Anda di halaman 1dari 35

INDIVIDU, KELOMPOK, DAN KELEMBAGAAN

Mata Kuliah : Pembelajaran IPS SD

Kode Mata Kuliah : KPD620205

SKS : 3 (tiga)

Dosen Pengampu : 1. Drs. Maman Surahman, M.Pd.

2. Deviyanti Pangestu

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Febi Eka Putri (2013053099) 3B

Felisitas Franadita Yonanda (2013053167) 3B

Hesti Sundari (2013053160) 3B

Hidayatullah (2013053117) 3B

Ida Lestari (2013053109) 3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyelasaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Individu, Kelompok, dan Kelembagaan” tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran IPS SD di program
studi PGSD Universitas Lampung. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembacanya.
Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Maman
Surahman, M.Pd. dan Ibu Deviyanti Pangestu, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Konsep Dasar IPS. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempuna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Metro, 27 Agustus 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL .............................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Manusia Sebagai Individu ..................................................................................3


2.2 Kelompok Sosial ................................................................................................4
2.3 Masyarakat .........................................................................................................9
2.4 Pengertian dan Fungsi Lembaga Kemasyarakatan ............................................12
2.5 Proses Terbentuknya Lembaga Kemasyarakatan ..............................................14
2.6 Ciri-ciri Lembaga Kemasyarakatan ..................................................................15
2.7 Tipe-tipe Lembaga Kemasyarakatan ................................................................. 16
2.8 Sistem Pengendalian Sosial (Social Control) .................................................... 17
2.9 Perubahan Lembaga Sosial ...............................................................................17
2.10Lembaga Sosial Dalam Kehidupan Mayarakat .................................................18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................30


3.2 Saran ................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Soediman Kartohadiprodjo (dalam Soerjono Soekanto, 2003) menyatakan bahwa
individu adalah makhluk ciptaan Tuhan yang di dalam dirinya dilengkapi oleh raga, ras,
dan rukun. Masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama
manusia yang lazim disebut sistem kemasyarakatan.
Terdapat beberapa lembaga sosial pokok yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat, seperti lembaga keluarga, lembaga ekonomi, lembaga
pendidikan, lembaga politik, dan lembaga agama. Tentunya dari beberapa lemvaga
tersebut memiliki fugsi masing-masing Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai
materi individu, masyarakat, dan kelembagaan. Mulai dri pengertian, fungsi, ciri, tipe,
dan sistem pengendalian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah manusia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial?
2. Apa sajakah macam-macam kelompok sosial?
3. Apa sajakah unsur-unsur terbentuknya masyarakat?
4. Apakah yang dimaksud dengan lembaga kemasyarakatan?
5. Apa sajakah ciri dan tipe lembaga kemasyarakatan?
6. Bagaimanakah sistem pengendalian sosial dalam lembaga kemasyarakatan?
7. Apa saja lembaga-lembaga sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami manusia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial.
2. Mengetahui dan memahami macam-macam kelompok sosial.
3. Mengetahui dan memahami unsur-unsur terbentuknya masyarakat.
4. Mengetahui dan memahami lembaga kemasyarakatan.
5. Mengetahui dan memahami ciri dan tipe lembaga kemasyarakatan.
6. Mengetahui dan memahami sistem pengendalian sosial dalam lembaga
kemasyarakatan.

1
7. Mengetahui dan memahami lembaga-lembaga sosial yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manusia Sebagai Individu


Martin Luther King Jr. menyatakan bahwa individu merupakan satuan kecil yang
tidak dapat dibagi lagi, yaitu manusia yang hidup berdiri sendiri. Searah dengan pendapat
Martin, menurut Abdul Syani (2002: 25) kata individu berasal dari bahasa Yunani
“individum” yang berarti satuan terkecil yang tidak bisa dibagi lagi. Selain itu, Soediman
Kartohadiprodjo (dalam Soerjono Soekanto, 2003) menyatakan bahwa individu adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang di dalam dirinya dilengkapi oleh raga, ras, dan rukun.
Menurut KBBI, individu merupakan orang seorang; pribadi orang (terpisah dari yang
lain); organisme yang hidupnya berdiri sendiri, secara fisiologis ia itu bersifat bebas
(tidak memiliki hubungan organic dengan sesamanya).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa individu adalah
bagian terkecil dari suatu kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi
bagian yang lebih kecil.
Individu berhubungan dengan perorangan atau pribadi, yang berarti individu
bertindak sebagai subjek yang melakukan sesuatu hal, subjek yang memiliki pikiran,
subjek yang memiliki keinginan, subjek yang memiliki kebebasan, subjek yang memberi
arti (meaning) pada sesuatu, subjek yang mampu menila tindakan sendiri maupun orang
lain. Dalam individu, ada dua subsistem yang saling berhubungan, yaitu fisik-biologis
dan mental-psikologis. Kesempurnaan fisik-biologis seseorang sangat mempengarui
kondisi mental-kpsikologisnya. Sebaliknya, kesehatan mental-psikologi sangat
mempengaruhi kondisi fisik-biologisnya.
Secara biologis, kelahiran individu dipengaruhi oleh gen yang diwariskan dari orang
tuanya atau leluhur sebelumnya. Sempurna atau cacatnya gen dapat mempengaruhi
biologis keturunan yang akan terbawa sejak ia lahir hingga di setiap hari-hari
pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu, kondisi kesehatan pranatalis dalam
rahim ibu perlu diperhatikan. Untuk menjamin mendapatkan anak yang baik dan sehat
dalam fisik-biologis dan mental-psikologisnya, seorang ibu diharuskan menjaga
kesehatannya dengan memakan makanan yang bergizi, tidur dan beolahraga yang cukup,
dan rutin memeriksakan kondisi kandungannya ke dokter kandungan.

3
Selanjutnya, pertumbuhan dan perkembangan individu dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang sehat dalam arti luas sangan diperlukan untuk
menjadikan anak sebagai individu yang berkualitas, misalnya di lingkungan pendidikan.
Melalui pendidikan, maka potensi seorang individu dapat terbina dan terlatih. Sehingga
anak tersebut menjadi individu yang berkualitas, baik dari aspek fisik-biologis maupun
mental-psikologisnya.
Berbicara mengenai sosial, manusia merupakan makhluk sosial, yaitu tidak dapat
hidup tanpa adanya manusia lain. Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia
membutuhkan orang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.
Aristoteles menyatakan bahwa makhluk sosial merupakan zoon politicon, yag berarti
manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu samalain. Menurut
Elly M. Setiadi menyatakan bahwa makhluk sosial adalah makhluk yang di dalam
hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari orang lain. Dr. Johannes Garang menyatakan
bahwa makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri.
Kemudian, menurut Liturgis makhluk sosial merupakan makhluk yang saling
berhubungan satu sama lain dan tidak dapat melepaskan dirinya dari hidup bersama.
Beberapa alasan manusia disebut sebagai makhluk sosial:
1. Ada dorongan untuk berinteraksi.
2. Manusia tunduk pada aturan norma sosial.
3. Manusia memiliki kebutuhan untukmberinteraksi dengan satu sama lain.
4. Potensi manusia akan benar-benar berkembang apabila ia hidup di tengah-
tengah manusia.

2.2 Kelompok Sosial


A. Pengertian Kelompok Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan
manusia yang hidup bersama karena saling berhubungan di antara mereka timbal balik
dan saling memengaruhi. George Homans juga menyatakan bahwa kelompok sosial
adalah kumpulan individu yang melakukan kegiata, interaksi, dan memiliki perasaan
untuk membuat sesuatu secara keseluruhan yang teroganisir dan berhubungan secara
timbal balik. Paul B. Horfon menjelaskan bahwa kelompok sosial adalah kumpulan
manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotaannya dan saling berinteraksi.

4
B. Syarat Kelompok Sosial
Untuk dapat disebut sebagai kelompok sosial, tentunya ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi, diantaranya yaitu:
a. Menurut Soekanto
Beberapa persyaratan kelompok sosial menurut Soekanto (1982: 111), yaitu:
1. Adanya kesadaran dari anggota kelompok tersebut bahwa ia merupakan
bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2. Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang
lainnya dalam kelompok itu.
3. Adanya suatu factor yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok yang
bersangkutan yang merupakan unsur pengikat atau pemersatu yang meliputi
nasib yang sama, kepentingan bersama, tujuan yang sama, ataupun ideologi
yang sama.
4. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
b. Menurut Robert K. Merton
Beberapa persyaratan kelompok sosial menurut Robert K. Merton yaitu:
1. Adanya pola interaksi.
2. Kesadaran diri menjadi bagian anggota kelompok.
3. Kesadara diri bahwa orang lain sebagai anggota kelompok.
Mac Iver (1961: 213) mengemukakan bahwa kelompok terbentuk melalui proses
interaksi dan proses sosial, dimana manusia berhipun dan bersatu dalam kehidupan
bersama berdasarkan hubungan yang timbal balik, saling mempengaruhi dan memiliki
kesamaan untuk tolomg-menolong.

C. Macam-macam Kelompok Sosial


1. Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial
a. Berdasarkan Besar Kecilnya Jumlah Anggota
Dimulai dari yang betuknya kecil, yaitu terdiri dari satu individu, dua sampai
tiga individu, hingga menjadi kelompok yang lebih besar.
b. Berdasarkan Derajat Interaksi Sosial Pada Kelompok Yang Bersangkutan
Pengelompokkan ini didasarkan pada derajat saling kenal mengenal. Contohnya
keluarga, rukun tetangga, desa, kota, koperasi, dan negara.

5
c. Berdasarkan Kepentingan dan Wilayah
Pengelompokkan ini didasarkan pada kepentingan dan wilayah yang tidak
mempunyai kepentingan khusus atau tertentu. Contohnya adalah suatu
komunitas masyarakat setempat.
d. Berdasarkan Berlangsungnya Kepentingan
Berlangsungnya kepentingan merupakan suatu ukuran lain untuk klasifikasi
kelompok sosial. Contohnya adalah suatu kerumunan suatu kerumunan yang
terbentuk oleh kepentingan yang tidak berlangsung lama (tidak permanen).
e. Berdasarkan Ukuran Derajat Organisasi
Dalam klasifikasi ini, kelompok-kelompok sosial terdiri dari kelompok yang
terorganisasi dengan baik sekali seperti negara sampai pada kelompok yang
hampir tidak terorganisasi seperti kerumunan.

2. Kelompok Sosial Dipandang dari Sudut Individu


Pembagian kelompok sosial dipandang dari sudut individu dapat dilihat dari
keterlibatan individu dengan kelompok sosial di mana ia tinggal, apakah dalam
masyarakat yang masih sederhana atau dalam struktur masyarakat yang sudah
kompleks.
Dalam susunan masyarakat sederhana, seorang individu sebagai anggota
masyarakat secara relatif merupakan anggota pula dari kelompokkelompok kecil
secara terbatas. Yang didasari dengan kekerabatan, usia, sex, dan pekerjaan atau
kedudukan yang akan menempatkan individu pada prestige tertentu sesuai adat dan
kebiasaan masyarakat di sekitarnya. Sementara dalam susunan masyarakat yang
sudah kompleks, individu menjadi anggota beberapa kelompok sosial sekaligus.
Kelompok-kelompok tersebut biasanya berdasarkan pada sex, ras.

3. In Group dan Out Group


(Polak, 1966 ; 166) berpendapat bahwa konsep in group dan out group
merupakan pencerminan dari adanya kecenderungan sikap “etnocentrisme” dari
individu-individu dalam proses sosialisasi sehubungan dengan keanggotaannya
pada kelompok-kelompok sosial, yaitu suatu sikap dalam menilai kebudayaan lain
dengan menggunakan ukuran-ukuran sendiri. Sikap in group biasanya didasari oleh
perasaan simpati. Sementara out group didasarkan suatu kelainan dengan wujud
antagonisme atau antipati.

6
4. Primary Group dan Secondary Group
a. Primary Group
Charles Horton Cooley dalam “Social Organization” yang dikutip oleh
(Nurul Latifah, 2015) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang luas dan
mendasar dalam klasifikasi kelompok-kelompok sosial yang menyangkut
perbedaan antara kelompok-kelompok. Pendapat dari Selo Soemarjan dan
Soemardi dalam “Setangkai bunga Sosiologi” yang dikutip oleh (Nurul Latifah,
2015) menyatakan bahwa “primary group merupakan kelompok-kelompok
kecil yang permanen berdasarkan saling mengenal secara pribadi di antara
anggotanya”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa primary group
merupakan kelompok-kelompok kecil yang agak langgeng (permanen) dan
berlandaskan sifat saling kenal-mengenal secara pribadi antara anggota-
anggotanya.
b. Secondary Group
Rouceck dan Warren dalam Sociology an Introduction (1962 : 46) yang
dikutip oleh (Nurul Latifah, 2015) membatasi pengertian secondary group
sebagai kelompok-kelompok besar yang terdiri banyak orang antara siapa
hubungannya tak perlu berdasarkan kenal mengenal secara pribadi dan sifatnya
tidak begitu langgeng.

5. Gemeinschaft dan Gesselschaft


a. Gemeinschaft
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggotanya diikat
oleh hubungan batin yang bersifat alamiah dan dasar dahi hubungan tersebut
adalah rasa cinta dan kesatuan batin yang telah dikodratkan, bentuk utamanya
dapat dijumpai dalam keluarga, kekerabatan, dan lain-lain.
b. Gesselschaft
Gesselschaft merupakan ikatan pokok untuk jangka waktu yang pendek,
bersifat imajiner, dan strukturnya bersifat mekanis. Gesselschaft berbentuk
hubungan perjanjian berdaarkan ikatan timbal balik seperti ikatan pedagang.

6. Formal Group dan Informal Group


a. Formal group merupakan kelompok-kelompok yang memiliki norma-norma
tegas yang sengaja diciptakan untuk mengatur hubungan di antara anggotanya.

7
b. Informal group adalah suatu kelompok yang terjadi karena kesamaan yang
sifatnya tidak mengikat anggotanya serta tidak memiliki struktur dan organisasi
yang pasti.

7. Kelompok-kelompok Sosial yang Tidak Teratur


a. Kerumunan
Kerumunan adalah suatu kelompok manusia yang bersifat sementara, tidak
terorganisisr dan tidak mempunyai seorang pimpinan, serta tidak mempunyai
sistem pembagian kerja.
b. Publik
Publik merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Berinteraksi
melalui pembicaraan berantai secara individu, media masa, dan kelompok.

8. Masyarakat Pedesaan (Rural Community) dan Masyarakat Perkotaan (Urban


Community)
a. Masyarakat Pedesaan
Hubungan yang terjadi antara anggota masyarakat pedesaan terjalin sangat erat.
Pekerjaan masyarakat pedesaan terkonsentrasi pada sector pertanian.
Ciri-ciri masyarakat pedesaan menurut Soekanto (1982: 149):
1. Hubungan yang erat antara masyarakat.
2. Kehiduan masih sederhana dan memiliki pekerjaan yang sama.
b. Masyarakat Perkotaan
Pekerjaan masyarakat perkotaan berneka macam dan tidak berkonsentrasi pada
satu aspek pekerjaan saja.
Perbedaan ciri-ciri masyarakat pedesaan dan perkotaan yang dikemukakan oleh
Soerjono Soekanto (1982: 149):
1. Kehidupan keagamaan
Masyarakat pedesaan mengarah kepada kehidupan agamis, sedangkan
masyarakat perkotaan mengarah kepada duniawi.
2. Kemandirian
Masyarakat pedesaan bergantung kpada orang lain, sedangkan masyarakat
perkotaan tidak terlalu bergantung pada orang lain.
3. Pembagian kerja

8
Pada masyarakat perkotaan pembagian kerja lebih tegas dan jelas sehingga
mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Peluang memperoleh pekerjaan
Dengan adanya sistem pembagian kerja yang tegas maka kemungkinan untuk
memperoleh pekerjaan lebih banyak pada masyarakat kota dibanding warga
pedesaan.
5. Jalan pikiran
Pola pikir rasional pada masyarakat perkotaan memungkinkan terjadinya
interaksi berlandaskan kepentingan dan bukan faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan
Dengan jalan kehidupan yang cepat bagi warga kota menempatkan
dihargainya/pentingnya faktor waktu dalam mengejar kehidupan individu.
7. Perubahan sosial
Pada masyarakat kota kemungkinan perubahan sosial lebih berguna dibanding
warga desa karena mereka lebih terbuka bagi adanya perubahan

2.3 Masyarakat
A. Pengertian Masyarakat
Smith, Stanley, dan Shores mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok
individu-individu yang terorganisasi serta berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai
suatu kelompok yang berbeda. (Smith, Stanley, Shores, 1950, p. 5). Dalam sosiologi,
suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran kedudukan yang diterapkan
dalam suatu organisasi. (F Znaniecki, 1950, p. 145). Person menyatakan bahwa
masyarakat adalah suatu sistem sosial, di mana semua fungsi prasyarat yang
bersumber dan dalam dirinya sendiri bertemu secara ajek (tetap).
Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69)
menyimpulkan bahwa masyarakat adalah:
1. Suatu kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai
kelompok yang berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang diorganisasi
secara tetap untuk waktu yang lama dalam rintang kehidupan seseorang secara
terbuka dan bekerja pada daerah geografis tertentu.
2. Kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai
turun-temurun dan menyosialkan anggota anggotanya melalui pendidikan.

9
3. Orang yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat
anggota-anggotanya secara bersama dalam keseluruhan yang terorganisai.
Dikutip oleh Indan Encang (1982, p.14), Linton menyatakan bahwa masyarakat
adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga
mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Menurut Paul B. Horton, masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama,
yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan
sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.

B. Ciri-ciri Masyarakat
1. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
2. Bercampur atau bergaul dalam waktu cukup lama. Berkumpulnya manusia akan
menimbulkan manusia-manusia baru. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul
sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
antarmanusia.
3. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
4. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan
kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu dengan yang lainnya.
5. Melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya.

C. Unsur Terbentuknya Masyarakat


Untuk terbentuknya suatu masyarakat paling sedikit harus terpenuhi beberapa unsur
berikut:
1. Terdapat sekumpulan orang.
2. Berdiam atau bermukim di suatu wilayah dalam waktu yang relatif sama atau
kemampuan bertahan yang melebihi masa hidup seseorang anggotanya.
3. Perekrutan seluruh atau sebagian anggotanya melalui reproduksi atau kelahiran.
4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada.
5. Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama secara bersama-sama.
6. Akibat dari hidup bersama dalam jangka waktu yang lama itu menghasilkan
kebudayaan berupa sistem nilai, sistem ilmu pengetahuan dan kebudayaan
kebendaan.

10
D. Syarat-syarat Masyarakat Setempat
Suatu masyarakat dapat dikatakan sebagai community (masyarakat setempat), apabila
memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1. Adanya beberapa rumah atau rumah tangga yang terkonsentrasi di suatu wilayah
geografis tertentu.
2. Warganya mempunyai taraf interaksi sosial yang terintegrasikan.
3. Adanya rasa kebersamaan, yang tidak perlu didasarkan pada adanya hubungan
kekerabatan.

E. Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan organisme yang terdiri dari bagian-bagian yang saling
bergantung karena memiliki fungsinya masing-masing dalam keseluruhan. Unsur-
unsur dalam sistem sosial, yaitu 1) kepercayaan dan pengetahuan; 2) perasaan; 3)
tujuan; 4) kedudukan (status) dan peran (role); 5) kaidah/norma; 6) tingkat/pangkat; 7)
kekuasaan; 8) sanksi; fasilitas (sarana).

Masyarakat dapat ditelaah dari dua sudut, yaitu sudut struktural dan sudut
dinamikanya. Segi struktural dinamakan juga struktur sosial, sedangkan yang dimaksud
dinamika masyarakat adalah apa yang disebut proses sosial dan perubahan-perubahan
sosial. Dengan demikian, pembahasan terhadap masyarakat secara garis besar
menyangkut tiga aspek, yaitu 1) struktur sosial; 2) proses sosial; 3) perubahan sosial.
Hubungan individu masyarakat, yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan
dan usaha manusia sendiri. Hidup bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan
sendiri, bertujuan untuk memungkinkan perkembangannya sebagai manusia. Sebab,
tanpa masyarakat tidak ada hidup individual yang manusiawi. Jadi, manusia sekaligus
membentuk dan dibentuk oleh hasil karyanya sendiri, yaitu masyarakat.
Hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif
dan kutub negatif pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan listrik ia akan
mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika individu
dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat akan lebih
bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat akan lebih
bermakna dan hidup serta bergairah.

11
2.4 Pengertian dan Fungsi Lembaga Kemasyarakatan
Koentjaraningrat (1984:115) memberikan istilah pranata sosial dengan asumsi
bahwa “Social institution” menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku
masyarakat. Pranata sosial diberi arti sebagai sistem tata kelakuan dan hubungan yang
berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus
dalam kehidupan
masyarakat (Soerjono, 1982:191). Membandingkan pendapat di atas, istilah lembaga
kemasyarakatan kiranya lebih luas, artinya karena tidak hanya membahas tentang unsure
unsur yang mengatur perilaku namun lebih luas lagi pada bentuk dan norma yang
menjadi ciri lembaga tersebut. Lembaga kemasyarakatan terdapat dalam setiap
masyarakat, pada berbagai taraf budaya, baik sederhana maupun modern.
Tony Djogo (2003) ada berbagai definisi kelembagaan yang disampaikan oleh ahli
dari berbagai bidang. Menurut Ruttan dan Hayami, (1984) Lembaga oleh berbagai
bidang. Menurut Ruttan dan Hayami, (1984) lembaga adalah aturan di dalam suatu
kelompok masyarakat atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar anggotanya
untuk membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerja sama atau
berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang
diinginkan. Sedangkan menurut Ostrom, (1985-1986) kelembagaan diidentikan dengan
aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu
kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling
tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institusional arragements dapat ditentukan
oleh beberapa unsur-unsur aturan operasional untuk mengatur pemanfaatan sumber daya,
aturan kolektif untuk menentukan menegakkan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk
merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi.
Dari definisi para ahli tersebut Djogo Dkk, menyimpulkan dan mendefinisikan
kelembagaan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau
organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia
atau antar organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan
oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik atauran formal
maupun informal untuk pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama
dan mencapai tujuan bersama.
Kelembagaan sosial ialah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat
kepada aktivitas – aktivitas untuk memenuhi kompleks – kompleks kebutuhan khusus
dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1964). Kelembagaan sosial juga

12
dimaknai sebagai himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu
kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat (Soerjono Soekanto, 1990).
 Leopold Von Weise dan Becker
Lembaga sosial adalah jaringan proses hubungan antarmanusia dan
antarkelompok yang berfungsi memelihara hubungan itu beserta pola-polanya
yang sesuai dengan minat kepentingan individu dan kelompoknya.
 Robert Mac Iver dan C.H. Page
Lembaga sosial adalah prosedur atau tata cara yang telah diciptakan untuk
mengatur hubungan antarmanusia yang tergabung dalam suatu kelompok
masyarakat.
 Soerjono Soekanto
Lembaga sosial adalah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang
berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.
 Peter L. Berger
Lembaga sosial adalah suatu prosedur yang menyebabkan perbuatan manusia
ditekan oleh pola tertentu dan dipaksa bergerak melalui jalan yang dianggap
sesuai dengan keinginan masyarakat.
 Mayor Polak
Lembaga sosial adalah suatu kompleks atau sistem peraturan dan adat istiadat
yang mempertahankan nilai-nilai penting.
 W. Hamilton
Lembaga sosial adalah tata cara kehidupan kelompok, yang apabila dilanggar
akan dijatuhi berbagai derajat sanksi.
Dalam kaitan dengan uraian tersebut, Soekanto (1982:192) memberi batasan
lembaga kemasyarakatan merupakan “ himpunan daripada norma-norma dari segala
tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai wujud nyatanya adalah sebuah association (asosiasi)”. Lebih lanjut, Soekanto
menyatakan bahwa lembaga kemasyarakatan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, yaitu:
1. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang bagaimana bersikap dan
bertingkah laku dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama
yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan;
2. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan;

13
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian
sosial (social control), yaitu sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah
laku anggotanya.
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan adanya lembaga sosial, di mana
interaksi sosial dapat terjadi di dalamnya. Dengan adanya lembaga sosial akan tercipta
keteraturan sosial dalam hidup bermasyarakat. Tak hanya itu, lembaga sosial juga
menjadi pedoman individu dalam bersikap serta memberikan batas-batas dalam
bertingkah laku agar individu tidak menyimpang. Masing-masing lembaga sosial
dibentuk atas dasar fungsi dan tujuan yang berbeda antara satu lembaga dengan lembaga
lainnya. Lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat
kepada aktivitas sosial untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam
kehidupan masyarakat.
Fungsi lembaga sosial adalah sebagai pedoman masyarakat dalam melaksanakan
berbagai macam aktivitas di kehidupan sehari-harinya. Tak hanya itu, lembaga sosial
juga berfungsi sebagai penyatu individu-individu yang ada di lingkungan kehidupan
masyarakat. Lembaga sosial biasanya dijadikan sebagai tempat belajar sekaligus sebagai
penegak berbagai macam tindakan yang dilakukan masyarakat. Selain itu, lembaga sosial
merupakan wadah tempat bersatunya masyarakat yang ada di sekitar lembaga sosial
tersebut.

2.5 Proses Terbentuknya Lembaga Kemasyarakatan


Lembaga-lembaga kemasyarakatan terbentuk melalui suatu proses yang disebut
sebagai institusionalisasi, atau kelembagaan nilai-nilai yang dibentuk untuk membantu
hubungan antarmanusia di dalam masyarakat. Nilai-nilai yang mengatur tersebut dikenal
dengan istilah norma yang mempunyai kekuatan mengikat dengan kekuatan yang
berbeda-beda. Dengan adanya norma dalam masyarakat diharapkan tingkah laku
manusia akan berjalan sesuai dengan petunjuk hidup dalam masyarakat yang
bersangkutan. Kekuatan meningkat dari norma, apakah lemah maupun kuat dipengaruhi
oleh kekuatan manusia yang ada dalam upaya menaati norma itu sendiri. Secara
sosiologis, kekuatan mengikat dari norma dapat dibedakan atas berikut ini:
1. Cara (Ussage)
Menunjuk pada suatu bentuk perbuatan dalam hubungan antarindividu. Kekuatannya
termasuk lemah sehingga penyimpangan dari cara tidak akan mengakibatkan sanksi
yang berat.

14
2. Kebiasaan (Folkways)
Kekuatan mengikatnya lebih besar daripada cara (usage) kebiasaan merupakan
perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Mc Iver dan Page (1967:19)
menyatakan bahwa kebiasaan merupakan “perikelakuan yang diakui dan diterima oleh
masyarakat”.

3. Tata Kelakuan (Mores)


Tata kelakuan merupakan suatu alat yang mengatur perbuatan anggota-anggota
masyarakat agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pentingnya tata kelakuan bagi
masyarakat disebabkan oleh hal-hal berikut.
a. Tata kelakuan memberikan batas-batas pada kelakuan individu;
b. Tata kelakuan mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya;
c. Tata kelakuan menjaga solidaritas antara anggota-anggota masyarakat.

4. Adat Istiadat (Custom)


Suatu tata kelakuan yang kekal dan kuat integrasinya dengan pola kelakuan
masyarakat dapat meningkat kekuatannya menjadi custom atau adat istiadat, custom
mempunyai sanksi yang keras bagi anggota masyarakat jika melanggarnya. Contoh
yang bisa kita dapatkan pada kehidupan masyarakat di Indonesia adalah yang berlaku
pada seluruh etnik budaya dengan beragam cara serta sanksinya, misalnya:
a. Adat yang melarang perceraian antara suami-istri di kampung;
b. Adat istiadat dalam menjalani tahap-tahap kehidupan tertentu; perkawinan, tujuh
bulanan dan lain-lain.

2.6 Ciri-Ciri Lembaga Kemasyarakatan


Suatu lembaga kemasyarakatan (social institution) memiliki ciri-ciri:
1. Mempunyai tujuan tertentu;
2. Untuk mencapai tujuan di atas memiliki alat perlengkapan;
3. Memiliki lambang-lambang tertentu dalam bentuk tulisan atau slogan misalnya pada
kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata;
4. Memiliki tradisi lisan atau tertulis yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat,
norma, tata tertib peraturan, atau hukum.

15
2.7 Tipe-Tipe Lembaga Kemasyarakatan
Menurut Gillin and Gillin, ada beberapa tipe lembaga kemasyarakatan, berikut ini:
1. Berdasarkan Perkembangannya
a. Crescive institutions
Yaitu lembaga yang paling primer yang tumbuh secara tak disengaja di
dalam masyarakat, misalnya hak milik, sistem perkawinan, dan lain-lain.
b. Enacted institution
Yaitu lembaga yang dibentuk untuk tujuan tertentu seperti lembaga perdagangan,
lembaga pendidikan, lembaga perbankan, koperasi, dan lain-lain.

2. Berdasarkan Sistem Nilai


a. Basic institutions
Yaitu lembaga yang didirikan untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib
dalam masyarakat, misalnya keluarga, sekolah, dan lain-lain.
b. Subsidiary institution
Lembaga yang dianggap kurang penting seperti, lembaga rekreasi, lembaga
hiburan.

3. Berdasarkan Penerimaan Masyarakat


a. Social sanctioned institutions
Yaitu lembaga yang diakui dan diterima masyarakat, seperti lembaga
keagamaan dan lembaga pendidikan.
b. Unsanctioned institution
Lembaga yang berupa kelompok yang tidak diterima masyarakat, misalnya
kelompok penjahat, pemeras.

4. Berdasarkan Penyebarannya
a. General institution
Lembaga ini dikenal secara luas penyebarannya dan berlaku di manamana,
misalnya agama Islam, agama Hindu, agama Kristen, dan agama Budha.
b. Restricted institutions
Hanya dikenal oleh masyarakat khusus dan berlaku di daerah tertentu, misalnya,
sekte agama tertentu atau kepercayaan yang dianut oleh masyarakat terpencil.

16
5. Berdasarkan Fungsinya
a. Operative institutions
Yaitu lembaga yang menghimpun pola atau cara untuk mencapai tujuan
misalnya, lembaga industrialisasi atau lembaga perdagangan.
b. Regulative institutions
Yaitu lembaga yang bertujuan mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan
yang tidak menjadi bagian mutlak dari lembaga itu sendiri, misalnya lembaga
hukum yang terdiri atas lembaga kepolisian, lembaga kejaksaan, dan lembaga
pengadilan.

2.8 Sistem Pengendalian Sosial


Untuk dapat menghindari atau mencegah perilaku atau tindakan anggota masyarakat
yang melanggar norma sosial maka diperlukan adanya control sosial. Adanya norma-
norma sosial dan kontrol sosial merupakan dua aspek yang sangat penting bagi proses
pertumbuhan lembaga kemasyarakatan.
Social control yang dilakukan bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas
dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Berdasarkan sifatnya, social control
dapat preventif atau represif. Preventif merupakan upaya pencegahan terhadap gangguan
yang mungkin terjadi pada keserasian antara kepastian dan keadilan upaya yang
dilakukan berupa cara-cara persuasif (pendekatan tanpa kekerasan) hingga pada cara
yang memaksa (coersive).
Sementara pengendalian sosial yang bersifat represi merupakan usaha yang
bertujuan untuk mengembalikan keserasian dan kepastian yang pernah mengalami
gangguan. Cara yang dapat ditempuh adalah melalui penjatuhan sanksi terhadap warga
masyarakat yang melanggarnya.

2.9 Perubahan Lembaga Sosial


Perubahan pada lembaga sosial dapat terjadi, apabila sudah tidak memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat secara keseluruhan maka lembaga sosial tersebut harus
diubah. Proses perubahannya itu berlangsung dalam interaksi di dalam masyarakat.
Perubahan pranata sosial tidak dapat dilakukan oleh seseorang, sekalipun orang tersebut
memiliki kekuasaan. Karena itu, walaupun lembaga sosial bisa berubah, tetapi dalam
kenyataannya sulit dilakukan. Hal ini sangat tergantung pada beberapa hal seperti:
1. Proses internalisasi lembaga sosial yang dialami sejak lahir sampai meninggal

17
2. Karena adanya kontrol sosial.

Keberadaan lembaga sosial sangat penting dalam rangka memenuhi kebutuhan


manusia dan menciptakan kehidupan yang teratur dari hubunganhubungan antarmanusia
dalam masyarakat. Untuk itu, sebagai anggota masyarakat yang baik sangat penting
untuk mempelajari dan menelitinya. Dalam meneliti lembaga sosial, banyak ahli
memberikan beberapa pendekatan yang bisa digunakan terhadap masalah tersebut
sebagai berikut:
1. Analisis secara historis, bertujuan meneliti sejarah timbul dan perkembangan suatu
lembaga kemasyarakatan atau pranata sosial tertentu.
2. Analisis komparatif, bertujuan menelaah suatu lembaga kemasyarakatan tertentu
dalam berbagai masyarakat berlainan atau berbagai lapisan sosial masyarakatnya.
3. Analisis fungsional, yaitu dengan jalan menganalisis hubungan antara lembaga-
lembaga di dalam suatu masyarakat tertentu. Pendekatan ini lebih menekankan
hubungan fungsionalnya.

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam mempelajari lembaga sosial, di
antaranya:
1. Dapat mengerti dan memahami lembaga sosial yang ada;
2. Memperoleh pengetahuan tentang keserasian antar norma dan berbagai bidang sehari-
hari;
3. Dapat mengetahui hubungan antarlembaga sosial;
4. Dapat mengetahui tatanan lembaga sosial secara keseluruhan.

2.10Lembaga Sosial Dalam Kehidupan Masyarakat


Kebutuhan manusia baik sebagai individu maupun kelompok sangat beraneka
ragam. Untuk itu, bentuk lembaga yang ada juga bermacam-macam sesuai dengan
fungsinya dalam memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam tersebut. Terdapat
beberapa lembaga sosial pokok yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
masyarakat, seperti lembaga keluarga, lembaga ekonomi, lembaga pendidikan, lembaga
politik, dan lembaga agama.
1. Lembaga Keluarga
Keluarga memiliki fungsi sosial majemuk bagi terciptanya kehidupan sosial
dalam masyarakat. Dalam keluarga diatur hubungan antaranggota keluarga, sehingga

18
tiap anggota mempunyai peran dan fungsi yang jelas. Pengertian luas dari keluarga
disebut kekerabatan yang dibentuk atas dasar perkawinan dan hubungan darah.
Kekerabatan yang berasal dari satu keturunan atau hubungan darah merupakan
penelusuran leluhur seseorang
baik melalui garis ayah maupun ibu. Hubungan kekerabatan seperti ini dikenal
sebagai keluarga luas (extended family) yaitu ikatan keluarga dalam satu keturunan
yang terdiri dari kakek, nenek, ipar, paman, anak, cucu, dan sebagainya. Kekerabatan
ini ada yang memiliki norma atau solidaritas ke dalam yang kuat, sehingga ikatan
kekerabatan menjadi erat sekali, ada juga yang ikatan sosialnya tidak terlalu kuat.
Kekerabatan atas dasar perkawinan merupakan proses masuknya seseorang dalam
satu ikatan keluarga, baik masuk menjadi keluarga laki-laki, wanita atau keduanya.
Pembentukan keluarga yang ideal yaitu untuk mendirikan rumah tangga (household)
yang berada pada satu naungan tempat tinggal, sehingga satu rumah tangga dapat
terdiri dari lebih dari satu keluarga inti, yang disebabkan sulitnya mendapatkan tempat
tinggal bagi keluarga inti atau sengaja salah satu keluarga inti melarang keluarga inti
lainnya untuk berpisah. Bentuk
kekerabatan seperti ini disebut sebagai keluarga poligamous, di mana
beberapa keluarga inti dipimpin oleh seorang kepala keluarga. Tetapi umumnya satu
rumah tangga hanya memiliki satu keluarga inti. Suatu keluarga dapat terjadi karena
alasan berikut:
a. Kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama sehingga perkawinan dapat
terjadi di antara mereka yang memiliki satu keturunan, disebut endogami.
b. Kelompok kekerabatan disatukan oleh darah atau perkawinan yang
disebut eksogami.
c. Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak.
d. Pasangan tanpa nikah yang mempunyai anak (Samen leven). Di Indonesia
perbuatan demikian dianggap menyeleweng dari kehidupan sosial, karena
mengganggu atau merusak kehidupan masyarakat sekaligus melanggar nilai dan
norma masyarakat, dan norma agama.
e. Satu orang dapat hidup dengan beberapa orang anak. Hal ini dapat terjadi karena
salah satu pasangan hidup, baik ayah atau ibu berpisah yang disebabkan oleh
perceraian atau salah satunya meninggal, sehingga salah seorang di antara mereka
harus memelihara anaknya.

19
2. Lembaga Ekonomi
Lembaga ekonomi adalah lembaga-lembaga berkisar pada lapangan produksi,
distribusi, konsumsi (pemakaian) barang-barang dan jasa yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup bermasyarakat. Masyarakat di manapun berada akan memiliki
pranata-pranata ekonomi, hanya saja berbeda dalam sifat dan cara pelaksanaannya.
Sehingga setiap masyarakat akan menyusun pola pemenuhan kebutuhan ekonominya
yang disebut konsumsi atau pengeluaran pendapatannya berupa makanan, pakaian,
perumahan yang harus tersedia, agar mereka dapat bertahan hidup.
Menelaah lembaga ekonomi melalui sosiologi, dapat dikaji dengan pendekatan
struktural, yakni melihat relasi atau hubungan antara subjek dengan objek atau
komponen-komponen yang merupakan bagian dari suatu sistem pemenuhan
kebutuhan. Struktur adalah pola dari pelbagai sistem relasi. Dengan demikian, bahwa
pranata ekonomi akan melibatkan berbagai
sistem yang terdapat di dalamnya, termasuk hubungan antar manusia yang terlibat
dalam proses ekonomi sehingga unsur manusia sebagai unsur social akan selalu
terlibat dalam suatu proses produksi, distribusi, serta pemakaian barang dan jasa.
Hal ini akan menjadi suatu permasalahan struktural dalam sosial-ekonomi karena
perekonomian masyarakat akan melibatkan hubungan antar manusia baik sebagai
konsumen maupun sebagai produsen, yang juga merupakan relasi sosial, sehingga
masalah sosial-ekonomi mencakup berikut
ini:
a. Pola relasi antara manusia sebagai subjek dengan sumber kemakmuran ekonomi,
seperti alat produksi, fasilitas dari negara, perbankan dan kenyataan sosial.
Sedangkan masalah struktural dalam ekonomi akan berkisar pada bagi hasil, sewa-
menyewa, keuntungan, pinjaman ke bank dan lain-lain.
b. Pola relasi antara manusia sebagai subjek dengan hasil produksi. Meliputi masalah
distribusi hasil, masalah penghasilan yang didapat dengan prestasi yang dicapai.
c. Pola relasi antarsubjek sebagai komponen sosial-ekonomi sehingga merupakan
mata rantai dalam sistem produksi. Dengan demikian, dalam proses produksi,
distribusi maupun pemakaian barang dan jasa, akan selalu melibatkan subjek atau
pihak lain sehingga
dalam lembaga ekonomi tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek pendukungnya,
yaitu manusia yang terlibat di dalamnya.

20
3. Lembaga Politik
Politik merupakan suatu aspek kehidupan sosial yang tidak dapat dihindarkan
oleh setiap orang di dalam suatu negara. Pranata politik adalah suatu pola tingkah laku
manusia yang sudah mapan, yang terdiri dari interaksi sosial yang tersusun di dalam
suatu kerangka nilai yang relevan. Pranata politik dibentuk berdasarkan konstitusi
dokumen-dokumen dasar atau
beberapa kebiasaan, sehingga terbentuk struktur dan proses formal legislatif,
eksekutif, administratif dan hukum. Pranata politik menentukan hasil-hasil dalam
proses politik dengan penetapan batas-batas kekuasaan yang digunakan di dalamnya
dengan mempengaruhi isi dan arah komunikasi politik.
Pranata politik memiliki fungsi untuk memelihara ketertiban di dalam, menjaga
keamanan di luar, mengusahakan kesejahteraan umum, dan mengatur proses politik.
Sehingga untuk menjalankannya diperlukan kekuasaan dari pemerintah yang dapat
melindungi kepentingan rakyat dan kesejahteraan umum, dari berbagai tekanan dan
rongrongan pihak yang ingin mengacaukan. Karena itu, rakyat perlu mendapatkan
rasa aman dan tenteram, agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Sehingga
perlu adanya kesadaran politik dari setiap warga negara.
Kesadaran politik ialah apabila seluruh warga negara menyadari kepentingan
negara (kepentingan Negara tidak sama dengan kepentingan pemerintah, karena
negara tidak hanya dibentuk oleh pemerintah tetapi oleh seluruh warga negara) di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Apabila warga negara mementingkan dirinya
sendiri atau golongannya. Di sinilah pentingnya kesadaran politik, bagi negara untuk
semua warga negara atau rakyat. Dengan demikian, pranata politik akan berkaitan
dengan masalah-masalah bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan bentuk kekuasaan.

4. Lembaga Pendidikan
Pendidikan mulai diterapkan dalam kehidupan seseorang, semenjak yang
bersangkutan masih ada dalam kandungan ibunya, kemudian lahir dan pendidikan
keluarga mulai dilaksanakan sebagai pendidikan yang paling awal diterima.
Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diselenggarakan setiap orang dewasa
atau orang tua kepada orang lain semenjak yang bersangkutan dilahirkan. Orang tua
akan mengajar anaknya berjalan, berbicara, sopan santun, merupakan proses
sosialisasi sebagai awal untuk mengenal lingkungan sosial, nanti dipersiapkan untuk

21
meneruskan nilai tradisi atau nilai norma masyarakat apabila yang bersangkutan siap
menerimanya.
Penyelenggaraan pendidikan sekolah dilaksanakan dua jalur yaitu pendidikan
sekolah dan pendidikan luar sekolah. Pada bagian ini akan kita bahas mengenai
pendidikan sekolah, pendidikan yang dilaksanakan di sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Bagi setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan, setelah selesai menyelesaikan pendidikan dasar maka ia
berhak melanjutkan sesuai dengan kebutuhan, baik melalui jalur pendidikan umum,
pendidikan kedinasan, pendidikan kejuruan dan lain-lain sesuai dengan yang
tercantum dalam UU No. 2 Tahun 1989. Begitu pula halnya dengan anak yang
memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak mendapatkan
pendidikan luar biasa.
Pendidikan sekolah juga memegang peran penting untuk terjadinya perubahan-
perubahan di masyarakat, dalam arti mengembangkan kehidupan masyarakat agar
lebih baik dari sebelumnya. Pendidikan keluarga sebagai pendidikan awal atau
sosialisasi awal bagi
seseorang dalam mengenal lingkungan sosialnya. Semakin berkembang kehidupan
masyarakat, maka masyarakat yang bersangkutan membutuhkan pranata yang dapat
mendidik generasi mudanya untuk melanjutkan sistem nilai budaya yang dianut
sehingga muncullah pranata pendidikan sekolah.
Pendidikan sekolah tidak begitu saja mengalami kemandekan, tetapi
menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan
kemajuan teknologi, sehingga setiap saat kurikulum pendidikan ditinjau kembali, agar
tidak terjadi ketinggalan kebudayaan
(culture lag). Hubungannya dengan perkembangan masyarakat maka perkembangan
pendidikan mengalami perubahan ke arah yang dibutuhkan, dalam hal ini terdapat
empat tahapan perkembangan pendidikan yang meliputi berikut ini:
a. Pendidikan masyarakat tanpa aksara
Proses belajar mengajar bersifat pendidikan keluarga, sepenuhnya proses
pendewasaan anak diserahkan kepada orang tuanya. Anak belajar berdasarkan
kebiasaan orang tuanya sehingga segala kemampuan yang dimiliki orang tua akan
diturunkan kepada anak, seperti keterampilan yang berhubungan dengan produksi,
ekonomi atau menyosialisasikan kehidupan masyarakat. Sebagai pengajar selain
orang tua dapat pula anggota keluarga lebih tua dan dianggap telah dewasa, yang

22
mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada anggota
keluarga yang lebih muda.

b. Pendidikan di luar pendidikan keluarga


Pendidikan keluarga sebagai awal anak melakukan sosialisasi, sedangkan
pengetahuan anak mengenai tradisi atau nilai budaya yang dimiliki masyarakat
diberikan pada orang tertentu. Masyarakat mendidik generasi mudanya, melalui
orang yang dipercaya untuk menangani hal itu terutama yang berhubungan dengan
pewarisan nilai budaya yang disampaikan secara lisan, begitu juga pendidikan
keterampilan dan kepercayaan yang dianut sebagai milik masyarakat. Dengan
demikian, tanggung jawab masyarakat berkembang sesuai dengan pelestarian nilai
budaya yang mereka miliki pada generasi mudanya. Penanganan pendidikan yang
demikian dilakukan pada saat tertentu. Agar generasi muda sadar bahwa mereka
harus melanjutkan tradisi yang telah berjalan secara turun-temurun.
Pada masyarakat ini, spesialisasi pekerjaan belum jelas, keterampilan yang
dimiliki bersifat umum, misalnya segala jenis pekerjaan dapat dilakukan oleh orang
yang dianggap dewasa, seperti pekerjaan membuat rumah, bertani, pertukangan
dan lain-lain, dapat dilakukan oleh satu orang atau siapa saja. Berarti setiap jenis
pekerjaan belum dilakukan oleh orang tertentu secara khusus.

c. Pendidikan terhadap masyarakat yang semakin kompleks


Kehidupan masyarakat semakin berkembang, jenis-jenis pekerjaan mulai
ditangani secara khusus oleh orang tertentu atau keterampilan tertentu hanya dapat
dimiliki oleh seseorang berdasarkan hasil belajar. Berarti, setiap jenis pekerjaan
mulai ditangani oleh orang yang benar-benar dapat menjalankannya. Pendidikan
anak tidak diserahkan kepada masyarakat,
melainkan kepada lembaga pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat, yaitu pendidikan sekolah. Masyarakat memerlukan pendidikan sekolah
untuk menanamkan sikap, memberikan keterampilan-keterampilan yang diperlukan
guna memelihara, mengembangkan, dan menyesuaikan kelembagaan yang ada di
masyarakat sehingga lulusan pendidikan sekolah
dapat bekerja mengisi pranata-pranata yang ada di masyarakat. Kurikulum di
sekolah mulai diperhitungkan sehingga guru diperlukan untuk mendidik dan
mengajar di sekolah agar tujuan masyarakat terpenuhi maka disusun dipusatkan

23
pada pengetahuan dan pengembangan bahasa, pengetahuan umum, dan falsafah,
sebagai tambahannya diajarkan tata susila, hukum, dan agama. Anak didik belajar
menurut kedudukan mereka di masyarakat yang kadang kala terdapat keistimewaan
dibanding dengan anak didik yang lain.

d. Hubungan pendidikan dengan masyarakat yang lebih maju


Kehidupan masyarakat menjadi sangat kompleks di berbagai bidang
kehidupan, setiap warga masyarakat sudah terspesialisasi terhadap pekerjaannya,
sehingga setiap pekerjaan sudah diserahkan kepada ahlinya. Masyarakat ini sudah
menunjukkan sebagai masyarakat industri atau masyarakat modern. Pendidikan
setelah pendidikan keluarga, seutuhnya diserahkan kepada pranata pendidikan yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat, yaitu pendidikan sekolah serta untuk
mengetahui pengetahuan tambahan bagi warga masyarakat, banyak bermunculan
pendidikan luar sekolah yang mengajarkan keterampilan-keterampilan tertentu,
seperti kursus komputer, kursus montir, kursus bahasa, dan lain-lain. Kurikulum di
setiap
jenjang yang ada, dibakukan secara nasional, sesuai dengan kebutuhan negara
berdasarkan Undang-Undang Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan sekolah telah menyebar dan meluas ke berbagai pelosok tanah air
sehingga pendidikan sekolah memiliki peran penting dalam meningkatkan
perubahan sosial ekonomi masyarakat. Masyarakat sudah sadar bahwa sekolah
bukan sebagai sarana untuk mendapatkan pekerjaan pada setiap lulusannya, tetapi
sekolah sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan sekolah
membekali anak didiknya dengan
pengetahuan yang berguna agar lulusannya dapat hidup mandiri terutama pada
pendidikan yang bersifat kejuruan. Sedangkan pendidikan umum mengharapkan
siswanya dapat melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi di samping
membekali dengan kemampuan atau keterampilan dasar.

Pada masyarakat modern, memandang pendidikan sekolah sebagai pendidikan


pokok untuk mendidik generasi penerusnya. Maka fungsi sekolah dalam masyarakat
modern, yaitu:
1) Pengawasan (custodial care);
2) Penyeleksi peran sosial (social role selection);

24
3) Indoktrinasi (indoktrination);
4) Pendidikan (edukation).

Pendidikan sekolah bagi industri akan menghasilkan:


1) Ilmu pengetahuan (knowledge);
2) Keterampilan (skills);
3) Jasa pengawasan (culstodial care);
4) Sertifikasi (sertification);
5) Kegiatan komunitas (community activity).

5. Lembaga Agama
Kerukunan hidup tidak saja di antara manusia sebagai individu maupun sebagai
kelompok, tetapi juga kerukunan hidup beragama. Dengan demikian, setiap agama
mengatur hubungan antarmanusia, juga mengatur hubungan manusia dengan Tuhan
sehingga agama merupakan pedoman hidup yang kekal.
Manusia sebagai individu yang berada di masyarakat sebagai lingkungan
sosialnya, memiliki dua segi kepentingan hidup antara lain berikut ini.
a. Segi terhadap diri sendiri, yaitu pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan
dirinya sendiri tidak ada hubungannya dengan kepentingan orang lain.
b. Segi kepentingan bersama, yaitu seseorang perlu bergaul dengan orang lain secara
bersama-sama di dalam masyarakat, maka segala pekerjaan yang dilakukannya
dijaga untuk kepentingan masyarakat, menjaga sopan santun, yang dikehendaki
oleh lingkungan social.

Agama menurut sosiologi adalah: satu jenis sistem sosial yang dibuat oleh
penganutpenganutnya yang berporos kepada kekuatan non-empiris yang dipercayainya
dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat
luas pada umumnya. Berdasarkan definisi agama tersebut maka diuraikan
pengertiannya satu persatu yang meliputi berikut ini:
a. Agama disebut jenis sistem sosial.
Bahwa agama dapat dikatakan sebagai suatu fenomena sosial, suatu peristiwa
kemasyarakatan. Suatu sistem sosial dapat dianalisis, karena terdiri dari atau suatu
kompleks kaidah dan peraturan yang dibuat, saling berkaitan dan terarahkan pada
tujuan tertentu.

25
b. Agama berporos pada kekuatan-kekuatan non-empiris.
Ungkapan ini hendak mengatakan bahwa agama memiliki ciri khas yang berurusan
dengan dunia luar yang dihuni oleh kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi dari pada
kekuatan manusia dan dipercaya sebagai arwah, roh, dan
kekuatan supranatural.

Manusia mendayagunakan kekuatan-kekuatan tersebut untuk kepentingan dirinya


sendiri. Yang dimaksud dengan kepentingan (keselamatan) ialah keselamatan di dunia
sekarang ini dan keselamatan di alam lain (akhirat) yang dimasuki manusia sesudah
kematiannya.
a. Fungsi agama bagi individu dan masyarakat
Agama memberikan dukungan psikologis dan memberikan rasa percaya diri
dalam menghadapi segala macam kehidupan yang serba tidak menentu. Kegiatan
keagamaan dan pranata agama mempunyai pengaruh yang luas terhadap masyarakat
sehingga agama merupakan suatu komitmen terhadap perilaku atau amaliah, agama
tidak sekedar kepercayaan masyarakat saja. Agama berfungsi untuk
mengintegrasikan masyarakat, baik dalam perilakulahiriah maupun yang bersifat
simbolik (lambang, upacara keagamaan).
Menurut Durkheim, melalui komunikasi dengan Tuhan, orang yang beriman
bukan hanya mengetahui kebenaran yang tidak diketahui orang yang tidak percaya
(kafir), tetapi juga orang yang lebih kuat. Menurutnya fungsi agama adalah
menggerakkan dan membantu manusia untuk hidup. Dari segi makro, agama dapat
menjalankan fungsi positif yaitu memenuhi keperluan masyarakat untuk secara
berkala menegakkan dan memperkuat perasaan dan ide kolektif yang menjadi ciri
dan inti persatuan dan persamaan umat. Namun demikian, beberapa sosiolog juga
mengemukakan bahwa agama mempunyai
disfungsi.

b. Fungsi agama bagi individu


Agama memberikan identitas diri bagi individu; dengan menyadari identitasnya
itu seseorang akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agamanya. Agama
juga memberikan pemuasan terhadap kepuasan kebutuhan identitas lain. Dalam
siklus perkembangan individu, terutama dalam masyarakat sederhana terdapat

26
upacara ritual yang menyebabkan seseorang berubah status dan perannya dalam
masyarakat. Sebelum upacara dilangsungkan, seseorang masih dianggap anak-anak,
setelah upacara ritual selesai maka ia akan dianggap telah dewasa sehingga memiliki
status dan peran baru di masyarakat.

c. Fungsi agama bagi masyarakat


Agama mengakui aspek kehidupan manusia, terutama mengatur hubungan
antara manusia dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Manusia membutuhkan
agama dan harus terpenuhi agar kehidupan manusia tidak mengalami ketimpangan.
Karena itu, agama bagi manusia merupakan suatu kebutuhan dasar. Hal ini
disebabkan bahwa manusia tidak dapat mengendalikan lingkungan alam guna
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti terjadi banjir, gempa bumi, tanah longsor,
gunung meletus, kegagalan panen, dan lain-lain yang tidak dapat dijangkau oleh
kemampuan manusia, akibatnya manusia mengalami kekecewaan. Untuk
mengatasinya maka agama memberikan peluang kepada manusia bahwa agama
merupakan pendukung terhadap adanya kekuatan dan harapan yang ada pada diri
manusia untuk terus berubah. Kekuatan dan harapan yang diberikan agama akan
menambah keyakinan bahwa di luar jangkauan kemampuan manusia terdapat
kekuatan maha dahsyat yang dimiliki oleh Pencipta maka kepada Penciptalah
manusia menggantungkan harapannya. Kebutuhan manusia terhadap agama karena
adanya faktor-faktor sebagai berikut:
1) Eksistensi manusia ditandai oleh rasa ketidakpastian dalam menghadapi alam.
2) Kemampuan manusia untuk mengendalikan alam sangat terbatas, sehingga
menimbulkan konflik antara keinginan dan ketidakberdayaan.
3) Manusia sebagai makhluk sosial dengan segala alokasi kelangkaan fasilitas, yang
menyebabkan adanya perbedaan distribusi barang, nilai, dan norma.

Dengan demikian, ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan barang


kebutuhan hidup manusia menyebabkan manusia mencari jawaban. Untuk itu,
manusia mencari hubungan religius dengan Tuhan sehingga melalui agama dapat
dicari jawabannya. Di bawah ini terdapat fungsi agama:
1) Agama menyajikan dukungan moral dan sarana emosional, pelipur di saat
manusia menghadapi ketidakpastian dan frustrasi.

27
2) Agama menyajikan sarana hubungan transendental melalui amal ibadah, yang
menimbulkan rasa damai dan identitas baru yang menyegarkan.
3) Agama mengesahkan, memperkuat, memberi legitimasi, dan menyucikan nilai
dan norma masyarakat yang telah mapan, serta membantu mengendalikan
ketenteraman, ketertiban, dan stabilitas masyarakat.
4) Agama memberikan standar nilai untuk mengkaji ulang nilai dan norma yang
telah mapan.
5) Agama memberikan rasa identitas diri dengan cara memeluk agama yang
diyakininya.
6) Agama memberikan status baru dalam pertumbuhan dan siklus perkembangan
individual melalui berbagai krisis rites (upacara keagamaan).

d. Hubungan manusia dengan Tuhannya


Kewajiban manusia terhadap Tuhan merupakan kewajiban yang paling utama,
sebelum kewajiban-kewajiban yang lain dilaksanakan. Mengenal dan memahami
kebesaran Tuhan, dapat dilakukan dengan hati yang jernih dan ikhlas, melalui segala
kejadian dan keajaiban yang berlangsung di alam, di mana manusia tidak dapat
mengatasinya. Dengan demikian, kita akan menyadari bahwa manusia hanyalah
makhluk yang tidak dapat berbuat sesuatu tanpa izin dan kehendak-Nya. Manusia
dibekali akal pikiran untuk mengenal dan memahami alam, sehingga manusia dapat
belajar dari fenomena yang terjadi di alam dan menjadikannya sebagai ilmu
pengetahuan, akhirnya menurunkan dan mengembangkan ilmu pengetahuannya
untuk kesejahteraan umat manusia, agar menyadari akan kekuasaan Tuhan yang
tidak terbatas dan tidak akan tuntas dipelajari.

e. Unsur pranata agama


Menurut Leight, Keller, dan Callhoun (1989), terdapat unsur-unsur dasar agama
sebagai berikut:
1) Kepercayaan adalah suatu prinsip yang dianggap benar dan tanpa ada keraguan,
2) Praktek keagamaan, seperti berdoa, bersembahyang, berpuasa, sedekah. Praktek
keagamaan berbeda dengan ritual keagamaan karena ritual keagamaan
menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya secara vertikal, sedangkan
praktek keagamaan menyangkut hubungan vertical juga hubungan horizontal
(hubungan antar sesama manusia).

28
3) Simbol keagamaan dapat memberi identitas agama yang dianut umatnya.
Misalnya model pakaian orang Islam, bentuk bangunan rumah ibadat umat
Hindu.
4) Umat adalah penganut masing-masing agama.
5) Pengalaman keagamaan yang sulit diukur dan dibuktikan kadarnya, yang
mengalami dan mengetahui sebenarnya hanyalah umat itu sendiri secara individu.

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat
dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk
individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan sesama manusia lain di
dalam menjalani kehidupannya. Sejak dilahirkan, manusia merupakan individu yang
membutuhkan individu lain untuk dapat bertahan dan melangsungkan kehidupan.
Kebutuhan manusia untuk saling berhubungan akan melahirkan kelompok-kelompok
sosial dalam kehidupan. Masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan
bersama manusia yang lazim disebut sistem kemasyarakatan.
Soekanto (1982:192) memberi batasan lembaga kemasyarakatan merupakan
“himpunan daripada norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu
kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Sebagai wujud nyatanya adalah sebuah
association (asosiasi)”. Dimana lembaga kemasyarakatan ini memiliki berbagai macam
fungsi, ciri, dan sistem. Lembaga-lembaga kemasyarakatan terbentuk melalui suatu
proses institusionalisasi. Lembaga kemasyarakatan berfungsi untuk memenuhi
kebutuhankebutuhan manusia yang beraneka ragam dan selalu berubah-ubah, sehingga
bersifat dinamis dan berubah-ubah pula. Maka dari itu, perlu diterapkan social control
yang bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan
dalam masyarakat.
Terdapat beberapa lembaga sosial pokok yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat, seperti lembaga keluarga, lembaga ekonomi, lembaga
pendidikan, lembaga politik, dan lembaga agama. Tentunya dari beberapa lemvaga
tersebut memiliki fugsi masing-masing.

3.2 Saran
Kami sebagai penulis meminta maaf apabila masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritik dan
saran yang membangun dari Bapak/Ibu dosen pembimbing dan teman-teman sekalian
demi sempurnanya makalah ini.

30
DAFTAR PUSTAKA

Alfari, Shabrina. 2017. “Pengertian Kelompok Sosial Menurut Pakar Sosiologi | Sosiologi
Kelas 11”, https://www.ruangguru.com/blog/pengertian-kelompok-sosial-menurut-
pakar-sosiologi?hs_amp=true, diakses pada 28 Agustus 2021 pukul 21.48 WIB.

Ibeng, Parta. 2021. “Pengertian Individu, Ciri, Karakteristik dan Menurut Ahli”,
https://pendidikan.co.id/pengertian-individu-ciri-karakteristik-dan-menurut-ahli/,
diakses pada 28 Agustus 2021 pukul 18.25 WIB.

Kelas Pintar. 2020. “Definisi Kelompok Sosial”,


https://www.google.com/amp/s/www.kelaspintar.id/blog/edutech/definisi-kelompok-
sosial-4761/amp/, diakses pada 28 Agustus 2021 pukul 21.02 WIB.

Kelurahan Tambangan. 2021. “Kelembagaan”,


http://keltambangan.semarangkota.go.id/kelembagaan, diakses pada 29 Agustus 2021
pukul 21.36 WIB.

Latifah, Nurul. 2015. “Materi Sosiologi SMA Kelas X Unit 2 : Individu, Kelompok, dan
Hubungan Sosial”, http://blog.unnes.ac.id/latifahpotter/2015/12/23/materi-sosiologi-
sma-kelas-x-unit-2-individu-kelompok-dan-hubungan-sosial/, diakses pada 28 Agustus
2021 pukul 07.08 WIB.

Murniaseh, Endah. 2021. “Kelompok Sosial: Pengertian, Syarat Terbentuk, Serta Jenis-
Jenisnya”, https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/kelompok-sosial-pengertian-
syarat-terbentuk-serta-jenis-jenisnya-f9rb, diakses pada 28 Agustus 2021 pukul 21.43
WIB.

Nugroho, Faozan Tri. 2021. “Pengertian Lembaga Sosial, Fungsi, dan Jenis-Jenisnya yang
Perlu Diketahui”, https://www.bola.com/ragam/read/4576552/pengertian-lembaga-
sosial-fungsi-dan-jenis-jenisnya-yang-perlu-diketahui, diakses pada 29 Agustus 2021
pukul 21.41 WIB.

Puspitasari, Ratna. 2017. “Manusia Sebagai Makhluk Sosial”,


https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_6CD0500350.pdf,
diakses pada 28 Agustus 2021 pukul 18.27 WIB.

31
Winataputra, Udin S., dkk. 2016. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.

32

Anda mungkin juga menyukai