Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUKUM PAJAK (TAX LAW)

Mata Kuliah; Seminar Akuntansi


Dosen Pengampu; Ramdhansyah, SE., M.Acc dan Tuti Sriwedari, SE,M.Si,Ak.CA

Kelompok 5

Agnes Monica Panjaitan 7181142014


Ananda Desriani 7183142044
Arni Hanifah Santi 7183342029
Nazhiifah Ulayya Nasution 7182142025
Nursina Sayyidah Br Surbakkti 7181142011

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


FAKULTAS EKONOMI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kelompok 5 dapat menyelesaikan Tugas ini tepat pada waktunya
dengan judul materi mengenai ‘Tax Law’. Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas dari
mata kuliah Seminar Akuntansi. Semoga atas tersusunnya makalah ini dapat memberikan
pengetahuan baru tentang hukum pajak di Indonesia. Akhir kata kami mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman anggota kelompok dan pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
memberikan kelancaran segala usaha kita.

Medan, September 2021

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1
Daftar Isi .................................................................................................................. 2
BAB I ....................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ...................................................................................................3
A. Latar Belakang .............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 3
BAB II...................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ......................................................................................................4
A. Tax Law ........................................................................................................4
B. Pengaruh Tax Law terhadap praktek akuntansi .......................................... 8
C. Perubahan Tax Law di Indoneisa ................................................................ 10
BAB III .................................................................................................................. 13
PENUTUP.............................................................................................................. 13
A. KESIMPULAN ........................................................................................... 13
A. SARAN ....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang- undang perpajakan di Indonesia selalu mengalami perubahan
sesuai dengan perubahan ekonomi. Untuk itu sistem perpajakan terus di
sempurnakan dan disederhanakan dengan memerhatikan asas keadilan,
pemerataan, manfaat, dan kemampuan masyarakat. Menurut Rochmat Soemitro
(2006:22), menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian
dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: pajak adalah peralihan kekayaan
dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama
untuk membiayai public investment. Pajak merupakan sumber pendapatan
negara terbesar yang berasal dari sektor non-migas yang digunakan untuk
pembangunan di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Untuk itu,
pemerintah gencar dalam meningkatkan penerimaan dari sektor pajak dengan
kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi. Langkah ekstensifikasi adalah
memperbanyak atau menambah jumlah wajib pajak yang belum terjaring yang
telah memenuhi persyaratan menjadi Wajib Pajak, sedangkan intensifikasi
pajak adalah mengefektifkan proses pemungutan pajak terhadap subjek serta
objek pajak yang sudah ada dan sudah dikenakan pajak sebelumnya. Kebijakan
ekstensifikasi dilakukan dengan cara mencari objek pajak yang potensial dalam
rangka menghimpun dana dan mendorong pemulihan perekonomian.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tax Law?
2. Apa pengaruh Tax Law terhadap praktek akuntansi?
3. Bagaimana perubahan Tax Law di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas yang diberikan Dosen
2. Untuk menambah wawasan anggota tentang dasar-dasar perpajakan

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tax Law
1. Definisi Hukum Pajak (Tax Law)
Dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pengertian hukum pajak
adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah
sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Pengertian hukum
pajak menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1. Rochmat Soemitro, mendefinisikan hukum pajak sebagai suatu kumpulan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai
pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
2. R. Santoso Brotodihardjo, memberi pengertian tentang hukum pajak, yaitu
keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah
untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada
masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari
hukum publik, yang mengatur hubungan hukum antara negara dan orang atau
badan yang berkewajiban membayar pajak, selanjutnya sering disebut wajib
pajak.
Hukum pajak merupakan landasan kerja bagi pemerintah mempunyai peranan
yang sangat dominan dan penting, sebab inti hakikat hukum administrasi negara
menurut Sjachran Basah adalah dimungkinkan administrasi negara (pemerintah)
untuk menjalankan fungsinya dan melindungi warga (termasuk wajib pajak)
terhadap sikap tindak administrasi negara (dalam arti mengatur kehidupan
warganya dalam mengeluarkan ketetapanketetapan yang menimbulkan akibat
hukum bagi objek yang diaturnya) serta melindungi pemerintah itu sendiri (Syofrin
Syofyan dalam Devano dan Rahayu, 2006: 93-94).
Kiranya dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pengertian hukum
pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan hukum antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Hukum
pajak selalu mengalami perkembangan dan tidak terlepas dari kepentingan negara
dan kepentingan warga negara. Hukum pajak digunakan selain sebagai dasar
meningkatkan pemasukan pajak ke kas negara juga dapat menunjang pembangunan
nasional terutama dalam hal meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

5
Eko Lasmana menyatakan bahwa hukum pajak sering disebut dengan hukum
fiskal dan pengertian pajak sering disamakan dengan pengertian fiskal. Fiskal
berasal dari kata fiscus yang berarti keranjang tempat uang. Pengertian fiskal ini
lalu berkembang artinya segala sesuatu yang mengenai keuangan negara. Sehingga
pengertian pajak tidak sama dengan pengertian fiskal dan pajak hanya merupakan
bagian dari fiskal, karena fiskal terdiri dari pajak, denda, atau perampasan untuk
kepentingan negara, uang konsesi, dan royalti. Hukum pajak dengan demikian
menerangkan:
a. Siapa-siapa wajib pajak dan apa kewajiban mereka terhadap pemerintah.
b. Objek-objek apa yang dikenakan pajak.
c. Timbul dan hapusnya utang pajak.
d. Cara penagihan.
e. Cara mengajukan keberatan dan sebagainya.
2. Kedudukan Hukum Pajak Dalam Sistem Hukum Di Indonesia
Secara umum Hukum
terbagi atas Hukum Publik dan
Hukum Perdata. Hukum Publik
mencakup Hukum Pidana dan
Hukum Tantra yang meliputi
Hukum Tata Negara dan Hukum
Tata Usaha Negara. Hukum
Perdata mencakup Hukum Perdata arti sempit (B.W. = Burgelijke Wetboek) dan
Hukum Dagang (W.v.K =Wetboek van Koophandel).
Hukum Publik ialah hukum yang mengatur hubungan Hukum antara Pemerintah
dengan warganya, sedangkan Hukum Perdata ialah Hukum yang mengatur hubungan
Hukum antara perorangan di dalam masyarakat Hukum Tata Usaha Negara atau
Hukum Administrasi Negara ialah segenap peraturan hukum yang mengatur
segala cara kerja dan pelaksanaan wewenang yang langsung dari lembaga-
lembaga negara serta aparaturnya dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.
(Hukum Tata Usaha Negara Materil). Hukum Pajak merupakan suatu bagian dari
Hukum Tata Usaha Negara.
Hukum pajak merupakan bagian dari Hukum Tata Usaha Negara, namun Prof.
Adriani menghendaki bahwa Hukum Pajak berdiri sendiri merupakan suatu ilmu

6
pengetahuan yang terlepas dari Hukum Tata Usaha Negara karena Hukum Pajak
mempunyai tugas yang bersifat lain daripada hukum administratif pada umumnya,
yaitu hukum pajak juga digunakan sebagai alat untuk menentukan politik
perekonomian dan mempunyai istilah-istilah tersendiri di bidang perpajakan.
Namun kemandirian Hukum Pajak, umumnya dirasakan kurang tepat karena seolah-
olah menyatakan bahwa Hukum Pajak berdiri terlepas dari hukum-hukum
lainnya, padahal Hukum Pajak mempunyai hubungan dengan hukum lain seperti
Hukum Perdata, Hukum Pudana, Prof. Adriani menyatakan bahwa Hukum Pajak
mendasarkan tafsirannya atas bagian-bagian lainnya dari Ilmu Hukum, tetapi ia
tidak berdiri di bawah telapak kakinya.

3. Pembagian Hukum Pajak

Pembagian Hukum Pajak ke dalam Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak
Formal penting sekali, seperti halnya Hukum Pidana atau Hukum Perdata. Hukum
Pidana terbagi ke dalam Hukum Pidana Material dan Hukum Pidan Formal
(Hukum Acara Pidana) dan Hukum Perdata ke dalam Hukum Perdata dan Hukum
Acara Perdata. Di dalam Undang-undang Pajak yang lama seperti Ordonansi PPd
1944, Ordonasi PKK 1932 dan Ordonansi PPs 1925, ketentuan Material dan Formal
ada di dalam Undang-undang pajak itu sendiri.
Dengan adanya pembaharuan perundang-undangan perpajakan sejak awal 1984
Hukum Pajak Material dan Hukum Pajak Formal sebenarnya terpisah dan diatur
dalam Undang-undang tersendiri,namun ada beberapa hal dalam undang-undang
materil sendiri yang mengatur mengenai hukum acaranya (ketentuan formilnya)
sehingga tidak seluruhnya dikatakan diatur secara terpisah.

a. Hukum Pajak Material

Hukum Pajak Material, ialah Hukum Pajak yang memuat norma-norma


yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa- peristiwa
hukum yang harus dikenakan pajak, sisapa-siapa yang harus dikenakan pajak,
berapa besarnya pajak atau dapat dikatakan pula segala sesuatu tentang
timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara
pemerintah dan wajib pajak.

7
Undang-undang pajak yang termasuk dalam Hukum Pajak Material ialah
1) Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008.
2) Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun 2009.
3) Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994.
4) Undang-undang No. 13 Taun 1985 tentang Bea Materai.

b. Hukum Pajak Formal

Hukum Pajak Formal ialah Hukum Pajak yang memuat peraturan-


peraturan mengenai cara-cara Hukum Pajak Material menjadi kenyataan. Hukum ini
memuat cara-cara pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP, cara-cara pembukuan,
cara-cara pemeriksaan, cara-cara penagihan, hak dan kewajiban Wajib Pajak, cara-
cara penyidikan, macam-macam sanksi, dan lain-lain.
Undang-undang Pajak yang termasuk Hukum Pajak Formal ialah:
1) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009.
2) UU No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

B. Pengaruh Tax Law terhadap praktek akuntansi


Pengaruh Hukum Pajak terhadap praktek Akuntansi diimplementasikan melalui
Akuntansi Perpajakan. Akuntansi perpajakan adalah sebuah aktivitas pencatatan
keuangan pada sebuah badan usaha atau lembaga untuk mengetahui jumlah pajak yang
harus dibayarkan. Dalam dunia perpajakan, akuntansi sebenarnya bukan istilah yang
resmi. Istilah yang lebih tepat sebenarnya adalah pembukuan atau pencatatan. Tetapi
karena sistem pajak yang ditetapkan pemerintah saat ini, sebuah lembaga atau badan
usaha diharuskan untuk menerapkan sistem akuntansi. Pada dasarnya, baik akuntansi
biasa maupun perpajakan memiliki cara kerja yang serupa. Bedanya, jika akuntansi
biasa menghasilkan laporan keuangan, akuntansi perpajakan menghasilkan laporan
pajak.

8
Penyusunan laporan keuangan pajak atau akuntansi pajak ini diperlukan untuk
mempermudah perusahaan dalam melaporan harta/kekayaan dan juga penghasilan serta
biaya yang diperoleh perusahaan pada periode tertentu. Perusahaan memerlukan jenis
laporan laba/rugi untuk menghitung besarnya pajak yang terutang pada tahun pajak
tertentu. Pada golongan masyarakat tertentu menganggap bahwa akuntansi merupakan
suatu hal yang sulit, apalagi kalau dihubungkan dengan pajak yang memliki peraturan
yang selalu berubah. Sesungguhnya akuntansi yang berlaku bagi perusahaan tidak jauh
berbeda dengan akuntansi yang berlaku untuk tujuan perpajakan. Yang membedakan
hanya pada sisi peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia kaitannya
dengan akuntansi. Untuk itu disimpulkan terdapat dua perbedaan yaitu beda tetap dan
beda waktu.
Proses akuntansi perpajakan tidak jauh beda dengan proses akuntansi seperti
biasanya. Akuntansi selalu dimulai dengan transaksi yang akan dicatat. Transaksi ini
kaitannya dengan informasi keuangan yang dapat dinilai dengan uang, bukan informasi
non-keuangan. Lalu transaksi ini akan dicatat pada suatu Jurnal, kemudian di posting,
lalu dimasukan ke dalam neraca lajur dan diakhiri dengan pembuatan laporan
keuangan. Laporan keuagan ini dapat dibuat secara bulanan atau tahunan. Proses
akuntansi secara detail dan juga ilustrasinya dapat dilihat pada gambar 1 mengenai
siklus akuntansi dibawah ini. Prosesnya adalah sebagai berikut:

9
C. Perubahan Hukum Pajak (Tax Law) di Indonesia
Perunahan Hukum pajak atau Reformasi Pajak setidaknya telah terjadi beberapa kali
perubahan, diantaranya,
1. Reformasi Pajak 1983 Sebelum reformasi pajak tahun 1983, besarnya pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak (WP) ditetapkan oleh negara melalui Kantor
Inspeksi Pajak. Dengan semakin banyaknya jumlah WP serta semangat sebagai
bangsa yang telah merdeka, sistem penetapan besarnya pajak yang terutang oleh
Kantor Inspeksi Pajak diubah ke sistem self assessment WP menghitung dan
melaporkan sendiri besarnya pajak penghasilan yang terutang). Sejalan dengan
itu, Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Sedangkan
untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia pada khususnya dan
menunjang ekspor pada umumnya, serta untuk meningkatkan efektivitas
kontrol masyarakat dalam pemungutan pajak tidak langsung, PPn (Pajak
Penjualan) diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain 2 (dua)
perubahan yang amat signifikan ini (self assessment dan PPN), tarif PPh juga
diturunkan dari 45% ke 35% dan struktur tarif pajak penghasilan
disederhanakan untuk WP orang pribadi ataupun WP perusahaan. Reformasi
pajak 1983 ini dinilai berhasil khususnya dalam meningkatkan penerimaan
pajak dan menaikkan perannya dalam APBN. Sayangnya reformasi 1983 ini
ditangani konsultan-konsultan asing, meski sebenarnya tenaga-tenaga dalam
negeri mampu menanganinya, jika saja diberi kesempatan dan kepercayaan.
2. Reformasi Pajak 1994 Tanpa mengurangi substansi reformasi pajak 1983,
reformasi perpajakan 1994 dan 1997 merupakan konsekuensi logis atau lanjutan
sebagai hasil dari evaluasi pelaksanaan reformasi sebelumnya, khususnya
pelaksanaan prinsip self assessment. Sudah menjadi sifat WP di negara
manapun untuk berupaya menghindari atau mengecilkan kewajiban pajaknya.
Bedanya, di negara-negara maju umumnya, upayaupaya tersebut dijalankan WP
dengan memanfaatkan peluang-peluang legal yang tersedia serta perencanaan
pembayaran kewajiban pajak yang baik (healthy tax planning). Sedangkan di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia, upaya penghindaran dan
pengecilan pajak ditempuh dengan upaya yang legal maupun ilegal. Sementara
sifat atau perilaku petugas pemungut pajak di negara maju umumnya lebih
disiplin dan bersih dibandingkan dengan pegawai pajak di negara berkembang
yang umumnya justru aktif mencari peluang memperkaya diri dengan

10
menyalahgunakan kewenangannya. Dengan menyadari perilaku WP dan
aparatur pajak yang umumnya belum terpuji (kurang jujur) itu, efektivitas
pelaksanaan prinsip self assasesment, yakni WP menghitung sendiri besarnya
pajak yang terutang, sedikit banyak agak terganggu. Reformasi 1994 antara lain
dimaksudkan untuk menjaga efektivitas pelaksanaan prinsip self assessment,
yaitu dengan meminimalkan interaksi aparatur pajak dengan WP. Selain itu,
reformasi 1994 dimaksudkan untuk menerapkan seluas mungkin PPh Final
sepanjang syarat-syaratnya bisa terpenuhi, mampu meningkatkan penerimaan
pajak, dan bisa menutup kebocoran (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang
terjadi. Penerapan PPh Final telah terbukti efektif dan diminati WP karena
selain sederhana dan mekanismenya mudah, juga memberikan kepastian hukum
dan rasa keadilan bagi WP dengan penghasilan yang sejenis. Sedangkan bagi
Direktorat Jenderal Pajak, penerapan PPh Final selain memudahkan dalam
perencanaan besarnya penerimaan pajak, juga karena biaya pemungutannya
yang sangat murah, tetapi memberikan peningkatan penerimaan pajak yang
signifikan. PPh Final itu ibarat mengambil uang rakyat (pajak) tanpa keringat
dan mereka yang diambil uangnya tidak mengeluh.
3. Reformasi Pajak 1997, merupakan bagian dari reformasi pajak 1994 sehingga
prinsip, dasar, dan tujuannya sama dengan reformasi pajak 1994. Rentang
waktu 3 tahun ini semata-mata karena faktor antri menunggu giliran
pembahasan di pemerintahan ataupun di DPR. Sebenarnya reformasi pajak
1983 dan 1994 telah mampu meningkatkan peran penerimaan pajak dalam
APBN menjadi di atas 70%, dengan tulang punggung utamanya dari PPh dan
PPN. Sedangkan reformasi pajak 1997 sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari paket reformasi pajak 1994, telah mengesahkan 5 buah undang-undang
yaitu:
a. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak (BPSP).
b. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
c. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa.
d. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP).

11
e. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB).
4. Reformasi Pajak Pasca 1997 Setelah reformasi pajak tahun 1997, perubahan-
perubahan masih terus berlangsung baik dalam peraturan perundang-undangan
dibidang perpajakan, reorganisasi Ditjen Pajak, maupun modernisasi informasi
teknologi. Pada pengamatan penulis, perubahan-perubahan pasca tahun 1997
ini telah kehilangan arah atau sasaran yang ingin dicapai karena bersifat asal-
asalan dan sekedar trend politik dalam era reformasi. Banyak yang berpendapat
perubahan-perubahan pasca tahun 1997 lebih dilatarbelakangi motif politik atau
ingin meninggalkan “kenangan” atau sekadar cara untuk memperpanjang
jabatan. Sebagian lagi berpendapat sekadar untuk menciptakan proyek politik
dengan biaya yang amat mahal seperti proyek yang sedang berlangsung
sekarang ini di Ditjen Pajak dengan nama PINTAR, yaitu proyek reformasi
administrasi pajak (Tax Administration Reform) dengan dana pinjaman Bank
Dunia sebesar USD 145 juta dan ditangani konsultan-konsultan asing. Selain
ditengarai berbiaya amat mahal dan politis, perubahan-perubahan yang
berlangsung sejak era reformasi hingga kini, baik dalam peraturan
perundangundangan, reorganisasi, modernisasi IT, maupun reformasi birokrasi
dengan remunerasi barunya dinilai tidak atau belum menunjukkan hasil yang
berarti. alah satu contoh mencolok dari politisasi pajak dalam reformasi pasca
1997 dapat dilihat dari ambisi menambah jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dari dibawah 1 juta menjadi minimal 10 juta NPWP. Padahal
penambahan jumlah NPWP belum tentu berarti penambahan jumlah WP,
apalagi penambahan besarnya pajak yang diterima negara. Oleh karena itu,
peningkatan jumlah NPWP yang mencapai lebih dari 10 kali lipat tersebut tidak
diikuti dengan penambahan riil jumlah WP ataupun peningkatan penerimaan
pajak yang signifikan. Peningkatan penerimaan pajak yang terjadi adalah
peningkatan normal atau rutin. Hal ini bisa dijelaskan karena sebagian besar
NPWP baru tersebut berasal dari PNS/militer/polisi/pejabat negara yang
pajaknya ditanggung negara. Penambahan NPWP juga berasal dari karyawan
yang selama ini pajaknya telah dibayar melalui pemotongan gaji/upah oleh
majikan /tempatnya bekerja. Sebagian lagi berasal dari mereka yang terpaksa
diberi NPWP atau mengambil NPWP karena keperluan sesaat padahal mereka
bukan atau tidak akan menjadi subjek pajak yang efektif.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hukum pajak terdiri dari dua kata, yaitu Hukum yang membahas tentang atura-aturan
dan Pajak yang membahas tentang pungutan dan iuran. Pajak adalah sumber pendapatan
negara yang utama. Pajak merupakan iuran wajib kepada negara bagi yang berkewajiban
untuk membayarnya berdasarkan aturan dan tata cara yang tertentu. Dalam dunia
perpajakan, akuntansi sebenarnya bukan istilah yang resmi. Istilah yang lebih tepat
sebenarnya adalah pembukuan atau pencatatan. Tetapi karena sistem pajak yang ditetapkan
pemerintah saat ini, sebuah lembaga atau badan usaha diharuskan untuk menerapkan sistem
akuntansi. Fungsi - fungsi Akuntansi Pajak sangatlah penting, maka setiap pengolahan data
dan pencatatan keuangan harus dilakukan secara detail dan rinci agar hasil yang diperoleh
sesuai dengan kenyataan dan dapat dipertanggungjawabkan.

B. SARAN

Terdapat banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, baik kesalah dalam
penulisan, tata bahasa, diksi maupun materi. Oleh karena itu, penulis sangat berharapa
akan saran dan motivasinya kepada pembaca, sehingga penulis dapat menyempurnakan
makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA
Utara Satrja Agus, SE, M.Si., Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak. 2011.
Modul Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: Direktorat Jendral Pajak.
Suharsono Agus, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak. 2014. Modul
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Widyaiswara Madya
Pusdiklat Pajaka
Bawazier, Fuad. 2011. Reformasi Pajak Di Indonesia Tax Reform In Indoneisa. Jurnal
Legilasi Indonesia. Vol 8. No.1

14

Anda mungkin juga menyukai