Anda di halaman 1dari 6

1

PRAKTIKUM BIO211 MIKROBIOLOGI

BAB 15
PENGENDALIAN MIKROB

TUJUAN
Menguasai teknik pengujian resistensi bakteri terhadap antibiotik, penentuan konsentras i
penghambatan minimum dan kosnentrasi bakterisidal minimum, pengujian disinfekta n,
serta mampu menganalisis hasil pengamatan yang diperoleh.

PENDAHULUAN

A. Resistensi Terhadap Antibiotik


Resistensi terhadap antibiotika dapat terjadi melalui mutasi atau penerimaan
informasi genetik tambahan (plasmid resistensi) ke dalam sel. Kedua kejadian ini dapat
didemonstrasikan pada populasi sel yang besar dengan melalui seleksi. Kemungkinan
terjadinya mutasi spontan terhadap sifat resistensi adalah antara 10-6 – 10-11 bergantung dari
jenis antibiotik dan mikrobanya. Dengan adanya agen mutagen, kemungkinannya akan
bertambah besar. Dari populasi bakteri yang besar dan melalui pemberian antibiotik dapat
diseleksi mutan yang resisten. Umumnya mutan ini tidak hanya resisten terhadap antibiotik
yang diberikan, namun juga resisten terhadap ikatan-ikatan yang mirip pada daerah kerja
yang sama atau dengan sistim transpor yang sama (resistensi silang).
Mengisolasi sel yang resisten terhadap dua antibiotik lebih sulit didapatkan
kemungkinannya adalah 10-18 – 10-22. Sifat resistensi yang didapatkan dari mutasi
menguntungkan bakteri dalam menghadapi seleksi.
Tipe resisten yang secara klinis dan epidemiologi penting adalah adanya informasi
genetik yang ditransfer secara horisontal. Dalam hal ini yang berperan adalah DNA
kromosomal eksternal disebut plasmid resisten. Informasi untuk pembentukan sifat resisten
sering pula terjadi terhadap beberapa jenis antibiotik dan diwariskan dari sel ke sel. Hal ini
menyebabkan ledakan penyebaran faktor resistensi tidak hanya di dalam spesies bakteri
tersebut namun juga antara sel yang tidak atau sedikit berkerabat.
Mekanisme resistensi yang paling luas tersebar adalah inaktivasi antibiotik. Untuk
hal ini sel bakteri mensintesis enzim yang akan dilepaskan ke medium dan aktif dalam
menghidrolisis - laktam, inaktivasi aminoglikosida melalui penambahan gugus asetil,
adenil, fosforil dan inaktivasi kloramfenikol melalui O-asetilasi.
Sifat resistensi terhadap chinolone yang disintesis secara kimiawi dapat terjadi
melalui reduksi permeabilitas membran sel. Contoh lain untuk sifat resistensi melalui
perubahan permeabilitas membran sel dilakukan oleh fosfomisin, yang menginaktivasi
2

sistim transpor gula fosfat ke dalam sel.


Resistensi tetrasiklin mempunyai mekanisme yang lain. Konsentrasi tetrasiklin di
dalam sel diatur supaya tetap rendah melalui sistim ekspor yang menyebabkan sel bersifat
resisten terhadap tetrasiklin.
Mutasi dapat menyebabkan interaksi dengan antibiotik ditekan sehingga mikroba
menjadi resisten. Contoh mutasi pada ribosom dapat menyebabkan resistensi terhadap
streptomisin, mutasi pada RNA polimerase menyebabkan resistensi terhadap rifampisin.
Resistensi terhadap trimetoprim dapat disebabkan adanya isoensim dari enzim yang
dihambat.

Pembentukan suatu sifat resistensi merupakan suatu proses yang membutuhkan


energi, sehingga tingkat metabolisme akan menurun sebab disamping metabolisme primer
ada enzim-enzim baru, modifikasi enzim atau protein transpor yang harus dimatikan.
Karena itu bila antibiotik sebagai faktor seleksi dihilangkan sel akan cepat berkembang
biak.
Aktivitas antibiotik dapat ditentukan dengan metode pengenceran baik dalam
medium cair maupun medium padat. Kedua metode ini berprinsip pada pengenceran
antibiotik di dalam media. Konsentrasi terendah yang mencegah inokulum untuk berbiak
dalam waktu 18 + 2 jam disebut Konsentrasi Penghambatan Minimal (KPM). Bakteri pada
konsentrasi antibiotik ini ada dalam kondisi tidak dapat tumbuh (efek bakteriostatis) atau
telah mati (bakterisida, bila 99,9% inokulum mati, Konsentrasi Bakterisida Minimal).
Penentuan KBM dapat dilakukan dengan memindahkan inokulum yang tidak tumbuh pada
konsentrasi antibiotik tertentu ke medium yang baru tanpa antibiotik. Konsentrasi terendah
yang menyebabkan 0,1% inokulum masih dapat hidup disebut KBM.
KPM dan KBM ditentukan oleh besar dan fase tumbuh inokulum serta waktu
inkubasi. Selain itu komposisi media, osmolalitas dan pH juga berpengaruh.
Berbagai macam tes difusi agar telah digunakan untuk membuktikan produksi antibiotik
oleh mikroba. Tes ini digunakan pula untuk menentukan konsentrasi penghambatan dan
isolasi mutan auxotrof. Zona penghambatan ditentukan oleh jenis mikroba. Semakin
besar zona penghambatan maka semakin sensitif mikroba tersebut terhadap antibiotik
yang diujikan. Medium yang digunakan juga dapat mempengaruhi besarnya zona
hambatan. Untuk tes ini, mikroba dapat disuspensikan dalam medium agar atau disebar
pada medium agar yang steril. Metode yang baik adalah dengan membuat lapisan ke
dua agar yang mengandung jumlah inokulum yang terdefinisi dengan baik. Cara lain
dapat pula dilakukan dengan menaruh larutan antibiotik pada kertas filter atau dengan
membuat sumur pada agar.
3

Alat dan Bahan:


Biakan Staphylococcus aureus,
Berbagai konsentrasi Streptomisin, TSA dalam penangas dalam tabung.
9 Tabung berisi 9 ml NaCl untuk pengenceran kultur
Pipet 1 ml, 5 ml, pingset, cakram steril, cawan petri steril.

Cara Kerja I:
1. Buatlah pengenceran dari biakan S. aureus yang tersedia dengan faktor 1 : 10-1 hingga
10-8
2. Setiap kelompok mengerjakan 1 pengenceran kultur bakteri sebagai berikut: 1,5 ml
hasil pengenceran kultur S. aureus ini dicampur dengan 13 ml medium TSA cair dan
kemudian dituang ke dalam petri steril.
3. Taruhlah cakram yang telah disterilkan dengan menggunakan pinset ke dalam larutan
antibiotik Streptomisin di dalam cawan petri. Tersedia 3 macam konsentrasi
Streptomisin yaitu larutan 100 mg/ml, 50 mg/ml dan 10 mg/ml.
4. Setelah media TSA bersama kultur S. aureus padat, taruhlah cakram yang telah
dilarutkan pada antibiotik dengan konsentrasi yang berbeda. Setiap petri terisi dengan
3 cakram dari berbagai konsentrasi tersebut. Inkubasi pada suhu 37oC semalam dan
amati zona bening yang terbentuk.

Cara Kerja II:


1. Buatlah pengenceran antibiotika sehingga didapatkan konsentrasi sebesar 40, 20, 10
dan 5 mg/l.
2. Setiap kelompok mendapatkan ke 4 macam konsentrasi antibiotik tersebut dan
tuangkanlah masing-masing konsentrasi antibiotik sebanyak 2 ml ke dalam cawan
petri.( 1 konsentrasi antibiotik per cawan petri)
3. Buatlah pengenceran kultur bakteri hingga 10-8. Setiap kelompok mengerjakan 1
pengenceran kultur bakteri.
4. 5 ml kultur dengan pengenceran tertentu dimasukkan ke dalam 95 ml media TSA cair
dan dicampur dengan baik.
5. Tuangkanlah segera no 4 ke dalam 4 petri yang masing-masing telah berisi 2 ml
antibiotik dengan berbagai konsentrasi. Campurkan dengan cara menggoyangkan
dengan bentuk angka 8. Jangan mengeluarkan media dari penangas air sampai
anda benar-benar siap melakukan percobaan ini, media akan dengan cepat
membeku.
6. Inkubasi pada 37 0C selama 1 malam dan amati jumlah koloni yang terbentuk
4

LEMBAR PENGAMATAN

Cara kerja I

Pengamatan diameter zona bening

Pengenceran Konsentrasi Streptomisin (mg/ml)


kultur 10 50 100

Kesimpulan apa yang dapat anda tarik dari percobaan ini? Apakah anda melihat
kontaminan?
5

Cara Kerja II Pengukuran zona

bening

Pengenceran Konsentrasi antibiotik (mg/l)


kultur 5 10 20 40

Kesimpulan apa yang dapat anda tarik dari percobaan ini? Apa anda melihat kontaminan?
6

B. Pengujian Disinfektan

Desinfeksi adalah mematikan atau inaktivasi penyebab penyakit pada organisme dan benda mati,
termasuk ke dalamnya terhadap air minum.
J. Lister pertama kali mengenali bahwa penyebab kematian setelah operasi adalah infeksi yang terjadi
melalui luka. Ia memperkenalkan penggunaan fenol sebagai pembersih pada alat-alat operasi.
Semmelweis pada tahun 1850 memperkenalkan penggunaan klor pada air untuk membasuh tangan
untuk mencegah penyebaran penyakit.
Cara kerja bahan desinfektan sangat beragam, misalnya denaturasi protein, perusakan pada
membran sitoplasma, pencegahan sintesis protein, pencegahan sintesis dinding sel dan lain-lain.
Berbagai desinfektan telah digunakan dalam industri seperti misalnya asam sorbat yang bersifat larut
dalam air panas, alkohol, aseton. Asam sorbat sebagai fungisida sering digunakan dalam pengawetan
makanan, minuman dan preparat kosmetik. Asam sorbat, Natrium sorbat, kalium sorbat dan calcium
sorbat aman digunakan, tidak berasa dan dapatdigunakan pada pH tinggi. Kemungkinan cara kerjanya
adalah menghambat dehidrogenase pada mikroorganisme.
Kalium permanganat (KMnO4) sering pula digunakan dan cara kerjanya adalah sebagai oksidan
yang kuat. Secara tradisional sering digunakan kunyit, jahe dan bawang putih.

Alat dan Bahan


Bakteri E. coli, S. aureus, B. subtilis
Cawan petri dengan media TSA
Desinfektan : alkohol 70%, kalium permanganat , CuSO 4, potongan bawang
putih, kunyit, jahe
silet, pingset, alat penyebar, alkohol, sundip, pipet dan tips 500 µl dan 100 µl.

Cara Kerja
1. Sebarlah 500 l biakan bakteri (perkelompok satu macam bakteri) ke dalam cawan petri
yang berisi media TSA. Diamkan selama 10 menit hingga kering.
2. Pada satu cawan beri sedikit bubuk kalium permanganat, CuSO4 dengan menggunakan
sundip yang telah dicelupkan pada alkohol dan dibakar dan pada satu sumur teteskan 50
l alkohol 70%.
3. Pada cawan kedua taruhlah irisan tipis bawang putih, jahe dan kunyit yang dipotong
menggunakan pisau steril dengan menggunakan pingset.
Inkubasi cawan saudara pada 37℃ selama 1 malam dan amati zona bening yang
terbentuk

Anda mungkin juga menyukai

  • Sampul BNR
    Sampul BNR
    Dokumen1 halaman
    Sampul BNR
    Herdianto
    Belum ada peringkat
  • Per. 5
    Per. 5
    Dokumen18 halaman
    Per. 5
    Herdianto
    Belum ada peringkat
  • Per. 7
    Per. 7
    Dokumen19 halaman
    Per. 7
    Herdianto
    Belum ada peringkat
  • Per. 8
    Per. 8
    Dokumen16 halaman
    Per. 8
    Herdianto
    Belum ada peringkat
  • Per. 9
    Per. 9
    Dokumen22 halaman
    Per. 9
    Herdianto
    Belum ada peringkat
  • Per. 6
    Per. 6
    Dokumen21 halaman
    Per. 6
    Herdianto
    Belum ada peringkat
  • Per. 10
    Per. 10
    Dokumen16 halaman
    Per. 10
    Herdianto
    Belum ada peringkat