Anda di halaman 1dari 12

SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT MENGGUNAKAN

KOMBINASI METODE ANALISIS ABC, MINIMUM MAXIMUM STOCK


LEVEL (MMSL) DAN REORDER POINT (ROP)
DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN

DRUG INVENTORY CONTROL SYSTEM USE COMBINATION METHODS OF


ANALYSIS ABC, MINIMUM MAXIMUM STOCK LEVEL (MMSL) AND
REORDER POINT (ROP)
IN HASANUDDIN UNIVERSITY HOSPITAL

1
Jannatul Ma’wa , 2Fridawaty Rivai, 3Masni

1
Manajemen Administrasi Rumah sakit, FKM, UNHAS (jnatul_mw@yahoo.com)
2
Manajemen Administrasi Rumah sakit, FKM, UNHAS (fridarivai@yahoo.com)
3
Biostatistik/ KKB, FKM, UNHAS (masnimappajanci@rocketmail.com)

Alamat Korespondensi :

Jannatul Ma’wa
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
Makassar, 90245
Hp. 081242555502
Email : jnatul_mw@yahoo.com
Abstrak
Aspek terpenting dalam pelayanan kefarmasian adalah melakukan pengendalian persediaan dengan mengoptimalkan
penyediaan obat termasuk perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian serta pemilihan dan
pengendaliannya. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan nilai persediaan, nilai stagnan dan nilai stockout
obat sebelum dan setelah dilakukan simulasi pengendalian persediaan menggunakan kombinasi metode Analisis
ABC, Minimal Maximal Stock Level (MMSL) dan Reorder Point (ROP) di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
(RS Unhas). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode pre eksperimental design. Penelitian
dilaksanakan di RS Unhas. Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik dokumentasi dan studi pustaka. Data
dianalisis menggunakan analisis paired samples t test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan
hasil pengelompokan obat dengan analisis ABC sebelum dan setelah simulasi. Terdapat perbedaan yang signifikan
pada nilai persediaan, nilai stagnan dan nilai stockout pada kelompok sebelum dan sesudah simulasi dengan nilai
p=0.001. Hal ini menunjukkan bahwa simulasi pengndalian persediaan obat di Instalasi Farmasi RS Unhas dengan
kombinasi metode analisis ABC, MMSL dan ROP dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas jumlah dan item
persediaan obat.

Kata Kunci: Manajemen logistik, nilai persediaan, nilai stagnan, nilai stockout

Abstrack

The most important aspect of pharmaceutical services is to control inventory by optimizing the supply of drugs,
including planning, procurement, storage, distribution and selection and control. This study aims to determine
differences of inventory value, stagnant value and stockout value before and after inventory control simulations use
combination methods of ABC analysis, Minimal Maximal Stock Level (MMSL) and Reorder Point (ROP) at
Hasanuddin University Hospita (HUH)l. This research is a quantitative research with pre experimental design
method. The research was carried out at HUH. Data collection was carried out using documentation and literature
study techniques. Data were analyzed using paired samples t test analysis. The results of this study indicated that
there were differences in the results of grouping of drugs with ABC analysis before and after the simulation. There
were significant differences in inventory value, stagnant value and stockout value of the groups before and after
simulation with p=0.001. These show that the simulation of inventory control at Pharmacy unit of HUH with
combination methods of ABC analysis, MMSL and ROP can improve the efficiency and effectiveness of the amount
and item of drug supply.

Keywords:Logistic management, inventory value, stagnant value, stockout value


PENDAHULUAN
Manajemen logistik adalah sistem terintegrasi yang mengkoordinasikan keseluruhan
proses di organisasi/ perusahaan dalam mempersiapkan dan menyampaikan produk/ jasa kepada
konsumen (Heizer, 2010). Manajemen logistik berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan dan
mengendalikan keefisienan dan keefektifan aliran barang, penyimpanan barang, pelayanan dan
informasi terkait dari titik permulaan (point-of-origin) hingga titik konsumsi (point-of-
consumption) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan (Seto, 2008).
Di banyak negara berkembang, belanja obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-
50% biaya keseluruhan rumah sakit (Mellen, 2013). Belanja perbekalan farmasi yang sedemikian
besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien. Hal ini diperlukan mengingat dana
kebutuhan obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Pengelolaan perbekalan
farmasi yang efektif dan efisien akan mendukung mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit
(Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes, 2010).
Data yang di peroleh dari Instalasi Farmasi RS Universitas Hasanuddin (RS Unhas)
diketahui bahwa pada tahun 2016 telah terjadi penurunan obat stagnan yaitu menjadi 7%. Hal ini
menunjukkan telah dilakukannya upaya pengendalian persediaan obat namun dinilai belum
optimal, karena masih melebihi nilai standar obat stagnan yaitu kurang dari 2%.
Untuk mengetahui obat dikelola secara efisien atau tidak, dapat diukur dengan
menghitung nilai Turn Over Ratio (TOR) yang merupakan salah satu tes efisiensi pengendalian
persediaan di rumah sakit. TOR adalah indikator yang digunakan untuk mengetahui kecepatan
perputaran persediaan farmasi yaitu seberapa cepat persediaan farmasi dibeli, dijual dan
digantikan (Quick, 2012).
Angka TOR dapat diperoleh dari harga pokok penjualan per tahun dibagi nilai rata-rata
persediaan obat. TOR obat merupakan besarnya perputaran dana untuk tiap jenis obat dalam satu
periode. Semakin tinggi nilai TOR, maka semakin efisien pengelolaan persediaan (Yohanes,
2015).
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dari Instalasi Farmasi RS Unhas
menunjukkan pada tahun 2016 nilai TOR obat adalah 2,36 kali per tahun. Dengan nilai TOR
yang rendah menunjukkan bahwa nilai persediaan obat tergolong tinggi sehingga perputaran dana
pun menjadi sangat kecil. Tingginya nilai persediaan tidak menjadi jaminan tersedianya seluruh
obat yang dibutuhkan pelayanan, terbukti dengan terjadinya stockout obat di RS Unhas pada
tahun 2016 sebesar Rp 464.619.000.
Diantara rumah sakit yang mengalami stockout obat tersebut, hampir setengahnya
mengalami kekurangan sebanyak 21 atau lebih obat. Sebanyak 82% dari rumah sakit menunda
perawatan pasien akibat kekurangan obat dan lebih dari setengahnya tidak mampu menyediakan
obat sesuai dengan resep yang diberikan. Selain itu, sebagian besar rumah sakit tersebut
melaporkan biaya obat meningkat sebagai akibat dari kekurangan obat (Mellen, 2013).
Pada unit farmasi terdapat ratusan hingga ribuan jenis obat yang harus diteliti dan
diawasi. Masing-masing obat membutuhkan analisis tersendiri untuk mengetahui order size dan
order point. Akan tetapi harus disadari bahwa berbagai jenis obat yang ada dalam persediaan
tersebut tidak seluruhnya memiliki tingkat prioritas yang sama. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
kebijaksanaan pengendalian dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas untuk membedakan
tingkat pengawasan tiap jenis obat (Wahyuni, 2005).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengendalian persediaan obat dengan
menggunakan metode pengendalian persediaan yang sesuai dengan karateristik persediaan rumah
sakit.

BAHAN DAN METODE


Lokasi dan Desain penelitian
Pengambilan data dilakukan oleh peneliti di RS Unhas Makassar pada bulan Februari
2018 dengan menggunakan data pada bulan Januari sampai Desember tahun 2017. Penelitian ini
menggunakan pendekatan analisis kauntitatif dengan metode penelitian pre eksperimental
design., yang bertujuan untuk mengetahui pengendalian persediaan obat dengan menggunakan
metode pengendalian persediaan yang sesuai dengan karateristik persediaan RS Unhas.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang teridiri dari objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh item obat di Instalasi
Farmasi RS Unhas Makassar periode Januari sampai Desember 2017. Sampel adalah bagian yang
diambil dari populasi. Prosedur Penarikan sampel dilakukan secara puroposive sampling. Teknik
Purposive Sampling digunakan berdasarkan data obat yang terpakai, tersedia dan memiliki data
penerimaan langsung di Instalasi Farmasi RS Unhas yang digunakan sebagai sampel. Kriteria
inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subjek agar dapat diikutsertakan
dalam penelitian.
Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data di lokasi penelitian dengan mengacu pada bagaimana cara
data tersebut diperoleh. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan teknik dokumentasi dan studi pustaka.
Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, yang berfungsi
memberikan gambaran karakteristik populasi dan penyajian hasil deskriptif melalui frekuensi dan
distribusi dari variabel bebas dan variabel terikat. Data yang sudah lengkap tersebut kemudian
digunakan untuk menganalisis perbanedaan nilai persediaan, stagnan dan stockout obat.
Perhitungan akan dilakukan menggunakan aplikasi Microsoft Excel dan akan disajikan ke dalam
tabel. Analisis multivariate dalam penelitian ini menggunakan analisis (paired samples t test)
dengan bantuan program komputer aplikasi IBM SPSS.

HASIL
Penelitian ini dilaksanakan di RS Unhas kota Makassar. Unit sampel (unit observasi)
adalah seluruh item obat di Instalasi Farmasi RS Unhas Makassar periode Januari sampai
Desember 2017.
Pada penelitian ini untuk mendapatkan hasil pengelompokan obat dengan analisis ABC,
dilakukan pengolahan data terhadap jumlah dan nilai pemakaian, persediaan awal, persediaan
akhir dan penerimaan obat di Instalasi Farmasi RS Unhas selama periode Januari sampai
Desember 2017.
Berdasarkan data pemakaian obat di RS Unhas diketahui bahwa dari 982 item obat yang
dikelola oleh Instalasi Farmasi RS Unhas terdapat 852 item obat yang terpakai atau sebesar
86,76% dengan nilai pemakaian sebesar Rp 10.296.273.409, sedangkan sisanya sebanyak 130
item obat atau 13,24% tidak terpakai. Berdasarkan pengelompokan obat dengan analisis ABC
dari data pemakaian menunjukkan kelompok A yang merupakan akumulasi lebih dari 80% nilai
pemakaian terdiri dari 82 atau 9,62% item obat yang menyerap 80,00% jumlah pemakaian senilai
Rp 8.237.027.760, kelompok B merupakan akumulasi dari 15-20% nilai pemakaian terdiri dari
136 atau 15,96% item obat yang menyerap 15,22% atau sebanyak Rp 1.541.630.333 dan
Kelompok C merupakan akumulasi kurang dari 5% nilai pemakaian yang menunjukkan sebanyak
74,41% atau 634 item obat namun hanya menyerap senilai Rp 517.616.316 atau 5,03% dari total
pemakaian senilai Rp 10.296.273.
Berdasarkan data persediaan awal tanggal 1 Januari 2017 dapat diketahui bahwa dari 982
item obat yang dikelola oleh Instalasi Farmasi RS Unhas tersedia sebanyak 579 item obat atau
sebanyak 58,96% dari total item obat yang dikelola yaitu senilai Rp 4.037.514.511. Kelompok A
yang merupakan akumulasi lebih dari 80% nilai persediaan terdiri dari 62 atau 10,71% item obat
yang menyerap anggaran sebanyak Rp 3.217.204.435, kelompok B merupakan akumulasi dari
15-20% nilai persediaan terdiri dari 100 atau 17,27% item obat yang menyerap anggaran
sebanyak 15,26% atau senilai Rp 616.325.225, sedangkan kelompok C merupakan akumulasi
dari 5,05% nilai persediaan dengan nilai investasi sebanyak Rp 203.984.851 yang terdiri dari 417
item obat atau sebanyak 72,02% dari seluruh total item obat.
Berdasarkan data obat persediaan akhir tanggal 31 Desember 2017 diketahui bahwa
sebelum dilakukan simulasi pengendalian persediaan, stok obat yang tersedia di Instalasi Farmasi
RS Unhas sebanyak 516 item obat atau sebanyak 52,55% dengan nilai investasi sebesar Rp
4.835.087.839 sedangkan stok obat yang tersedia setelah dilakukan simulasi pengendalian
persediaan dengan kombinasi Analisis ABC, MMSL dan ROP jumlah item obat meningkat
menjadi 940 atau 95,72% dari seluruh item obat yang dikelola di Instalasi Farmasi RS Unhas
selama Januari sampai Desember 2017 namun nilai persediaan menurun menjadi Rp
2.450.410.122.
Dari hasil pengelompokkan obat dengan analisis ABC data tersebut menunjukkan bahwa
setelah dilakukan simulasi pengendalian persediaan dengan kombinasi analisis ABC, MMSL dan
ROP masing-masing kelompok terjadi peningkatan jumlah item obat dengan persentase item obat
Kelompok A dan B menurun sedangkan Kelompok C meningkat, namun dengan penurunan nilai
persediaan yang signifikan.
Dari data penerimaan obat menunjukkan bahwa setelah dilakukan simulasi pengendalian
persediaan dengan analisis ABC, MMSL dan ROP diperoleh nilai penerimaan yang lebih kecil
dibandingkan dengan nilai penerimaan sebelum dilakukan simulasi dengan selisih Rp
465.234.387, namun item obat yang diterima lebih besar dari item obat sebelum simulasi dengan
selisih 216.
Berdasarkan tabel 2 Perbedaan nilai persediaan obat sebelum dan setelah simulasi
pengendalian persediaan metode analsis ABC, MMSL dan ROP di RS Universitas Hasanuddin
Tahun 2017 diketahui bahwa nilai persediaan antara sebelum dengan setelah simulasi
pengendalian persediaan dengan analisis ABC, MMSL dan ROP terjadi perbedaan yang
sigifikan, diperoleh nilai p 0,001 lebih kecil dari 0,05. Perbedaan yang terjadi berupa peningkatan
jumlah item obat yang tersedian di Instalasi Farmasi RS Unhas pada tanggal 31 Desember 2017
sebanyak 82,17% namun dengan penurunan nilai investasi sebanyak 49,42% atau sebanyak Rp
2.384.677.717 sehingga diperoleh nilai persediaan pada akhir periode menjadi Rp 2.450.410.122.
Berdasarkan tabel 3 Perbedaan nilai Stagnan Obat Sebelum dan Setelah Simulasi
Pengendalian Persediaan Metode Analsiis ABC, MMSL dan ROP di RS Universitas Hasanuddin
Tahun 2017 menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara nilai stagnan sebelum dengan
setelah simulasi pengendalian persediaan dengan analisis ABC, MMSL dan ROP, perbedaan
tersebut berupa penurunan jumlah item obat maupun nilai investasinya.
Bersdasarkan tabel 4 Perbedaan Nilai Stockout Obat Sebelum dan Setelah Simulasi
Pengendalian Persediaan Metode Analsiis ABC, MMSL dan ROP di RS Universitas Hasanuddin
Tahun 2017 Berdasarkan hasil pengujian SPSS dengan paired samples test diperoleh nilai p
0,000 yang lebih kecil dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan
antara nilai stockout sebelum dengan setelah simulasi pengendalian persediaan dengan analisis
ABC, MMSL dan ROP.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji analisis paired samples t test. Hasil dari sampel tersebut
dibandingkan dengan nilai p, sehingga dari perbandingan tersebut dapat diketahui apakah nilai
sampel yang diperoleh lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai p yaitu 0,05.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Instalasi Farmasi RS Unhas memiliki
nilai persediaan obat yang sangat besar yaitu Rp 4.037.514.511 dengan nilai TOR sebanyak 8,51
kali per tahun berdasarkan hasil tersebut Instalasi Farmasi RS Unhas perlu melakukan proses
pengelolaan nilai persediaan obat yang efektif dan efesien. Nilai persediaan obat di Instalasi
Farmasi RS Unhas sebelum dilakukan simulasi pengendalian didapatkan nilai investasi
persediaan sebesar Rp 4.835.087.839 dengan jumlah item obat sebanyak 516 jenis obat,
sedangkan setelah peneliti melakukan pengendalian persediaan dengan cara simulasi metode
analisis ABC dengan mengelompokkan obat dan menentukan minimum dan maksimum dengan
metode MMSL serta menentukan waktu dan jumlah pemesanan dengan metode ROP diperoleh
nilai investasi persediaan menjadi Rp 2.450.410.122 dari jumlah item obat sebanyak 940 jenis
obat sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi efisiensi sebesar 49,42% atau sebesar Rp
2.384.677.717 dengan nilai TOR meningkat menjadi 16,80 kali per tahun atau efisiensi sebesar
97,50%, selain itu juga ditemukan bahwa item obat yang tersedia lebih efektif karena mengalami
peningkatan sebesar 82,17%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan metode pengendalian
kombinasi analisis ABC, MMSL dan ROP dianggap cukup efektif dan efisien dalam menentukan
jumlah obat yang tersedia di Instalasi Farmasi RS Unhas. Dari hasil uji perbandingan nilai
persediaan antara kelompok sebelum dan setelah simulasi pengendalian persediaan dengan
analisis ABC, MMSL dan ROP dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan
antara kelompok sebelum dan setelah simulasi dengan nilai p sebesar 0,001.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maimun (2008), mengenai perencanaan
obat antibiotik berdasarkan kombinasi metode konsumsi dengan analisis ABC dan ROP
ditemukan bahwa perencanaan dengan kombinasi metode tersebut terbukti dapat menurunkan
nilai persediaan dan meningkatkan TOR serta didapatkan efisiensi sebesar 30,14%.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan jumlah nilai investasi obat stagnan sebelum
dilakukan simulasi adalah sebesar Rp 3.653.965.851 dengan jumlah obat sebanyak 460 jenis
obat, keadaan ini menunjukkan adanya penggunaan dana yang kurang efisien. Sedangkan setelah
dilakukan simulasi pengendalian persediaan dengan kombinasi metode analisis ABC, MMSL dan
ROP diperoleh jumlah nilai investasi obat stagnan menjadi Rp 438.587.990 dengan jumlah item
obat sebanyak 444 jenis obat sehingga disimpulkan bahwa terjadi efisiensi yang cukup besar
yaitu sebanyak Rp 3.215.377.860 yang berarti terjadi penurunan yang signifikan sebanyak
88,00% dengan jumlah item obat 16 jenis obat. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan
kombinasi metode pengendalian tersebut dianggap cukup efisien dan efektif dalam menurunkan
jumlah obat yang stagnan di Instalasi Farmasi RS Unhas.
Dari hasil uji perbandingan nilai stagnan antara kelompok sebelum dan setelah simulasi
pengendalian persediaan dengan analisis ABC, MMSL dan ROP dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan secara signifikan antara kelompok sebelum dan setelah simulasi dengan nilai
p sebesar 0,001. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imas Sayyidati
(2016), dengan judul Faktor penyebab kejadian stagnant dan stockout di Instalasi Farmasi Upt
Rumah Sakit Mata Masyarakat Jawa Timur yang menyatakan hasil penelitiannya adalah masih
belum terlaksananya sistem manajemen logistik dengan benar sehingga menyebabkan kerugian
yang cukup besar akibat adanya kejadian obat stagnant dan stockout di Instalasi Farmasi UPT
RSMM Jawa Timur.
Berdasarkan hasil penelitian pada perhitungan nilai stockout sebelum simulasi sebanyak
652 item obat senilai Rp 369.147.130 dan setelah simulasi pengendalian persediaan
pengendalian persediaan dengan kombinasi analisis ABC, MMSL dan ROP tidak terjadi stockout
obat selama Januari sampai Desember 2017. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penerapan
metode pengendalian yang disesuaikan dengan karateristik serta sifat persediaan maka dapat
diperoleh hasil yang efektif dan efisien terbukti dengan diperolehnya hasil akhir dari nilai
stockout adalah nol.
Dari hasil uji perbandingan antara kelompok sebelum dan setelah simulasi dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan antara kelompok sebelum dan setelah
simulasi pengendalian persediaan dengan analisis ABC, MMSL dan ROP dengan nilai p sebesar
0,001.
Penggunaan analisis ABC terhadap nilai persediaan item obat sangat berpengaruh
terhadap anggaran belanja rumah sakit, hal ini disebabkan oleh anggaran pembelian obat yang
meningkat akibat penetapan harga obat yang tidak sesuai (Fadhila, 2013). Besarnya harga satu
item obat akan mempengaruhi seluruh anggaran pembelian RS Unhas. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Utari (2015), Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan Metode Analisis
ABC, Metode Economic Order Quantity (EOQ), Buffer Stock dan Reorder Point (ROP) di Unit
Gudang Farmasi RS Zahirah, ditemukan bahwa dengan adanya penentuan stok minimum dan
maksimum masing-masing obat generik dapat menghindari kejadian stockout dan kelebihan
persediaan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil uji analisis adanya perbedaan hasil yang ditemukan pada saat
perhitungan sebelum dan setelah simulasi menunjukkan bahwa penerapan pengedalian persediaan
dengan kombinasi metode analisis ABC, MMSL dan ROP di Instalasi Farmasi RS Unhas sangat
efisien dalam mengelompokkan dan mengendalikan item serta jumlah persediaan obat. Nilai
persediaan menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kelompok sebelum dan setelah simulasi
dimana terjadi penurunan jumlah item obat dengan selisih sebesar 424 atau 82,17% dengan nilai
investasi Rp 2.384.677.717. Hal tersebut menunjukkan bahwa simulasi metode pengendalian
dianggap efektif dan efisien dalam menekan persediaan obat. Nilai stagnan menunjukkan
perbedaan yang signifikan pada kelompok sebelum dan setelah simulasi dimana terjadi
penurunan jumlah item obat stagnan dengan selisih sebesar 16 atau 3,48% dengan nilai investasi
Rp 3.215.377.860. Hal tersebut menunjukkan bahwa simulasi metode pengendalian dianggap
cukup efektif dan efisien dalam menekan kejadian stagnan obat. Nilai stockout menunjukkan
perbedaan yang signifikan pada kelompok sebelum dan setelah simulasi dimana terdapat selisih
jumlah item obat stockout sebesar 652 atau 100% dengan nilai investasi Rp 1.919.356.427. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pengendalian persediaan dengan simulasi kombinasi metode
analisis ABC, MMSL dan ROP dianggap sangat efektif dan efisien dalam menekan kejadian
stockout. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dirumuskan, maka
dikemukakan beberapa saran atau rekomendasi sebagai berikut: RS Unhas perlu membuat daftar
persediaan sesuai dengan tingkat prioritasnya, agar semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan
obat memiliki persepsi yang sama terhadap setiap item obat serta perbaikan dan pengembangan
manajemen logistik melalui SIM agar mengurangi tingkat kesalahan dalam pencatatan,
pengambilan dan pengolahan data persediaan. Agar mencapai nilai persediaan obat yang ideal
sebaiknya pihak manajemen RS Unhas perlu meningkatkan pengendalian pada proses distribusi
dengan mengkoordinasikan pihak Instalasi Farmasi RS Unhas dengan pengguna. Agar stagnan
obat dapat terus ditekan sebaiknya Instalasi Farmasi perlu melakukan perbaikan dan
pengembangan pada proses perencanaan dengan mempertimbangkan jumlah minimal dan
maksimal serta pada proses pengadaan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan tingkat
persediaan saat reorder point sehingga persediaan yang diterima tidak menumpuk dan dapat
memperoleh jumlah persediaan yang optimal. Serta agar stockout obat dapat dihindari sebaiknya
manajemen RS Unhas melaksanakan proses perencanaan dan pengadaan melalui SIM yang
terintegrasi agar data pemakaian dan stok persediaan yang digunakan adalah data yang akurat
serta dengan mempertimbangkan lead time dan safety stock.
DAFTAR PUSTAKA

Arnita, A. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Obat Stagnant di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2014. Makassar: Pascasarjana
Universitas Hasanuddin.
Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010). ‘Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit’.
Fadhila, R. (2013). Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC,
EOQ dan ROP di Gudang Farmasi RS Islam Asshobirin Tahun 2013. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Heizer, (2010). Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba empat
Maimun, A. (2008). Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi
dengan Analisis ABC dan Reorder Point Terhadap Nilai Persediaan dan Turn Over
Ratio di Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal. Program Pascasarjana
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat-UNDIP. (http://eprints.undip.ac.id/16382/, diakses
24 Agustus 2017).
Mellen, P. W. (2013). ‘Faktor Penyebab dan Kerugian Akibat Stockout dan Stagnant Obat di
Unit Logistik RSU Haji Surabaya’, Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesi, (Online),
Vol. 1, No. 1.
Quick, R. (2012). ‘Inventory Management in Maganging Drug Supply. Third Edition Managing
accss to Medicines and health Technologies’, Management Sciences for Health.
Sayyidati, (2016). ‘Faktor Penyebab Kejadian Stagnan dan Stockout di Instalasi Farmasi UPT
Rumah Sakit Mata Masyarakat Jawa Timur’, Jurnal Manajemen Kesehatan.
Seto (2008). Manajemen Farmasi; Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Farmasi, Industri
Farmasi. Surabaya: Airlangga
Utari, A. (2015). ‘Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan Metode Analisis ABC,
Metode Economic Order Quantity (EOQ), Buffer Stock dan Reorder Point (ROP) di
Unit Gudang Farmasi RS Zahirah Tahun 2014’, Jurnal Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah.
Wahyuni, R.T. (2005). Perbandingan Metode Perencanaan dengan Menggunakan Minimum-
Maximum Stock Level (MMSL) dan Economic Order Quantity (EOQ). Program Studi
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Program Pascasarjana-UNAIR.
Yohanes. (2015). ‘Analisis Faktor Yang Mepengaruhi Pengelolaan Obat Publik di Instalasi
Farmasi Kabupaten (Studi di Papua Wilayah Selatan)’, Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 94-101
Tabel 1 Pengelompokan Obat dengan Analisis ABC Berdasarkan Data Penerimaan,
Persediaan dan Penerimaan di RS Universitas Hasanuddin Tahun 2017
Persediaan Persediaan Akhir Penerimaan
Kelompok Pemakaian
Awal Sebelum Setelah Sebelum Setelah
A 82 62 78 98 80 78
B 136 100 108 177 110 131
C 634 417 330 665 332 529
- 130 403 446 42 460 244
Total 982 982 982 982 982 982
Sumber : Data Primer 2018

Tabel 2 Perbedaan Nilai Persediaan Obat Sebelum dan Setelah Simulasi Pengendalian
Persediaan Metode Analsis ABC, MMSL dan ROP di RS Universitas Hasanuddin
Tahun 2017
Kelompok Item Obat Nilai Persediaan Nilai P
Sebelum 516 Rp 4.835.087.839
Setelah 940 Rp 2.450.410.122
Setelah – Sebelum 424 (Rp 2.384.677.717) 0,000
82,17% 49,42%
Persentase
(100%-182,17%) (100%-50,68%)
Sumber : Data Primer, 2018

Tabel 3 Perbedaan Nilai Stagnan Obat Sebelum dan Setelah Simulasi Pengendalian
Persediaan Metode Analsis ABC, MMSL dan ROP di RS Universitas Hasanuddin
Tahun 2017
Kelompok Item Obat Nilai Stagnan Nilai P
Sebelum 460 Rp 3.653.965.851
Setelah 444 Rp 438.587.990
Setelah – Sebelum (16) (Rp 3.215.377.860) 0,000
3,48% 88,00%
Persentase
(100%-96,52%) (100%-12,00%)
Sumber : Data Primer, 2018

Tabel 4 Perbedaan Nilai Stockout Obat Sebelum dan Setelah Simulasi Pengendalian
Persediaan Metode Analsis ABC, MMSL dan ROP di RS Universitas Hasanuddin
Tahun 2017
Kelompok Item Obat Nilai Stockout Nilai P
Sebelum 652 Rp 1.919.356.427
Setelah - -
0,000
Setelah – Sebelum (652) (Rp 1.919.356.427)
Persentase ∞ ∞
Sumber : Data Primer, 2018

Anda mungkin juga menyukai