Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA COOLING

TOWER

Cooling tower merupakan alat penting pada industri yang digunakan untuk
menurunkan suhu aliran air dengan cara mengekstraksi panas dari air dan
membuang panas ke atmosfer. Cooling tower menggunakan air dan udara pada
proses perpindahan panas yang dibuang ke atmosfer. Kinerja dari cooling tower
dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu packing cooling tower, jenis material
packing, losses, lingkungan, laju alir massa dan udara, temperatur, dan fan.

1. Packing Cooling Tower


Packing berfungsi untuk mencampurkan air yang jatuh dengan udara yang
bergerak naik. Proses bertukarnya kalor antara air dan udara terjadi pada packing.
Packing harus dapat menimbulkan kontak yang baik antara air dan udara agar
terjadi laju perpindahan kalor yang baik. Cara yang dapat dilakukan untuk
menimbulkan kontak yang baik antara air dan udara adalah dengan meningkatkan
luas permukaan dan waktu kontak pada cooling tower (Putra, 2015).
Peningkatan luas permukaan dan waktu kontak dapat dilakukan dengan
memperbanyak packing dan mempertinggi cooling tower yang digunakan (Aprianti
dkk, 2018). Karakteristik cooling tower mengalami kenaikan dengan bertambahnya
tinggi pendistribusian cairan. Karakteristik cooling tower mengalami penurunan
dengan bertambahnya jumlah sekat, sedangkan untuk rasio laju aliran massa air
terhadap udara yang tinggi, demikian pula sebaliknya. Naiknya temperatur air yang
masuk cooling tower dan bertemperatur yang tinggi mengakibatkan naiknya nilai
karakteristik pada cooling tower (Ardani dkk, 2018).
Packing cooling tower merupakan salah satu faktor yang menentukan
proses pendinginan dan kinerja cooling tower. Alur packing akan mempengaruhi
luas bidang kontak dan aliran tetes air pada proses cooling tower. Alur packing akan
mempengaruhi kontak air dengan udara pendingin sehingga akan berpengaruh
terhadap proses pendinginan air pada cooling tower (Ardani dkk, 2018).
Jumlah packing pada cooling tower akan mempengaruhi kinerja cooling
tower. Luas bidang kontak antara air dan udara akan semakin besar apabila jumlah
packing diperbanyak, dengan asumsi air terdistribusi secara merata. Jumlah packing
yang lebih banyak akan memperbanyak bidang-bidang vertikal, dan menyebabkan
air langsung menuju ke dasar sehingga waktu kontak antara air dan udara menjadi
sedikit. Pola aliran dipengaruhi oleh jumlah packing dan derajat horizontal pipa-
pipa pengisi. Packing memiliki peran penting dalam merata atau tidaknya distribusi
air dan berperan terhadap perpindahan kalor pada cooling tower (Johanes, 2011).
Bentuk packing juga akan mempengaruhi proses pada cooling tower.
Bentuk lingkaran cenderung memiliki laju perpindahan panas yang lebih besar
dibanding sekat yang berbentuk segitiga. Efektifitas panas yang lebih besar ada
pada bentuk lingkaran, sedangkan bentuk sekat segitiga memiliki efektifitas lebih
kecil. Bentuk lingkaran memiliki fungsi yang lebih optimal dalam menghambat
gerakan air di atas permukaan sekat. Gerakan yang lambat menyebabkan waktu
kontak dengan udara pendingin menjadi lebih besar sehingga proses pendinginan
akan menjadi lebih optimal dibanding dengan bentuk segitiga (Hamid dkk, 2017).

Gambar 1. Bentuk Sekat Lingkaran dan Segitiga


(Sumber: Hamid dkk, 2017)

Sudut kemiringan packing berpengaruh terhadap kinerja cooling tower.


Pemilihan tipe packing horizontal dan vertikal berpengaruh terhadap kerja cooling
tower (Hamid dkk, 2018). Sudut alur packing yang besar akan menyebabkan besar
laju perpindahan panas dan berpengaruh pada nilai efisiensinya yang cenderung
semakin kecil. Laju perpindahan panas yang kecil akan berpengaruh pada transfer
energi dalam bentuk temperatur air dan aliran udara akan mengecil. Besaran laju
perpindahan panas akan mempengaruhi nilai efisiensi, karena salah satu indikator
dari efisiensi cooling tower ialah besaran energi yang berpindah dalam peristiwa
perpindahan panas di dalam cooling tower (Ardani dkk, 2018).
2. Jenis Packing Cooling Tower
Packing cooling tower terdiri dari beberapa jenis diantaranya wood gids,
rasching ring, berl saddles, intalox saddles, pall rings, lessing rings, cross partition
rings, stedman packing, goodloe packing, wire mesh packing, dan cannon packing
(Fauzan, 2014). Karakteristik packing sangat diperhatikan pada saat memilih jenis
packing. Karakteristik packing yang baik ialah tidak bereaksi dengan fluida di
dalam packing, karakter fisiknya kuat dan tidak berat, mengandung cukup banyak
jarak untuk kedua arus, memungkinkan terjadinya kontak yang maksimal antara air
dan udara, dan harga packingnya terjangkau. Material yang biasa digunakan pada
packing cooling tower ialah kayu, polimer, dan keramik.
Menurut Morisson (2008), kayu merupakan material yang paling ekonomis
digunakan untuk cooling tower berukuran besar dengan masa pakai cukup panjang
dibandingkan beton, metal, dan fiberglass. Penggunaan kayu untuk komponen
cooling tower dapat menghemat ± 40% biaya karena menghasilkan kombinasi yang
optimal antara konsumsi air, efisiensi termal, efisiensi elektrik, dan konsumsi
energi. Efisiensi ini diperoleh dari berkurangnya kebutuhan energi pembangkit,
efisiensi penggunaan air, berkurangnya biaya operasi, yang pada akhirnya
menghasilkan energi secara lebih ramah lingkungan.
Alat yang diminati menggunakan packing dengan area permukaan tinggi
dipilih dari jenis yang terdiri dari cincin bola, kepingan salju, atau pall. Dipilih dari
kelompok yang terdiri dari gelas, keramik, logam, plastik, atau plastik yang
diimpregnasi gelas. Dalam peralatan yang disukai, pengepakan permukaan yang
tinggi dibuat dari bahan plastik yang dipilih dari kelompok yang terdiri dari,
polietilena, polipropilen, atau perfluoropolyethylene. Peralatan yang disukai
menggunakan kemasan acak area permukaan tinggi yang memiliki luas permukaan
dalam kisaran 400 meter persegi / meter kubik hingga 3000 meter persegi / meter
kubik. Peralatan yang terutama disukai menggunakan kemasan acak Permukaan
tinggi yang memiliki luas Permukaan dalam kisaran 400 meter persegi / meter kubik
hingga 1500 meter persegi / kubik.
Material jenis keramik digunakan sebagai bahan packing cooling tower.
Jenis packing ini dianggap unik untuk film packing. Pembentukan packing keramik
dibuat sedemikian rupa sehingga setiap celah kecil berfungsi mengarahkan baling-
baling untuk udara, memindahkan sebagian besar udara secara bergantian dari satu
sisi ke sisi lainnya (Ramkrishnan, 2013). Area kontak air dan udara dengan kemasan
keramik 100 mm adalah yang terbesar, dan waktu penyimpanannya lama. Dengan
dua kemasan lainnya, waktu retensi lebih pendek dan kontak air ke udara adalah
periode yang sangat singkat.

Gambar 2. Packing Keramik


(Sumber: Ramkrishnan, 2013)

3. Losses
Prinsip pada cooling tower melepaskan panas ke udara yang temperaturnya
lebih rendah secara perpindahan panas laten dan sensibel. Proses yang terjadi pada
cooling tower tidak semua berjalan sesuai proses, terdapat losses yang ditimbulkan.
Losses merupakan kerugian yang ditimbulkan karena adanya masalah-masalah
dalam pengoperasiaan proses cooling tower dan dapat mengganggu kinerja dari
cooling tower. Losses pada proses cooling tower dibagi menjadi tiga jenis losses
yaitu evaporation, drift, dan blowdown losses.
1.1. Evaporation Loss
Evaporation losses adalah kerugian yang disebabkan karena adanya
penguapan pada proses cooling tower yang menyebabkan adanya kandungan air
yang menguap dan terbawa ke atmosfer. Evaporation losses dapat dicegah dengan
penggunaan drift eliminator. Drift eliminator akan menangkap tetes-tetes air yang
terjebak di dalam aliran udara agar air tidak hilang atau terbawa ke atmosfer
(Aprianti dkk, 2018).
1.2. Drift Losses
Proses pengoperasian cooling tower, proses pendinginan disertai dengan
hilangnya sebagian kecil percikan air dan penguapan ke udara (Sihombing dkk,
2017). Drift Losses merupakan kerugian massa air akibat terbawa aliran udara yang
belum menguap, sehingga menyebabkan sebagian air hilang ke atmosfer dan tidak
ikut berfungsi dalam perpindahan kalor. Jumlah drift loss terjadi relatif dan dapat
diperkecil dengan menggunakan drift eliminator pada cooling tower (Siallagan,
2017).
Jenis drift eliminator dibagi menjadi dua jenis, yakni herringbone atau
blade-types dan honeycomb atau cellular-types. Drift eliminator jenis honeycomb
lebih efisien mengurangi drift loss jika di aplikasikan pada aliran counterflow.
Sedangkan drift eliminator jenis blade-types lebih efisien mengurangi drift loss jika
diaplikasikan pada cooling tower aliran crossflow (Zohrarirani dan Permatasari,
2015).

1.3. Blowdown Losses


Blowdown losses adalah peristiwa pembentukan kerak atau korosi. logam
berubah menjadi bentuk asalnya akibat dari oksidasi yang disebabkan berikatannya
oksigen dengan logam, atau kerugian kogam disebabkan oleh akibat bahan kimia.
Akibat dari terbentuknya kerak adalah penipisan pada dinding sehingga dapat
menyebabkan pipa pecah atau bocor (Komarudin dkk, 2017).

4. Lingkungan
Cooling tower sudah banyak dikembangkan dan memiliki jenis-jenis yang
beragam dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pemilihan dari
sebuah cooling tower juga memperhatikan aspek lingkungan sekitar seperti
temperatur dan kelembaban (Sentana, 2005). Temperatur yang berpengaruh adalah
temperatur wet bulb dan dry bulb. Temperatur wet bulb akan menentukan seberapa
besar approach yang dicapai oleh cooling tower.
Approach adalah perbedaan antara temperatur air dingin keluar cooling
tower dengan temperature wet bulb pada lingkungan sekitar. Nilai approach yang
semakin dekat terhadap wet bulb maka semakin mahal harga cooling tower karena
berpengaruh pada pembangunan cooling tower tersebut (Fauzi, 2016). Ukuran dari
cooling tower yang dibangun dipengaruhi oleh temperatur wet bulb. Perancangan
dan pemilihan menara pendingin harus melihat data dari temperatur wet bulb sesuai
kondisi dari lingkngan setempat (Budihardjo, 2010).
Wet bulb temperatur adalah suhu yang tebaca pada termometer dengan
sensor yang dibalut dengan kain basa untuk menghilangkan radiasi panas. Dry bulb
temperatur merupakan kebalkan dari wet bulb temperatur dimana temperatur yang
terbaca pada termometer dalam kondisi terbuka. Dry bulb temperatur menunjukkan
kalor sensibel dimana perubahan yang terjadi pada temperatur dry bulb maka akan
berakibat pada perubahan kalor sensibel. Kalor sensibel sendiri adalah kalor yang
mengakibatkan adanya perubahan udara kering (dry bulb themperature) dan tidak
mempengaruhi kandungan uap air dalam udara. Relative Humidity (RH) atau
kelembaban adalah perbandingan antara tekanan uap air yang ada di dalam udara
terhadap tekanan saturasi uap air pada temperatur dry bulb yang sama. Data wet
bulb, dry bulb dan humidity dicari menggunakan psychometric chart (Putro, 2008).

Gambar 2. Psychometric Chart


(Sumber: Kuswanto, 2003)

Temperatur udara sekitar (temperatur ambient) akan berpengaruh terhadap


kinerja cooling tower. Udara yang pada tingkatan tertentu akan bergerak melalui
sebuah cooling tower dan mengalami perpindahan panas yang dapat terjadi
dipengaruhi oleh jumlah air permukaan yang terkena udara. Parameter yang
mempengaruhi cooling tower adalah pengaruh temperatur lingkungan yang dapat
mempengaruhi perpindahan panas atau kinerja di dalam cooling tower. Kinerja
cooling tower dipengaruhi oleh proses perpindahan panas secara sensibel dan laten
yang terdapat di dalam filler cooling tower (Pratiwi, 2014).
Temperatur ambient yang berpengaruh terhadap proses didalam cooling
tower walaupun berdampak positif tetapi akan berpengaruh juga terhadap kinerja
dari cooling tower bila lingkungannya tidak stabil atau ekstrim. Cooling tower
biasanya disimpan dalam ruang tertutup yang dimaksudkan untuk menghindari
fluktuasi suhu dan kelembaban yang terlalu ekstrim.
Daerah dataran tinggi memiliki suhu udara di lingkungannya pada malam
hari sekitar 10 °C sedangkan pada siang harinya suhu di daerah dataran tinggi
berkisar antara 20 °C (Wibisono, 2005). Suhu pada malam hari tersebut sangat
efektif dimanfaatkan untuk pendinginan pada cooling tower. Suhu pada siang hari
saat cerah dan tidak berawan akan meningkat sehingga perpindahan panas pada
cooling tower akan mempengaruhi efektifitas cooling tower, dan membuat panas
yang terserap oleh udara menjadi berkurang.
5. Pengaruh Laju Aliran Massa dan Udara
Perbandingan L/G, merupakan rasio perbandingan antara laju alir massa air
dengan udara. Cooling tower memiliki nilai desain tertentu, pengaturan dilakukan
dengan modifikasi dari nilai sudut sirip pada cooling tower. Aturan yang ada pada
hukum termodinamika mengatakan bahwa panas yang dibuang dari air harus sama
dengan panas yang diserap oleh udara sekitarnya (Fauzi dan Rudiyanto, 2016).
Besar laju aliran massa air dengan udara yang semakin tinggi, maka nilai
karakteristik juga semakin tinggi, hal tersebut karena bidang kontak permukaan
basah lebih luas dan merata karena laju aliran massa air yang besar. Nilai rasio laju
aliran massa air dan udara yang rendah maka penurunan harga Number of Transfer
Unit (NTU) sangat tinggi, tetapi untuk selanjutnya penurunan harga NTU semakin
mengecil dengan penambahan rasio laju aliran massa air dan udara. Mengecilnya
NTU disebabkan oleh semakin kecilnya presentase penguapan air yang terjadi tiap
satuan aliran massa air masuk cooling tower (Johanes, 2011).
Menurut Aprianti dkk. (2018), efisiensi cooling tower dapat ditingkatkan
dengan cara mengatur laju alir air ataupun udara, meningkatkan luas permukaan
kontak, dan meningkatkan waktu kontak antara air dan udara. Laju alir dari air
ataupun udara mempengaruhi temperatur cooling water yang dihasilkan. Laju alir
air yang rendah dan laju udara yang tinggi dapat menyebabkan temperatur cooling
water yang dihasilkan semakin rendah sehingga efisiensi cooling tower meningkat.
Laju alir udara dapat dipercepat dengan cara memperbanyak dan mempercepat
putaran fan yang digunakan pada cooling tower.

6. Temperatur
Cooling tower sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan sekitar.
Parameter yang dapat mempengaruhi kinerja dari cooling tower dapat dilihat dari
pengaruh temperatur lingkungan yang merupakan temperatur ambient, yaitu dry
bulb dan wet bulb yang akan mempengaruhi perpindahan panas atau kinerja di
dalam cooling tower secara sensibel dan laten di dalam fill. Analisa kinerja cooling
tower induced draft dalam model matematis memudahkan untuk menarik hubungan
antara pengaruh temperatur udara lingkungan, yaitu dry bulb dan wet bulb terhadap
beban panas di dalam cooling tower (Pratiwi dkk, 2014).
Pengaruh suhu lingkungan terhadap pengaruh suhu air sangat besar, yang
dapat mempengaruhi dalam efisiensi cooling tower. Effisiensi yang baik untuk
beban cooling tower pada analisa adalah suhu lingkungan yang masuk pada cooling
tower dengan T1 db 33°C kelembapan 80% dan suhu pelepasan udara panas dari
mesin T2 db 36°C kelembapan 90%. Make-up water yang paling ekonomis pada
cooling tower analisa dengan suhu lingkungan masuk cooling tower T1 db 33°C dan
suhu pelepasan udara panas dari mesin T2 db 36°C dengan kelembapan 80%, dan
90%. Pengaruh yang ditimbulkan apabila suhu tidak stabil pada mold yaitu
terjadinya pendinginan yang tidak sesuai sehingga bisa menyebabkan kualitas hasil
produksi dari cooling tower yang kurang baik (Putra, 2015).
Laju panas total di dalam cooling tower, yaitu 28,82 kW akan mampu
mendinginkan air sampai temperatur 28°C. Temperatur air masuk sebesar 39°C,
temperatur dry bulb di temperatur 35,2°C sehingga air output yang dihasilkan 33°C
dan laju aliran panasnya 21.27 kW. Kalor yang mampu dibuang ke atmosfer juga
dipengaruhi oleh kemampuan udara untuk membuang panas melalui bagian atas
cooling tower. Kondisi temperatur dry bulb yang terlalu tinggi maka kerja laju
perpindahan panas yang dibawa udara semakin kecil (Pratiwi dkk, 2014).
Laju aliran panas di dalam cooling tower dipengaruhi oleh besarnya
temperatur yang air masuk, sedangkan pengaruh temperatur dry bulb sangat kecil
pengaruhnya. Temperatur dry bulb udara luar dapat mempengaruhi untuk
memaksimalkan besar kalor yang mampu dibuang ke atmosfer melalui cerobong
cooling tower bagian atas (Pratiwi dkk, 2014).
Approach adalah perbedaan antara suhu air dingin yang keluar dari cooling
tower dan suhu wet bulb ambien, semakin rendah approach maka akan lebih baik
kinerja cooling tower. Approach merupakan indikator yang lebih baik untuk kinerja
pada cooling tower, semakin dekat approach terhadap wet bulb, maka akan semakin
mahal cooling tower karena meningkatnya ukuran. Ukuran Menara yang harus
dipilih yaitu, approach yang menjadi sangat penting, karena dapat kemudian diikuti
oleh debit air dan udara, sehingga range dan wet bulb akan semakin tidak
signifikan. Efektivitas pendinginan merupakan perbandingan antara range dan
range ideal, dengan semakin tinggi perbandingannya, maka semakin tinggi
efektivitas pendinginan suatu cooling tower (Handoyo, 2015).
Range akan menurun dengan kenaikan debit aliran, yang disebabkan karena
penambahan debit sehingga volume air yang mengalir menjadi lebih besar. Jumlah
air yang didinginkan mejadi lebih banyak sehingga menyebabkan pendinginan
tidak optimal dan pengurangan suhu air menjadi lebih rendah. Debit aliran semakin
besar, maka efektifitas panas juga semakin meningkat, yang disebabkan karena
peningkatan suhu menimbulkan laju perpindahan panasnya juga meningkat. Laju
perpindahan panas menunjukkan kinerja pertukaran panas antara aliran air panas
dan aliran udara pendingin. Peningkatan laju perpindahan panas ini menjadi
indikator kinerja menara pendingin dari aspek efektifitas panas (Hamid dkk, 2017).
Air mengalami perubahan temperatur dari panas ke dingin melalui fill yang
didalamnya terdapat udara panas yang ditarik dan dibuang ke atmosfer dengan
bantuan fan. Air yang telah berubah temperaturnya dari keluaran fill akan masuk ke
basin. Make up water pada cooling tower dapat ditambahkan dalam basin untuk
menambahkan volume air dalam basin yang mengalami pengurangan yang terjadi
karena sebagian air hilang akibat penguapan (Pratiwi dkk, 2014).
7. Fan
Fan merupakan bagian terpenting sebuah cooling tower karena berfungsi
untuk menarik udara yang dingin dan mensirkulasikan udara di dalam tower untuk
mendinginkan air. Kinerja cooling tower tidak optimal jika kipas tidak berfungsi.
Kipas digerakkan motor listrik yang berhubungan langsung dengan poros kipas
(Rahmawati, 2017). Fan berfungsi mengirim aliran udara menuju cooling tower
untuk melakukan perpindahan kalor dengan air yang dilewati. Bahan yang biasa
digunakan untuk fan adalah aluminium, fiberglass, dan baja yang digalvanisasi.
Baling-baling pada fan terbuat dari baja galvanisasi, aluminium, dan plastik yang
dikombinasikan dengan fiberglass (Handoyo, 2015).
Fan merupakan bagian terpenting dari sebuah cooling tower karena
berfungsi untuk menarik udara dingin dan mensirkulasikan udara tersebut di dalam
cooling tower untuk mendinginkan air. Fan yang mengalami kerusakan atau tidak
berfungsi maka kinerja menara pendingin tidak maksimal. Fan digerakkan oleh
motor listrik dan dipasangkan langsung di bagian poros fan (Putra 2015).
Air panas pada cooling tower secara langsung akan melakukan kontak
dengan udara sekitar yang bergerak secara paksa karena pengaruh fan atau blower
yang terpasang pada bagian atas cooling tower, dengan air mengalir jatuh ke bahan
pengisi (Handoyo, 2015). Air panas yang keluar secara spray secara langsung
melewati filler pada menara cooling tower yang bergerak secara paksa karena
pengaruh fan. Air yang telah melawati filler mengalami penurunan temperatur dan
ditampung dalam basin untuk dipompa (Ayyam dkk, 2018).
Pendingin yang terjadi pada cooling tower dari udara mengalir karena
adanya fan yang digerakkan secara mekanik. Fungsi fan adalah mendorong udara
atau menarik udara melalui tower yang dipasang diatas atau dibawah cooling tower.
Cooling toweri pada aliran angin mekanik terbagi menjadi dua jenis, yaitu tipe
aliran forced draf dan tipe aliran induced draft. Tipe forced draf , yaitu fan yang
dipasang di bagian bawah, sehingga mendorong udara melalui tower. Aliran angin
secara teoritis banyak disukai karena fan beroperasi dengan udara yang lebih
dingin, sehingga konsumsi daya menjadi lebih kecil (Putra 2015). kerja fan menjadi
lebih ringan. Apabila daya fan setelah treatment dianggap akan sama atau
mendekati data desainnya
Tipe aliran induced draft, yaitu udara masuk dari sisi menara melalui celah
yang cukup besar pada kecepatan rendah dan bergerak melalui filling material.
Pemasangan fan pada puncak menara dan akan membuang udara kalor dan lembab
ke atmosfer. Aliran udara masuk menara pada dasarnya horizontal, tetapi aliran
pada bahan pengisi ada yang horizontal seperti pada menara pendingin aliran silang
dan adapula yang vertikal seperti cooling tower aliran lawan arah. Cooling tower
lawan arah lebih banyak dipilih karena efisiensi termalnya lebih baik (Putra 2015).
Cooling tower sebagai alat penukar kalor dengan sistem yang terbuka pada
fluida panas akan melepaskan panasnya ke udara yang berinteraksi secara langsung
dengan bantuan induce draft fan yang memiliki berfungsi untuk menghisap udara
luar secara paksa masuk ke dalam cooling tower. Proses pendinginan di dalam
cooling tower dengan sejumlah air pendingin akan mengalami penguapan, sehingga
laju alir massa air pendingin akan berkurang. Air hilang akibat penguapan akan
digantikan oleh air penambah yang dipersiapkan. Neraca energi dalam sistem
cooling tower adalah jumlah energi masuk dan daya fan harus sama dengan ensergi
keluar dan kerugian energi yang terjadi selama proses (Homzah, 2014).

Gambar 3. Jenis Fan


(Sumber: Handoyo, 2015)

Mengatur kinerja cooling tower dengan cara mengatur volume air yang
masuk agar tidak berlebihan, mengukur kondisi temperatur udara sekitar dan
mengukur kerja fan supaya lebih maksimal Kondisi seperti ini, secara langsung
mempengaruhi kerja fan menjadi lebih berat yang akan mendorong terjadinya
pemborosan energi. Apabila dilakukan perawatan dan pembersihan secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA

Aprianti, T., Priyantama, E. D., dan Tanuwijaya, F. I. 2018. Menghitung Efisiensi


dan Losses Cooling Tower Unit Refinery PT Wilmar Nabati Indonesia
Pelintung. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 24(3): 57-59.
Ardani, A., Qiram, I., dan Rubiono, G. 2018. Pengaruh Sudut Alur Sekat terhadap
Unjuk Kerja Menara Pendingin (Cooling Tower). Jurnal Dinamika Teknik
Mesin. Vol. 8(1): 21-29.
Ayyam, K., Sari, M. P., Ma’sum, Z., dan Diah, W. 2018. Perpandingan Kinerja
Antara Bahan Pengisi pada Menara Cooling Tower dengan Sistem Destilasi
Uap. Jurnal Penelitihan Mahasiswa Teknik Sipil dan Teknik Kimia. Vol.
2(1): 19-29.
Budihardjo. 2010. Kinerja Menara Pendingin untuk Kebutuhan Sistem
Pengkondisian Udara pada Kondisi Iklim Tropis Basah. Prosiding. Seminar
Nasional Tahunan Teknik Mesin. Palembang. 13-15 Oktober 2010.
Fauzi, D. A. 2016. Analisa Performa Menara Pendingin pada PT. Geo Dipa Energi
Unit Dieng. Jurnal Ilmiah Rotari. Vol. 1(1): 25-32.
Hamid, A., Karim, L., Jamroni, M., Qiram, I., dan Rubiono, G. 2017. Pengaruh
Bentuk dan Konfigurasi Alur Sekat Terhadap Unjuk Kerja Menara
Pendingin (Cooling Tower). Jurnal ROTOR. Vol. 10(2):1-5.
Handoyo, Y. 2015. Analisis Performa Cooling Tower LCT 400 pada PT. XYZ,
Tambun Bekasi. Jurnal Ilmuah Teknik Mesin. Vol. 3(1): 38-52.
Homzah, O. F. 2014. Analisa Performa pada Menara Pendingin dengan Mengguna-
kan Analisis Eksergi. Jurnal Desiminasi Teknologi. Vol. 2(1):23-28.
Johanes, S. 2011. Komparasi Karakteristik Menara Pendingin Menggunakan
Beberapa Tipe Susunan Pipa-pipa sebagai Pendistribusi Cairan. Jurnal
Forum Teknik. Vol. 34(1): 67-75.
Komarudin, Saputra, R., dan Baskoro, Y. S. 2017. Analisis Pengaruh Penyerapan
Kalor Terhadap Efisiensi Cooling Tower pada Tungku Induksi Pengecoran
Logam Diplman Astra. Jurnal Bina Teknika. Vol. 13(2): 11-21.
Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan Pengemasan dan Penyimpanan Benih.
Yogyakarta: Kanisius.
Morisson, F. 2008. Living in a Material World Proper Selection of the Materials of
Construction for Cooling Towers in Commercial HVAC and Industrial
Applications. CTI Journal. Vol. 29(1): 8-33.
Pratiwi, N. P., Nugroho, G., dan Hamidah, N. L. 2014. Analisa Kinerja Cooling
Tower Induced Draft Tipe LBC W-300 Terhadap Pegaruh Temperatur
Lingkungan. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 7(7): 1-6.
Putra, R. S. 2015. Analisa Perhitungan Beban Cooling Tower pada Fluida di Mesin
Injeksi Plastik. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 4(2): 56-62.
Putro, W. K. 2008. Analisa Energi dan Beban Thermal pada Gedung Dekanat
Fakltas Teknik Universitas Indonesia. [SKRIPSI]. Depok. Universitas
Indonesia.
Sentana, A., dan Hadinata, T. A. 2005. Sistem Operasi dan Analisis Menara
Pendingin (Cooling Tower) PLTP Kamojang. Jurnal Infomatek. Vol. 7(2):
105-114.
Siallagan, H. P. 2017. Analisis Kinerja Cooling Tower 8330 CT01 pada Water
Treatment Plant-2 PT Krakatau Steel (PERSERO) TBK. Jurnal Teknik
Mesin. Vol. 6(3): 215-219.
Sihombing, E., Sutrisno, S., dan Dibyo, S. 2017. Evaluasi Kemampuan Sistem
Menara Pendingin Reaktor RGS-GAS. Jurnal Pengembangan Energi
Nuklir. Vol. 20(2): 89-94.
Wibisono, Y. 2006. Performance Comparison of Cooling Tower Filler Used in the
Induced Counter Flow Type Cooling Tower System. Jurnal Teknologi
Pertanian. Vol. 6(8): 152-162.
Zohrarirani, F., dan Permatasari, P. D. 2015. Studi Kasus Drift Loss pada Cooling
Tower Unit 3 di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP
Kamojang. Jurnal Mekanika dan Energi. Vol. 2(1): 1-6.

Anda mungkin juga menyukai