Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MANAJEMEN KEUANGAN

PARADIGME BISNIS MANAJEMEN SYARIAH

DOSEN PENGAMPU : Imma Rokhmatul A,M.E.

Kelompok 1 :
Annisa Setyo Sari (200800405)
Devie Wianda Rohmana (200800384)

FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI
PROGRAM MANAJEMEN KEUANGAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Shalawat
dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, 
seluruh keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan  makalah yang berjudul ”Paradigma Manajeman Bisnis Syariah”.

Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
berjasa dalam penyusunan makalah ini. Pertama, kepada Dosen pembimbing.
Kedua, kepada kedua orang tua.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan


kekhilafan, atau bahkan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kepada para
pembaca dan para pakar, kami mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan
makalah ini selanjutnya.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan makalah ini, kami berharap semoga


makalah yang telah kami susun ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya juga
bagi kami sendiri.

Kediri, Oktober 2021

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan yang semakin lama semakin ketat kompetensi dalam
bidang pekerjaan ini, kita dituntut untuk dapat mengatur segala sesuatu dengan
sistematis, baik dan benar menurut syariat islam. Dalam menjalankan suatu proses
kerja seseorang harus mempunyai pengetahuan tentang manajemen dari
pekerjaannya tersebut. Selain kita mengerti manajeman bisnis secara konvensional
kita juga harus lebih mengerti tentang manajemen bisnis secara syariah.
Manajeman syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil
optimal yang bermuara pada pencarian keridhoan Allah. Oleh sebab itu maka
segala sesuatu langkah yang di ambil dalam menjalankan manajeman tersebut
harus  berdasarkan aturan-aturan Allah. Oleh karena itu disini kami akan
membahas sedikit tentang paradigma manajemen bisnis syariah.
B. Rumusan Masalah
1 Apa pengertian paradigma?
2 Apa pengertian manajeman bisnis syariah?
3 Bagaimana ruang lingkup bisnis syari’ah?
4 Apa landasan pokok bisnis syariah?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian paradigma.
2. Untuk mengetahui manajeman bisnis syariah.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup bisnis syari’ah.
4. Untuk mengetahui landasan pokok bisnis syariah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pengertian paradigma
Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau
kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan
mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi poko persoalan yang semestinya
di pelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
Paradigma di sini diartikan Thomas Kuhn sebagai kerangka referensi atau
pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Dengan
pengertian itu, paradigma sistem ekonomi Islam ada 2 (dua),
yaitu: Pertama,  Prinsip (al-mabda), yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi
landasan pemikiran (al-qa’idah  fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti
sistem ekonomi Islam. Kedua, dasar  (al-osas), yaitu sejumlah kaidah umum dan
mendasar dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus
menjadi landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Al-Asas ini terdiri dari tiga
dasar (pilar), yaitu: (1) kepemilikan (al-milkiyah)  sesuai syariah, (2) pemanfaatan
kepemilikan (tasharruffi al-milkiyah)sesuai syariah, dan (3) distribusi kekayaan
kepada masyarakat (taui’ al-tsarwah baina al-nas),melalui mekanisme syariah.
Dalam sistem ekonomi Islam, tiga dasar tersebut harus terikat dengan
syariah Islam, sebab segala aktivitas manusia (termasuk juga kegiatan ekonomi)
wajib terikat atau tunduk kepada syariah Islam. Sesuai kaidah syariah, Ai-Ashlu
fial-afdl’ al-taqajyudu bi al-hukm al-syar’i (Prinsip dasar mengenai perbuatan
manusia, adalah wajib terikat dengan syariah Islam). Aqidah Islamiyah sebagai
paradigma umum ekonomi Islam menerangkan bahwa Islam adalah agama dan
sekaligus ideologi sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan tanpa
kecuali, termasuk aspek ekonomi.[1]

1
An-Nabhani, Taqiyuddin,   Membangun   Sistem   Ekonomi
Alternatif  Perpspektif Islam, (Jakarta: Risalah Gusti, 1996). 25-26.

1
B. Pengertian Manajeman Syariah
Secara Etimologis, Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari bahasa
Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur.
Sejauh ini memang belum ada kata yang mapan dan diterima secara universal
sehingga pengertianya untuk masing-masing para ahli masih memiliki banyak
perbedaan.
Secara umum manajemen juga dipandang sebagai sebuah disiplin ilmu yang
mengajarkan tentang proses untuk memperoleh tujuan organisasi melalui upaya
bersama dengan sejumlah orang atau sumber milik organisasi.
Manajemen sendiri merupakan ilmu yang berhubungan dengan berbagai hal
yang terkait dengan pengaturan, perancangan dan pengawasan dari suatu kegiatan
termasuk juga bisnis.
Manajeman syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh hasil
optimal yang bermuara pada pencarian keridhoan Allah. Oleh sebab itu maka
segala sesuatu langkah yang di ambil dalam menjalankan manajeman tersebut
harus  berdasarkan aturan-aturan Allah. Aturan-aturan itu tertuang dalam Al-
quran, Al-hadist dan beberapa contoh yang di lakukan oleh para sahabat.
Dari definisi yang di paparkan maka dapat kita ketahui bahwa ruang lingkup
manajeman syariah sangatlah luas, antara lain yaitu mencakup tentang pemasaran,
produksi, mutu, keuangan, sumber daya alam, sumber daya manusia dll.
Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan
ekonomi yang halal, baik produksi yang menjadi objek, cara perolehannya,
maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus di
lakukan tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan
produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh islam, termasuk bebas manipulasi dan
spekulasi.[2]
Seperti halnya manajeman konvensional, dalam manajeman syariah juga
menerapkan empat fungsi standar seperti yang di paparkan oleh G.R Terry,
diantaranya yaitu:
1. Perencanaan (planning)

2
Muhammad, Manajeman dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), 13-14.

2
Planning merupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan
pendefinisian sasaran untuk kinerja badan usaha/organisasi dimasa depan dan
untuk memutuskan tugas dan sumber daya yang digunakan dan di butuhkan untuk
mencapai sasaran tersebut.

2. Pengorganisaisan (organizing)
Organizing merupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan suatu
proses untuk merancang atau mengelompokkan dan mengatur serta membagi
tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi dengan efisien.

3. Pengarahan (actuating)
Actuating merupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan bagaimana
menggunakan pengaruh memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran
organisasi.

4. Pengawasan (controlling)
Controlling menrupakan fungsi manajeman yang berkenaan dengan proses
kegiatan pemantauan untuk menyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi
terlaksana seperti yang di rencanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan
untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang
akan mengganggu pencapaian.
Selain memiliki empat fungsi standar, manajeman syariah juga memiliki
beberapa prinsip tersebut didasarkan pada UU No. 12 tahun 1998 tentang syariah,
didalam UU tersebut menerangkan bahwa syariah adalah aturan perjajian
berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana
atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan prinsip syariah, antara lain:
1) Pembiayaan prinsip bagi hasil (mudharabah)
2) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
3) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)

3
4) Pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan
(ijarah)
5) Pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak
lain (ijarah waiqtina).
Manajemen dalam aliran islam memiliki dua pengertian yaitu sebagai ilmu
dan sebagai aktivitas. Yang mana sebagai manajemen dipandang sebagai salah
satu ilmu umum yang tidak berkaitan dengan nilai, peradaban sehingga hukum
mempelajarinya adalah fardhu kifayah. Sedangkan sebagai aktivitas ia terikat
pada aturan syara, nilai atau hadharah islam.[3]

C.  Ruang Lingkup Bisnis Syariah


Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam yang mesti
diterapkan dalam bisnis syari’ah, yaitu: Tauhid (Unity/kesatuan), Keseimbangan
atau kesejajaran (Equilibrium), Kehendak Bebas (Free Will), dan Tanggung
Jawab (Responsibility).
Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku
Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang
ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan
absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya
dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada
jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang
menunjukkan adanya keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia
mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam,
karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang
diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar
diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas
itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada
kepentingan umat.

3
Ibid, 22-23.

4
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab
manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung
jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri
dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas
sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab
kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum
non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Sementara menurut Beekun terdapat 5 aksioma dalam ekonomi islam.
Sebagai yang kelima adalah benovelence atau dalam istilah lebih familiar dikenal
dengan Ihsan. Ihsan adalah kehendak untuk melakukan kebaikan hati dan
meletakkan bisnis pada tujuan berbuat kebaikan. Kelima prinsip tersebut secara
operasional perlu didukung dengan suatu etika bisnis yang akan menjaga prinsip-
prinsip tersebut dapat terwujud.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang selama ini dipahami
dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang
(akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis
syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan
memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan,
perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan
kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan
tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk memperhatikan
aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.
Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business Administration di
Mankata State Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai ketulusan,
keikhlasan berusaha, persaudaraan dan keadilan. Sifatnya juga universal dan bisa
dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa diwujudkan dalam bentuk
ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya pada keuntungan
perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti sebenarnya.
Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan
sehingga tidak ada praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau petugas pajak
dengan laporan keuangan yang rangkap dan lain-lain. Bisnis juga merupakan

5
wujud memperkuat persaudaraan manusia dan bukan mencari musuh. Jika
dikaitkan dengan pertanyaan di awal tulisan ini, apakah etika bisnis syariah juga
bisa meminimalisir keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya tergantung
bagaimana kita melihatnya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar prinsip-
prinsip etika dan syariah seperti pemborosan, manipulasi, ketidakjujuran,
monopoli, kolusi dan nepotisme cenderung tidak produktif dan menimbulkan
inefisiensi.
Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari
masyarakat bahkan mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen yang tidak
menerapkan nilai-nilai etika dan hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka
pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam jangka panjang. Jika
demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih keuntungan jangka
pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan jangka panjang
dengan komit terhadap prinsip-prinsip etika dalam hal ini etika bisnis syariah.[4]
Bisnis syariah merupakan implementasi/perwujudan dari aturan syari’at
Allah. Sebenarnya bentuk bisnis syari’ah tidak jauh beda dengan bisnis pada
umumnya, yaitu upaya memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna
memenuhi kebutuhan konsumen. Namun aspek syariah inilah yang
membedakannya dengan bisnis pada umumnya. Sehingga bisnis syariah selain
mengusahakan bisnis pada umumnya, juga menjalankan syariat dan perintah
Allah dalam hal bermuamalah. Untuk membedakan antara bisnis syariah dan yang
bukan, maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis
syariah yang memiliki keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:

1. Selalu berpijak pada nilai-nilai ruhiyah


Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan eksistensinya sebagai
ciptaan (makhluq) Allah yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam wujud
ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah
ini harus terwujud, yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan,
(3) Pelaku (personil).

4
An-Nabhani, Taqiyuddin,   Membangun   Sistem   Ekonomi Alternatif  Perpspektif Islam,... 52-
53.

6
2. Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram
Seorang pelaku bisnis syariah dituntut mengetahui benar fakta-fakta
(tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping
juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul hukmi).
3. Benar secara syar’i dalam implementasi
Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian antara teori dan praktek,
antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya
tidak semata-mata untung dan rugi secara material.
4. Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat
Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyak
berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di lakukannya bisnis
memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam konteks
ini hasil yang di peroleh, di miliki dan dirasakan, memang berupa harta. Namun,
seorang Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya.
Namun lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh
karenanya untuk mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang
dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah.
Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang kita lakukan selalu mendasarkan
pada aturan-Nya yaitu syariah Islam.
Jika semua hal diatas dimiliki oleh seorang pengusaha muslim, niscaya dia
akan mampu memadukan antara realitas bisnis duniawi dengan ukhrowi, sehingga
memberikan manfaat bagi kehidupannya di dunia maupun akhirat. Akhirnya,
jadilah kaya yang dengannya kita bisa beribadah di level yang lebih tinggi lagi.
Bisnis syari’ah sebagaimana bisnis pada umumnya yang dibangun atas
kerjasama berbagai pihak dalam mengembangkan usahanya. Namun kerjasama
dalam bisnis syari’ah tidak hanya dibangun atas dasar keuntungan dan
pertimbangan aspek duniawiyah saja, namun juga dibangun atas dasar keridhoan
Allah. Keridhoan Allah diperoleh melalui implementasi prinsip-prinsip syariah
dalam melaksanakan kerjasama bisnis.
Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh
sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga

7
diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita,
sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah swt agar
dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya
semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggung jawabkan.
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah
pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan
kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula
dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan
di dunia dan di akhirat. Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu
Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam
diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:

1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi
masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup
aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati
bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakup lima
jaminan dasar:
a.    keselamatan keyakinan agama ( al din)
b.    kesalamatan jiwa (al nafs)
c.    keselamatan akal (al aql)
d.   keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e.    keselamatan harta benda (al mal)

Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:


1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari
Allah SWT kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang saja.

8
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat
nanti.
7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.[5]

D. Landasan Pokok Bisnis Syariah


Ekonomi suatu bangsa akan baik, apabila akhlak masyarakatnya baik.
Antara akhlak dan ekonomi memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan
dengan demikian, akhlak yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau
kerjasama ekonomi yang baik. Rasulullah tidak hanya diutus untuk
menyebarluaskan akhlak semat, melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia
baik akhlak dalam berucap, maupun dalam bertingkah laku, sehingga
mendekatkan diri kepada Allah swt dan beriman dengan sebenar-benarnya dapat
terwujud. Untuk melihat akhlak manusia bertindak dalam kehidupan ekonomi
maka baik kita lihat dulu posisi akhlak dalam struktur agama Islam.
Agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain yaitu:
1.       Aqidah atau Iman
Merupakan keyakinan akan adanya Allah dan rasul yang dipilihnya untuk
menyampaikan risalahnya kepada umat melalui malaikat yang dituangkan
dalam kitab suci, yang mengajarkan adanya hari akhirat, suasana kehidupan
sesudah mati. Dalam menjalankan bisnis yang syariah seseorang harus
memiliki aqidah yang baik dan benar sesuai dengan perintah Allah. Dan
orang tersebut juga harus memiliki iman atau percaya kepada Allah bahwa
Allah yang selalu memberikan yang terbaik kepada dirinya dan Allah juga
selalu melihat apa yang kita kerjakan, maka dari itu dalam bisnis syariah
kejujuran juga di utamakan.

5
Reza Rahmat, “Ruang Lingkup Bisnis Syariah”, dalam http://reza-
rahmat.blogspot.co.id/2012/06/ruang-lingkup-bisnis-syariah.html. (11 Juni 2012)

9
2.       Syariah
Syariah disebut juga landasan pokok karena seorang pembisnis yang sukses
juga harus memiliki syariah atau mengetahui syariah islam yang baik dan
benar, maka disini seorang pembisnis dalam manajeman syariah bukan
hanya harus menguasai ilmu ekonomi tetapi juga ilmu agama. Merupakan
aturan Allah tentang pelaksanaan dari penyerahan diri secara total melalui
proses ibadah dalam hubungan dengan sesama makhluk, secara garis besar
syariah meliputi dua hal pokok yaitu ibadah dalam arti khusus atau ibadh
mahdah dan ibadah dalam arti umum atau muamalah atau ibadh ghair
mahdah.
3.       Akhlak
Yaitu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermuamalah dengan penuh
keikhlasan. Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kepada umatnya
berbisnis dengan jujur, sabar dan tidak seenaknya kepada para pesuruh atau
pegawai. Maka dari itu mengapa landasan dasar manajeman bisnia syariah
adalah akhlak karena dalam bisnis syariah kita harus meneladani akhlak-
akhlak nabi dalam berbisnis.
Tiga komponen ajaran Islam, akidah, syariat dan akhlak merupakan suatu
kesatuan yang integral tidak dapat dipisahkan.[6]

6
Rahardjo, M. Dawam, Ekonomi Islam, (Jakarta: tp, 2001), 71.

10
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan sebagai berikut:
1.      Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau
kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti
pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi poko persoalan
yang semestinya di pelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.
2.      Secara Etimologis, Manajemen adalah kosa kata yang berasal dari bahasa
Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan
mengatur. Secara umum manajemen juga dipandang sebagai sebuah disiplin
ilmu yang mengajarkan tentang proses untuk memperoleh tujuan organisasi
melalui upaya bersama dengan sejumlah orang atau sumber milik
organisasi. Manajeman syariah adalah suatu pengelolaan untuk memperoleh
hasil optimal yang bermuara pada pencarian keridhoan Allah. Oleh sebab itu
maka segala sesuatu langkah yang di ambil dalam menjalankan manajeman
tersebut harus  berdasarkan aturan-aturan Allah. Aturan-aturan itu tertuang
dalam Al-quran, Al-hadist dan beberapa contoh yang di lakukan oleh para
sahabat.
3.       Agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain yaitu:
1)    Aqidah atau Iman
Dalam menjalankan bisnis yang syariah seseorang harus memiliki
aqidah yang baik dan benar sesuai dengan perintah Allah.
2)    Syariah
Syariah disebut juga landasan pokok karena seorang pembisnis yang
sukses juga harus memiliki syariah atau mengetahui syariah islam yang
baik dan benar, maka disini seorang pembisnis dalam manajeman

1
syariah bukan hanya harus menguasai ilmu ekonomi tetapi juga ilmu
agama.
3)    Akhlak
Yaitu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermuamalah dengan
penuh keikhlasan. Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kepada
umatnya berbisnis dengan jujur, sabar dan tidak seenaknya kepada para
pesuruh atau pegawai.

2
DAFTAR PUSTAKA

M. Dawam, Rahardjo. 2001. Ekonomi Islam. Jakarta: Tp.


Muhammad. 2004.  Manajeman dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.
Taqiyuddin, An-Nabhani. 1996. Membangun   Sistem   Ekonomi
Alternatif  Perpspektif Islam. Jakarta: Risalah Gusti.

Anda mungkin juga menyukai