Anda di halaman 1dari 10

TUGAS RANGKUMAN

EKONOMI MONETER
MODUL 5

Dibuat oleh:

Nama : Salsabila Dwi Agustina

NIM : 042024573

Kelas : IV B Manajemen

UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
SALUT PRIMA BANGSA CIANJUR
2020
MODUL 5
INFLASI DAN KEBIJAKAN TARGET INFLASI

KEGIATAN BELAJAR 1
TEORI INFLASI
Inflasi harga umum (general price inflaction) didefinisikan sebagai kecenderungan meningkatnya
harga barang dan jasa secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu, Kenaikan harga barang
tersebut tidak harus dengan persentase yang sama, namun secara terus menerus selama satu periode
tertentu. Apabila kenaikan harga barang hanya terjadi sekali saja walaupun dalam persentase yang
cukup besar bukan merupakan inflasi. Peningkatan harga tersebut berdampak pada penurunan daya
beli masyarakat. Sejarah perubahan harga memperlihatkan bahwa di dalam suatu perekonomian
inflasi lebih sering terjadi dibandingkan deflasi.
Lazimnya untuk pengukuran perubahan harga dalam perekonomian digunakan indeks harga
konsumen (IHK). IHK merupakan indeks harga gabungan yang mengukur perubahan harga bahan
makanan, penimahan, perawatan kesehatan, transportasi, pakaian, serta beberapa barang atau jass
tertentu yang digunakan oleh individu dan keluarga. Selain IHK, pengukuran lain adalah Indeks Harga
produsen (Producer Price Indeks, PPI) dan Indeks Harga Implisit untuk Produk Nasional Bruto (Impicit
Price Indeks for Gross National Product, IPI-GNP). Kedua jenis indeks tersebut sering dipergunakan
untuk mengestimasi inflasi harga umum.

A. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB INFLASI

1. Demand Pull Inflation


Inflasi tarikan permintaan diakibatkan adanya kelebihan likuiditas. Oleh karena itu inflasi
tarikan permintaan ini lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (bank
sentral). Inflasi ini terjadi akibat adanya pennintaan total yang berlebihan yang biasanya dipicu
oleh membanjimya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu
perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait
dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan
terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi
itu akan menyebabkan harga faktor produksi meningkat jadi, inflasi ini terjadi karena adanya
kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full
employment dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas di pasar yang
berlebihan. Membanjimya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor, antara lain
kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang. Kebijakan suku bunga bank
sentral, dan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

2. Cost Pull Inflation


Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi
termasuk juga adanya kelangkaan distribusi, walaupun permintaan secara umum tidak ada
perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga
karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola
atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal
seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan), bencana alam, cuaca,
kelangkaan.

B. TEORI-TEORI INFLASI
1. Teori Kuantitas
Teori kuantitas menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena dua hal, yaitu jumlah
uang beredar dan adanya psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga
(expectations). Ada 2 esensi penting dan teori Kuantitas ini yaitu pertama, laju inflasi terjadi jika
ada penambahan volume uang beredar Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai
kenaikan harga di masa yang akan datang (Boediono, 1985).
a. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (uang kartal atau
uang giral). Penambahan jumlah uang akan memicu terjadinya inflasi. Bila jumlah uang tidak
ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musabab awal terjadinya
inflasi.
b. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh psikologi
(harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang. Pada kondisi ini
terdapat tiga kemungkinan keadaan.

2. Teori Keynes
Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan masyarakat akan
barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Proses inflasi menurut
pandangan ini merupakan suatu keadaan di mana permintaan masyarakat akan barang-barang
selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia sehingga timbul apa yang disebut dengan
inflationary gap. Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan permintaan efektif dari
semua golongan masyarakat pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari
barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga akan naik karena permintaan
total melebihi jumlah barang yang tersedia.

3. Teori Struturalis.
Teori Strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari perekonomian yang
menyebabkan terjadinya inflasi. Teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang karena yang
dimaksud dengan faktor-faktor struktural di sini adalah faktor-faktor yang hanya bisa berubah
secara gradual Ketegaran yang pertama diakibatkan ketidakelastisan dari penerimaan ekspor,
yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-
sektor lain. Kelambanan ini antara lain disebabkan oleh:
A. Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak
menguntungkan dibanding dengan harga-harga barang impor yang harus dibayar. Dalam
istilah ekonomi, dasar penukaran (term of trade) negara tersebut semakin memburuk. Harga
barang-barang hasil alam yang merupakan barang-barang ekspor dari negara-negara sedang
berkembang, dalam jangka panjang naik lebih lambat dari pada harga barang-barang
industri, yang merupakan barang-barang impor negara negarn sedang berkembang.
B. Suplai atau produksi barang-barang ekspor tidak responsif terhadap kenaikan harga (tidak
elastis). Kelambanan pertumbuhan ekspor berarti pula kelambanan kemampuan untuk
impor barang-barang yang dibutuhkan (baik barang konsumsi maupun investasi). Akibatnya
negan yang bersangkutan mengambil kebijakan pembangunan yang menekankan pada
pengembangan produksi dalam negeri untuk barang barang yang sebelumnya diimpor
(import-substitution strategy) walaupun harus sering dengan biaya produksi yang lebih
tinggi dan kualitas yang lebih rendah. Biaya yang lebih tinggi menyebabkan harga produk
menjadi lebih tinggi. Dengan demikian inflasi akan terjadi.

C. DAMPAK INFLASI

1. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)


Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang
diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan
dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk
uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang
mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan
pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari ju inflasi, atau mereka yang mempunyai
kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi.
Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian
pendapatan dan kekayaan masyarakat.)
2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi Perubahan ini dapat terjadi
melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong
terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi
permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang
kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.

3. Efek Terhadap Output (Output Effects)


Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam
keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga
keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi.
Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya,
yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang ril turun dengan drastis,
masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas.

D. KEBIJAKAN DALAM MENANGULANGI INFLASI


Di dalam kebijakan moneter, langkah-langkah yang diambil antara lain dengan kebijakan uang
ketat (tight money policy), menaikkan suku bunga SBI (Sertifikat bank Indonesia) dan memperbaiki
nilai tukar.

1. Kebijakan uang ketat.


Kebijakan ini merupakan kebijakan untuk mengurangi jumlah beredar. Pengurangan jumlah
uang beredar diharapkan akan mengurangi tingkat inflasi. Seperti halnya yang dituliskan oleh
Milton Friedman melalui teori Kuantitas uangnya.
2. Menaikkan suku bunga SBI.
Meningkatnya suku bunga SBI menyebabkan banyak bank-bank swasta yang ingin
memilikinya Akhimya bank umum itu akan menaikkan suku bunga deposito. Uang yang berhasil
mereka kumpulkan mereka gunakan untuk pembelian sertifikat Bank Indonesia. Akhirnya bank
tersebut harus mengumpulan dana sebanyak-banyaknya agar dapat membeli SBI tersebut.
3. Memperbaiki nilai tukar mata uang.
Dengan melakukan intervensi terhadap mata uang asing, maka nilai tukar akan dapat diatur,
sehingga pada akhimya akan mempermudah dan mempermudah biaya impor barang-barang
material (input).
KEGIATAN BELAJAR 2
TARGET INFLASI SEBAGAI SASARAN KEBIJAKAN MONETER

A. TARGET INFLASI SEBAGAI SASARAN KEBIJAKAN MONETER


Target inflasi merupakan kebijakan yang langsung menuju sasaran (straightforward). Bank
sentral diharapkan mampu meramalkan (forecast) jalur inflasi masa datang dimana peramalannya
Dengan membandingkan dengan target tingkat inflasi yang (yaitu tingkat inflasi dimana
pemerintah menilai layak bagi tingkat perekonomian), sehingga perbedaan antara peramal dan
target menentukan besarnya kebijakan moneter yang harus disesuaikan. Negara-negara yang
menganut target inflasi meyakini bahwa target inflasi mampu meningkatkan kinerja kebijakan
moneter dibanding dengan pola atau prosedur konvensional yang dilakukan oleh bank sentral
selama ini.

B. PERSYARATAN PENERAPAN TARGET INFLASI


Penerapan kebijakan target inflasi sebagai salah satu cara untuk menanggulangi inflasi setibanya
mensyaratkan beberapa hal antara lain independensi Bank sentral, kemampuan memprediksi
inflasi, pengawasan instrumen-instrumen kebijakan moneter, dan pelaksanaan secara transparan
dan konsisten. Penjelasan syarat itu sebagai berikut:
1. Bank sentral harus diberikan kebebasan yang besar dalam mengendalikan kebijakan moneter.
Sejauh ini tidak ada bank sentral yang sepenuhnya bebas dari pengaruh pemerintahan setelah
aku otoritas sektor fiskal atau Riil.
2. Persyaratan yang kedua agar target inflasi bekerja efektif adalah fokus terhadap sasaran.
Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai
oleh bank sentral.
3. Capacity to forecast inflation. Bank sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk
memprediksi inflasi secara akurat sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak
dicapai.
4. Pengawasan instrumen. Bank sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen
instrumen kebijakan moneter.
5. Pelaksanaan secara konsisten dan transparan. Dengan pelaksanaan target inflasi secara
konsisten dan transparan, maka kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan
semakin meningkat.
6. Fleksibel sekaligus kredibel. Biasanya, kebijakan yang fleksibel akan cenderung kurang kredibel
dan hal itu merupakan dilema dalam penentuan kebijakan.
C. LEVEL SASARAN INFLASI DAN JANGKA WAKTU PENCAPAIAN
Dalam penentuan level sasaran inflasi yang patut dipertimbangkan adalah masalah karakteristik
inflasi, efektivitas dan variabilitas kebijakan moneter, dampaknya terhadap proses pemulihan
ekonomi dan perkiraan mengenai sumber-sumber tekanan inflasi yang berada di luar pengaruh
kebijakan moneter.
Dalam periode jangka pendek, proses disintegrasi membutuhkan penerapan kebijakan
kebijakan moneter yang ekstraketat yang akan berakibat buruk pada upaya pemulihan ekonomi.
Sehingga kebijakan moneter diharapkan mempunyai ruang gerak yang memadai untuk
memberikan iklim yang kondusif bagi proses pemulihan ekonomi, namun ekspektasi inflasi
masyarakat secara bertahap akan terbentuk sesuai dengan sasaran inflasi jangka menengah.
Proses disintegrasi tersebut dilandasi atas beberapa asumsi yang bersifat optimis yaitu:
1. Kebijakan pemerintah menaikkan harga barang administered harus berkurang dalam jangka
menengah, terutama karena telah dihapuskannya subsidi BBM dan berakhirnya kenaikan tarif
dasar listrik sesuai dengan harga internasional.
2. Pergerakan nilai tukar rupiah yang lebih stabil, sejalan dengan berkurangnya tekanan
pemerintah murni valuta asing, membaiknya struktur pasar keuangan, serta pulihnya kondisi
dan fungsi intermediasi perbankan dan berkurangnya risiko dari faktor non ekonomi.
3. Fungsi intermediasi perbankan telah kembali normal sehingga transmisi dan efektivitas
kebijakan moneter dapat berlangsung dengan baik.
4. Permasalahan-permasalahan di sektor riil telah dapat diatasi dan realisasi investasi telah
membaik sehingga kendala peningkatan penawaran agregat dalam mengimbangi permintaan
agregat tidak menimbulkan tekanan yang besar terhadap inflasi.
5. Kredibilitas Bank Indonesia yang telah terbentuk melalui pelaksanaan kebijakan moneter secara
konsisten dan penempatan sasaran inovasi yang realistis, sehingga dapat mengarahkan dan
membentuk ekspektasi inflasi yang rendah.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas dan dengan melihat kondisi ekonomi makro
dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi, sasaran inflasi IHK yang optimum untuk dicapai
dalam jangka pendek adalah kisaran 9% - 10% setara sasaran inflasi IHK jangka menengah yang
dapat diupayakan oleh Bank Indonesia tanpa menghambat proses pemulihan ekonomi adalah 6%
- 7%.

D. PROSEDUR OPERASI KEBIJAKAN MONETER


1. Target Operasi
Dalam kerangka target inflasi, kebijakan moneter diarahkan untuk mempengaruhi
permintaan agregat, begitu juga dari kapasitas ekonomi melalui sisi penawaran agregat. Dengan
cara ini, proses pertumbuhan ekonomi dapat diraih secara lebih berkelanjutan (sustainable
way).
Hal yang patut dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan moneter adalah faktor
kelambanan (considerable lah). Ada dua aspek mengenai masalah waktu untuk mencapai target
inflasi yang diinginkan; pertama adalah beberapa lama di capai target inflasi yang diinginkan
yang menghasilkan kerugian output paling minimum. Yang kedua adalah berapa lama waktu
perkiraan yang layak bagi kebijakan moneter dalam bereaksi, berkaitan dengan kelambanan
kebijakan moneter.
Permasalahan target operasi adalah mengubah paradigma kebijakan moneter dari target
moneter konvensional menjadi paradigma baru sesuai yang telah diamanatkan oleh bank
sentral.
2. Instrumen Moneter
1 pertanyaan penting adalah bagaimana mengendalikan kebijakan moneter dalam kerangka
target inflasi. Bank sentral Amerika Serikat (US Federal reserves) menggunakan piranti operasi
bisa terbuka, yaitu dengan membeli atau menjual obligasi pemerintah atau surat berharga yang
lain, untuk mengarahkan suku bunga pasar menuju sasaran yang diinginkan.

E. HAMBATAN DALAM PENERAPAN TARGET INFLASI


Meski kebijakan target inflasi ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat banyak
hambatan yang berkaitan dengan banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh dalam
pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang juga menjadi kendala
dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Hambatan dalam menciptakan independensi. Sulitnya menciptakan independensi Bank sentral,
karena hingga saat ini sistem pemerintahan Indonesia tidak memungkinkan untuk memberikan
kewenangan penuh terhadap suatu lembaga atau otoritas dalam menjalankan fungsi
pengawasan instrumen keuangan.
2. Hambatan dalam memprediksi inflasi. Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci
utama dalam melaksanakan kebijakan target inflasi. Hal ini berkaitan dengan kondisi politik dan
keamanan yang boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir ini. Padahal, stabilitas nasional
sangat berperan dalam menentukan kondisi ekonomi suatu negara.
3. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan transparan. Pelaksanaan
kebijakan target inflasi secara konsisten dan transparan juga akan sulit terwujud. Tingkat
korupsi di Indonesia yang sedemikian tinggi akan mempersulit pemerintah dalam meraih
kepercayaan dari masyarakat.
4. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel. Menjalankan kebijakan
secara fleksibel sekaligus credible juga bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Jika kebijakan
diperlukan secara lentur, maka akan membuka kesempatan korupsi dan kolusi, sehingga
menyebabkan incredible. Demikian juga sebaliknya, apabila kebijakan ini lebih berfokus kepada
kredibilitas, maka akan timbul sifat inflexible.
5. Tingkat keparahan krisis. Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di
Indonesia sudah tergolong akut, sehingga penanganannya juga lebih sulit dibanding negara-
negara lain. Mungkin kebijakan target inflasi ini berhasil diberlakukan di negara-negara lain,
namun belum tentu akan sesuai diberlakukan di Indonesia.

F. PENETAPAN TARGET INFLASI DI INDONESIA


Krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1997 dan 1998 telah menimbulkan dampak
ketidakstabilan perekonomian Indonesia. Tekanan yang terjadi pada nilai tukar dan cadangan
devisa pada awal krisis memaksa otoritas moneter untuk mengabaikan sistem Crawling band
exchange rate regime dan rupiah dibiarkan mengambang pada bulan Agustus 1997.
Dalam pasal 7 UU No. 23/99 disebutkan bahwa tugas pokok Bank Indonesia adalah mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Selanjutnya dalam pasal 10, untuk menjalankan tugas ini
Bank Indonesia diwajibkan untuk mengumumkan sasaran inflasi dan sasaran moneter untuk
mencapai sasaran inflasi tersebut. Sejalan dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tersebut
maka sejak tahun 2000 Bank Indonesia mulai menempuh Langkah-langkah untuk menerapkan
kerangka kerja target inflasi. Langkah-langkah yang ditempuh Bank Indonesia antara lain:
1. Menetapkan sasaran inflasi
2. Kebijakan moneter yang mengarah ke depan
3. Akuntabilitas

Anda mungkin juga menyukai