Anda di halaman 1dari 11

REVIEW KAROTENOID DARI WORTEL SEBAGAI PEWARNA ALAMI

1
Nur Alifia G., 2Ghea Raihan K., 3Ellisabeth Nadya G.
1
240210180005, 2240210180036, 3240210180039

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2021

PENDAHULUAN
Bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air,
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen dan lain-lain. Agar mendapatkan
produk pangan yang bercita rasa lezat, berpenampilan menarik, tahan lama dan mudah
dalam pendistribusian maka digunakan bahan pendukung yang biasa disebut bahan
tambahan makanan (BTM). BTM yang sering digunakan yaitu pewarna. Secara umum
pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan yaitu pewarna alami dan
pewarna sintetis.
Produsen makanan dan minuman kerap menggunakan pewarna sintetik untuk
menggantikan dan mengembalikan warna produk pangan yang memudar selama proses
produksi, meningkatkan kualitas warna produk pangan dan menarik minat konsumen
untuk membeli (Gaddam, 2014). Pewarna sintetik ini memiliki efek yang
membahayakan bagi kesehatan dikarenakan dapat menyebabkan alergi, asma dan
penyakit lainnya. Selain itu limbah pewarna sintetis dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan dan merupakan bahan berbahaya karena beberapa pewarna dapat
terdegradasi menjadi senyawa yang bersifat karsinogenik dan beracun (Widjajanti dkk.,
2011; Kant, 2012). Di samping itu ketika limbah dibiarkan mengalir akan menyumbat
pori- pori tanah yang berakibat pada hilangnya produktivitas tanah, tekstur tanah
mengeras dan mencegah penetrasi akar tumbuhan (Kant, 2012). Seiring berjalannya
waktu masyarakat mulai memperhatikan kesehatan dan menyadari bahwa pentingnya
menggunakan pewarna yang alami. Pewarna alami merupakan alternatif pewarna yang
tidak toksik, dapat diper- baharui (renewable), mudah terdegradasi dan ramah
lingkungan (Yernisa, dkk., 2013).Pewarna alami dapat berfungsi untuk meningkatkan
ketahan dan kualitas pangan dikarenakan pewarna alami merupakan zat non gizi namun
mampu memberikan nutrisi bagi tubuh. Pewarna alami sangat melimpah pada sebagian
besar sumber daya alam lokal Indonesia oleh karena itu perlu dikembangkan pewarna
alami di sekitar.
Hampir semua bagian tumbuhan apabila diekstrak dapat menghasilkan zat warna
seperti; bunga, buah, daun, biji, batang/kayu dan akar. Salah satu pewarna alami berasal
dari karotenoid, karotenoid dapat memberikan warna kuning, jingga hingga merah.

Karotenoid
Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna kuning, merah dan oranye
yang secara alami terdapat dalam tumbuhan dan hewan, seperti dalam wortel, tomat,
jeruk, algae, lobster, dan lain-lain. Lebih dari 100 macam karotenoid terdapat di alam,
tetapi hanya beberapa macam yang telah dapat diisolasi atau disintesa untuk bahan
pewarna makanan. Diantaranya ialah beta-karotein, beta- apo-8’-karotenal,
canthaxantin, bixin dan xantofil. Karotenoid merupakan senyawa yang tidak larut dalam
air dan sedikit larut dalam minyak atau lemak. Karotenoid terbagi ke dalam dua jenis,
yaitu:
1. Karoten merupakan unit isoperna (suatu diena) yang terdiri dari hidrokarbon
maupun turunannya. Adapun senyawa karotenoid yang termasuk ke dalam
karoten adalah α-karoten, β-karoten, γ -karoten, dan likopen.
2. Xantofil mengandung gugus hidroksil. Senyawa karotenoid pada xantofil dibagi
ke dalam tiga jenis besar yaitu monohidroksikarotena (lutein dan rubixantin),
dihidroksikarotena (zeaxantin), atau dihidroksiepoksikarotena (violaxantin).
Karotenoid relatif stabil pada minyak dan lemak. Karotenoid pada jenis karoten
mempunyai dua bentuk utama yaitu α-karoten dan β-karoten sebagai prekursor vitamin
A. α-karoten dapat ditemui pada sayuran hijau berwarna kuning dalam kondisi yang
sudah tua sedangkan β-karoten ditemukan dalam buah dan sayuran berwarna kuning,
oranye, dan merah. β-karoten banyak ditemukan dalam bentuk isomer all-trans yang
mempunyai sifat sangat tidak stabil dan mudah berisomerasi menjadi cis-isomer saat
terkena sinar atau panas.
Likopen merupakan jenis karotenoid asiklik yang tidak jenuh dengan rantai lurus
hidrokarbon yang terdiri dari 11 rangkap ikatan rangkap konjugasi dan 2 ikatan rangkap
tidak terkonjugasi. Likopen tidak mempunyai aktivitas provitamin A karena kekurangan
cicin ionik β terminal sebagai struktur dasar vitamin A. Likopen sebagian besar
ditemukan dalam bentuk trans. Warna merah likopen terjadi karena banyaknya ikatan
rangkap karbon terkonjugasi karena menyerap spektrum yang lebih banyak
dibandingkan jenis karoten lainnya.
Xantofil merupakan jenis turunan karoten yang telah teroksidasi dimana
mengandung gugus hidroksil yang lebih polar dibandingkan karoten. Adapun rumus
kimia xantofil secara umum yaitu C40H56O2. Xantofil ditemukan pada daun yang
disintesis dalam plastida hingga muncul warna kuning hingga kemerahan.
Vioalaxanthin, antheraxanthin dan zeaxhantin berpartisipasi dalam siklus xantofil untuk
membentuk pigmen dari non-energi-quenching menjadi energi-quenching (Khoo et al.
2011).

Metode Ekstraksi Karotenoid


Karotenoid dapat diaplikasikan sebagai pewarna makanan alami dan produk
nutraseutikal. Sebelum diaplikasikan sebagai pewarna makanan dan produk
nutraseutikal, karotenoid harus mengalami proses ekstraksi terlebih dahulu. Ekstraksi
merupakan satuan unit proses yang bertujuan untuk memisahkan senyawa yang
ditentukan dari matriks bahan melalui proses kimiawi, fisik, maupun mekanis (Wang,
L., dan Weller, 2006). Banyak penelitian yang dilakukan untuk menentukan metode
yang paling efektif dan aman agar didapatkan senyawa karotenoid sealami mungkin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekstraksi karotenoid ini antara lain adalah rasio
bahan terhadap pelarut, waktu ekstraksi, jumlah tahapan kontak atau frekuensi ekstraksi,
suhu ekstraksi, ukuran partikel, tipe pelarut dan pengadukan (Heldman, 1980). Berikut
merupakan beberapa metode ekstraksi pigmen karotenoid yang akan dibahas.
 Metode Ekstraksi Pelarut Tekanan Rendah (LPSE)
Metode ekstraksi pelarut tekanan rendah (LPSE) didasarkan pada prinsip bahwa
pelarut berdifusi kedalam matriks padat dan melarutkan senyawa terlarut. Terdapat
beberapa teknik dari metode ekstraksi ini seperti, agitasi, sentrifugasi, soxhlet, dll.
Pemilihan teknik ekstraksi metode pelarut tekanan rendah (LPSE) didasarkan pada
kondisi selama proses ekstraksi. Seperti suhu, tekanan, getaran dan jenis pelarut
(Takeuchi, T.M et al., 2009). Penggunaan panas dan agitasi pada proses ekstraksi akan
mempercepat kinetika ekstraksi dengan membuat difusi zat terlarut melalui matriks
permukaan menjadi lebih mudah. Metode LPSE umumnya digunakan industri karena
menggunakan pelarut yang rendah, waktu ekstraksi yang cepat, dan dapat meningkatkan
efisiensi proses. Namun, LPSE memiliki kelemahan terkait dengan degradasi senyawa
komponen aktif biologis karena penggunaan suhu yang tinggi dan penggunaan pelarut
yang tidak ramah lingkungan, oleh karena itu digunakanlah pelarut hexane. Pelarut
hexane adalah pelarut minyak yang memiliki tingkat kelarutan yang baik, serta
kemudahan untuk proses recovery dengan titik didih pada suhu 63°C-69°C
(Mamidipally dan Liu, 2004). Metode ekstraksi pelarut tekanan rendah (LPSE) yang
utama digunakan adalah soxhlet, agitasi, dan sentrifugasi.
 Metode Ekstraksi Cairan Superkritis
Metode ini menggunakan cairan superkritis yang memiliki karakteristik
viskositas yang rendah dan difusivitas yang relatif tinggi. Keuntungan metode ini adalah
menggunakan pelarut yang aman atau generally recognized as safe (GRAS), rendemen
yang dihasilkan tinggi, dan waktu ekstraksi yang singkat. Salah satu pelarut yang sering
digunakan dalam metode ini yaitu CO2 cair karena memiliki suhu kritis yang sedang
(31,3°C) dan tekanan (72,9 atm). Keuntungan menggunakan CO2 cair adalah hasil
ekstraksi yang bebas dari pelarut (Herero dkk., 2006). Kekurangan metode ini adalah
pelarut CO2 yang digunakan bersifat non-polar, sehingga apabila mengekstraksi bahan
yang bersifat polar diperlukan penambahan co-solvent seperti etanol pada pelarut CO 2.
Dalam ekstraksi karotenoid, penambahan co-solvent seperti olive oil dapat
menghasilkan rendemen yang tinggi (Wijngaard dkk., 2012). Parameter utama yang
dapat mempengaruhi ekstraksi dengan metode cairan superkritis yaitu rasio pelarut
dengan bahan, ukuran partikel bahan, suhu ekstraksi, tekanan, waktu ekstraksi, dan CO 2
flow rate.
 Metode Ekstraksi Ultrasound Assisted Extraction (UAE)
Metode ekstraksi dengan UAE berbeda dengan ekstraksi yang dilakukan secara
konvensional, karena terjadi perubahan struktur sel yang disebabkan oleh gelombang
suara transfer massa (Takeuchi, T.M et al., 2009). Metode UAE telah digunakan secara
sistematis dalam ekstraksi senyawa bioaktif dari tumbuhan. Ekstraksi dengan metode
UAE dapat berjalan secara efektif dengan peningkatan signifikan intens ultrasound yang
digunakan sehingga waktu pemrosesan lebih singkat (Vinatoru, 2001). UAE dapat
dilakukan pada suhu yang lebih rendah, sehingga dapat menghindari kerusakan thermal
dan kehilangan senyawa bioaktif yang mudah menguap (Wu, J. et al., 2001). Metode ini
menggunakan kativasi akustik untuk memproduksi gelembung kativasi untuk
menghasilkan gaya gesek yang tinggi. Hal tersebut akan membantu merusak dinding sel
sehingga pelarut dapat masuk kedalam bahan dan meningkatkan kontak antara pelarut
dengan senyawa yang akan di ekstraksi. Keuntungan metode ini adalah dapat
meningkatkan hasil ekstraksi, waktu ekstraksi yang singkat, menggunakan suhu rendah,
dan volume pelarut yang sedikit (Dye dan Rathod, 2013). Sedangkan, kekurangan
metode ini adalah membutuh-kan energi dan biaya yang besar. Rendemen yang
dihasilkan engan menggunakan metode ini lebih tinggi dibandingkan dengan
menggunakan metode konvensional (Rostagno dan Prado, 2013). Proses ekstraksi
dengan gelombang ultrasonik yang terlalu kuat dapat menyebabkan kerusakan pigmen
(Sun dkk., 2011).
 Metode Ekstraksi Enzimatik
Metode ini menggunakan bantuan enzim untuk mengekstraksi senyawa
karotenoid yang ada di dalam bahan. Enzim yang biasa digunakan yaitu enzim selulase,
pektinase, dan hemiselulase. Enzim-enzim tersebut akan merusak dinding sel bahan,
sehingga senyawa bioaktif dapat keluar dari bahan. Keuntungan menggunakan metode
ini adalah tidak menggunakan pelarut yang banyak, mendapatkan hasil ekstraksi yang
tinggi, dan ramah lingkungan karena konsumsi energi yang rendah (Puri dkk., 2012).
Kelemahan metode ini adalah proses inkubasi yang membutuhkan waktu lama (Lindahl
dkk., 2013).Rendemen yang dihasilkan dengan perlakuan enzimatik 36% lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa perlakuan enzimatik (Naidu dan Sowbhagya, 2012).
Perlakuan enzimatik pada bunga marigold menggunakan enzim hidrolitik dapat
meningkatkan koefisien difusi dari 1,56x10-9 m2/s menjadi 4,02x10-9m2/s, koefisien
transfer massa dari 0,14 h-1menjadi 0,36 h-1, meningkatkan dry yield dan pigmen
karotenoid dibandingkan dengan ekstraksi konvensional menggunakan pelarut
(Sowbhagya dkk., 2013). Faktor yang mempengaruhi metode ini adalah pH dan suhu
ekstraksi (Lindahl dkk., 2013). pH dan suhu yang digunakan disesuaikan dengan
kondisi optimum enzim yang digunakan.

Hasil Ektraksi Karotenoid pada Wortel


Karoteoid memiliki banyak fungsi bagi tubuh salah satu yang paling penting
yaitu sebagai antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari radikal bebas. Karotenoid
banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayur-sayuran, salah satunya pada wotel.
Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman sayuran umbi semusim berbentuk
semak, tumbuh sepanjang tahun, musim hujan maupun kemarau. Wortel merupakan
salah satu sumber β-karoten. Kandungan karoten wortel antara 60 – 120 mg/100 g.
Karoten yang terdapat pada wortel itu ada alfa karoten, beta karoten dan alfatokoferol.
Beta karoten adalah jenis karotenoid yang berfungsi sebagai precursor vitamin A,
pigmen essensial untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan.
Low Pressure Solvent Extraction (LPSE) menggunakan prinsip pelarut berdifusi
dalam matriks padatan yang melarutkan senyawa pelarut. Teknik LPSE seperti agitasi,
soxhlet, sentrifugasi, dll. Kondisi proses akan bergantung pada suhu, mekanis (tekanan
dan getaran), dan jenis pelarut.
Tabel 1. Hasil Ektraksi Karotenoid pada Wortel dengan LPSE (Low Pressure Solvent
Extraction)
Jenis Wortel Kondisi Perlakuan1 Ekstraksi Karotenoid
Wortel segar m: homogenisasi; s:ethanol, β-karoten (99 wb)
pentene, sodium klorida; S/F: 6 α-karoten (88 wb)
(v/w); t: 15 min
Wortel yang m: homogenisasi; s: heksana, β-karoten (675 wb)
dibekukan acetone; S/F: 50 (v/w); t: 6 h α-karoten (420 wb)
Wortel, m: homogenisasi; s: β-karoten (88,31 wb)
dimasak, Mei tetrehidrofuran, metanol, α-karoten (28,38 wb)
proteleum ether; S/F: 4,2 Lutein (1,49 wb)
cis−β-karoten (2,28 wb)
Wortel, m: homogenisasi; s: β-karoten (88,31 wb)
mentah, Mei tetrehidrofuran, metanol, α-karoten (28,38 wb)
proteleum ether; S/F: 4,2 Lutein (1,49 wb)
cis−β-karoten (2,28 wb)
Wortel m: sentrifugasi; s: tetrehidrofuran, Lutein (2.98 wb)
metanol; T: 0oC α-karoten (48.7 wb)
(cis+trans)-β-karoten(130 wb)
Cis-β-carotene (8.9 wb)
Wortel muda m: homogenisasi; s: asetone, β -karoten (46.5 wb)
ethanol, 5% lar. aqueous cis-β-karoten (1.60 wb)
pyrogallol α -karoten (41.2 wb)
Antheraxanthin (0.14 wb)

1
Kondisi Perlakuan: metode (m), jenis pelarut (s), ratio solvent to feed (S/F), temperature (T), waktu (t),
tekanan (P)
Lutein (4.40 wb)
Lycopin (0.15 wb)
Total karotenoid (94.6 wb)
(Sumber: Prado et al. 2013)
Supercrtical Fluid Extraction (SFE) merupakan proses pemisahan secara fisik-
kimia dimana kontak antarabahan dengan pelarut dalam keadaan superkritis sehingga
zat terlarut atau campurannya dapat dihilangkan dari fase padat. SFE terdiri atas dua
langkah yaitu ekstraksi dan pemisahan.
Tabel 2. Hasil Ektraksi Karotenoid pada Wortel dengan SFE (Supercrtical Fluid
Extraction)
Jenis Wortel Kondisi Perlakuan1 Ekstraksi Karotenoid
Wortel segar s: CO2, etanol; S/F: 16 (w/w); T: β-karoten (99 wb)
40 oC; P: 34,2 Mpa; t: 30 menit α-karoten (78 wb)
Wortel yang s: CO2, etanol; S/F: 80 (w/w); β-karoten (675 wb)
dibekukan T: 30-50 oC; P: 3-50 Mpa; t: 1 jam α-karoten (420 wb)
(Sumber: Prado et al. 2013)

Kestabilan Karotenoid sebagai Pewarna


Oksigen menybebabkan oksidasi karotenoid yang dirangsang oleh cahaya,
panas, peroksida, enzim, dan ion logam. Karotenoid ditemukan dalam bentuk trans-
isomer pada tumbuhan. Prose pengolahan mendorong isomerasi dari trans-isomer
menjadi cis-isomer karena adanya panas, cahaya dan asam. Isomerasi karotenoid hanya
mengubah sedikit aktivitas saturasi warna tetapi oksidasi menyebabkan warna
karotenoid hilang secara total (Ngamwonglumlert et al. 2017).
Perlakuan termal mampu mengubah warna karotenoid yang semula kuning
hingga kemerahan menjadi pencoklatan akibat adanya eaksi mailard dan kerusakan
pigmen. Terganggunya sel dan membran serta rusaknya kompleks protein-karotenoid
kromoplast memungkinkan terjadinya kebocoran seluler pigmen karotenoid. Karotenoid
juga menurun seiring dengan masa penyimpanan. Kestabilan karotenoid tidak hanya
pengaruh eksternal (cahaya, proses termal, dll) namun juga internal seperti komposisi
kimia dalam matriks makanan, oksigen yang terlarut, ukuran makanan, dan keasaan
fisik karotenoid. Perlakuan HPH (High Pressure Homogenization) dibantu dengan suhu
inlet sedang menunjukkan karotenoid yang lebih baik baik ketersediannya pada
minuman dibandingkan perlkuan kombinasi HPH dan HT (Liu et al. 2019). Karotenoid
lebih stabil pada produk freeze dried wortel karena baru mengalami penurunan
sebnayak 40% setelah disimpan selama 6 bulan. Penurunan tersebut tergolong rendah.
Lutein masih ditemukan stabil pada produk freeze dried sementara α-karoten dan β-
karoten hilang cukup besar (Macura et al. 2019).

Manfaat Karotenoid Wortel untuk Kesehatan


Wortel mengandung beta-caroten. Antikanker dari beta-karoten memiliki
aktivitas sebagai antioksidan dan kemampuan dalam system imun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa konsumsi stik wortel dapat menyelamatkan terjadinya kanker
paru-paru. Wortel memiliki pengaruh positif pada berat badan dan fraksi lipid serum
pada tikus albino. Konsumsi wortel dan seratnya menurunkan kolesterol serum,
trigliserida, LDL-c. HDL-c perubahannya tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan
bahwa wortel dapat digunakan untuk memanajemen dan mengendalikan hiperlipidemia.
Jus wortel dievaluasi pengaruhnya terhadap status antioksidan dan penanda risiko
kardiovaskular.Minum jus wortel tidak memberikan pengaruh pada kolesterol plasma,
trigliserida, Apo A, Apo B, LDL, HDL, persentase lemak tubuh, insulin, C-reactive
protein, interleukin-1 alfa, dan leptin. Jus wortel menurunkan tekanan darah, dan
meningkatkan kapasitas total antioksidan plasma dan menurunkan produksi
malondialdehid. Hasil ini menunjukkan bahwa jus wortel melindungu sistem
kardiovaskular dengan meningkatkan status antioksidan total dan menurunkan
peroksidasi lipida (Parveen dkk, 2000; Potter dkk, 2011).

KESIMPULAN

Karotenoid merupakan senyawa yang tidak larut dalam air dan sedikit larut
dalam minyak atau lemak. karotenoid dapat memberikan warna kuning, jingga hingga
merah dan karotenoid ini memiliki banyak macam jenis seperti alfakaroten, betakaroten,
astasantin, likopen, lutein, zeasantin, betacriptosantin dan fukosantin. Karotenoid
banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayur-sayuran, salah satunya pada wotel.
Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman sayuran umbi semusim berbentuk
semak, tumbuh sepanjang tahun, musim hujan maupun kemarau. Wortel merupakan
salah satu sumber β-karoten. Kandungan karoten wortel antara 60 – 120 mg/100 g.
Karoten yang terdapat pada wortel itu ada alfa karoten, beta karoten dan alfatokoferol.
Beta karoten adalah jenis karotenoid yang berfungsi sebagai precursor vitamin A,
pigmen essensial untuk Kesehatan mata dan mencegah kebutaan. Karotenoid lebih
stabil pada produk freeze dried wortel karena baru mengalami penurunan sebnayak 40%
setelah disimpan selama 6 bulan. Penurunan tersebut tergolong rendah. Lutein masih
ditemukan stabil pada produk freeze dried sementara α-karoten dan β-karoten hilang
cukup besar (Macura et al. 2019).

DAFTAR PUSTAKA

Dey, S., Rathod, V.K., 2013. Ultrasound assisted extraction of β-carotene from
Spirulina platensis, Ultrasonics Sonochemistry. Page 271 – 276.
Gaddam, C. L. (2014) Food coloring: The natural way, Research Journal of Chemical
Science, 4, 87 – 96.
Heldman DR . 1980. Food process Engineering. AVI publishing Company Inc
Westport Connecticut.
Kant, R. 2012. Textile Dyeing Industry an Environmental Hazard, Open Access journal
Natural Science, 4(1), Aticle ID :17027, 5 pages, DOI: 10.4236/ns.2012 .41004
Khoo, Hock Eng, K. Nagendra Prasad, Kin Weng Kong, Yueming Jiang, dan Amin
Ismail. 2011. “Carotenoids and their isomers: Color pigments in fruits and
vegetables.” Molecules 16(2):1710–38.
Liu, Xuan, Jianing Liu, Jinfeng Bi, Feng Cao, Yingying Ding, dan Jian Peng. 2019.
“Effects of high pressure homogenization on physical stability and carotenoid
degradation kinetics of carrot beverage during storage.” Journal of Food
Engineering 263(February):63–69.
Lindahl, S., Liu, J., Khan, S., Karlsson, E. N., Turner, C., 2013. An on-line method for
pressurized hot water extraction and enzymatic hydrolysis of quercetin
glucosides from onions. Analytica Chimica Acta, 785, 50 – 59.
Macura, R., Michalczyk, M., Fiutak, G., Maciejaszek, I. 2019. Effect of freeze-drying
and air-drying on the content of carotenoids and anthocyanins in stored purple
carrot. Acta Sci. Pol. Technol. Aliment., 18(2), 135–142.
http://dx.doi.org/10.17306/ J.AFS.2019.0637
Mamidipally, P.K.; Liu, S.X. 2004. First approach on rice bran oil extraction using
limonene. Eur. J. Lipid Sci. Tech. 106, 122-125.
Naidu, M. M., Sowbhagya, H. B., 2012. Technological advances in food colours.
Chemical Industry Digest, 79 – 88.
Ngamwonglumlert, Luxsika, Sakamon Devahastin, dan Naphaporn Chiewchan. 2017.
“Natural colorants: Pigment stability and extraction yield enhancement via
utilization of appropriate pretreatment and extraction methods.” Critical
Reviews in Food Science and Nutrition 57(15):3243–59.
Prado, Juliana, Priscilla Veggi, dan M. Meireles. 2013. “Extraction Methods for
Obtaining Carotenoids from Vegetables - Review.” Current Analytical
Chemistry 10(1):29–66.
Puri, M., Sharma, D., Barrow, C. J. 2012. Enzyme-assisted extraction of bioactives
from plants. Cell Press, 3, 37 – 44.
Rostagno, M. A., Prado, J. M. 2013. Natural products extraction: Principles and
applications. RSC Publishing, Cambridge.
Sowbhagya, H. B., Sushma, S. B., Rastogi, N. K., Naidu, M. M.. 2013. Effect of
pretreatment on extraction of pigment from marigold flower. J Food Sci
Technol, 50, 122 – 128
Sun, Y., Liu, D., Chen, J., Ye, X., Yu, D. 2011. Effects of different factors of ultrasound
treatment on the extraction yield of the all-trans-β-carotene from citrus peels.
Ultrasonics Sonochemistry, 18, 243 – 249.
Takeuchi, T.M.; Pereira, C.G.; Braga, M.E.M.; Maróstica Jr., M.R.; Leal, P.F.;
Meireles, M.A.A. 2009, . Low-pressure solvent extraction (solid-liquid
extraction, microwave assisted, and ultrasound assisted) from condimentary
plants. In: Extracting bioactive compounds for food products; Meireles, M.A.A.;
Ed.; CRC Press/Taylor & Francis Group: Boca Raton, FL, pp. 137- 218.
Vinatoru, M. An overview of the ultrasonically assisted extraction of bioactive
principles from herbs. 2001. Ultrason. Sonochem 8, 303-313.
Widjajanti, E., Regina T.P., dan Utomo, M. P. 2011.Pola Adsorpsi Zeolit Terhadap
Pewarna Azo Metil Merah dan Metil Jingga. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA.hal K115-K122, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta,.
Yernisa, Gumbira-Sa’id, E. dan Syamsu,K.2013. Aplikasi Pewarna Bubuk Alami dari
Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) pada Pewarnaan Sabun Transparan.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 23 (3): 190-198.

Anda mungkin juga menyukai