tegangan efektif antar butiran tanah. Ketika terdapat perubahan tegangan
air yang terletak pada pori-pori tanah menjadi lebih kecil atau bahkan hilang dikarenakan
ada pengambilan air tanah, terjadi perubahan volume pada pori-pori tanah yang semula
terisi air menjadi kosong. Sehingga, rongga yang kosong tersebut akan terisi oleh butiran
padat lainnya dan menyebabkan penurunan permukaan tanah.
Pada daerah pesisir, penurunan permukaan tanah mengakibatkan letak permukaan air
laut menjadi lebih tinggi dan berujung pada terjadinya banjir pasang air laut (rob).
Berdasarkan peta yang dirilis oleh Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, Jakarta
Utara menjadi lokasi yang paling rawan terjadi banjir rob. Secara umum, terdapat 5
kecamatan di Jakarta Utara yang dikategorikan sebagai daerah sangat rawan dan rawan.
Kecamatan Penjaringan tercatat memiliki luas kawasan terbesar yang sangat rawan
terhadap banjir rob yaitu 155 Ha yang selanjutnya disusul oleh daerah Cilincing,
Pademangan, Tanjung Priok, dan Koja.
Adanya pemanasan global memicu terjadinya kenaikan temperatur air laut yang
berimbas pada peningkatan muka air dan volume air laut. Imbasnya daerah Jakarta yang
merupakan pesisir diprediksi tenggelam. Selain itu, mencairnya gletser di kutub juga
menjadi salah satu penyebab kenaikan temperatur laut yang berakibat pada peninggian
muka air laut.
Panel antar pemerintah untuk perubahan iklim (IPCC) memprediksi kenaikan muka
air laut hingga tahun 2100 adalah 0,8 - 1 m atau kenaikan muka air laut minimal 1
cm/tahun. Prediksi tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Prof. Hasanudin Z. A., dkk dr
5
ITB menggunakan data pasang surut pengukuran tahun 1984-2004 (20 tahun) yang
menunjukkan telah terjadi tren kenaikan muka air laut sebesar 1 cm/tahun. Hal ini
berdampak pada genangan air laut semakin meluas di dataran pesisir rendah seperti Jakarta
dan Jawa pada umumnya.
Polder merupakan suatu sistem untuk menangani banjir rob yang terdiri dari
kombinasi tanggul, kolam retensi, dan pompa. Air yang datang dari laut akan ditampung
pada kolam retensi untuk kemudian disalurkan kembali ke laut oleh pompa. Menurut ahli
hidrologi UGM, sistem polder memiliki urgensi yang tinggi untuk diterapkan di Jakarta
terutama pada daerah yang memiliki lahan di bawah permukaan laut.
Saat ini, penggunaan polder sudah diterapkan pada kawasan elit di tepi laut Jakarta
Utara. Sebagai contoh, kawasan Pantai Indah Kapuk yang terletak dua meter di bawah
permukaan air laut telah menerapkan sistem polder dan berhasil mencegah terjadinya
banjir. Di sisi lain, Pemprov DKI Jakarta terus meningkatkan jumlah polder atau kantung-
kantung air di sejumlah titik untuk meminimalkan dampak banjir. Pembangunan polder
tersebut akan direalisasikan pada 2021 hingga 2022. Berdasarkan pemaparan Dinas
Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, setidaknya ada 8 polder yang akan dibangun pada
beberapa lokasi di antaranya Kelapa Gading, Pulo Gadung, Cakung-Cilincing, Makassar,
Cipayung, Penjaringan, Pademangan, dan Kembangan Kedoya. Selain polder, Dinas
Sumber Daya Air juga telah menyiapkan 487 pompa stasioner di 178 lokasi dan 175 pompa
mobile di 5 wilayah untuk menyedot dan mengalirkan air jika terjadi banjir.
6
ketinggian muka tanah di Jakarta yang selanjutnya akan diolah menjadi informasi geologi
yang spesifik dan tematik. Tujuan dilaksanakan kegiatan ini adalah agar informasi
penurunan muka tanah dapat menjadi dasar pengelolaan air tanah dan tata guna lahan di
wilayah Jakarta.
Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta berupaya meningkatkan pelayanan air bersih
perpipaan sebagai salah satu langkah untuk mencegah penurunan tanah yang berpotensi
mengancam wilayah Jakarta. Namun, pelayanan air pipa di Jakarta faktanya masih jauh
dari harapan. Hal ini dikarenakan jaringan pipa belum mampu menjangkau seluruh
kebutuhan air bersih untuk warga Ibu Kota. Cakupan layanan PAM Jaya masih di kisaran
65%. Sementara, secara nasional, air pipa baru menjangkau 21,08% warga Indonesia, jauh
di bawah Jakarta. Bagi Jakarta sendiri angka cakupan sebesar 65% itu termasuk rendah dan
mempunyai akibat yang fatal. Kondisi tersebut membuat warga harus memenuhi
kebutuhan airnya dengan menggunakan air tanah dalam jumlah besar sehingga terjadi land
subsidence (penurunan permukaan tanah) yang kini menyebabkan Jakarta terancam
tenggelam. Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian PUPR berupaya membangun 4
Sistem Penyedia Air Minum (SPAM) yang diharapakan segera terlaksana sehingga
pembangunan jaringan pipa dapat segera dilakukan dan air bersih dapat didistribusikan
kepada warga. Ketercukupan air ini akan mengurangi penggunaan air tanah yang berakibat
pada penurunan muka air tanah.
7
Gambar 2-Gambar Tembok Laut Raksasa di Jakarta pada tahun 2017
Salah satu upaya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta ialah membangun sumur
resapan. Sumur resapan merupakan lubang yang dibuat pada permukaan tanah dengan
tujuan untuk menampung air hujan untuk selanjutnya diresapkan ke dalam tanah secara
perlahan. Selain untuk mencegah banjir, sumur resapan juga bermanfaat untuk menjaga
ketinggian permukaan air tanah yang dapat mencegah terjadinya penurunan muka tanah.
Pemprov DKI Jakarta berencana membangun 1,8 juta sumur resapan dalam kurun
waktu 3 tahun, dimulai pada 2020 hingga 2022. Program tersebut dijalankan dengan
menerapkan konsep zero run-off dengan menampung hujan sebanyak mungkin, sehingga
air yang mengalir menuju selokan atau sungai bisa diminimalkan. Namun, realisasi
pembangunan sumur resapan tersebut baru mencapai 2.974 sumur pada 2020 di 777 lokasi
yang berbeda. Berdasarkan penjelasan Pemprov DKI Jakarta, pembangunan sumur resapan
yang lambat disebabkan keterbatasan vendor yang mengerjakan yakni hanya dua. Untuk
ke depannya, Pemprov DKI Jakarta menargetkan pembangunan 300 ribu sumur resapan
sepanjang 2021 dengan alokasi APBD Rp 400 miliar.
Ekstrasi air tanah yang berlebihan menjadi penyebab utama penurunan muka tanah
di Jakarta. Berdasarkan hal tersebut, Pemprov DKI Jakarta berencana menerbitkan regulasi
tentang larangan penggunaan air tanah. Menurut Kepala Dinas SDA DKI Jakarta,
sebenarnya sudah terdapat peraturan mengenai penggunaan air tanah yaitu Perda No. 10
tahun 1998 tentang “Pengendalian Air Tanah dengan Mekanisme Pajak Air Tanah”.
Namun, aturan tersebut hanya membatasi penggunaan air tanah terutama untuk keperluan
komersial dengan mekanisme pajak dan belum melarang penggunaan air tanah. Saat ini,
Pemprov DKI Jakarta sedang merancang regulasi zona bebas air tanah yang mana wilayah
yang sudah memiliki jaringan perpipaan yang cukup wajib melarang penggunaan air tanah.
Namun, sangat disayangkan aturan tersebut masih belum bisa diterapkan karena
Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya baru menargetkan 100% cakupan air perpipaan
tercapai pada 2030 mendatang.
Ancaman Jakarta Tenggelam tidak hanya dilihat dari segi jatuhnya air hujan di
Jakarta, namun juga air yang berasal dari daerah hulu. Hal tersebut, menggerakkan aksi
pemerintah Jakarta untuk membatasi jumlah air yang masuk dari hulu melalui
pembangunan waduk di beberapa titik kota Jakarta.
Waduk merupakan salah satu area permukaan tanah yang berfungsi untuk
menampung air hujan yang dapat dibangun secara alami maupun buatan manusia. Selain
itu, waduk juga difungsikan sebagai penunjang kebutuhan air untuk masyarakat sekitar.
9
Berdasarkan informasi Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, tercatat bahwa
sebaran waduk di daerah Jakarta sebanyak 117 waduk, namun hanya 23 waduk yang
berfungsi sebagai penampung air banjir. Jumlah waduk yang terbilang banyak,
dimaksudkan agar tiap lokasi memiliki wadah penampungan air dengan maksimal,
sehingga mengurangi kemungkinan adanya peristiwa waduk yang jebol.
Nyatanya, dibalik pembangunan waduk yang besar-besaran dan berkala. Terdapat suatu
hambatan atau kendala yang seringkali dihadapi pada saat pembangunan waduk
berlangsung, seperti luas lahan kosong di daerah Jakarta yang terbilang minim. Hal ini juga
dikarenakan semakin meledaknya jumlah populasi penduduk di Jakarta. Pertimbangan
pemilihan lokasi pembuatan waduk juga tergantung kondisi tanah, jumlah curah hujan, dan
aliran airnya.
Pada tahun 2020, DKI Jakarta menganggarkan dana sebesar Rp. 583,17 Miliar untuk
pembangunan waduk di Jakarta. Selain proses pembangunan waduk, pemerintah
Kabupaten Jakarta juga menyiapkan dana untuk memperluas dan mengoptimalkan fungsi
waduk yang ada di Jakarta.
Belanda merupakan negara yang memiliki sistem pengelolaan air terbaik di dunia.
Asal mula Belanda mempunyai sistem pengelolaan air yang sangat canggih ini berangkat
dari kenyataan bahwa Belanda memiliki tinggi tanah yang berada di bawah permukaan air
laut. Hal tersebut mengingatkan kita pada untaian kata yang dilontarkan Rene Descartes,
“God created the world, but the Dutch created Holland”. Filsuf Perancis tersebut mencoba
menggambarkan bagaimana orang Belanda mengeringkan daratan yang digenangi air agar
dapat menjadi permukiman yang layak didiami. Dalam hal ini tidak sedikit inovasi yang
telah dilakukan Belanda dalam melawan banjir ini. Seperti yang kita ingat bahwa pada
tahun 1953 terjadi bencana banjir di Belanda yang memakan banyak korban. Akibat
peristiwa ini, Pemerintahan Belanda melakukan langkah preventif dengan membuat
10
Proyek Delta (Delta Works/Deltawerken), yaitu pembangunan infrastruktur polder
strategis untuk menguatkan pertahanan terhadap bencana banjir.
Proyek Delta ini di konstruksi hingga 44 tahun dari 1953 sampai 1997 dengan biaya
8 miliar dollar yang diklaim mampu menahan badai besar yang hanya muncul sekali selama
10.000 tahun dengan tinggi 13 m diatas permukaan laut. Dengan proyek ini American
Society of Civil Engineers pun menetapkannya sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia
modern. Dalam proyek ini terdapat suatu system yang dinamakan polder.
11
Gambar 5-Desain Sistem Polder
Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam sistem polder
tersebut. Untuk kepentingan permukiman, muka air di dalam Sistem dikendalikan supaya
tidak terjadi banjir atau genangan. Air di dalam sistem dikendalikan sedemikian rupa
sehingga jika terdapat kelebihan air yang dapat menyebabkan banjir, maka kelebihan air
itu dipompa keluar sistem polder. Adapun jenis polder menurut asal, tujuan, maupun
bentuknya adalah sebagai berikut.
a. Mampu mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari hulu, hujan setempat
naiknya muka air laut (rob).
b. Dapat mengendalikan air.
12
c. Dapat digunakan sebagai objek wisata atau rekreasi, lahan pertanian, perikanan, dan
lingkungan industri serta perkantoran.
Seperti halnya Jakarta, Tokyo pun menghadapi masalah yang sama, di mana
permukaan tanah di kota itu sempat mengalami penurunan maksimal hingga 4,6 meter,
salah satunya di Wilayah Minamisuna Koto-ku. Ada berbagai kemungkinan penyebab
penurunan tanah yang dibahas di Jepang sebelum masa Perang Dunia II, antara lain
pergerakan kerak bumi, konsolidasi oleh bangunan-bangunan berat, penyusutan lapisan
tanah karena berat tanah itu sendiri, pengurangan tekanan udara di tanah, pengurangan
infiltrasi hujan. Namun, pada 1940, peneliti Jepang berhasil menemukan penyebab
penurunan tanah melalui pengamatan lapangan dan analisis tentang air tanah dan
penurunan tanah di Wilayah Osaka Barat. Jepang berdasarkan pertimbangan ilmiah
menemukan korelasi yang jelas antara permukaan air tanah dan kecepatan penurunan.
Pada tahun 1910-an sekitar 27.000 meter kubik air tanah per hari dipompa oleh
bangunan-bangunan di daerah itu untuk pendingin ruangan. Hingga pada 1945,
pemompaan air tanah akhirnya terbukti menjadi penyebab utama penurunan tanah di
wilayah Tokyo. Peningkatan pesat jumlah pabrik dan populasi itu secara alami berdampak
pada penggunaan sejumlah besar air untuk keperluan industri dan rumah tangga.
Sementara itu, konsultan JICA Indonesia untuk urusan sumber daya air dan
manajemen bencana, Naoto Mizuno, mengatakan penurunan tanah di Tokyo disebabkan
beberapa hal, salah satunya padatnya bangunan-bangunan di kota tersebut. Namun, dia
menekankan bahwa penyebab utama dari penurunan tanah di Tokyo adalah ekstraksi air
tanah yang berlebihan untuk keperluan industri dan komersial.
Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah Jepang melakukan berbagai upaya secara
bertahap yaitu:
13
b. Pemberlakuan Undang-Undang Penggunaan Air Tanah untuk Industri pada 1956 untuk
secara bertahap membatasi penggunaan air tanah di Tokyo.
d. Pemerintah Jepang pada 1964 mulai menyediakan sumber air alternatif untuk industri,
salah satunya air sungai dengan kualitas tinggi, jumlah yang cukup, dan harga yang
terjangkau.
e. Penggunaan sumber air lain dengan teknologi penghematan air dan daur ulang air,
bahkan metode pemanenan air hujan.
Gambar 7-Tabung alat pemanen air hujan untuk kebutuhan air di perumahan di Tokyo,
Jepang
5. Pembahasan
14
harvesting. Pemanenan air hujan atau rainwater harvesting merupakan teknologi yang
digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan
jalan, atau perbukitan batu sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif
sumber air bersih (Abdulla et al., 2009). Berdasarkan UNEP (2001), rainwater harvesting
memiliki beberapa keunggulan di antaranya (1) meminimalkan dampak lingkungan, (2)
sebagai cadangan air sehingga dapat mengurangi kebergantungan terhadap sistem
penyediaan air bersih, dan (3) rainwater harvesting merupakan teknologi yang sederhana
sehingga dapat dibangun sesuai kebutuhan.
Saat ini, Jepang telah menerapkan program subsidi untuk pemasangan fasilitas
pemanenan air hujan. Menurut survei yang dilakukan oleh Association for Rainwater
Storage and Infiltration Technology pada 2011, 208 kotamadya di Jepang sudah
menyubsidi pemasangan tangki penyimpanan serta sistem penyaringan air hujan. Bagi
masyarakat yang ingin memasang tangki hujan dengan kapasitas kurang dari 1000 liter,
pemerintah akan memberikan subsidi setengah dari biaya tangki (hingga 40.000 yen)
termasuk biaya pemasangan. Selain program subsidi, pada April 2014 pemerintah Jepang
telah mengesahkan undang-undang untuk memajukan pemanfaatan air hujan. Berdasarkan
undang-undang tersebut, setiap kota diharuskan melakukan upaya-upaya untuk mencapai
target pemanfaatan air hujan dengan bantuan pemerintah pusat yang akan memberikan
dukungan finansial berupa subsidi.
Jakarta tentunya bisa belajar dari Jepang untuk mengatasi permasalahan ekstraksi air
tanah yang berlebihan dengan mengadopsi sistem rainwater harvesting. Berdasarkan BPS
Provinsi DKI Jakarta (2021), curah hujan yang tercatat pada tahun 2020 sebesar 2831,5
mm yang mana jumlah tersebut terbilang sangat tinggi dan meningkat 80% dari tahun
sebelumnya yakni sebesar 1526,7 mm. Hal tersebut dapat menjadi potensi yang besar bagi
Jakarta untuk memanfaatkan air hujan sebagai sumber air alternatif.
Dengan adanya potensi tersebut, Pemerintah DKI Jakarta perlu menyusun roadmap
terkait penerapan sistem rainwater harvesting. Sebagai contoh, rainwater harvesting dapat
diterapkan terlebih dahulu pada rumah tinggal terutama pada daerah yang belum terjangkau
sistem perpipaan air bersih. Dengan begitu, kuantitas pengambilan air dari tanah dapat
ditekan. Selain itu, pada gedung bertingkat seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, atau
hotel yang memiliki jumlah pemakaian air yang cukup besar diwajibkan memiliki sistem
rainwater harvesting guna memenuhi sekian persen kebutuhan air pada gedung tersebut,
sehingga dapat dilakukan penghematan penggunaan air PDAM. Jika ditinjau dari aspek
pendanaan, pemerintah dapat menyiapkan program subsidi untuk pengadaan alat
pemanenan air hujan mengingat mayoritas masyarakat yang mengalami kesulitan akses air
bersih merupakan masyarakat dengan tingkat penghasilan menengah ke bawah. Alternatif
lain yang dapat dilakukan ialah penerapan program subsidi silang dengan mematok tarif
15
lebih tinggi bagi masyarakat dengan penghasilan tinggi maupun perusahaan dengan skala
besar.
Korea menjadi salah satu negara yang berhasil menerapkan smart water
management, tepatnya pada Kota Seosan. Kota tersebut menerapkan smart metering system
yang mana masyarakat dapat memonitor penggunaan air berdasarkan pola pemakaian
16
melalui perangkat pintar. Untuk skala yang lebih besar, Kota Seosan memiliki Sub-District
Metered Areas (SDMA) yang merupakan konsep pembagian wilayah untuk dilakukan
pengelolaan air yang lebih efisien. Sistem tersebut juga mampu memantau dan
menganalisis kebocoran, tekanan air, dan kualitas air.
Provinsi DKI Jakarta mempunyai luas daratan 661,52 km2 dan lautan seluas
6.977,5 km2 serta tercatat ±110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Provinsi
17
DKI Jakarta terletak di sebelah Selatan Laut Jawa; sebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten/Kota Bekasi; sebelah Selatan dengan Kabupaten/Kota Bogor
dan Depok serta sebelah Barat dengan Kabupaten/Kota Tangerang. Lokasi Provinsi
DKI Jakarta yang strategis di Kepulauan Indonesia menjadikan Jakarta pintu
gerbang utama dalam perdagangan antar pulau dan hubungan Internasional dengan
pelabuhan utamanya Tanjung Priok dan Bandara Soekarno Hatta.
Sejak tahun 1997 penurunan tanah (land subsidence) sudah terjadi di Jakarta.
18
Gambar 10-Persebaran penurunan muka tanah di Jakarta
19
Kota Jakarta dari waktu ke waktu mengalami penurunan elevasi tanah lebih
rendah dari elevasi air laut, sehingga mengalami banjir air pasang (banjir rob).
Untuk menanggulangi bencana tersebut, sungai yang membawa air dari wilayah
atas disalurkan langsung ke laut. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar kota
Jakarta segera mengadopsi sistem polder untuk meminimalisir efek dari naiknya
permukaan air laut maupun banjir akibat tingginya intensitas hujan.
a. Tanggul Keliling
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau
daerah/wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi di
sekitar kawasan tersebut, yang bertujuan untuk melindungi kawasan tersebut
dari limpasan air yang berasal dari luar kawasan. Dalam bidang perairan, laut
dan badan air merupakan daerah yang memerlukan tanggul sebagai pelindung di
sekitarnya. Berikut merupakan jenis-jenis tanggul:
1. Tanggul alamiah yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah dari
bentukan tanah dengan sendirinya. Contohnya bantaran sungai di pinggiran
sungai secara memanjang.
20
2. Tanggul timbunan adalah tanggul yang sengaja dibuat dengan menimbun
tanah atau material lainnya, di pinggiran wilayah. Contohnya tanggul
timbunan batuan di sepanjang pinggiran laut.
b. Jaringan Drainase
21
berhubungan. Dalam sistem drainase perkotaan perlu tempat yang berfungsi
sebagai tempat pengolahan air yang terakhir, yang dapat melakukan proses self
purification (memperbaiki diri sendiri),dapat berupa sungai, danau, rawa dan
laut yang menerima aliran dari sistem drainase perkotaan. Tempat pembuangan
dari pengolahan air tersebut dalam sistem drainase perkotaan disebut dengan
istilah badan air. Selayaknya, kualitas air sudah bagus sebelum dialirkan ke
badan sungai.
1. Jaringan Drainase Siku, yaitu jaringan yang dibuat pada daerah yang
mempunyai topografi sedikit lebih tinggi daripada sungai. Sungai sebagai
pembuang akhir berada di tengah kota.
22
3. Jaringan Drainase Grid Iron, yaitu jaringan yang dibuat untuk daerah yang
sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran saluran cabang
dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.
4. Jaringan Drainase Alamiah, yaitu jaringan dengan prinsip sama seperti pola
siku, hanya saja beban sungai pada pola alamiah lebih besar.
23
6. Jaringan Drainase Jaring-Jaring, yaitu jaringan yang mempunyai saluran-
saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah
dengan topografi datar.
c. Kolam Retensi
1. Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan
yang sudah terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi
aslinya atau dilakukan penyesuaian. Pada umumnya perencanaan kolam jenis
ini memadukan fungsi sebagai kolam penyimpanan air dan penggunaan
sesuai kondisi lingkungan masyarakat sekitarnya. Kolam jenis alami ini selain
24
berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga dapat meresapkan pada lahan
atau kolam yang pervious, misalnya lapangan sepak bola (yang tertutup oleh
rumput) atau danau alami, yang berfungsi sebagai taman rekreasi dan kolam
rawa.
2. Kolam non alami yaitu kolam retensi yang didesain dan dibuat dengan bentuk
dan kapasitas tertentu pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya. Pada
kolam jenis ini air yang masuk ke dalam inlet harus dapat ditampung sesuai
dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga dapat mengurangi debit
banjir puncak (peak flow). Kolam berfungsi mengurangi debit banjir
dikarenakan adanya penambahan waktu konsentrasi air untuk mengalir di
permukaan.
d. Pompa
25
2. Pompa dalam air (Submersible vertical dan horizontal)
4. Skrup (screw)
a. Muka air rendah (normal) pada kondisi tidak hujan, pompa diistirahatkan
untuk dilakukan pengecekan ringan, pemberian pelumas, pengecekan
kelancaran arus listrik dari sumber dan panel.
b. Muka air naik karena buangan air domestik masuk biasanya waktu pagi
dan sore hari. Pompa dioperasikan sampai muka air di waduk kembali
normal.
c. Terjadi hujan ringan pompa dioperasikan jika tinggi muka air terjadi
kenaikan melebihi ambang tinggi yang sudah ditentukan.
d. Terjadi hujan lebat di area polder otomatis tinggi muka air akan naik maka
pompa harus dioperasikan secara maksimal untuk mengembalikan kondisi
tinggi muka air menjadi normal kembali.
e. Untuk menjaga agar supaya pompa tidak memompa sampai kering dan
akan merusak baling-baling (propeller) maka harus ditentukan batas tinggi
muka air terendah. Tinggi muka air terendah juga difungsikan supaya
saluran tidak kotor dan tidak kering.
f. Tinggi muka air normal berada pada level tinggi muka air tanah. Sekalipun
kolam retensi dibuat dalam, setelah dipompa muka air akan kembali ke
level normal lagi. Volume retensi yang operasional untuk musim kemarau
dimulai dari muka air normal sampai muka air maksimal. Untuk musim
hujan volume retensi dioperasionalkan mulai dari muka air terendah sebab
26
volume tampungan dibutuhkan lebih besar sesuai besarnya debit yang
masuk lewat inlet.
Namun, hal ini belum tentu dapat diaplikasikan di setiap daerah yang ada
Indonesia termasuk kota Jakarta yang kondisi demografinya cukup padat. Oleh
karena itu, perlu dipertimbangkan kembali subsistem-subsistem yang perlu
dikembang di Kota Jakarta yaitu sistem kanal drainase. Konsep “flood control”
atau pengendalian banjir sudah mulai diterapkan di Jakarta sejak tahun 1973.
Sebelum tahun 2012, pengendalian banjir didefinisikan sebagai cara untuk
menjauhkan orang dari banjir dengan cara membangun saluran kanal, tanggul,
dan perbaikan pada sungai. Menurut penelitian Noviandrina et al, pada tahun
2020, sistem pengendalian banjir diubah menjadi sistem mitigasi banjir dan
difokuskan untuk mengurangi resiko terjadinya frekuensi banjir. Berikut ini
adalah konsep dasar pengendalian banjir di Jakarta (Noviadriana et al., 2020).
1. Di Jakarta, air mengalir dari daerah hulu menuju ke laut melalui jalur banjir
di sisi luar daerah Jakarta
2. Di daerah dengan kemiringan dan ketinggian yang cukup, air mengalir secara
gravitasi
3. Di daerah bawah atau dataran rendah seperti Jakarta Pusat dan Jakarta Utara,
digunakan sistem polder dan air dipompa ke laut
4. Kolam retensi di daerah hulu harus dipelihara agar dapat menyimpan curah
hujan dan mengurangi aliran air ke daerah hilir
27
Gambar 19-Peta pengembangan sistem polder yang sudah dikembangkan di DKI
Jakarta
Dari gambar peta diatas terdapat beberapa wilayah di DKI Jakarta yang
belum dibangun polder yang ditandai dengan gambar ungu. Oleh karena itu,
menurut penelitian Noviandrina dan timnya pada tahun 2020, dari hasil survei
yang telah dikumpulkan kemudian dilakukannya pemodelan dengan metode
Partial Least Square (PLS) dan Principal Component Analysis (PCA) terhadap
sistem polder yang sudah ada atau “exist” untuk memaksimalkan polder yang
sudah ada dan meminimalisir kerugian akibat banjir. Berikut ini adalah tabel
indikator komponen polder berdasarkan metode PLS dan PCA.
28
Gambar 20-Tabel indikator komponen polder berdasarkan metode PLS dan PCA
Tabel di atas diambil dari studi literatur sebelumnya yaitu terkait dampak
yang terjadi pada komponen sistem polder baik dari sisi teknis maupun non-
teknis. Dari tabel di atas akan dilakukan seleksi baik metode PLS maupun PCA.
Untuk metode PLS indikator yang memiliki peluang dibawah <50% harus
dieliminasi, sedangkan untuk metode PCA variabel indikator dibawah <30%
harus dieliminasi. Dari hasil eliminasi berdasarkan tabel di atas diperoleh tabel
berikut
29
Gambar 21-Tabel hasil eliminasi indikator berdasarkan metode PLS dan PCA
Dari tabel di atas ditemukan beberapa indikator yang harus dihapus dari
sistem polder yang sudah ada, dari 32 indikator diperoleh 23 indikator yang
dapat digunakan untuk meningkatkan sistem polder yang sudah dibangun di DKI
Jakarta. Sedangkan 9 indikator akan dieliminasi yang mana terdiri dari 4 variabel
teknis dan 5 variabel non teknis. Berikut ini adalah 23 indikator pendukung
kinerja Polder yang diklasifikasikan dari aspek teknis maupun non teknis.
30
Gambar 22-Tabel 23 indikator pendukung kinerja polder berdasarkan aspek teknis
dan non teknis
31
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, H. B. (2021, July 31). Biden Sebut Jakarta Tenggelam 10 Tahun Lagi, Apa Solusi
Pemerintah? Halaman All. - Kompas.com. Kompas.com.
Https://www.kompas.com/Properti/Read/2021/07/31/201301821/Biden-Sebut-Jakarta-
Tenggelam-10-Tahun-Lagi-Apa-Solusi-Pemerintah?Page=All.
Alexander, H. B. (2021b, October 8). Tanggapan Pemprov Dki Jakarta Soal Larangan Penggunaan
Air Tanah Halaman All - Kompas.Com. Kompas.Com.
Arya Pranantya, P. (2019, May 21). Geoseminar : Karakteristik Geologi Jakarta Dan Keterkaitan
Dengan Fenomena Land Subsidence [Slides]. Badan Geologi Kesdm.
Https://Psg.Bgl.Esdm.Go.Id/Docs_Gsm/2019/Geoseminar_2019-05-24_Pulung_Arya.Pdf
Balai Konservasi Air Tanah Badan Geologi. (2018). Monitoring Online Air Tanah Dan Subsiden
(Monas-Bkat). Bkat Geologi Esdm. Retrieved November 1, 2021, From
Http://Bkat.Geologi.Esdm.Go.Id/Monas/T_Homelist.Php
Belajar Dari Sistem Polder Negeri Belanda, Http://Anggunsugiarti.Blogspot.Com, Dikutip Pada
06 Oktober 2021 , Pada Pukul 19.00 WIB.
CNN. (2018, July 10). Mengenal Sistem Kerja Sumur Resapan Dan Konservasi Air Tanah.
Teknologi.
Edi, Purnomo. (2020, January 7). Ahli Hidrologi Ugm Sarankan Jakarta Gunakan Sistem Polder
Untuk Atasi Banjir. Merdeka.Com. Https://Www.Merdeka.Com/Jakarta/Ahli-Hidrologi-
Ugm-Sarankan-Jakarta-Gunakan-Sistem-Polder-Untuk-Atasi-Banjir.Html
Helmer, Johan Et Al., 2009. Rotterdam Polder System And Plan Of K. Banger Polder In Semarang,
Waterboard Hhsk Rotterdam.
Kajian Pengaruh Tanggul Laut Terhadap Banjir Di Sistem Drainase Sungai Tenggang (N.D.) Ragil
Nugroho Adhi , Gardanessia Listavio Pradana , Budi Santosa.
Maulana, R. (2019, November 4). Perluasan 3 Waduk Di Jakarta Selesai Akhir Tahun Ini.
Bisnis.Com. Https://Ekonomi.Bisnis.Com/Read/20191104/45/1166407/Perluasan-3-
Waduk-Di-Jakarta-Selesai-Akhir-Tahun-Ini
Media Indonesia. (2018, July 9). Sumur Resapan Sudah Mustahil Di Jakarta.
Mediaindonesia.Com, All Rights Reserved.
Https://Mediaindonesia.Com/Megapolitan/171009/Sumur-Resapan-Sudah-Mustahil-Di-
Jakarta
Merdeka.Com. (2013, January 22). Cegah Jakarta “Tenggelam”, Pemerintah Bangun Waduk
Ciawi. Merdeka.Com.
32
Mrh Dan Eks. (2021, 20 Agustus). Ahli Singgung Tiga Faktor Penyebab Jakarta Tenggelam. Cnn
Indonesia. Cnnindonesia.Com/Teknologi/20210819151102-199-682521/Ahli-Singgung-
Tiga-Faktor-Penyebab-Jakarta-Tenggelam.
Oviadriana, D. Et Al. (2020) ‘Indicators Of Index For Polder Services Use Partial Least Square
And Personal Component Analysis Method’, Iop Conference Series: Earth And
Environmental Science, 437(1). Doi: 10.1088/1755-1315/437/1/012028.
Patnistik, E. (2019, February 14). Pembebasan Lahan Jadi Kendala Pembangunan Waduk
Kampung Rambutan Halaman All - Kompas.Com. Kompas.Com.
Https://Megapolitan.Kompas.Com/Read/2019/02/14/09282781/Pembebasan-Lahan-Jadi-
Kendala-Pembangunan-Waduk-Kampung-Rambutan?Page=All
Pusair, 2007. Sistem Polder Untuk Perkotaan Rawan Air, Semiloka Pusair 2007.
S. Imam Wahyudi, Henny Pratiwi Adi Penata Letak Dan Desain Sampul : Dwi Riyadi Hartono,
2016. Drainase Sistem Polder. S.L.:Ef Press Digimedia.
Sinaga, Y. A. (2020, January 28). Belajar Dari Tokyo Atasi Penurunan Tanah Di Ibu Kota Jakarta.
Antara News. Https://Www.Antaranews.Com/Berita/1263737/Belajar-Dari-Tokyo-Atasi-
Penurunan-Tanah-Di-Ibu-Kota-Jakarta
Solihudin, T. (2021, 12 Agustus). Jakarta Tenggelam, Ya Atau Tidak? ... Ini Pandangan Peneliti
Madya Pusriskel. Pusat Riset Kelautan, Badan Riset Dan Sdm Kelautan Dan Perikanan.
Https://Kkp.Go.Id/Brsdm/Pusriskel/Artikel/33238-Jakarta-Tenggelam-Ya-Atau-Tidak-
Ini-Pandangan-Peneliti-Madya-Pusriskel.
Thenu, E. T. (2021, January 28). Jakarta Kerja Keras Bangun 9 Polder Untuk Minimalisir Dampak
Banjir. Kumparan. Https://Kumparan.Com/Kumparannews/Jakarta-Kerja-Keras-Bangun-
9-Polder-Untuk-Minimalisir-Dampak-Banjir-1v4e0nldhy8
Wahyudi S. I., Adi H. P. . 2016. Drainase Sistem Polder. Semarang. Isbn. 978-602-1145-78-4
Wahyudi, 2010. Pengembangan Sistem Polder Untuk Penanganan Banjir Rob Akibat Kenaikan
Muka Air Laut Dan Penurunan Tanah, Unissula, Isbn 978-602-8420-36-5.
Zuhra, W. U. N. (2020, 22 Juni). Masalah Usang Dan Runyam Penurunan Muka Tanah Jakarta.
Tirto.Id.Https://Tirto.Id/Masalah-Usang-Dan-Runyam-Penurunan-Muka-Tanah-Jakarta-
Fkws
33