Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

Tn. S dengan Efusi Pleura + Susp TB + DM Hiperglikemia

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners


Departemen Medikal di Ruang Irna Dewasa RSUD Kota Malang

CI Klinik: Ns. Samira S. Alkatiry, S.Kep., M.Mkes

CI Akademik: Alfrina Hany, S.Kp, M.Ng (AC)

Oleh :
Dian Febiola Christian
210070300111049
Kelompok 3

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2021
1. PENGERTIAN
Efusi pleura, merupakan akumulasi cairan yang berlebihan di
rongga pleura yang menunjukkan ketidakseimbangan antara pembentukan
dan pengeluaran cairan pleura (Karkhanis, 2012). Akumulasi cairan pleura
bukanlah penyakit spesifik, melainkan cerminan dari patologi yang
mendasarinya. Efusi pleura menyertai berbagai macam gangguan paru-
paru, pleura, dan gangguan sistemik.
Efusi pleura adalah akumulasi cairan di antara pleura parietal dan
visceral, yang disebut rongga pleura. Ini dapat terjadi dengan sendirinya
atau dapat menjadi akibat dari penyakit parenkim di sekitarnya seperti
infeksi, keganasan atau kondisi peradangan. Efusi pleura merupakan salah
satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas paru (Krishna, 2021).
Semua manusia yang sehat memiliki sejumlah kecil cairan pleura
(10 cc - 20 cc) yang melumasi ruang dan memfasilitasi gerakan paru-paru
normal selama respirasi. Keseimbangan cairan yang halus ini
dipertahankan oleh tekanan onkotik dan hidrostatik serta drainase limfatik;
gangguan pada salah satu dari sistem ini dapat menyebabkan penumpukan
cairan pleura.
2. ETIOLOGI
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau
keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut (Morton
2012):
1) Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
2) Peningkatan permeabilitas kapiler
3) Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4) Peningkatan tekakanan negative intrapleura
5) Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
- Penyebab efusi pleura:
a. Infeksi  Tuberkulosis, Pneumonitis, Abses paru, Perforasi
esophagus, Abses sufrenik
b. Non infeksi  Karsinoma paru, Karsinoma pleura: primer,
sekunder, Karsinoma mediastinum, Tumor ovarium, Bendungan
jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva, Gagal hati, Gagal
ginjal, Hipotiroidisme, Kilotoraks, Emboli paru.

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, etiologi dari efusi pleura


dapat dibedakan menjadi eksudatif dan transudatif (Karkhanis, 2012) seperti
berikut ini:

1) Eksudat
Efusi pleura eksudat adalah efusi pleura yang disebabkan oleh peradangan
pada pleura maupun terdapat masalah pada paru-paru. Beberapa
kemungkinan penyebab efusi pleura eksudat adalah:
a) Simpel eksudat seperti: adanya infeksi (virus, bakteri, parasite),
penyakit tuberculosis, adanya keganasan (malignancy) yang sudah
metastasis primer, Penyakit jaringan ikat (SLE, Arthritis Reumathoid),
Penyakit imun, penyakit gastrointestinal, inflamasi lainnya seperti
embolisme paru, serta kondisi iatrogenic (kesalahan dalam menentukan
diagnosis).
b) Pyothorax, penyebabnya adalah infeksi bakteri, TB, amoeba, atau
jamur.
c) Hemothorax, penyebabnya adalah trauma, pembedahan, perdarahan.
d) Chylothorax, penyebabnya adalah pembedahan, keganasan, idiopatik,
kongenital, filariasis.
2) Transudat
Efusi pleura transudate adalah efusi pleura yang terjadi ketika terdapat
penumpukan cairan yang disebabkan oleh keluarnya cairan dari pembuluh
darah. Beberapa kemungkinan penyebab efusi pleura transudate adalah
karena penyakit gagal jantung kongestif, sirosis, asites, sindrom nefrotik,
urinothorax, dan peritoneal dialysis.
Selain kedua penyebab tersebut, terdapat beberapa factor risiko
terjadinya efusi pleura seperti:
1) Pneumonia
2) Usia yang lebih tua, penurunan berat badan, riwayat merokok mengarah
pada diagnosis efusi pleura ganas.
3) Pembengkakan kaki atau trombosis vena dalam dapat menyebabkan efusi
yang berhubungan dengan emboli paru.
4) Paparan asbes sebelumnya dapat menjadi penyebab efusi jinak atau ganas
yang berhubungan dengan mesothelioma.
5) Prosedur esofagus atau riwayat minum alkohol menunjukkan efusi pleura
yang berhubungan dengan ruptur esofagus.
6) Penggunaan obat-obatan jangka panjang tertentu, seperti amiodarone,
metotreksat, fenitoin, nitrofurantoin, dan isoniazid
3. TANDA DAN GEJALA
Presentasi klinis efusi pleura tergantung pada jumlah cairan yang ada
dan penyebab yang mendasarinya. Banyak pasien tidak memiliki gejala
(asimptomatik) pada saat ditemukan efusi pleura. Gejala yang mungkin timbul
termasuk:
1) Nyeri dada pleuritik,
Nyeri dada yang berhubungan dengan efusi pleura disebabkan oleh
peradangan pleura pada pleura parietal akibat gesekan yang berhubungan
dengan gerakan antara dua permukaan pleura. Nyeri dada pleuritik dapat
terlokalisasi. Nyeri biasanya tajam dan diperburuk oleh pergerakan
permukaan pleura, seperti saat inspirasi dalam, batuk, dan bersin. Rasa
sakit mereda dengan pengikatan dada atau akumulasi cairan.
2) Dispnea, (sesak napas)
3) Batuk kering yang tidak produktif.
4) Kesulitan bernapas saat berbaring
5) Demam
6) Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis),
banyak keringat, batuk, terdapat dahak.
7) Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
Hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien dengan efusi
pleura diantaranya adalah:
1. Adanya tanda-tanda peningkatan volume cairan
2. Penurunan taktil fremitus
3. Perkusi paru yang redup
4. Suara napas berkurang atau tidak ada.
Efusi pleura masif hadir dengan gangguan pernapasan dan tanda-tanda
pergeseran mediastinum.
4. KLASIFIKASI
Efusi pleura di bagi menjadi 2 (Morton, 2012) yaitu:
1) Efusi pleura transudate
Merupakan ultra filtrat plasma, yang menandakan bahwa membrane pleura
tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh factor sistemik
yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
2) Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler
yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat.
5. PATOFISIOLOGI
D'Agostino (2021) menjelaskan bahwa efusi pleura berkembang
ketika terjadi perubahan homeostasis cairan dan zat terlarut, dan
mekanisme yang menyebabkan perubahan ini menentukan apakah itu akan
menjadi efusi eksudatif (kandungan protein tinggi) atau transudatif
(kandungan protein rendah). Eksudat adalah cairan yang bocor di sekitar
sel-sel kapiler dan disebabkan oleh peradangan, sedangkan transudat
adalah cairan yang didorong melalui kapiler karena tekanan tinggi di
dalam kapiler. Ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik
di dalam kapiler menyebabkan efusi transudat. Perubahan faktor inflamasi
lokal yang memicu akumulasi cairan pleura merupakan efusi eksudatif.
Akumulasi cairan di rongga pleura disebabkan oleh kecepatan
produksi cairan pleura melebihi kecepatan reabsorpsi. Efusi tipe eksudatif
terjadi ketika laju filtrasi melebihi aliran getah bening maksimum,
menghasilkan efusi dengan kandungan protein yang lebih tinggi dari
biasanya. Eksudat terbentuk ketika permeabilitas protein kapiler sistemik
meningkat, menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura.
Efusi pleura eksudatif umumnya disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia, keganasan, penyakit granulomatosa seperti tuberkulosis atau
coccidioidomycosis, penyakit pembuluh darah kolagen, dan keadaan
inflamasi lainnya.
Peningkatan permeabilitas air kapiler dan mesotel menyebabkan
cairan hipoonkotik (kandungan protein lebih rendah), dan jika filtrasi
melebihi reabsorpsi getah bening maksimum melalui stomata parietal,
bentuk transudat. Efusi pleura transudatif terjadi pada gagal jantung
kongestif, sirosis, sindrom nefrotik dan malnutrisi. Tiga kondisi terakhir
mencerminkan penurunan tekanan onkotik koloid akibat hipoalbuminemia.
Efusi cairan pleura lokal terlihat dari emboli paru dapat terjadi
akibat peningkatan permeabilitas kapiler karena pelepasan sitokin dan
mediator inflamasi dari trombus yang kaya akan trombosit.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Chest X-Rays
Radiografi dada posteroanterior dan lateral merupakan teknik yang
paling penting untuk diagnosis awal efusi pleura. Jumlah cairan yang
terlihat pada film posteroanterior adalah 200 mL, sedangkan penumpulan
sudut kostofrenikus dapat terlihat pada film lateral ketika sekitar 50 mL
cairan telah terkumpul. Klasik, opacity homogen terlihat dengan obliterasi
sudut kostofrenikus dan batas atas melengkung, yaitu, kurva berbentuk S
Ellis. Berikut ini merupakan beberapa gambaran chest x-rays pada pasien
dengan efusi pleura:

X-Ray Chest Posteroanterior X-Ray Chest Posteroanterior


view with Ellis S-Shaped curve View, with Lamellar effusion

X-Ray Chest Posteroanterior X-Ray Chest Lateral view with


View with fissural effusion fissural effusion

Computed tomography showing “comet tail” sign


X-ray chest, posteroanterior view Lateral decubitus X-ray showing
with subpulmonic effusion free fluid

X-ray chest, posteroanterior view, with massive effusion and


contralateral mediastinal shift

2) USG Thorax
Sejumlah kecil efusi pleura dapat dideteksi secara akurat dengan
ultrasonografi. Gambaran ultrasonografi efusi pleura ditandai dengan
ruang bebas gema antara pleura viseral dan parietal. Ultrasonografi
berguna dalam kasus efusi pleura loculated untuk konfirmasi diagnosis dan
untuk menandai situs untuk thoracocentesis. Dengan adanya kekeruhan
hemitoraks pada radiografi dada, ultrasonografi juga membantu dalam
membedakan antara lesi berisi cairan dan padat. Karakteristik sonografi
efusi sangat membantu dalam membedakan transudat dan eksudat.
3) CT Thorax
Pemindaian computed tomography (CT) dengan gambar
penampang dapat digunakan untuk mengevaluasi situasi kompleks di mana
anatomi tidak dapat sepenuhnya dinilai dengan radiografi polos atau
ultrasonografi. CT dapat berguna dalam membantu memilih lokasi
drainase empiema, membedakan empiema dari abses paru, dan
mengidentifikasi lokasi selang dada pada drainase empiema yang gagal.
Tanda pleura split pada gambar yang terlihat pada CT dada dengan kontras
menunjukkan penebalan pleura yang mendasarinya. Terdapat peningkatan
penebalan viseral dalam dan pleura parietal luar, dengan pemisahan oleh
kumpulan cairan pleura. Berikut ini merupakan gambaran CT Thorax pada
pasien dengan efusi pleura:

Contrast-enhanced computed Contrast-enhanced computed


tomography: split pleural sign tomography: Leung’s criteria.

4) Thoracentesis
Thoracentesis dan analisis cairan pleura dapat menentukan
penyebab efusi. Sebuah thoracentesis biasanya diindikasikan jika efusi
pleura yang signifikan secara klinis hadir dengan gambaran radiografi
setebal setidaknya 10 mm. Akumulasi cairan pleura dapat dievaluasi lebih
lanjut dengan penampilan kasar, mikroskop klinis, temuan sitopatologi,
mikrobiologi, pH, penanda tumor, dan studi kimia lainnya. Penentuan
Kriteria Ringan dapat digunakan untuk menentukan apakah efusi eksudatif
atau transudatif.
a) Protein cairan pleura / Protein serum > 0,5
b) LDH cairan pleura / LDH serum > 0,6
c) LDH cairan pleura > 2/3 * batas atas serum LDH sesuai rentang
referensi
5) Biopsy
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
6) Broncoscopy
Pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung untuk membantu
menemukan penyebab efusi pleura.
7) Torakostomi

Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab


efusi pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada.
Namun, pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.

7. TINDAKAN UMUM YANG DILAKUKAN


Menurut Nurafif, et al (2015) menyebutkan bahwa penatalaksanaan
pada efusi pleura adalah sebagai berikut:
1) Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga
dispneu akan semakin meningkat.
2) Thoraksentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti
nyeri, dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1 - 1,5 liter perlu
dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah
cairan efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru
dapat dikalkulasikan 1 jam kemudian.
3) Antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.
4) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat melalui
selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah
cairan terakumulasi kembali.
5) Water seal drainage (WSD)
Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum
pleura atau rongga pleura.
8. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan,
suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2) Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura mengeluh sesak nafas, rasa berat pada
dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir
terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
3) Riwayat Kesehatan Saat ini
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
4) Riwayat Penyakit Terdahulu
- Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
- Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti kanker paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.
6) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
7) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS. Pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan
terjadi akibat proses penyakit, dimana pasien dengan effusi pleura keadaan
umumnya lemah.
8) Pola Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus digestivus.
9) Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien dengan efusi pleura, dengan adanya sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan
akan kurang terpenuhi. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas
minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya
nyeri dada. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
10) Pola Tidur dan Latihan
Pada pasien efusi pleura yang memiliki keluhan nyeri dada, sesak nafas dan
peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur
dan istirahat. Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang
mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya bisa mempengaruhi kualitas tidur
pasien.
11) Pemeriksaan Fisik
Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
Thorax dan Dada (Paru-Paru)
- Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. Pernapasan cenderung
meningkat dan pasien biasanya dyspnea.
- Palpasi Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
- Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis Damoisseaux. Garis ini
paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung
- Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis
dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi
dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan

Thorax dan Dada (Jantung)


- Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS-
5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
- Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa
adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
- Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
Abdomen
- Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga
perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
- Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali per menit.
- Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba.
- Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinaria, tumor).

Sistem Neurologis
- Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu juga diperlukan
pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen atau comma.
- Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-
fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan.

Ekstremitas
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu, palpasi
pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

Kulit dan Kuku


Inspeksi mengenai keadaan umum kulit, higiene, warna, ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus, lunak,
kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Nama Diagnosa

01 Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (kelemahan


otot nafas) (D.0005)

02 Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia,


neoplasma) (D.0077)

03 Intoleransi aktifitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen (D.0056)

04 Hipertermia b.d proses penyakit (D.0130)


10. RENCANA KEPERAWATAN

No Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


1 Pola nafas Setelah SLKI: Pola Napas SIKI: Manajemen Jalan Napas
tidak efektif b.d dilakukan 1. Dyspnea menurun Observasi
hambata upaya tindakan 2. Penggunaan otot bantu - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
nafas keperawatan nafas menurun - Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
(kelemahan otot diharapkan 3. Pemanjangan fase wheezing , ronchi kering)
nafas) (D.0005) pola nafas ekspirasi menurun Terapeutik
membaik 4. Otopnea menurun - Pertahankan kepatenan jalan nafas head-tilt dan chin-lift
5. Pernapasan pursed-lip (jawthrust jika curiga trauma sevikal)
menurun - Posisikan semi-fowler atau fowler
6. Frekuensi nafas membaik - Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2 Nyeri akut b.d Setelah SLKI: Tingkat Nyeri SIKI: Manajemen Nyeri
agen pencedera dilakukan 1. Keluhan nyeri menurun Observasi
fisiologis tindakan 2. Melaporkan nyeri - Identifikasi skala nyeri
(inflamasi, keperawatan terkontrol meningkat - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
iskemia, diharapkan 3. Meringis menurun intensitas nyeri.
neoplasma) nyeri 4. Penggunaan analgetik Terapeutik
(D.0077) menurun menurun - Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
5. Tekanan darah membaik nyeri
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3 Intoleransi Setelah SLKI: Toleransi Aktivitas SIKI: Manajemen Energi
aktifitas b.d dilakukan 1. Kemudahan melakukan Observasi
ketidak tindakan aktifitas - Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
seimbangan keperawaan 2. Dyspnea saat beraktifitas kelelahan
antara suplai diharapkan menurun - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
dan kebutuhan akitifitas 3. Dspnea setelah aktifitas
oksigen pasien beraktifitas menurun Terapeutik
(D.0056) meingkat 4. Perasaan lemah menurun - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
5. Tekanan darah membaik Cahaya, suara, kunjungan)
6. Frekueni nadi membaik Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Melakukan aktvitas secara bertahap
4 Hipertermia Setelah SLKI: Termoregulasi SIKI: Manajemen Hipertermia
b.d proses dilakukan 1. Mengigil menurun Observasi
penyakit tindakan 2. Kulit merah menurun - Identifikasi penyebab hipertermia (mis.dehidrasi, terpapar
(D.0130) keperawatan 3. Takikardia menurun lingkungan panas, penggunaan incubator)
diharpkan 4. Takipnea menurun - Monitor suhu tubuh
suhu kembali 5. Tekanan darah membaik - Monitor komplikasi akibat hipertermia
membaik 6. Suhu tubuh membaik Terapeuik
- Sediakan lingkungan yang dingin(atur suhu ruangan)
- Longgarkan atau lepas pakaian
- Berikan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
DAFTAR PUSTAKA

D'Agostino, H. P., & Edens, M. A. (2021). Physiology, Pleural Fluid. Treasure


Island (FL): StatPearls. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513353/

Jany, B., & Welte, T. (2019). Pleural Effusion in Adults-Etiology, Diagnosis, and
Treatment. Deutsches Arzteblatt International, 116 (21), 377–386.
https://doi.org/10.3238/arztebl.2019.0377.

Karkhanis, V. S., & Joshi, J. M. (2012). Pleural effusion: diagnosis, treatment, and
management. Open access emergency medicine: OAEM, 4, 31–52.
https://doi.org/10.2147/OAEM.S29942.

Krishna, R., & Rudrappa, M. (2021) Pleural Effusion. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448189/.

Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Morton dkk. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Sundaralingam, A., et al. (2020). Diagnostics in pleural disease. Diagnostics, 10


(1046), 1-20. doi:10.3390/diagnostics10121046.

PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi 1.


Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi 1. Jakarta:


DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi 1. Jakarta:


DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai