Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH ILMU RESEP

‘’ Pemeriksaan Parameter Data Laboratorium Diabetes dan


Hiperlipidemia ‘’

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Nama : 1. Fifit Safitri (SK420001)
2. Mutiara Hasna Khairunnisa (SK420005)
Prodi : D – 3 Farmasi
Semester : Ganjil (3)

Dosen Pengampu :
Melani Dewi, M.Sc., Apt

PROGRAM STUDI D-3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segalah limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Ilmu Resep yang
disusun berdasarkan pengalaman kuliah dan sumbangan pemikiran dari pembimbing dosen
Ilmu Resep dan beberapa teman.

Penulis dapat menyelesaikan Laporan Ilmu Resep ini tidak terlepas dari doa dan
dorongan semangat serta perhatian yang didapat dari saudara-saudara, rekan-rekan
mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal Program Studi D-3 Farmasi dan dosen
Ilmu Resep yang telah membimbing penulis serta telah banyak menyumbang hasil
pemikiran serta memberi bantuan moril maupun materil kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Laporan Ilmu Reaep dengan selesai.

Penulis menyadari bahwa Laporan Ilmu Resep ini jauh dari kesempurnaan,
mempunyai kesalahan dan kekurangan, kritik dan saran membangun dikemudian hari
sangat menyenangkan hati dan nurani penulis.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan Ilmu Resep ini dapat memberikan
sumber informasi dan pikiran yang dapat membantu kita dalam menempuh program studi
D-3 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal.

Kendal,28 Oktober 2021


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Diabetes Melitus

1.1.2 Hiperlipidemia

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Diabetes Melitus

1. Jelaskan Definisi Diabetes Melitus


2. Jelaskan Parameter Laboratorium Diabetes
1.2.2 Hiperlipidemia
1. Jelaskan Defiinisi Hiperlipidemia
2. Jelaskan Klasifikasi Hiperlipidemia
3. Jelaskan Patofisiologi Hiperlipidemia
4. Jelaskan Manifestasi Klinik Hiperlipidemia
5. Jelaskan Diagnosis Hiperlipidemia
6. Jelaskan Parameter data Laboratorium Hiperlipidemia

BAB II PEMBAHASAN

1.1 Diabetes militus

2.1.1 Pengertian diabetes militus


2.1.2 Faktor yang Memengaruhi Diabetes Melitus
2.1.3 Parlementer Data laboratorium Diabetes Melistus

2.2 Hiperlipidemia
2.2.1 Devinisi Hiperlipidemia
2.2.2 klasifikasi Hiperlipidemia
2.2.3 Patofisoilogi Hiperlipidemia
2.2.4 Manifestasi Klinik Hiperlipidemia
2.2.5 Diagnosis Hiperlipidemia
2.2.6 Parameter data laboraturium Hiperlipidemia

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.1.1 Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau


gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin 

1.1.2 Hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah istilah medis untuk kondisi kolesterol tinggi.


Terkadang, kondisi ini tidak menimbulkan gejala, tetapi bisa meningkatkan
risiko penyakit jantung, stroke, dan bisa berujung kematian. Oleh karena itu,
penting bagi Anda untuk mewaspadai kondisi ini.

Hiperlipidemia ditandai dengan tingginya kadar kolesterol atau trigliserida.


Keduanya merupakan lemak utama dalam darah. Kolesterol diproduksi secara
alami di organ hati dan dapat diperoleh dari makanan berlemak, seperti telur,
daging merah, dan keju, sedangkan trigliserida berasal dari kalori ekstra yang
disimpan oleh tubuh.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Diabetes Melitus
1. Jelaskan Pengertian Diabetes Melitus
2. Jelaskan Parameter Data Laboratorium Diabetes Melitus
1.2.2 Hiperlipidemia
1. Jelaskan Devinisi Hiperlipidemia
2. Jelaskan Klasifikasi Hiperlipidemia
3. Jelaskan Patofisiologi Hiperlipidemia
4. Jelaskan manifestasi klinik Hiperlipidemia
5. Jelaskan Diagnosis Hiperlipidemia
6. Jelaskan Parameter data Laboratorium Hiperlipidemia
BAB II
PEMBAHASAN

1.2 Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi Diabetes Militus
Diabetes berasal dari kata diabere yang berarti siphon / tabunguntuk
mengalirkan cairan dari suatu tempat ke tempat lain. Penyakittersebut
dianggap demikian ganas sehingga seolah-olah dihancurkandan dibuang
melalui air seni/ urin. Urin penderita penyakit tersebut dilukiskan
mempunyai rasa yang manis seperti madu dan gula,sejak itu penyakit
tersebut ditambah dengan kata mellitus yang artinya madu (Fitrania,2008).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis gangguan metabolikpada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dalam tubuh sebagaisumber
energi, akibat kekurangan hormon insulin yang dibentuk dipankreas. Hal
ini dapat mengakibatkan kadar gula dalam dalam darah meningkat dan
kelebihannya akan dikeluarkan melalui ginjal dans elanjutnya melalui urin
(Departemen Kesehatan RI, 2007). Sedangkanmenurut American Diabetes
Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya
(Luwiharto &Ginanti, 2014).

Berdasarkan penyebabnya Diabetes Mellitus diklasifikasikan menjadi:

1. Diabetes Melitustipe 1, terjadi karena adanya destruksi (kerusakan) sel


beta pankreas yang menyebabkan produksi insulin tidak
adasamasekalisehinggapenderitasangatmemerlukantambahaninsulindari
luar.
2. Diabetes Melitus tipe 2, terjadi karena penurunan sekresi insulinolehsel
betapankreas dan ataufungsi insulin(resistensi insulin).
3. Diabetes Melitus tipe Gestasional, yaitu kenaikan kadar gula
darahyangterjadi padawanitahamil.

2.1.2 Pemeriksaan Laboratorium


A. Diagnosa
Pemeriksaan laboratorium untuk skrining dan diagnosis DM yaitu:
a. Glukosa Darah
b. HbA1c
Pemeriksaan laboratorium lain untuk menilai pengendalian,
memantau terapi atau pengobatan yang sedang dilakukan, dan
mendeteksi risiko komplikasi DM yang perlu dilakukan secara
berkala meliputi:

- Glukosa Puasa dan 2 Jam PP, untuk melihat kadar gula darah pada
saat diperiksa.
- HbA1c, untuk melihat kadar gula darah rata-rata selama 3 bulan
terakhir, menilai kepatuhan dan keberhasilan pengobatan.
- Albumin urin kuantitatif (AUK), kreatinin dan urin rutin,untuk
melihat fungsi ginjal karena diabet isi berisiko mengalami komplikasi
pada ginjal.
- Albumin/Globulin dan SGPT, untuk melihat ada tidaknya gangguan
fungsi hati,karena konsumsi obat diabetes mampu mempengaruhi
fungsi hati.
- Kolesterol total, HDL, LDL, dan Trigliserida, untuk melihatada
tidaknya gangguan lemak karena mampu meningkatkan risiko
penyakit jantung koroner.
- Fibrinogen (uji saring faal hemostasis), untuk mendeteksi
kemungkinan adanya gangguan proses hemostasis yang merupakan
factor risiko dari perkembangan penyakit jantung dan pembuluh
darah sebagai konsekuensi dari DM.
- Tekanan darah dan Indeks Masa Tubuh (Prodia, 2016).

B. HbA1c

Hemoglobin A1c pertama kali ditemukan pada tahun1960-an


melalui suatu proses elektroforesis hemoglobin (Kilpatrick,2008).
Penggunaan HbA1c untuk pemantauan derajat control metabolism
glukosa pasien diabetes pertama kali diajukan pada tahun 1976 (Sultan
puretal.,2010), kemudian di adopsi kedalam praktek klinik pada tahun
1990-an oleh Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan the
United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) sebagai alat monit
oring derajat control diabetes mellitus (Misraetal.,2011). Komite ahli dari
the American Diabetes Association (ADA) dan the European Association
for the Study of Diabetes (EASD) kemudian merekomendasikan
penggunaan HbA1c untukdiagnosis DM, dan pada tahun 2010 ADA
memasukkan HbA1c ke dalam kriteria diagnosis diabetes (Gomez et al.,
2010).

HbA1c adalah protein yang terbentuk dari reaksi antara glukosa


dengan hemoglobin (bagian dari sel darah merah yang bertugas
mengangkut oksigen keseluruh tubuh).HbA1c yang terbentuk akan
tersimpan dan tetap bertahan didalam sel darah merah (SDM) sekitar 3
bulan, sesuai masa hidup sel darah merah .Jumlah HbA1c yang
terbentuk,tergantung kadar gula di dalam darah sehingga hasil
pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan rata-rata kadar
gulasekitar3bulan atau sebelumnya (Prodia,2016).

1. Metabolisme Dan Mekanisme HbA1c

Hemoglobin A1 (HbA1) adalah derivat Adult Hemoglobin (HbA),


dengan penambahan monosakarida (fruktosa atau glukosa).
Hemoglobin A1c adalah subtipe utama yang merupakan fraksi
terpenting dan terbanyak yaitu sekitar 4-5% dari total hemoglobin dan
paling banyak diteliti di antara tiga jenis HbA1 (Nitin, 2010).
Hemoglobin A1c merupakan ikatan antara hemoglobin dengan
glukosa, sedangkan fraksi-fraksi lain merupakan ikatan antara
hemoglobin dan heksosa lain (Harefa, 2011). Struktur molekuler
HbA1c adalah N-(1- doxy)-fructosyl-hemoglobin atau N-(1-
deoxyfructose-1-yl) hemoglobin beta chain (Aldasouqi, 2008).

Gambar 1. Struktur HbA1c Sumber: http://dtc.ucsf.edu, 2017

Hemoglobin A (HbA) terdiri atas 91 sampai 95% dari jumlah


hemoglobin total. Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang
merupakan bagian dari hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut
glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A1. Dalam
proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin.
Pembentukan HbA1 terjadi dengan lambat, yaitu selama 120 hari,
yang merupakan rentang hidup sel darah merah (SDM). HbA1 terdiri
atas 3 molekul hemoglobin, yaitu HbA1a, HbA1b, dan HbA1c sebesar
70% dalam bentuk terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa). Jumlah
hemoglobin terglikosilasi bergantung pada jumlah glukosa darah yang
tersedia, jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama
SDM akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan glikohemoglobin
(Operation Manual Biorad D-10, 2004).

Gambar 2. HbA1c di dalam SDM Sumber:


http://www.foundhealth.com, http://www.dokpedia.com, 2016

Hemoglobin terglikosilasi mewakili kadar glukosa darah ratarata


selama 2 sampai 3 bulan. Peningkatan kadar HbA1c >8 %
mengindikasikan DM yang tidak terkendali, namun demikian dapat
terjadi penurunan palsu HbA1c yang disebabkan oleh penurunan SDM
(Instruction Manual Biorad D-10, 2010).
2. Pemeriksaan HbA1c
Pemeriksaan HbA1c direkomendasikan kepada semua penyandang
diabetes dan seseorang yang berisiko menyandang diabetes untuk
mengetahui kondisi prediabetes, untuk mendiagnosis, dan juga untuk
dijadikan acuan pemantauan terapi diabetes yang dijalankan sehingga
terhindar dari komplikasi, dan mengurangi penyebaran komplikasi jika
ternyata sudah terjadi (Prodia, 2016).
Pemeriksaan HbA1c dilakukan dengan mengukur presentase
hemoglobin A1c salah satunya dengan menggunakan metode
kromatografi cair kinerja tinggi/ HPLC (High Perfomance Liquid
Chromatography) penukar ion dengan alat otomatic D-10. Sampel
secara otomatis diencerkan pada alat dan diinjeksikan ke dalam
Analytical Cartridge, kemudian alat akan mengirimkan gradient buffer
yang terprogram untuk meningkatkan kekuatan ion terhadap cartridge
sehingga hemoglobin dipisahkan berdasarkan interaksi ioniknya
terhadap bahan cartridge. Hemoglobin yang telah terpisahkan
selanjutnya akan melewati flow cell pada fotometer filter yang akan
mengukur perubahan absorbansi pada 415 nm. Perangkat lunak/
software pada alat akan mengolah data yang berasal dari masing-
masing analisa. Kalibrasi 2 level digunakan untuk menghitung secara
kuantitatif kadar HbA1c. Hasil sampel dan kromatogram akan
dibentuk untuk masing-masing sampel. Area A1c dihitung
menggunakan algoritma modifikasi Gaussian secara eksponensial
(EMG) yang memisahkan area puncak A1c yang labil dan karbamilasi
dari area puncak A1c (Operation Manual D-10, 2004).

Gambar 3. BIO-RAD D-10™ Analyzer Kadar HbA1c Sumber:


Dokumentasi pribadi
International Expert Committee menyatakan bahwa individu dengan
nilai HbA1c rendah bukan berarti tidak berisiko diabetes, namun lebih
tepat disebut berisiko rendah.

Tabel 4. Nilai Normal Pemeriksaan Kadar HbA1c

Kadar HbA1c (%) Keterangan


4-5,6 Normal
5,7-6,4 Mengindikasikan peningkatan
risiko Diabetes
≥6,5 Mengindikasikan Diabetes
Sumber: http://www.prodia.co.id, 2016

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Kadar HbA1c Dalam Pengendalian DM

Kadar HbA1c (%) Keterangan


< 6.5 Kendali diabetes baik
6.5 - 8 Kendali diabetes sedang
>8 Kendali diabetes buruk
Sumber: http://www.prodia.co.id, 2016

Pemeriksaan HbA1c sebaiknya dilakukan diabetisi pada evaluasi


medis pertama kali semenjak didiagnosa menderita diabetes.
Selanjutnya dapat dilakukan setiap 3 bulan sekali sebagai bagian dari
pengelolaan diabetes. Hasil pemeriksaan HbA1c tidak dipengaruhi
oleh asupan makanan, obat, maupun olahraga, maka diabetisi dapat
melakukan pemeriksaan HbA1c kapan saja tanpa perlu persiapan
khusus. Untuk pemeriksaan HbA1c diperlukan sampel darah yang
diambil dari pembuluh darah vena, spesimen yang digunakan adalah
darah dengan antikoagulan EDTA (Prodia, 2016).
Meskipun tidak dipengaruhi oleh persiapan pasien, namun ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil HbA1c, misalnya:

a. Lipemia, sebagai indikasi adanya kadar trigliserida dengan


konsentrasi >5680 mg/dL.
b. Ikterik, sebagai indikasi adanya bilirubin dengan konsentrasi >20
mg/dL.
c. Penurunan SDM, pada penderita anemia dan thalassemia
kehilangan SDM jangka panjang akan menurunkan kadar HbA1c
palsu (Kee, 2007 ; Instruction Manual Biorad D-10, 2010).

HbA1c memiliki beberapa kelebihan diantaranya dapat


memperkirakan kondisi glukosa darah dalam jangka waktu panjang,
serta tidak dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup jangka pendek
maupun gangguan akut seperti stress atau penyakit terkait, oleh karena
itu untuk melakukan pemeriksaan HbA1c tidak perlu puasa dan dapat
diperiksa kapan saja. Kelebihan lain dari pemeriksaan HbA1c yaitu
memiliki keterulangan pemeriksaan yang jauh lebih baik dibanding
pemeriksaan glukosa darah. Sedangkan kelemahan dari pemeriksaan
ini adalah kemungkinan dapat menunjukkan/ memberikan hasil yang
abnormal (rendah palsu) pada orang dengan penyakit yang
mempengaruhi hemoglobin, seperti anemia dan thalassemia, selain itu
kelemahan pemeriksaan HbA1c lainnya adalah biaya pemeriksaan
yang memang relatif lebih mahal dibanding dengan pemeriksaan
glukosa darah, namun jika dinilai secara keseluruhan efisiensinya jauh
lebih baik terlebih bila pemeriksaan HbA1c ini digunakan sejak awal
dalam skrining DM yang selanjutnya dapat memfasilitasi diagnosis
dini serta dapat mengurangi beban biaya kesehatan terkait komplikasi
DM (Prodia, 2014).

C. Fibrinogen
Fibrinogen merupakan Faktor I, yaitu protein yang berasal dari dalam
hati, yang dikonversi menjadi fibrin selama proses bloodclotting
(koagulasi). Fibrinogen memainkan 2 peran penting dalam tubuh yaitu
protein yang disebut reaktan fase akut yang menjadi tinggi ketika terjadi
http://repository.unimus.ac.id 19 peradangan jaringan atau kerusakan
jaringan, dan juga merupakan bagian penting dari "jalur umum" pada
proses koagulasi (Gale Encyclopedia of Medicine, 2008). Fibrinogen
termasuk protein fase akut yang sangat berperan terhadap risiko
penyakit pembuluh darah dan kardiovaskular, sehingga dianggap bahwa
hiperfibrinogenemia sangat berhubungan dengan morbiditas dan
mortalitas (Aprijadi et al., 2014).

1. Metabolisme Fibrinogen Dalam Mekanisme Hemostasis


Fibrinogen adalah protein plasma berukuran besar, yang
mempunyai berat molekul sekitar 350 kDa. Fibrinogen terdiri dari 3
pasang rantai polipeptida, yaitu 2 rantai α, 2 rantai β, dan 2 rantai γ,
yang terikat oleh ikatan disulfida. Fibrinogen disintesis di hati yaitu
sekitar 1,7-5 g/hari, di dalam plasma darah kadarnya kira-kira 200-
400 mg/dL. Waktu paruh yang dibutuhkan fibrinogen selama
peredaran adalah 2-4 hari (Lundblad, 2014). Fibrinogen merupakan
protein yang terlarut dari plasma darah yang diubah menjadi fibrin
oleh aksi trombin dalam proses pembekuan darah.

Gambar 4. Struktur Fibrinogen Sumber:


https://www.researchgate.net, 2016

Fibrinogen (Faktor I) adalah salah satu faktor yang digunakan


dalam proses koagulasi (O’Keefer,Jr. et al., 2009) yang merupakan
bagian penting dari proses hemostasis. Hemostasis berasal dari kata
haima yaitu darah dan stasis yang artinya berhenti, merupakan
mekanisme tubuh untuk menghentikan secara spontan perdarahan
akibat kerusakan sistem pembuluh darah (Ramadhani, 2010). Faal
hemostasis bertujuan untuk mempertahankan keenceran darah
sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh darah dan menutup
kerusakan dinding pembuluh darah sehingga mengurangi
kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh darah.
Faal hemostasis melibatkan sistem berikut:
1. Sistem vaskular.
2. Sistem trombosit.
3. Sistem koagulasi.
4. Sistem fibrinolisis.
Untuk mendapatkan faal hemostasis yang baik maka keempat
sistem tersebut harus bekerja sama dalam suatu proses yang
berkeseimbangan dan saling mengontrol. Kelebihan atau
kekurangan suatu komponen akan menyebabkan kelainan.
Kelebihan fungsi hemostasis akan menyebabkan trombosis,
sedangkan kekurangan faal hemostasis akan menyebabkan
pendarahan (Bakta, 2006).

Gambar 5. Fibrinogen Dalam Skema Mekanisme Hemostasis


Sumber: https://www.medicinesia.com, 2013

Fibrinogen diubah menjadi fibrin oleh trombin dalam proses yang


melibatkan pembelahan peptida dengan memecah bagian amino
dari rantai α dan rantai β. Dari reaksi tersebut diperoleh fibrin
monomer dan kemudian berlekatan membentuk fibrin, yang
kemudian distabilkan oleh Faktor XIII-a. Pada tahap pertama saat
proses stabilisasi terdapat ikatan yang berasal dari D-dimer dan
produk hasil degradasi fibrin spesifik. Fibrinogen juga dapat
didegradasi oleh plasmin (Lundblad, 2014 ; Tes Darah Lengkap,
2014).
2. Pemeriksaan Fibrinogen
Pemeriksaan Fibrinogen adalah salah satu pemeriksaan faal
hemostasis yang berguna untuk mengidentifikasi adanya
afibrinogen congenital, Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC), dan aktivitas fibrinolitik, yang dapat dilakukan dengan
berbagai metode, antara lain secara manual, foto optik atau electro
mekanik. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai terbentuknya
bekuan bila di dalam plasma yang diencerkan ditambahkan
thrombin. Waktu pembekuan dari plasma ini kemudian terdilusi
berbanding terbalik dengan kadar jumlah fibrinogen (Standardized
Operating Procedures ST-art 4 ; Prodia, 2016 ; Tes Darah Lengkap,
2014

Gambar 6. ST art® 4 Diagnostica STAGO Analyzer Kadar


Fibrinogen Sumber: Dokumentasi pribadi

Pemeriksaan Fibrinogen tidak memerlukan persiapan khusus


pasien, sampel darah yang dibutuhkan diambil dari pembuluh darah
vena, spesimen yang digunakan adalah darah dengan antikoagulan
Natrium sitrat dengan perbandingan 9:1 yang ditampung
menggunakan tabung plastik atau gelas/ kaca yang dilapisi dengan
silikon. Spesimen kemudian dicentrifuge untuk mendapatkan
sampel plasma, dan sampel plasma harus segera dikerjakan karena
stabilitas pendek (Prodia, 2016).

Hasil fibrinogen plasma biasanya berkorelasi dengan hasil tes


koagulasi lain seperti masa protrombin (PT) dan masa
tromboplastin parsial (APTT). Pada dasarnya PT dan APTT yang
memanjang serta trombosit yang rendah menandakan defisiensi
fibrinogen dan juga merupakan tanda DIC. Penurunan kadar
fibrinogen dapat terjadi pada kondisi DIC, Fibrinogenolisis,
komplikasi obstetric, hipofibrinogenemia, leukima, penyakit hati
berat, konsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan konsentrasi
fibrinogen, seperti anabolic steroids, androgens, tissue plasmin
activators, serta diet omega-3 dan omega-6. Sedangkan peningkatan
kadar fibrinogen terjadi pada kondisi infeksi akut, diabetes,
penyakit kolagen sindroma inflamatori, obesitas, dan penggunaan
obat seperti heparin dan alat atau obat kontrasepsi oral.
Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil temuan pada
saat pemeriksaan fibrinogen yaitu:
a. Trauma paska bedah dan kehamilan trimester ketiga, dapat
menyebabkan temuan positif palsu dari adanya peningkatan kadar
fibrinogen.
b. Terjadi hemolisis pada sampel, dapat menyebabkan hasil
yang tidak akurat. http://repository.unimus.ac.id 25
c. Penggunaan alat atau obat kontrasepsi oral serta penggunaan
heparin, dapat meningkatkan hasil uji laboratorium (Tes Darah
Lengkap, 2014)

D. Hubungan HbA1c Dan Fibrinogen Pada Diabetes Mellitus

Dari penelitian-penelitian diketahui bahwa pada diabetisi terdapat


keadaan status hiperkoagulasi yang disebabkan hiperglikemia yang
dapat mencetuskan terjadinya perubahan dalam faal hemostasis.
HbA1c dipakai untuk menilai kadar gula dalam darah jangka panjang.
Penderita DM dengan HbA1c ≤7% cenderung akan lebih rendah
kemungkinan terjadi hiperkoagulabilitas.

Hiperkoagulabilitas (hiperkoagulasi) ini dianggap sebagai akibat


kelainan vaskular pada penderita DM. DM juga berhubungan dengan
peningkatan kadar Fibrinogen yang merupakan glikoprotein yang
dapat larut dalam plasma. Fibrinogen sangat penting di berbagai proses
aterotrombosis, hemostasis, agregasi trombosit, dan viskositas darah.
Peningkatan konsentrasi fibrinogen merupakan salah satu faktor risiko
penyakit kardiovaskular pada penderita DM, selain dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan.

Fibrinogen yang meningkat juga berkorelasi dengan pembentukan


trombin yang meningkat. Kelainan pada fungsi hemostasis pada
penderita DM terlihat pada peningkatan viskositas darah dan
fibrinogen, karena viskositas plasma memiliki hubungan langsung
dengan konsentrasi plasma total. Protein plasma utama adalah
fibrinogen, globulin, dan albumin, sedangkan fibrinogen mempunyai
efek positif paling besar terhadap peningkatan viskositas plasma
dibandingkan dengan http://repository.unimus.ac.id 26 globulin dan
albumin. Hiperviskositas merupakan komponen penting kelainan
mikrosirkulasi pada DM, sehingga pada penderita DM cenderung
memiliki kadar fibrinogen yang tinggi yang berkaitan erat dengan
terjadinya trombosis (Ramadhani, 2010 ; Aprijadi et al., 2014).

Pada kondisi hiperglikemia akan menimbulkan gangguan faal atau


kerusakan pada endotel pembuluh darah. Pada sel endotel yang
mengalami disfungsi atau kerusakan dapat menyebabkan perubahan
dalam faal hemostasis yaitu peningkatan aktivitas koagulasi dan
penurunan aktivitas fibrinolisis. Gangguan hemostasis ini akan
mempermudah terjadinya aktivasi proses hemostasis dan menyebabkan
respon koagulasi yang terjadi berlangsung secara berlebihan.
Fibrinogen pada keadaan hiperglikemia akan mengalami glikosilasi,
membentuk bekuan fibrin yang memiliki poripori yang lebih kecil dan
terdiri dari serabut-serabut fibrin dengan berdiameter kecil, yang lebih
resisten terhadap degradasi oleh plasmin. Keadaan ini membuat
bekuan yang terbentuk menjadi lebih padat sehingga sulit dan butuh
waktu yang lebih lama untuk dilarutkan dan didegradasi (Undas &
Ariens, 2011 ; Ramadhani, 2010)

Hubungan kadar fibrinogen dengan hiperglikemia masih bersifat


kontroversial, namun ada yang menunjukkan korelasi yang signifikan
antara kadar fibrinogen dan HbA1c, data menunjukkan bahwa
perbaikan gula darah akan menurunkan kadar fibrinogen (Aprijadi et
al., 2014).

1.1.1 Definisi
Hiperlipidemia adalah keadaan terdapatnya akumulasi berlebih salah
satu atau lebih lipid utama dalam plasma, sebagai manifestasi kelainan
metabolisme atau transportasi lipid. Dalam klinis, hiperlipidemia
dinyatakan sebagai hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, atau
kombinasi keduanya. Hiperlipidemia dapat terjadi karena defek
transportasi lipid atau karena produksi endogen berlebihan. Kelainan ini
dapat terjadi secara primer (hiperlipidemia primer) maupun sekunder
akibat penyakit lain (hiperlipidemia sekunder).

Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh


peningkatan kadar lipid/lemak (kolesterol, kolesterilester, fosfolipid,
atau trigliserida) dalam darah; yaitu gejala dimana jika kadar kolesterol
di dalam darah melebihi 5,72 mmol/L, lipoprotein berdensitas rendah
(LDL) melebihi 3,64 mmol/L, kadar trgliserida melebihi 1,7 mmol/L.
Abnormalitas dari lipid plasma dapat menyebabkan kecenderungan pada
penyakit koroner, serebrovaskular, dan pembuluh arteri tepi.
pembuluh darah, arteri, vena, LDL, HDL, kolesterol, kegemukan,
gendut, gemuk, VLDL, kilomikron, sel darah merah, lemak, lipid,
lumen, mukosa, trigliserida
Gambar perbedaan peredaran darah pada kolesterol normal (gambar
atas) dan hiperlipidemia

Lemak (disebut juga lipid) adalah zat yang kaya energi, yang
berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh.
Lemak diperoleh dari makanan atau dibentuk di dalam tubuh, terutama
di hati dan bisa disimpan di dalam sel-sel lemak untuk digunakan di
kemudian hari. Sel-sel lemak juga melindungi tubuh dari dingin dan
membantu melindungi tubuh terhadap cedera.

Lemak merupakan komponen penting dari selaput sel, selubung saraf


yang membungkus sel-sel saraf serta empedu. 2 lemak utama dalam
darah adalah kolesterol dan trigliserida. Lemak mengikat dirinya pada
protein tertentu sehingga bisa mengikuti aliran darah; gabungan antara
lemak dan protein ini disebut lipoprotein. Lemak plasma diangkut dalam
kompleks lipoprotein tersebut. Gangguan metabolik yang menyebabkan
peningkatan setiap jenis lipoprotein dinamakan hiperliproteinemia atau
hiperlipidemia. Hiperlipemia menunjukkan peningkatan kadar
trigliserida.
Lipoprotein yang utama adalah:
Kilomikron
VLDL (very low density lipoproteins)
LDL (low density lipoproteins)
HDL (high density lipoproteins)
VLDL membawa sekitar 10-15% total lipid, sekitar 50% dalam
bentuk trigliserida. LDL membawa 60-70% lipid, sehingga LDL sering
disebut sebagai kolesterol jahat. HDL hanya sedikit mengangkut
kolesterol, sehingga HDL disebut sebagai kolesterol baik. Setiap jenis
lipoprotein memiliki fungsi yang berbeda dan dipecah serta dibuang
dengan cara yang sedikit berbeda. Misalnya, kilomikron berasal dari
usus dan membawa lemak jenis tertentu yang telah dicerna dari usus ke
dalam aliran darah. Serangkaian enzim kemudian mengambil lemak dari
kilomikron yang digunakan sebagai energi atau untuk disimpan di dalam
sel-sel lemak. Pada akhirnya, kilomikron yang tersisa (yang lemaknya
telah diambil) dibuang dari aliran darah oleh hati.
Tubuh mengatur kadar lipoprotein melalui beberapa cara:
Mengurangi pembentukan lipoprotein dan mengurangi jumlah
lipoprotein yang masuk ke dalam darah,
Meningkatkan atau menurunkan kecepatan pembuangan lipoprotein dari
dalam darah.
Kadar lemak yang abnormal dalam sirkulasi darah (terutama
kolesterol) bisa menyebabkan masalah jangka panjang. Resiko terjadinya
aterosklerosis dan penyakit arteri koroner atau penyakit arteri karotis
meningkat pada seseorang yang memiliki kadar kolesterol total yang
tinggi.

Kadar kolesterol rendah biasanya lebih baik dibandingkan dengan kadar


kolesterol yang tinggi, tetapi kadar yang terlalu rendah juga tidak baik.
Kadar kolesterol yang optimal:
KADAR
KLASIFIKASI
Kolesterol Total
· < 200 mg/dl
Normal (tepatnya 140-200 mg/dL atau kurang)
· 200-239 mg/dl
Ambang batas tinggi
· ≥ 240 mg/dl
Tinggi & resiko serangan jantung (2 kali)
Kolesterol LDL (Low Density Lipoproteins)
· < 100 mg/dl
Optimal (bagi orang dengan resiko penyakit kardiovaskular)
· 100-129 mg/dl
Hampir optimal
· 130-159 mg/dl
Ambang batas tinggi
· 160-189 mg/dl
Tinggi
· ≥ 190 mg/dl
Sangat tinggi
Kolesterol HDL (High Density Lipoproteins)
· < 40 mg/dl
Rendah (buruk)
· 40-59 mg/dl
Cukup
· ≥ 60 mg/dl
Tinggi / lebih
Trigliserida
· < 150 mg/dl
Normal (Optimal)
· 150-199 mg/dl
Ambang batas tinggi
· 200-499 mg/dl
Tinggi
· ≥ 500 mg/dl
Sangat tinggi

KLASIFIKASI
Secara umum, hiperlipidemia dapat dibagi menjadi tiga sub-kategori,
yaitu hiperkolesterolemia (kadar kolesterol tinggi), hipertrigliserida
(kadar trigliserida tinggi), Hiperlipidemia campuran (kolesterol dan
trigliserida meningkat).

1. Hiperkolesterolemia
Kelebihan kolesterol dalam darah akan menimbulkan suatu
proses kompleks pada pembuluh darah. Mulai dari terjadinya plaque
(penimbunan lemak) dalam pembuluh darah, perlekatan monosit,
agregasi platelet, dan pembentukan trombus. Berbagai proses tersebut
akhirnya dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pembuluh
darah. Akibatnya, organ-organ yang disuplai pembuluh darah akan
mengalami kekurangan atau penghentian suplai darah. Kondisi inilah
yang pada akhirnya akan bermanifestasi sebagai penyakit jantung
koroner (PJK), stroke, atau penyakit vaskuler lainnya. Idealnya,
kadar kolesterol LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar
kolesterol HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus
meliputi lebih dari 25% dari kadar kolesterol total (Neal, 2006).

2. Hipertrigliserida
Kadar trigliserida yang tinggi belum tentu meningkatkan
resiko terjadinya penyakit jantung atau stroke, masih belum jelas.
Kadar trigliserida darah diatas 250 mg/dL dianggap abnormal, tetapi
kadar yang tinggi ini tidak selalu meningkatkan resiko terjadinya
aterosklerosis maupun penyakit arteri koroner. Kadar trigliserida
yang sangat tinggi (sampai lebih dari 800 mg/dL) bisa menyebabkan
pancreatitis (Neal, 2006).
3. Hiperlipidemia campuran (kolesterol dan trigliserida meningkat).
Dapat pula dibedakan menjadi hiperlipidemia primer dan sekunder
berdasarkan faktor resikonya.

1. Hiperlipidemia Primer

Hiperlipidemia primer dibagi dalam dua kelompok besar :


Hiperlipoproteinemia monogenik karena kelainan gen tunggal yang
diturunkan. Sifat penurunan ini mengikuti hukum Mendel;
Hiperlipoproteinemia poligenik/multifaktorial. Kadar kolesterol pada
kelompok ini ditentukan oleh gabungan faktor-faktor genetik dengan
faktor lingkungan (Suyatna, 2007).

2. Hiperlipidemia Sekunder

Kejadian hiperlipidemia sekunder kira-kira 40% dari seluruh kasus


hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah terjadinya peningkatan kadar
lemak yang disebabkan antara lain oleh kondisi penyakit dan
penggunaan obat-obat tertentu (Suyatna, 2007).

hiperlipidemia, klasifikasi, dislipidemia, penyebab, VLDL, kilomikron,


trigliserida, HDL, Fredrickson, Fredickson, densitas, lipid, LDL, IDL
Tabel Penyebab Hiperlipoproteinemia Primer (genetik) (Dipiro et al,
2008.)

Bila dilihat gambar di atas berdasar pola elektroforesis, hiperlipidemia


dibagi atas (klasifikasi Fredrickson-WHO):
Hiperlipidemia eksogen (kilomikron), tipe I
Hiperlipidemia endogen (VLDL), tipe IV
Hiperlipidemia campuran (mixed VLDL+kilomikron), tipe V
Hiperkolesterolemia (LDL), tipe II-a
Hiperlipidemia combined (LDL+VLDL), tipe II-b
Hiperlipidemia remnan (b VLDL), tipe III

hiperlipidemia, monoklonal gamopati, steroid anabolik, malnutrisi,


malabsorbsi, obesitas, hiperkolesteremia, sepsis, hepatitis akut, lupus
eritematous sistemik, hipertrigliserida, kegemukan, kehamilan,
dislipidemia, siklosporin, inhibitor protease, hipotiroidisme, obat,
diuretik, beta blocker, porfiria intermiten akut, sindroma nefrotik,
penyakit obstruktif hepar,
Tabel Penyebab Hiperlipoproteinemia Sekunder (Gangguan
Metabolisme) (Dipiro et al., 2008).

Hiperlipoproteinemia dibedakan atas lima macam berdasarkan jenis


lipoprotein yang meningkat. Hiperlipidemia ini mungkin primer atau
sekunder akibat diet, penyakit atau pemberian obat. (Departemen
farmakologi dan Terapeutik, 2007).

a) Hiperlipoproteinemia tipe I

Disebut juga hiperkilomikronemia familial, merupakan penyakit


keturunan yang jarang terjadi dan ditemukan pada saat lahir. Dimana
tubuh penderita tidak mampu membuang kilomikron dari dalam darah.
Anak-anak dan dewasa muda dengan kelainan ini mengalami serangan
berulang dari nyeri perut. Hati dan limpa membesar, pada kulitnya
terdapat pertumbuhan lemak berwarna kuning-pink (xantoma eruptif).
Pemeriksaan darah menunjukkan kadar trigliserida yang sangat tinggi.
Penyakit ini tidak menyebabkan terjadi aterosklerosis tetapi bisa
menyebabkan pankreatitis, yang bisa berakibat fatal. Penderita
diharuskan menghindari semua jenis lemak (baik lemah jenuh, lemak tak
jenuh maupun lemak tak jenuh ganda).

b) Hiperlipoproteinemia tipe II

Disebut juga hiperkolesterolemia familial, merupakan suatu


penyakit keturunan yang mempercepat terjadinya aterosklerosis dan
kematian dini, biasanya karena serangan jantung. Kadar kolesterol
LDLnya tinggi. Endapan lemak membentuk pertumbuhan xantoma di
dalam tendon dan kulit. 1 di antara 6 pria penderita penyakit ini
mengalami serangan jantung pada usia 40 tahun dan 2 diantara 3 pria
penderita penyakit ini mengalami serangan jantung pada usia 60 tahun.
Penderita wanita juga memiliki resiko, tetapi terjadinya lebih lambat. 1
dari 2 wanita penderita penyakit ini akan mengalami serangan jantung
pada usia 55 tahun. Orang yang memiliki 2 gen dari penyakit ini (jarang
terjadi) bisa memiliki kadar kolesterol total sampai 500-1200 mg/dL dan
seringkali meninggal karena penyakit arteri koroner pada masa kanak-
kanak. Tujuan pengobatan adalah untuk menghindari faktor resiko,
seperti merokok, dan obesitas, serta mengurangi kadar kolesterol darah
dengan mengkonsumsi obat-obatan. Penderita diharuskan menjalani diet
rendah lemak atau tanpa lemak, terutama lemak jenuh dan kolesterol
serta melakukan olah raga secara teratur. Menambahkan bekatul gandum
pada makanan akan membantu mengikat lemak di usus. Seringkali
diperlukan obat penurun lemak.

Tipe IIA (Hiperkilomikronemia familial)

Peningkatan LDL dengan kadar VLDL normal karena


penghambatan dalam degradasi LDL, sehingga terdapat peningkatan
kolesterol serum tetapi triasilgliserol normal. Ini disebabkan oleh
berkurangnya reseptor LDL normal.. Pengobatan untuk hiperlipidemia
tipe IIA ini yaitu dengan diet rendah kolesterol dan lemak jenuh. Untuk
heterozigot dapt diterapi dengan kolestipol atau kolestiramin dan
levostatin atau mevastatin. Untuk homozigot sama seperti heterozigot
tetapi dengan penambahan niasin.

Tipe IIB (Hiperlipidemia kombinasi familial)

Tipe ini sama dengan tipe IIA kecuali adanya peningkatan


VLDL, menyebabkan triasilgliserol serum dan kolesterol meningkat.
Yang disebabkan karena produksi VLDL oleh hati berlebihan.
Pengobatan untuk hiperlipidemia tipe IIA ini yaitu dengan pembatasan
kolseterol dan lemak jenuh dalam diet serta alkohol. Terapi obat sama
dengan IIA kecuali heterozigot juga menerima niasin.

c) Hiperlipoproteinemia tipe III

Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, yang


menyebabkan tingginya kadar kolesterol VLDL dan trigliserida. Pada
penderita pria, tampak pertumbuhan lemak di kulit pada masa dewasa
awal. Pada penderita wanita, pertumbuhan lemak ini baru muncul 10-15
tahun kemudian. Baik pada pria maupun wanita, jika penderitanya
mengalami obesitas, maka pertumbuhan lemak akan muncul lebih awal.
Pada usia pertengahan, aterosklerosis seringkali menyumbat arteri dan
mengurangi aliran darah ke tungkai.

Pemeriksaan darah menunjukkan tingginya kadar kolesterol


total dan trigliserida. Kolesterol terutama terdiri dari VLDL. Penderita
seringkali mengalami diabetes ringan dan peningkatan kadar asam urat
dalam darah. Pengobatannya meliputi pencapaian dan pemeliharaan
berat badan ideal serta mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh.
Biasanya diperlukan obat penurun kadar lemak. Kadar lemak hampir
selalu dapat diturunkan sampai normal, sehingga memperlambat
terjadinya aterosklerosis

d) Hiperlipoproteinamia tipe IV

Merupakan penyakit umum yang sering menyerang beberapa


anggota keluarga dan menyebabkan tingginya kadar trigliserida.
Penyakit ini bisa meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis.
Penderita seringkali mengalami kelebihan berat badan dan diabetes
ringan. Penderita dianjurkan untuk mengurangi berat badan,
mengendalikan diabetes dan menghindari alkohol. Bisa diberikan obat
penurun kadar lemak darah.

e) Hiperlipoproteinamia tipe V

Merupakan penyakit keturunan yang jarang terjadi, dimana tubuh


tidak mampu memetabolisme dan membuang kelebihan trigliserida
sebagaimana mestinya. Selain diturunkan, penyakit ini juga bisa terjadi
akibat dari penyalahgunaan alkohol, diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik, gagal ginjal dan makan setelah menjalani puasa selama
beberapa waktu (UPT-Balai Informasi Teknologi LIPI, 2009).

PATOFISIOLOGI

Tidak semua kolesterol meningkatkan resiko terjadinya


penyakit jantung. Kolesterol yang dibawa oleh LDL (disebut juga
kolesterol jahat) menyebabkan meningkatnya resiko penyakit jantung,
sedangkan kolesterol yang dibawa oleh HDL (disebut juga kolesterol
baik) menyebabkan menurunnya resiko penyakit jantung dan
menguntungkan. Idealnya, kadar kolesterol LDL tidak boleh lebih dari
130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dL.
Kadar HDL harus meliputi lebih dari 25 % dari kadar kolesterol total
(Neal, 2006).

Transport dan metabolisme lipoprotein pada orang normal

Sebagai plasma lipid yang terbesar, kolesterol dan trigliserida


merupakan substrat esensial untuk pembentukan membran sel dan
sintesis hormon. Kolesterol dan trigliserida merupkan sumber dari asam
lemak bebas. Dislipidemia dapat diartikan sebagai peningkatan kadar
total kolesterol, LDL-C, atau kadar trigliserida, kadar HDL-C yang
rendah, atau kombinasi dari keadaan-keadaan tersebut. Lemak bersifat
tidak larut dalam air sehingga lemak diedarkan dalam darah sebagai
lipoprotein. Hiperlipoprteinemia diartikan sebagai peningkatan
konsentrasi makromolekul lipoprotein yang mentranspor lipid dalam
plasma.
kilomikron, VLDL, LDL, HDL, IDL, trigliserida, fosfolipid, protein,
densitas, kerapatan, hiperlipidemia, dislipidemia, kegemukan, kolesterol
Tabel komposisi lipoprotein yang di isolasi dari subyek normal (Dipiro
et al., 2005). klik untuk memperbesar.

1) Kilomikron. Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini lebih dari


80% komponennya terdiri dari trigliserida dan kurang dari 5% kolesterol
ester. Kilomikron membawa trigliserida dari makanan ke jaringan lemak
dan otot rangka, juga membawa kolesterol makanan ke hati.
2) Lipoprotein Densitas Sangat Rendah (VLDL). Lipoprotein ini terdiri
dari 60% trigliserida (endogen) dan 10-15% kolesterol. VLDL disekresi
oleh hati untuk mengangkut trigliserida ke jaringan perifer. Trigliserida
VLDL dihidrolisis oleh LPL menghasilkan asam lemak bebas untuk
disimpan dalam jaringan adiposa dan bahan oksidasi di jantung dan otot
skelet.

3) Lipoprotein Densitas Sedang (IDL). IDL ini kurang mengandung


trigliserida (30%), lebih banyak kolesterol (20%) dan relatif lebih
banyak mengandung apoprotein B dan E. IDL adalah zat perantara yang
terjadi sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi LDL, tidak terdapat dalam
kadar yang besar kecuali bila terjadi hambatan konversi lebih lanjut. Bila
terdapat dalam jumlah yang banyak IDL akan terlihat sebagai kekeruhan
dalam plasma yang didinginkan meskipun ultra sentrifugasi perlu
dilakukan untuk memastikan adanya IDL.

4) Lipoprotein Densitas Rendah (LDL). LDL merupakan lipoprotein


pengangkut kolesterol terbesar pada manusia (70% total). Partikel LDL
mengandung trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol 50%.

5) Lipoprotein Densitas Tinggi (HDL). HDL dapat disubklasifikasikan


kedalam HDL1, HDL2, HDL3 dan berdasarkan kandungan Apo A-I dan
Apo A-II nya. Metabolisme HDL kompleks dan terdapat petunjuk bahwa
Apo A-I plasma yang merupakan apoprotein utama HDL merupakan
inverse predictor untuk resiko penyakit jantung koroner yang lebih baik
daripada kadar HDL (Suyatna, 2007).

Lipid darah diangkut dengan dua cara yaitu jalur eksogen dan jalur
endogen.
a. Jalur Eksogen

Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus


dikemas sebagai kilomikron. Kilomikron ini akan diangkut dalam
saluran limfe lalu kedalam darah via duktus torasikus. Di dalam jaringan
lemak, trigliserida dalam kilomikron mengalami hidrolisis oleh
lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan sel endotel. Akibat
hidrolisis ini maka akan terbentuk asam lemak dan kilomikron remnan.
Kilomikron remnan adalah kilomikron yang telah dihilangkan sebagian
besar trigliseridanya sehingga ukurannya mengecil tetapi jumlah ester
kolesterol tetap. Asam lemak bebas akan menembus endotel dan masuk
kedalam jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida
kembali (cadangan) atau dioksidasi (energi) (Suyatna, 2007).

b. Jalur Endogen

Trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati diangkut


secara endogen dalam bentuk VLDL kaya trigliserida dan mengalami
hidrolisis dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga
menghidrolisis kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil
yaitu IDL dan LDL. LDL merupakan lipoprotein yang mengandung
kolesterol paling banyak (60-70%). LDL mengalami katabolisme
melalui reseptor dan jalur non reseptor. Jalur katabolisme reseptor dapat
ditekan oleh produksi kolesterol endogen (Suyatna, 2007).
Hati, kolesterol, lipid, trigliserida, kegemukan, gemuk, gendut, LDL,
ApoB, ApoE, ApoC, kilomikron, kapiler, otot, adiposa, VLDL, IDL
HDL, eksogen, endogen, jaringan perifer,
Gambar Jalur Transport Lipid (Dipiro et al., 2005).
Peningkatan trigliserida, kolesterol LDL, dan kolesterol total dalam
darah berhubungan dengan perkembangan penyakit jantung koroner
(PJK). Kelainan patologi pada hiperlipidemia terutama diakibatkan oleh
lesi aterosklerosis, disfungsi endothelium, respon inflamasi, faktor
genetik, dan pengikatan LDL secara normal.
· Lesi aterosklerosis
Lesi aterosklerosis diduga berkembang dari transport dan retensi LDL
plasma melalui lapisan sel endothelial ke dalam matriks ekstraselular
daerah subendotelial. Pada dinding arteri, LDL dimodifikasi secara
kimia melalui proses oksidasi dan glikasi nonenzimatik. Perlahan-
lahan LDL teroksidasi menarik monosit ke dalam dinding arteri.
Monosit-monosit ini akan berubah menjadi makrofag yang
mempercepat oksidasi LDL.

· Disfungsi endotelium

Hipotesis respon terhadap luka menyatakan bahwa factor resiko seperti


LDL teroksidasi, luka mekanis terhadap endothelium, peningkatan
homosistein, serangan fungsi imunologi, atau induksi infeksi yang
menginduksi perubahan dalam endothelial dan fungsi intima membawa
kepada disfungsi endothelium dan serangkaian interaksi seluler yang
lama kelamaan memuncak menjadi aterosklerosis. Gejala klinis yang
dapat muncul adalah angina, infark miokard, aritmia, stroke, penyakit
arteri perifer, aneurisme pada aorta serta abdomen dan kematian
mendadak.

Respon inflamasi

LDL teroksidasi mempengaruhi respon inflamasi yang dimediasi oleh


beberapa zat kimia penarik dan sitokin, misalnya Monosite Colony
Stimulating Factor (MCSF), melekul adhesi intraselular, Platelet
Degeneration Growth Factor (PDGF), Transformation Growth Factor
(TGF), IL-1, dan IL-6. Luka yang berulang dan perbaikan plak
aterosklerosis akhirnya akan mengarah kepada perlindungan fibrous cap
yang didasari oleh inti lipid, kolagen, kalsium, dan sel inflamatori seperti
limfosit T. Pemeliharaan fibrous plaque sangat penting untuk mencegah
hancurnya plak dan diikuti oleh trombosit koronari.

Faktor genetik

Kerusakan primer pada hiperkolesterol familial adalah ketidak mampuan


pengikatan LDL terhadap reseptor LDL (LDL-R) atau kerusakan
pencernaan kompleks LDL-R ke dalam sel setelah pengikatan normal.
Hal ini mengarah pada kurangnya degradasi LDL oleh sel dan tidak
teraturnya biosintesis kolesterol, dengan jumlah kolesterol total dan LDL
tidak seimbang dengan berkurangnya reseptor LDL.
(Dipiro et al., 2005)

MANIFESTASI KLINIK

Hiperlipidemia tidak memberikan tanda-tanda klinis, namun


terdapat gejala yang nyata yang disebut xantoma yaitu penumpukan
jaringan lemak di dalam tendo (urat daging) dan di dalam kulit yang
sering dijumpai antara lain di lipatan kelopak mata. Jika kadar kolesterol
tidak terkontrol lama kelamaan akan menumpuk, menjadi aterosklerosis
dan penyakit jantung koroner. Gejala hiperlipidemia diantaranya yaitu
merasa sakit, berdebar, berkeringat, gelisah, bernafas pendek, kehilangan
kesadaran atau sulit dalam berbicara atau bergerak, sakit abnominal, dan
kematian secara mendadak. Pasien yang terkena sindrom metabolisme
kemungkinan memiliki tiga atau lebih komplikasi, yaitu obesitas
abdominal, atherogenic dyslipidemia, tekanan darah tinggi, resistensi
insulin (dengan atau tanpa intoleransi glukosa), keadaan prothrombotic,
atau keadaan proinflammatory (Dipiro et al,. 2008).

Hiperkolesterolemia familial dijelaskan dengan peningkatan


selektif LDL plasma dan perubahan penyimpanan turunan kolesterol
LDL pada tendon (xantoma) dan arteri (ateroma) (Sukandar et al., 2008).

Defisiensi lipoprotein lipase famial dijelaskan dengan akumulasi


masif kilomikron dan berhubungan dengan meningkatnya trigliserida
plasma atau pola lipoprotein tipe I (peningkatan kilomikron). Gejala
yang muncul termasuk serangan berulang pankreatitis dan nyeri
abdominal, munculnya xantomatosis kutaneus, dan hepatosplenomegali
yang diawali sejak kecil. Gejala buruk proporsional dengan asupan
lemak dalam makanan dan mengakibatkan peningkatan kilomikron.
Pembentukan aterosklerosis tidak dipercepat dengan penyakit ini
(Sukandar et al., 2008).

Gejala klinis pasien dengan hiperlipoprotein familial tipe III


(peningkatan IDL atau Intermediate Density Lipoprotein) berkembang
setelah umur 20 tahun yaitu xantoma striata palmaris (perubahan warna
menjadi kuning pada palma dan berkerutnya digital); tuberosa xantoma
(bulbus kutaneus xantoma); dan ateroslerosis parah yang melibatkan
arteri koroner, karotid internal, dan aorta abdominal (Sukandar et al.,
2008).
Hiperlipoproteinemia tipe IV (peningkatan VLDL) umum dan
terutama terjadi pada pasien obesitas, diabetes, dan hiperurisemia dan
tidak memiliki xantoma. Kondisi senkunder bisa terjadi pada peminum
alkohol dan diperburuk dengan stres, propestin, kontrasepsi oral, thiazid,
atau β bloker (Sukandar et al., 2008).

Tipe V (peningkatan VLDL dan kilomikron) dijelaskan dengan


nyeri abdominal, pankreatitis, munculnya xantoma, dan polineuropathy
perifer. Pasien-pasien ini biasanya obesitas, hiperurisemnia, dan
diabetes; peminum alkohol, eksogenus estrogen, dan gagal ginjal dapat
memperburuk faktor yang telah ada. Resiko aterosklerosis meningkat
dengan penyakit tipe ini (Sukandar et al., 2008).

Sebagian besar hiperlipidemia tidak memberikan gejala dan


tanda klinis. Namun terdapat beberapa gejala yang nyata antara lain
xantoma, arkus senilis, lipidemia retinalis, dan kadang-kadang krisis
abdomen akut. Hiperlipidemia harus dicurigai dan dicari jika ada
manifestasi hiperlipidemia di kulit, serta adanya arteriosklerosis dan
penyakit jantung koroner prematur.

Manifestasi hiperlipidemia di kulit dapat berupa xantoma planum


(xantelasma palpebra, xantomata intertriginosa, xantomata striae
palmaris), xantoma tendinea, xantoma tuberosa, xantoma papuloeruptif
(tubero eruptif). Adanya xantoma dapat merupakan petunjuk yang
patognomonik untuk kelainan genetik atau kelainan lipoprotein tertentu.
xantoma tendinea: khas hiperkolesterolemia familial (LDL meningkat)
xantoma tuberosa, tubero eruptif: khas dislipoproteinemia (VLDL dan
kilomikron remnan)
xantoma eruptif: khas defisiensi LDL kilomikron
DIAGNOSIS

Hiperlipidemia umumnya tidak memiliki gejala. Skrining


dilakukan dengan tes darah sederhana untuk mengukur kadar kolesterol
dan trigliserida. Berdasarkan National Cholestrol Education Program
Guidelines, orang dewasa yang sehat harus disaring setiap lima tahun
sekali dimulai pada usia 20. Jika Anda memiliki riwayat keluarga
dengan kolesterol tinggi atau faktor risiko lain Anda mungkin perlu lebih
awal atau skrining lebih sering (Robert, 2005).

Anamnesis

Evaluasi riwayat hidup pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan status
menstrual dan jika wanita diperhatikan status menstrual dan estrogennya
(Sukandar et al., 2008).

Pemeriksaan Fisik

Riwayat hidup lengkap dan pemeriksaan fisik harus menggambarkan


(Sukandar et al., 2008) :
Ada atau tidaknya faktor resiko penyakit jantung atau menjelaskan
penyakit jantung dalam perseorangan.
Sejarah keluarga penyakit jantung prematur atau gangguan lipid.
Ada atau tidaknya faktor sekunder hiperlipidemia, termasuk pengobatan
bersamaan.
Ada atau tidaknya xantoma, nyeri abdominal, atau sejarah pakreatitis,
penyakit ginjal atau hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme
aortik abdominal, atau penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme
aortik abdominal, atau penyakit pembuluh darah otak (bruits karotid,
stroke, serangan iskemik, transient).

Terhadap pasien yang dicurigai mengalami liperlipidemia, langkah


diagnostik dalam gambar di bawah ini dapat digunakan.

diagnosis hiperlipidemia, lipid, diet, trigliserida, obat, kolesterol, gula


darah, gama-GT, protein plasma, kreatinin, faal tiroid, dislipidemia,
pemeriksaan laboratorium, pengobatan penyakit primer, hiperlipidemia
sekunder, pemeriksaan penyaring pada keluarga,
Diagram diagnosis hiperlipidemia (Kapita Selekta Kedokteran)

Pemeriksaan lipid yang pertama-tama harus dilakukan adalah


pemeriksaan kadar kolesterol total, trigliserida, dan standing plasma
(keadaan fisis setelah plasma disimpan dalam lemari es selama satu
malam). Syarat pemeriksaan lipid adalah pasien harus puasa 12-16 jam
untuk menghindari efek pascaabsorpsi trigliserida.

Pemeriksaan laboratorium

1. Jenis pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis hiperlipidemia adalah


(Judajana, 2011) :
Kolesterol total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL-Direk,
Trigliserida
ApoB
Lp(a)
2. Pemeriksaan penyaring dianjurkan pada semua orang dewasa berumur
lebih dari 45 tahun. Pemeriksaan penyaring meliputi kadar kolesterol
total dan trigliserida. Bila hasilnya normal, maka dianjurkan
pemeriksaan ulang setiap lima tahun. Bila hasilnya abnormal diperlukan
pemeriksaan profil lipid lengkap yang meliputi kolesterol Total, LDL-C,
HDL-C dan trigliserida serta kadar glukosa darah. Pemeriksaan profil
lengkap harus dijalankan sedini mungkin pada mereka yang beresiko
tinggi terkena atherosclerosis (Judajana, 2011).

3. Dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar kolesterol total.


Profil lipoprotein puasa termasuk kolesterol total, LDL, HDL, dan
trigliserida seharusnya diukur pada semua orang dewasa berumur 20
tahun atau lebih, setidaknya setiap 5 tahun sekali.

4. Beberapa persyaratan untuk pengambilan bahan (darah) agar hasilnya


mencerminkan keadaan yang sebenarnya dan dapat dibandingkan dari
waktu ke waktu (pada pengobatan) (Judajana, 2011):
Untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL dan trigliserida, sebaiknya
penderita berpuasa dulu minimal selama 12 jam. Hal ini dikarenakan
trigliserida dapat meningkat pada seseorang yang tidak puasa.
Dianjurkan selama 2 minggu sebelumnya tidak makan obat yang
mempengaruhi kadar lipid.
Tidak ada perubahan berat badan.
Sekurang kurangnya 3 bulan sebelumnya tidak sakit berat, infark
miokard atau operasi .
Serum segera dipisahkan atau bila dipakai plasma maka digunakan
antikoagulan EDTA.
Pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali, 1 sampai 8 minggu secara
terpisah, dengan pasien dalam kondisi asupan makanan yang stabil dan
tidak memiliki penyakit akut, dianjurkan untuk meminimalisir
keragaman sehingga didapatkan data dasar yang akurat. Jika kolesterol
total lebih besar dari 200 mg/dl, pemeriksaan kedua dianjurkan untuk
dilakukan (Katzung, 2002).
Jika pemeriksaan fisik dan evaluasi riwayat hidup tidak cukup untuk
mendiagnosis penyakit familial, maka dilakukan uji elektroforesis
lipoprotein gel-agarosa yang berguna untuk menentukan tipe mana yang
mempengaruhi lipoprotein (Katzung, 2002).
Diagnosis defisiensi lipoprotein lipase berdasarkan kurang atau
hilangnya aktivitas enzim pada plasma normal manusia atau
apolipoprotein C-II yang merupakan kofaktor enzim (Katzung, 2002).
Kelainan metabolisme lemak sebenarnya merupakan hasil interaksi
berbagai/ banyak faktor, dan memerlukan beberapa jenis pemeriksaan
laboratorium lainnya untuk melengkapi yaitu Small Dense LDL,
Lipoproteinn A (Lpa), Apolipoprotein A1, Apolipoprotein A2,
Apolipoprotein B
Tes diagnostik lain, meliputi : Lipoprotein (a), homosistein, serum
amiloid a, dan LDL tebal/padat (pola B). Berbagai skrining tes untuk
manifestasi dari penyakit pembuluh (index mata kaki berkenaan dengan
lengan, latihan pengujian, Magnetis Resonansi Imaging) dan diabetes
(glukosa puasa, uji toleransi glukosa oral).

Klasifikasi Fredrickson

Kolesterol mg%
Trigliserida mg%
Serum puasa 23 jam
(tes refrigerator)
Klasifikasi Fredickson
< 220
< 150
Jernih
Normal
< 260
> 1000
Lapisan atas seperti susu, infranatan jernih
Tipe I
> 300
< 150
Jernih
Tipe II-a
> 300
150-300
Jernih atau keruh
Tipe II-b
350-500
350-500
Keruh
Tipe III
< 260
200-1000
Keruh sampai seperti susu
Tipe IV
> 300
> 1000
Lapisan atas seperti susu, infranatan keruh
Tipe V
PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya pengobatan untuk orang-orang yang memiliki kadar
kolesterol tinggi adalah:
Menurunkan berat badan jika mereka mengalami kelebihan berat badan,
karena kadar HDL menurun pada kegemukan.
Berhenti merokok, sebab rokok dapat menurunkan kadar HDL.
Mengurangi jumlah lemak dan kolesterol dalam makanannya. Diet
rendah kolesterol dan rendah lemak jenuh akan mengurangi kadar LDL.
Menambah porsi olah raga. Olah raga bisa membantu mengurangi kadar
LDL-kolesterol dan menambah kadar HDL-kolesterol.
Mengkonsumsi obat penurun kadar lemak (jika diperlukan).

Terapi farmakologis

a. Asam Fibrat
Klofibrat ditemukan peningkatan angka mortalitas. Derivat asam
fibrat yang masih digunakan saat ini adalah gemfibrozil, fenofibrat,
dan bezafibrat. Obat ini diduga bekerja dengan cara berikatan dengan
resptor peroxisome proliferator-activated receptors alpha (PPARa)
dengan peningkatan oksidasi asam lemak, sintesis LPL dan penurunan
ekspresi Apo C-III. Peninggian kadar LPL meningkatkan klirens
lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo C-III hati
akan menurunkan VLDL. HDL meningkat secara moderat karena
peningkatan ekspresi Apo A-I dan Apo A-II (Departemen Farmakologi
dan Terapeutik. 2007). Resorpsinya dari usus lambat tetapi lengkap, di
dalam hati segera dihidrolisa menjadi metabolit aktif. Ekskresinya
berlangsung melalui kemih sebagai glukuronida. Efek samping berupa
gangguan (sementara) saluran cerna, kadang kala nyeri kepala, kantuk,
eksantema, timulasi nafsu makan, rambut rontok, dan impotensi.
Interaksi. Efek derivat kumarin diperkuat, begitu pula efek furosemida
dan antidiabetika oral berdasarkan pendesakan dari ikatan proteinnya.

Dosis. Permulaan 500 mg sehari, berangsur-angsur dinaikkan sampai 3-4


dd 500 mg d.c./p.c. (Tjay, 2010).

b. Resin (damar pengikat asam empedu)


Contohnya adalah kolestiramin dan kolestipol. Resin menurunkan
kadar kolesterol dengan mengikat asam empedu dalam saluran cerna,
mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang
bersifat asam dalam tinja mengikat. Resin menyebabkan penurunan
kolesterol dalam hati. Hal ini meningkatkan katabolisme LDL dan
meningkatkan aktivitas HMG CoA reduktase. Peningkatan aktivitas
HMG CoA akan mengurangi efek penurunan kolesterol oleh resin.
Oleh karena itu efek resin akan meningkat bila diberikan bersama
penghambat HMG CoA reduktase. Efek samping tersering ialah mual,
muntah dan konstipasi yang berkurang setelah beberapa waktu. Akibat
gangguan absorpsi lemak atau steatore dapat terjadi gangguan absorpsi
vitamin A, D, dan K serta hipoprotrombinemia. Obat ini mengganggu
absorpsi klorotiazid, furosemid, propanolol, statin, tiroksin, digitalis,
besi, fenilbutason dan warfarin sehingga obat-obat ini harus diberikan
1 jam sebelum atau 4 jam setelah pemberian kolestiramin. Pemberian
bersam antikoagulan harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat
terjadi perpanjangan masa protrombin. Dosis kolestiramin dan
kolestipol yang dianjurkan adalah 12-16 g sehari dibagi 2-4 bagian dan
dapat ditingkatkan sampai maksimum 3 kali 8 g (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik. 2007).

c. Penghambat HMG CoA Reduktase (Statin)


Contoh senyawa golongan ini adalah lovastatin, simvastatin,
pravastatin, atorvastatin dan rosuvastatin.Senyawa penghambat
HMG CoA redukatase ini berdaya menurunkan sintesa kolesterol
endogen dalam hati dengan demikian terjadi penurunank kolesterol
total dengan kuat, LDL, TG dan VLDL lebih ringan, sedangkan
HDL dinaikkan. Dapat dikombinasikan dengan damar untuk
pengobatan hiperlipidemia yang parah. Statin juga berkhasiat untuk
antitrombotis, anti-aritmia dan antiradang dengan jalan menghambat
sitokin-sitokin tertentu.Efek samping umumnya ringan, antara lain
nyeri otot reversibel yang adakalanya menjadi gangguan otot parah
yang disebut (statin-induced) rhabdomiolysis. Cerivastatin telah
ditarik dari pasaran karena kombinasi dengan gemfibrozil
menimbulkan efek samping fatal ini. Efek samping yang sering
terjadi adalah rasa letih dan nyeri otot karena berkurangnya kada
koenzim Q10 yang pembentukannya dirintangi oleh statin. Wanita
hamil tidak boleh menggunakannya karena statis berdaya teratogen,
lagipula kolesterol mutlak dibutuhkan bagi perkembangan janin.
Lovastatin dimulai dari dosis 20 mg sampai 80 mg per hari,
pravastatin 10-80 mg/hari, simvastatin 5-80 mg/hari, fluvastatin 20-
80 mg/hari, atorvastatin 10-80 mg/hari dan rosuvastatin 10-40
mg/hari (Tjay, 2010).

d. Asam Nikotinat
Contohnya adalah niasin, acipimox. Pada jaringan lemak, asam
nikotinat menghambat hidrolisis trigliserida oleh hormone-sensitive
lipase, sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke hati dan
mengurangi transport asma lemak bebas ke hati dan mengurangi
sintesis trigliserida hati. Hal ini akan menurunkan kadar VLDL dan
LDL. Efek samping yang paling mengganggu adalah gatal dan
kemerahan kulit di daerah wajah dan tengkuk. Efek yang bahaya
adalah gangguan fungsi hati ditandai kadar fosfatase alkali meningkat.
Efek lain adalah gangguan saluran cerna. Asam nikotinat biasanya
diberikan per oral 2-6 g sehari terbagi dalam 3 dosis bersama makanan,
mula-mula dalam dosis rendah (3 kali 100-200 mg sehari) lalu
dinaikkan setelah 1-3 minggu (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik. 2007)

e. Probukol
Probukol dianggap sebagai obat pilihan kedua pada pengobatan
hiperkolesterolemia dengan peninggian LDL. Obat ini menurunkan
kadar LDL dan HDL tanpa perubahan kadar trigliserida. Efek
penurunan kadar LDL obat ini kurang kuat dibandingkan resin.
Pemberian bersama resin meningkatkan efek hipolipidemiknya.
Probukol menimbulka konsistensi tinja yang lunak sehingga
memperbaiki efek samping resin yang menimbulkan konstipasi.
Kombinasi probukol dengan klofibrat tidak boleh dilakukan karena
kadar HDL akan lebih rendah. Efek samping. Reaksi yang sering
terjadi berupa gangguan gastrointestinal ringan (diare, flatus, nyeri
perut dan mual). Kadang-kadang terjadi eosinofilia, parestesia dan
edema angioneurotik. Pada wanita yang merencanakan hamil
dianjurkan agar menghentikan probukol 6 bulan sebelumnya. Dosis.
Dosis dewasa 250-500 mg sebaiknya ditelan bersama makanan, 2 kali
sehari. Biasanya dikombinasi dengan obat hipolipidemik yang lain
(resin atau penghambat HMG CoA reduktase) (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik. 2007).

f. Lain-lain:
Penghambat absorpsi: ezetimibe menghambat absorpsi sitosterol dan
kolesterol dalam usus. Obat ini efektif menurunkan LDL dan
kolesterol total. Pemberian bersama fibrat meningkatkan kadar
ezetimibe dalam plasma. Sebaliknya bila diberikan bersama
kolestiramin, kadar ezetimibe dalam plasma menurun. Dosis obat
berkisar 5-10 mg/hari, diberikan sekali sehari (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik. 2007). Neomisin sulfat. Neomisin sulfat
diberikan per oral dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara
mirip resin yaitu membentuk kompleks tidak larut dalam asam
empedu. Efek penurunan kolesterol neomisin bersifat sedang, tidak
mengubah kadar trigliserida. Obat ini diberikan tunggal atau bersama
dengan obat lain. Efek samping meliputi gangguan cerna, ototoksisitas,
nefrotoksisitas (terutama pada pasien gangguan fungsi ginjal),
ggangguan absorpsi obat lain (digoksin), dsb (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik. 2007). Beta sitosterol. Beta sitosterol
adalah gabungan sterol tanaman yang tidak diabsorpsi saluran cerna
manusia. Mekanisme kerja diduga menghambat absorpsi kolesterol
eksogen dan diindikasikan hanya untuk pasien hiperkolesterolemia
poligenik yang amat sensitif dengan penambahan kolesterol dari luar
(makanan). Efek samping berupa laksatif, mual dan muntah. Dosis
dianjurkan berkisar 3-6 g/hari (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik. 2007). Metformin. Beberapa penelitian seperti yang
dilakukan oleh Dr Tao Xu, dari Helmholtz Zentrum Munchen, di
Neuherberg, Germany, menunjukkan metformin, yang biasa digunakan
untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus
tipe 2, mempunyai efek menurunkan kolesterol terutama LDL. Hal ini
diakibatkan karena konsumsi metformin mengaktifkan AMP-activated
protein kinase (AMPK) dan selanjutnya mensupresi (menekan) gen
fatty-acid desaturase (FADS), yang akhirnya menimbulkan
pengurangan jumlah metabolit lipid dan kolesterol LDL.
Serat nabati yang terdiri dari polisakarida yang tidak dapat dicerna oleh
flora usus dan tidak diserap (selulosa, hemiselulosa, lignin, pektin, dan
jenis gom). Banyak terdapat di dinding sel dari jenis gandum, sayuran
dan buah-buahan. Berkhasiat antilipemis karena menyerap asam
empedu, yang dikeluarkan lewat tinja. Tanpa asam ini resorpsi kolesterol
(dan lipida lainnya) sangat berkurang, hingga kadarnya dalam plasma
menurun (Tjay, 2010).

Obat hipolipidemik bila digolongkan jenis lipid yang diturunkan :


a. Obat-obat yang menurunkan kadar kolesterol
Resin pengikat asam empedu: kolestipol n (5-15 g dua kali sehari),
kolestiramin (6-12 g dua kali sehari).
Penghambat enzim HMG ko-A reduktase (statin): simvastatin (5-40
mg/hari), pravastatin (10-40 mg/hari), lovastatin (20-80 mg/hari),
fluvastatin (540 mg/hari).
Asam nikotinat atau niasin (dosis mulai dari 3 x 100 mg, dinaikkan
sampai 3 x 1-3 g/ hari). Derivat asam nikotinat: inositol heksasitinat (3
x 1 g), tetranikotinyol fruktosa (4 x 250 mg). Analog asam nikotinat:
asipimox (2-3 x 250 mg).
D-tiroksin (1 -2 mg/hari tiap hari perlahan-lahan dinaikkan sampai
maksimal 4-8 mg/ hari).
Probukol (2 x 250-500 mg/hari)

b. Obat-obat yang menurunkan kadar trigliserida


Golongan asam fibrat: gemfibrozil (2 x 600 mg, ½ jam sebelum makan
atau 1 x 900 mg/ hari), bezafibrat (3 x 200 mg atau 1 x 400 mg/hari),
fenofibrat (3 x 100 mg atau 1 x 300 mg/hari)
Asam nikotinat dan analognya asipimox.
c. Pengobatan hiperlipidemia campuran (untuk hiperlipoproteinemia tipe
II-b dan tipe III): golongan asam fibrat, bila tidak berhasil
dikombinasikan dengan golongan resin.

d. Pengobatan kombinasi.

Terapi non farmakologis

a. Pengaturan diet
Kurangi pemasukan lemak (sampai k.l. 30% dari energi total) antara lain
kurangi asupan produk-produk dairy dan daging (sosis, kornet) yang
merupakan sumber utama lemak jenuh untuk digantikan dengan ikan dan
unggas.
Substitusi minyak jenuh dengan minyak mono/poly-unsaturated (minyak
olive, kembang mataharo, jagung atau kedele);
Kurangi asupan kolesterol dengan menghindari a.l jeroan, hati, otak, dll.
Tingkatkan asupan serat, misalnya sayuran, buah-buahan, sereal murni,
dll.
Kurangi asupan alkohol, karena bila berlebihan merupakan sebab
penting dari hiperlipidemia sekunder dan mengakibatkan parahnya
gangguan primer;
Gunakan makanan yang mengandung ester stanol. Stanol tumbuhan,
seperti margarin khusus (Benecol), mengurangai absorpsi kolesterol dari
saluran cerna. Mekanismenya dalah stanol menempati titik-titik dalam
misel yang mengantar lipid ke sel-sel mukosa lambung-usus (Tjay,
2010).

Edukasi
Tujuan terapi yang ingin dicapai pada pengobatan adalah penurunan
kolesterol total dan LDL untuk mengurangi resiko pertama atau berulang
dari infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke, iskemia, atau
kejadian lain pada penyakit arterial perifer seperti carotid stenosis atau
aneurisme aortic abdominal (Sukandar et al., 2008)

Tujuan terapi dinyatakan dengan kadar LDL-C dan tingkat inisiasi


terapetik perubahan gaya hidup (TLC) dan terapi obat yang diberikan
untuk masing-masing orang dewasa dan anak-anak. Alasan utama untuk
mengembangkan terapi terapetik perubahan gaya hidup dan obat untuk
mengurangi risiko kejadian pertama atau peristiwa berulang seperti MI,
angina, gagal jantung, stroke iskemik, dan bentuk-bentuk lain dari
penyakit arteri perifer, seperti carotid stenosis dan aneurisma aorta
abdominal (Dipiro et al., 2008).

Menetapkan perubahan dan hasil yang ditargetkan dengan penguatan


tujuan yang konsisten untuk mencapai tujuan mengurangi hambatan
untuk mengoptimalkan terapetik perubahan gaya hidup dan terapi
farmakologis. Terapetik perubahan gaya hidup harus diterapkan pada
semua pasien sebelum mempertimbangkan terapi obat. Komponen
terapetik perubahan gaya hidup termasuk (Dipiro et al., 2008):

mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol


pilihan diet untuk mengurangi LDL, seperti konsumsi tanaman stanol
dan sterol dan serat larut
penurunan berat badan
meningkatkan aktivitas fisik. Secara umum, aktivitas fisik intensitas
sedang 30 menit per hari dalam seminggu harus dilakukan. Pasien
dengan CAD dikenal atau yang berisiko tinggi harus dievaluasi sebelum
mereka melakukan olahraga berat.
Berat dan BMI harus ditentukan pada setiap kunjungan, pola dan gaya
hidup untuk menginduksi penurunan berat badan dari 10% harus
didiskusikan dengan orang-orang yang kelebihan berat badan.
Semua pasien harus diberi konseling untuk berhenti merokok dan untuk
memenuhi pedoman Joint National Committee VII untuk mengontrol
hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA / REFERENSI


Alam, A., Subardja, D., Fadil, R., Rustama, D.S. 2003. Hiperlipidemia
Familial Homozigot Dan Mikropenis Pada Seorang Anak Balita mkb
Vol.35 No.1.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007.Farmakologi dan
Terapi.Edisi 5. Gaya Baru. Jakarta.
Dipiro, J.T. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 6th
ed.. The McGraw-Hill Companies Inc.: United States of America. 429-
449
Dipiro, J.T. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 7th
ed.. United States of America: The McGraw-Hill Companies.
Judajana. 2011. Tata Kelola Hiperlipid. Tersedia di:
http://www.ParahitaDiagnosticCenter.html.
Robert. 2005. Hyperlipidemia (High Blood Fat). Tersedia di:
http://jcem.endojournals.org/content/90/3/0.1.full
Suyatna, F.D. 2007. Hipolipidemik. Dalam: S.G. Gunawan, R.
Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth (editor). Farmakologi dan Terapi. Edisi
5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal. 373-388.
Arief Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga jilid pertama.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tjay, T.H., Kirana Rahardja. 2010. Obat – Obat Penting Khasiat,
Penggunaan, Dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi 6. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo
Wells, B.G., J.T. Dipiro, T.L. Schwinghammer, C. V. DiPiro. 2009.
Pharmacotherapy Handbook. Seventh Edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc. United States. p.98.
Baxter, K., 2008, Stockley’s Drug Interaction 8th , Pharmaceutical Press,
London.
Katzung, B. G., S. B. Masters, dan A. J. Trevor, 2012, Farmakologi
Dasar dan Klinik Edisi 12, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Neal, M.J., 2006, At A Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima,
Erlangga, Jakarta.
Sukandar, E. Y., R. Andrajati, J. I. Sigit, I. K. Adnyana, A. A. O. Setiadi,
dan Kusnandar, 2009, ISO Farmakoterapi I, ISFI-Penerbitan, Jakarta.
Tao Xu, Effects of Metformin on Metabolite Profiles and LDL
Cholesterol in Patients With Type 2 Diabetes, Helmholtz Zentrum
Munchen, Neuherberg, Germany

a. Penggunaan alat atau obat kontrasepsi oral serta penggunaanheparin, dapat


meningkatkan hasil uji laboratorium (Tes DarahLengkap,2014)
D. HubunganHbA1cDanFibrinogenPadaDiabetesMellitus

Dari penelitian-penelitian diketahui bahwa pada diabetisi terdapatkeadaan status


hiperkoagulasi yang disebabkan hiperglikemia yang dapatmencetuskan terjadinya
perubahan dalam faal hemostasis. HbA1c
dipakaiuntukmenilaikadarguladalamdarahjangkapanjang.PenderitaDMdengan HbA1c ≤7%
cenderung akan lebih rendah kemungkinan
terjadihiperkoagulabilitas.Hiperkoagulabilitas(hiperkoagulasi)inidianggapsebagaiakibatkela
inanvaskularpadapenderitaDM.DMjugaberhubungandengan peningkatan kadar Fibrinogen
yang merupakan glikoprotein yangdapat larut dalam plasma. Fibrinogen sangat penting di
berbagai prosesaterotrombosis,hemostasis,agregasitrombosit, danviskositasdarah.
Peningkatan konsentrasi fibrinogen merupakan salah satu faktorrisiko penyakit
kardiovaskular pada penderita DM, selain dipengaruhi
olehfaktorgenetikdanlingkungan.Fibrinogenyangmeningkatjugaberkorelasidenganpembentu
kantrombinyangmeningkat.Kelainanpadafungsihemostasis pada penderita DM terlihat pada
peningkatan viskositas
darahdanfibrinogen,karenaviskositasplasmamemilikihubunganlangsungdengan konsentrasi
plasma total. Protein plasma utama adalah
fibrinogen,globulin,danalbumin,sedangkanfibrinogenmempunyaiefekpositifpalingbesarterh
adappeningkatanviskositasplasmadibandingkandengan

globulindanalbumin.Hiperviskositasmerupakankomponenpentingkelainan mikrosirkulasi
pada DM, sehingga pada penderita DM
cenderungmemilikikadarfibrinogenyangtinggiyangberkaitaneratdenganterjadinyatrombosis(
Ramadhani, 2010 ; Aprijadi et al.,2014).
Pada kondisi hiperglikemia akan menimbulkan gangguan faal ataukerusakan pada endotel
pembuluh darah. Pada sel endotel yang
mengalamidisfungsiataukerusakandapatmenyebabkanperubahandalamfaalhemostasis yaitu
peningkatan aktivitas koagulasi dan penurunan
aktivitasfibrinolisis.Gangguanhemostasisiniakanmempermudahterjadinyaaktivasi proses
hemostasis dan menyebabkan respon koagulasi yang
terjadiberlangsungsecaraberlebihan.Fibrinogenpadakeadaanhiperglikemiaakan mengalami
glikosilasi, membentuk bekuan fibrin yang memiliki pori-
poriyanglebihkecildanterdiridariserabut-serabutfibrindenganberdiameter kecil, yang lebih
resisten terhadap degradasi oleh plasmin.Keadaan ini membuat bekuan yang terbentuk
menjadi lebih padat sehinggasulit dan butuh waktu yang lebih lama untuk dilarutkan dan
didegradasi(Undas&Ariens, 2011 ;Ramadhani, 2010)
Hubungan kadar fibrinogen dengan hiperglikemia masih
bersifatkontroversial,namunadayangmenunjukkankorelasiyangsignifikanantara kadar
fibrinogen dan HbA1c, data menunjukkan bahwa perbaikanguladarahakan
menurunkankadarfibrinogen(Aprijadiet al.,2014).
BAB III
PENUTUP
1.3 Kesimpulan
1.4 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai