Anda di halaman 1dari 23

1

DL

DISTRES SPRITUAL

Disusun oleh :

Rina Agustina

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES HARAPAN IBU JAMBI

2
BAB I

PEMBAHASAN

A. Definisi

Spiritualitas didefinisikan sebagai dimensi integral dari kesehatan dan kesejahteraan setiap
individu. Spiritual kesejahteraan merupakan indikasi dari kualitas individu hidup di dimensi
spiritual. Kesejahteraan rohani memiliki dua komponen: dimensi vertikal yang melibatkan
hubungan dengan makhluk yang lebih tinggi atau Tuhan, dan dimensi horizontal yang
melibatkan rasa tujuan dan makna hidup. Makhluk spiritual tidak identik dengan kepercayaan
atau praktik dalam aspek-aspek tertentu dari agama. Sebaliknya, merupakan penegasan hidup
dalam hubungan dengan Tuhan, diri, masyarakat, dan lingkungan, hal ini memelihara suatu
keutuhan. Spiritual kesejahteraan adalah tentang kehidupan batin kita dan hubungannya
dengan dunia yang lebih luas, hal ini mencakup hubungan kita dengan lingkungan, spiritual
kesejahteraan tidak hanya mencerminkan keyakinan agama meskipun orang-orang dari
keyakinan agama. Hal ini dianggap primer mengatasi sumber daya dalam perjalanan
pemulihan dan penyembuhan. Distres spiritual adalah gangguan pada keyakinan atau sistem
nilai berupa kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri,
orang lain, lingkungan atau Tuhan (PPNI, 2016)

Distres spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh
kehidupan seseorang dan terintegrasi serta melebihi sifat alamiah biologis dan
psikologis seseorang. (Kim, et al., 1995)

B. Etiologi

• Menjelang ajal

• Kondisi penyakit kronis

• Kematian orang terdekat

• Perubahan pola hidup

3
• Kesepian

• Pengasingan diri

• Pengasingan sosial

• Gangguan sosio-kultural

• Peningkatan ketergantungan pada orang lain

• Kejadian hidup yang tidak diharapkan (PPNI, 2016)

C. Patofisiologi

Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur
serta fungsi otak.

Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat
dapat menghindari stres, namun setiap orang diharapakan melakukan penyesuaian
terhadap perubahan akibat stress. Ketika kita mengalami stress, otak kita akan
berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon,
W.B. dalam Davis M, dan kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan
atau melarikan diri” sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang
menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stress.

Stress akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke


hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimulus saraf simpatis untuk
melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem
limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab
terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan
perubahan emosional, perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status
mental, masalah ingatan, kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi,
depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).

Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan


menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan
dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai

4
dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis,
sosial termasuk spiritual.

Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan


dengan timbulnya depresi. Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme
patofisiologi terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap
terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi.

Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang


dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada
kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya
termasuk kebutuhan spritual.

D. Perkembangan Spiritual
1. Bayi (0-2 tahun)

Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya kepada yang


mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman dan dalam hubungan
interpersonal, karena sejak awal kehidupan manusia mengenal dunia melalui
hubungan dengan lingkungan, khususnya orang tua. Bayi dan todler belum memiliki
rasa salah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual
tanpa mengerti arti kegiatan tersebut serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruhi
citra diri mereka.
2. Prasekolah

Sikap orang tua tentang kode moral dan agama mengajarkan kepada anak
tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Anak prasekolah meniru apa yang
mereke lihat bukan yang dikatakan orang lain. Permasalahan akan timbul apabila
tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara apa yang dilihat dan yang
dikatakan kepada mereka. Anak prasekolah sering bertanya tentang moralitas dan
agama, seperti perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah, juga bertanya “apa
itu surga?” mereka meyakini bahwa orang tua mereka seperti tuhan. Usia prasekolah
ini metode pendidikan spiritual yang paling efektif adalah memberi indoktrinasi dan
memberi kesempatan kepada mereka untuk memilih caranya. Agama merupakan
bagian kehidupan sehari-hari. Mereka percaya bahwa tuhan yang membuat hujan dan
angin; hujan dianggap air mata tuhan.

5
3. Usia sekolah

Anak usia sekolah mengharapkan tuhan menjawab doanya, yang salah akan
dihukum dan yang baik akan diberikan hadiah. Pada masa prapubertas, anak sering
mengalami kekecewaan karena mereka mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu
dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan tanpa mau menerima
keyakinan begitu saja. Pada usia ini, anak mulai mengambil keputusan akan
melepaskan atau meneruskan agama yang dianutnya karna ketergantungannya
kepada orang tua. Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua
mereka dengan orang tua lain dan menetapkan standar apa yang akan diintegrasikan
dalam perilakunya. Remaja juga membandingkan pandangan ilmiah dengan
pandangan agama serta mencoba untuk menyatukannya. Masa remaja mempunyai
orang tua berbeda agama, akan memutuskan pilihan agama yang akan dianutnya atau
tidak memilih satupun dari kedua agama orang tuanya.
4. Dewasa

Kelompok usia dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan bersifat


keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang pernah diajarkan kepadanya pada
masa kanak-kanak dahulu, lebih dapat diterima pada masa dewasa dari pada waktu
remaja dan masukan dari orang tua tersebut dipakai untuk mendidik anaknya.
5. Usia pertengahan
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk
kegiatan agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena
pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat)
menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang
lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan,
berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga, serta lebih dapat menerima
kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan.

E. Faktor yang Mempengaruhi Spiritual

Menurut Hamid (2009), faktor penting yang dapat mempengaruhi

spiritualitas seseorang adalah pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar

belakang etnik dan budaya, pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari

6
ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang

kurang tepat. Untuk lebih jelas, faktor-faktor penting tersebut dapat dijabarkan

sebagai berikut :

1. Tahap perkembangan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama yang

berbeda ditemukan bahwa yang berbeda menurut usia, seks, agama, dan kepribadian

anak. Tema utama yang diuraikan oleh semua anak tentang tuhan, mencakup hal-hal

berikut ini.

1) Gambaran tentang tuhan yang bekerja melalui kedekatan dengan manusia

dan saling keterikatan dengan kehidupan.

2) Mempercayai bahwa tuhan terlibat dalam perubahan dan pertumbuhan diri

serta transformasi yang membuat dunia tetap segar, penuh kehidupan, dan

berarti.

3) Meyakini tuhan mempunyai kekuatan dan selanjutnya merasa takut

menghadapi kekuasaan tuhan.

F. Konsep Asuhan Keperawatan Distres Spiritual

1Pengkajian

Identitas pasien

1. Nama

2. Usia

3. Jenis kelamin

4. Tanggal pengkajian

Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spritiual
History Tool (Pulschalski, 1999) :

7
1. F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara
memikirkan diri saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa
yang saudara pikirkan tentang keyakinan saudara dalam pemberian makna
hidup?
2. I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan
saudara). Apa pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan
perawatan terhadap diri sendiri? Dapatkah keyakinan saudara
mempengaruhi perilaku selama sakit?
3. C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau
religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana?
Apakah ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-benar saudara
cintai atua begini penting bagi saudara?
4. A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat,
untuk membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
5. Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres
spiritual, mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :
a. Perasaan ketika seseorang gagal

b. Perasaan tidak stabil

c. Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri

d. Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan

e. Perasaan hampa.

 Faktor Predisposisi :

• Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif


seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam
proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang
pentingbagi perkembangan spiritual seseorang.
• Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan,
pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya,
keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.
 Faktor Precipitasi :

8
• Kejadian Stresful

Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi


karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang
yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan
baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha
tinggi.

• Ketegangan Hidup

Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap


terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual
keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan
peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.
 Penilaian Terhadap Stressor :

• Respon Kognitif

• Respon Afektif

• Respon Fisiologis

• Respon Sosial Respon Perilaku Sumber Koping :

Terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual :

• Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan


pada kepentingan orang lain.
• Dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
• Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu
menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi
spiritual.

• Dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan umpan


balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.

9
 Dukungan network menyediakan dukungan kelompok untuk berbagai

tentang aktifitas spiritual.

 PSIKOFARMAKA :

Psikofarmaka pada distres spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri.


Berdasarkan dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) di Indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara
jelas apakah masuk kedalam aksis satu, dua, tiga, empat atau lima.

2 Diagnosa Keperawatan

1.Distres Spiritual

Batasan karakteristik:

1) Ansietas

2) Insomnia

3) Letih

4) Menangis

5) Menyakan identitas

6) Menanyakan makna hidup 7)Menyakan makna penderitaan

10
3 Pohon Masalah

Harga Diri Rendah

Distres Spiritual

Koping individu

tidak efektif

4 Intervensi
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

Distres Spisitual Individu akan : 1) Kaji faktor-faktor


penyebab
• Melanjutkan
penunjang.
pelaksanaan spiritual
2) Hilangkan atau
yang bukan merusak
kurangi faktor
kesehatan.
penyebab dan
• Mengekspresikan
penunjang, bila
penurunan perasaan
mungkin.
bersalah dan
3) Pembatasan
ansietas.
dimungkinkan
• Mengekspresikan
oleh rumah sakit
kepuasan dengan
atau lingkungan

11
kondisi spiritual. keperawatan.

4) Keterbatasan yang
berhubungan dengan
proses penyakit atau
aturan tindakan.
5) Pemisahan dari artikel
kitab suci, atau
lingkungan spiritual
bermakna.
6) Rasa takut menentang
atau rasa malu.

12
BAB III

TINJAUAN KASUS

Kasus

Ny D merupakan seorang mahasiswa semester 2 yang berusia 19 tahun. 3


bulan ini Ny D mendapatkan pacar baru bernama Tn E. Rupanya Tn E merupakan
laki-laki yang mempunyai pengaruh buruk untuk Ny D, ia jadi sering pulang malam,
jarang berangkat kuliah, jarang solat, tidak pernah mengikuti pengajian, bahkan Ny D
yang dulunya memakai jilbab sekarang sering melepas jilbabnya ketika pergi
bersama Tn E. Suatu ketika orang tua Ny D memergoki Ny D pulang larut malam
sambil mengendap-endap memasuki kamar, lalu Ny D dimarahi orang tuanya bahkan
hingga diancam diusir jika mengulangi perbuatannya dan tidak memutuskan
hubungan dengan Tn E, Ny D langsung menangis tersedu-sedu sambil memasuki
kamarnya dan semalaman tidak bisa tidur karena memikirkan perkataan orang
tuanya. Keesokan harinya Ny D tidak mau keluar kamar karena cemas dan takut saat
bertemu orang tuanya

Keesokan harinya Ny D pergi ke klinik sendiri untuk konsultasi dengan


perawat, saat melakukan komunikasi dengan perawat dia menangis, dia mengatakan
bahwa ia cemas dan takut serta malu kepada keadaannya sekarang. Ny D menyadari
apa yang diperbuatnya salah, tapi ia tidak berani keluar kamar karena merasa
hidupnya kurang bermakna dan Ny D juga merasa orang tuanya sudah tidak
menyayanginya lagi, tidak mau menerimanya lagi, Ny D mengatakan ingin kembali
mengikuti pengajian yang ada di kampungnya, ingin kembali solat tepat waktu,
meningkatkan doanya, dan melaksanakan apa yang diperintahkan
Tuhan YME.

Proses Keperawatan

1. Pengkajian
I. Identitas pasien
1) Nama : Ny. D

13
2) Usia : 19 tahun

3) Jenis kelamin : Perempuan

4) Tanggal : 13 November 2021

II. Faktor precipitasi

1) Keluhan utama: Ny D merasa cemas dan takut.

III. Pemeriksaan Fisik Kesadaran : Composmentis


TTV :

TD : 130/90 mmHg

Nadi : 80x/mnt

RR : 20x/mnt

Suhu : 36oC

Berat Badan : 50 kg

Tinggi badan : 153 cm

IV. Psikososial

Genogram

- Klien tidak pernah mengalami aniaya fisik dalam


keluarganya maupun dlm lingkungannya
- Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita gangguan
jiwa
- Klien tinggal dengan kedua orang tua.

Konsep Diri

a) Gambaran diri

14
Klien mengatakan menyukai seluruh tubuhnya, tidak ada
kecacatan pada anggota tubuhnya
b) Identitas diri

Klien adalah seorang perempuan, pasien menerima dirinya


sebagai seorang perempuan.
c) Peran

Dalam keluarga klien berstatus sebagai seorang anak.

d) Ideal diri

Klien mengharapkan bisa kembali melakukan ibadah seperti


sebelumnya.
e) Harga diri

Klien tidak mau keluar kamar dikarenakan takut kepada orang


tua nya dan merasa tidak ada yang menyayanginya.

Masalah keperawatan : harga diri rendah situasi

 Hubungan Sosial

Klien tidak mengikuti organisasi disekitar lingkungannya.

 Spiritual
Nilai dan keyakinan
a. Agama : klien beragama islam

b. Bagaiman pandangan keluarga tentang perubahanyang


dialami klien : kedua orang tuanya tidakmenyukai
perubahan klien.
Kegiatan ibadah

a) Sebelum mengenal pasangan klien melakukanibadah


secara rutin. Setelah klien mengenalpasangan klien
menjadi jarang melakukan ibadahdan klien sering
melepas hijabnya.

15
V. Status Mental

1. Penampilan

Penampilan klien cukup rapi, klien memakai pakaian dengan


sesuai.
2. Pembicaraan

Klien bicara dengan suara lambat, halus tapi jelas, inisiatif untuk
memulai pembicaraan kurang namun sudah sesuai dengan topik
pembicaraan.
3. Aktivitas Motorik

Tingkat motorik klien glisah karena klien cemas dengan masalah


yang dihadapinya.
Masalah keperawatan : defisit aktivitas deversional.

4. Alam Perasaan

Klien mengatakan sedih dan bersalah ketika memikirkan perkataan


orang tuanya.
5. Afek

Klien mengalami kesepian karena merasa tidak ada yang


menyanginya dan tidak mempedulikannya. Masalah
keperawatan : ansietas
6. Interaksi selama wawancara

Selama wawancara respon klien mau menceritakan masalahnya


kepada perawat, dan klien merasa nyaman saat bercerita serta
menyadari kesalahannya.
7. Persepsi halusinasi

Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan.

8. Proses pikir

Klien mampu bercerita masalahnya dengan benar.

9. Tingkat Kesadaran

16
Kesadaran klien composmentis, pasien menyadari bahwa dirinya
ada di Rumah, klien mengetauhi hari, klien mengenal nama orang
tuanya.
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Klien sangat berkonsentrasi saat selama dilakukannya wawancara.

11. Kemampuan Penilaian

Klien mengalami gangguan ringan pada kemampuan penilaian


karena klien bisa mengambil keputusan untuk berubah kembali
seperti dulu setelah berkonsultasi kepada perawat.
12. Daya titik diri

Klien tidak mengingkari bahwa dirinya bersalah dan mengakuinya.

VI. Kebutuhan Perencanaan Pulang

1) Nutrisi (Makan)

Klien mampu menyiapkan makanan, membersihkan alat-alat


makan
2) BAK/ BAB

Klien mampu mengontrol untuk BAK/BAB ditempat wc.

3) Mandi

Klien secara mandiri dapat mandi 2x sehari.

4) Berpakaian

Klien dapat mengenakan pakaian sendiri dengan rapi

5) Istirahat tidur

Klien mengatakan sulit untuk tidur, karena klien bersalah tentang


kelakuannya
Maslah keperawatan : gangguan pola tidur

VII. Mekanisme koping

17
Mekanisme koping Klien menggunakan cara adaptif dengan cara
berbicara atau konsultasi dengan perawat dan menyelesaikan
masalahnya.
• Masalah psikososial dan lingkungan

• Masalah dengan dukungan sosial, spesifiknya setelah klien mengenal


pasangan terjadilah konflik dengan orang tua karena pasangan klien
tidak disetujui oleh orang tua klien.
Masalah keperawatan : sindroma strss relokasi

2. Analisa Data
No Data Fokus Masalah

1 DS : Distres Spritual

1. Klien mengatakan bahwa dirinya cemas


2. Klien mengatakan sulit tidurKlien mengatakan takut bertemu
orang tuanya
3. Klien mengatakan bahwa ia merasa tidak dicintai lagi
4. Klien mengatakan merasa bersalah kepada orang tuanya
5. Klien merasa tidak diterima dikeluarganya

DO :
1. Klien terlihat menunjukkan ekspresi cemas
2. Klien terlihat ketakutan
3. Klien datang ke klinik sendirian Klien terlihat menangis.

3. Diagnosa

1) Distres Spiritual

18
3.5.4 Pohon Masalah

Harga Diri Rendah efeknya

Distres Spiritual Masalah

utama

Koping individu
couse
tidak efektif

3.5.5 Intervensi
Diagnosa Slki Siki

Distres Spisitual Setelah dilakukan interkeperawatan Dukungan spiritual


selama 1x24 jam maka status Tindakan
berhubungan dengan
spiritual membaik dengan criteria O :
Kejadian Hidup
hasil - Identifikasi perasaan
Tak Terduga - Verbalisasi makna khawatir, kesepian dan
dengan tujuan hidup ketidakberdayaan
meningkat - Identifikasi pandangan
- Verbalisasi tentang hubungan
kepuasaan terhadap antara spiritual dan
makna meningkat kesehatan
- Identifikasi harapan
dan kekuataan pasien

19
Prilaku marah pada tuhan T:
menurun - Berikan kesempatan
Kemampuan beribadah mengekpresikan
membaik perasaan tentang
penyakit dan kematian
- Berikan kesempatan
mengkspresikan dan
meredakan marah
secara tepat
E:
- Anjurkan
berinteraksi
dengan keluarga
teman dan orang
lain
K:
- Atur kunjungan
dengan rahaniawan

20
3.5.6 Implementasi dan Evaluasi
Tanggal Implementasi Evaluasi

14 November 2021  Mengobservasi S : Klien mengatakan apa


yang menjadi penyebab
faktor-faktor
kecemasan yang dialami.
penyebab
O : Ketika klien
penunjang.
 Mengurangi faktor menceritakan masalahnya
penyebab dan klien menangis.
penunjang, bila A : Klien nampak sudah
mungkin.
mampu menyadari

kesalahan kemudian mau


untuk berubah.
P : Menganjurkan klien
untuk menerapkan rencana
kegiatan yang telah di buat
bersama.

14 November 2021  Pembatasan S: Klien mengatakan


dimungkinkan
ingin berubah dan kembali
oleh rumah sakit
seperti dahulu.
atau lingkungan
O : Klien nampak bisa

21
keperawatan. menerima kesalahannya.

 Keterbatasan yang A : Klien mampu untuk


berhubungan menjalankan ibadah
dengan proses seperti sebelumnya.
penyakit atau
P : Memberi pengarahan
aturan tindakan.

lebih lanjut.

14 November 2021  Memisahan dari S : Klien mengatakan


sudah menjalankan ibadah
artikel kitab suci,
seperti dahulu dan rasa
atau lingkungan
takut dan cemasnya hilang.
spiritual bermakna.
O : Klien menggunakan
 Rasa takut
hijabnya kembali dan
menentang atau
tampak lebih tenang dan
rasa malu.
santai.

A : Klien mampu

mepertahankan ibadahnya.
P : Menganjurkan klien
untuk tetap beribadah dan
lebih istiqomah.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kim, M. J., McFarland, G. K. & Mclane, A. M., 1995. Diagnosa Keperawatan. 5

ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Lilik Ma'rifatul Azizah, I. Z. (2016). BUKU AJAR KEPERAWATAN


KESEHATAN

JIWA Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan

Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai