Asuransi Syariah
Asuransi Syariah
A. PENDAHULUAN
Asuransi secara umum adalah : “suatu perjanjian dengan mana
seorang penanggung (perusahaan asuransi) mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung (nasabah) dengan membayar
premi untuk memberikan penggantian kepada nasabah karena
terjadi suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan yang
mungkin akan diderita (oleh nasabah) karena suatu peristiwa
tertentu (KUHD pasal 246).
1. Asuransi Syariah
Definisi
(1) Usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (DSN-MUI)
Maksud dari Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan),
perjudian, riba, penganiayaan/kezaliman, suap, barang haram dan maksiat.
(2) Sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan (derma) sebagian atau seluruh kontribusinya
yang digunakan untuk membayar klaim atas kerugian akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda
yang dialami oleh sebagian peserta yang lain. (AAOIFI=Accounting and Auditing Organization for
Islamic Financial Institutions)
Analisis
Tentang Penjaminan (dhaman)
Penjamninan adalah dhammu dzimmah adh-dhâmin ilâ dzimmah al-madhmûn ’anhu fî iltizâm
al-haqq (memasukkan jaminan penjamin pada tanggungan pihak yang dijamin dalam kewajiban
menunaikan hak)
Kepada Nabi saw. pernah didatangkan sesosok jenazah agar beliau menshalatkannya. Lalu
beliau bertanya, “Apakah ia punya hutang?” Para Sahabat berkata, “Benar, dua dinar.” Beliau
bersabda, “Shalatkan teman kalian!” Kemudian Abu Qatadah berkata, “Keduanya (dua dinar
itu) menjadi kewajibanku, ya Rasulullah.” Nabi saw. pun lalu menshalatkannya
(HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i dan al-Hakim)
Rukun Penjaminan
(1) Rukun
a. Sesuatu yang dijamin (al-madhmûn bihi)
b. Penjamin (adh-dhâmin)
c. Pihak yang dijamin (al-madhmûn ‘anhu), tidak boleh majhul (artinya harus diketahui)
d. Pihak yang menerima jaminan (al-madhmûn lahu), tidak boleh majhul
2. Harus ada dhammu dzimmah ilâ dzimmah (memasukkan jaminan kepada jaminan pihak lain).
Tidak ada jika al-madhmûn ‘anhu (yang dijamin) punya :
a. Hak yang wajib ditunaikan dan terbukti ada dalam tanggungan (haqqun wâjibun
tsâbitun fî adz-dzimmah)
b. Hak yang nantinya wajib ditunaikan dan terbukti ada dalam tanggungan (haqqun yaûlu
ilâ al-wâjib wa tsâbit fî adz-dzimmah)
3. Harus tanpa kompensasi untuk penjamin karena merupakan tabarru’
Dalam praktek umum muamalah asuransi syariah terdapat hal-hal “bermasalah”:
1. Terjadi dua akad dalam satu transaksi (shafqatayn fî shafqah). Statusnya bisa batil
2. Tabarru’ secara syar’i merupakan hibah. Hibah merupakan pemindahan kepemilikan tanpa
kompensasi. Pada asuransi syariah, nasabah ikut karena mengharap bisa dapat dana pertanggungan
yang tentu saja jauh lebih besar dari total premi yang dibayarkan. Dan itu tertuang dalam klausul
kontrak asuransi yang sifatnya mengikat. Disamping, dalam asuransi non saving juga ada
pengembalian dana kpd nasabah dari kelebihan pengelolaan dana tabarru’ (surplus underwriting)
3. Dari sisi ketentuan adh-dhamân, tidak terpenuhi:
Tidak ada dhammu dzimmah ilâ dzimmah (memasukkan jaminan kepada jaminan pihak lain). Sebab
nasabah tidak punya kewajiban finansial apapun kepada sesiapapun.
4. Status perusahaan dalam akad mudharabah
Perusahaan asuransi tidak mengelola langsung dana investasi, melainkan diinvestasikan melalui
bank
Solusi
Kembalilah pada ketentuan akad penanggungan (adh-dhaman) seutuhnya.