PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kekurangan sebagai sesuatu hal yang tidak baik oleh orang lain dari postur
tubuh seseorang serta bukti yang menunjukkan bahwa perlakuan body shaming
dapat menimbulkan penilaian diri sendiri yang buruk (Dozela & Eva, 2016).
berkomentar tubuh orang lain secara negatif terhadap tubuh atau fisik orang lain.
Body shaming juga dapat dikatakan sebagai perbuatan mengkritik pada bentuk,
penampilan fisik atau tubuh yang dinilai cukup berbeda dari masyarakat pada
umumnya dan memiliki tubuh yang tidak proposional. Contoh body shaming
sendiri yaitu seperti mengejek gendut, hitam, pesek, kurus, pipi tembam, mata
sipit ataupun mata yang besar. Body shaming sering dilakukan pada era jaman
modern ini, meskipun tidak secara kontak fisik tetapi melalui secara verbal atau
melalui kata-kata. Body shaming itu sendiri merupakan suatu kritikan atau
komentar yang bersifat negatif dan memberi dampak kepada korban. Komentar
itu diberikan baik untuk diri sendiri ataupun orang lain (Honigam & Castle,
2004).
1
Sisi lain dengan adanya body shaming, turut memunculkan istilah body
yang dimilikinya serta bagaimana mereka menerima bentuk tubuh dengan apa
adanya. Dari pengertian tersebut hingga kini menjadi sebuah gerakan sosial yang
mendorong agar semua orang untuk memiliki penilaian yang positif mengenai
tubuh mereka, dan menerima bentuk tubuh mereka sendiri dan juga tubuh orang
diagnosis Binge Eating Disorse (BED) atau gangguan makan 78% peserta
menjawab dari rasa malu pada tubuh dapat memberikan efek negatif sehingga
cenderung untuk mengikuti apa yang orang lain sampaikan terkait dengan
kondisi tubuh, perilaku makan tidak teratur yang dipengaruhi oleh sejauh mana
pengalaman rasa malu dialami sehingga dapat menyebabkan rasa tidak percaya
diri, tidak menarik, tidak layak dalam kelompok sosial dan 22% menjawab biasa
saja ketika ada yang mengejek mereka dan menganggap itu sebagai motivasi
11 Tahun 2008, Pasal 27 Ayat 3, sebagaimana yang telah diubah oleh UU No.
2
mengalami body shaming bahwa individu yang mengalami body shaming akan
lebih memerhatikan tubuh dan menjadikan tubuh mereka sebagai objek (self-
objectification) yang akan berdampak pada munculnya rasa cemas dan malu.
Perasaan malu timbul dari penilaian diri yang disebabkan perasaan cemas atas
2019 sebanyak 68% Kasus body shaming setiap tahunnya terus mengalami
jumlah kasus body shaming sebanyak 206 kemudian terus meningkat menjadi
966 kasus pada tahun 2018. Detik.com (2019) sepanjang tahun 2018 polisi dapat
menyelesaikan kasus body shaming sebanyak 374 kasus dari 966 kasus yang
ada, sisanya hingga saat ini kasus tersebut belum dapat terselesaikan. Menurut
sering mengalami infeksi serta mengalami gejala penyakit yang lebih banyak,
selain itu sering mengalami sakit diare dan sakit kepala. Rasa malu yang
body shaming oleh Lamont dilakukan dengan memberi survey pada 300
fisik yang semakin menurun, 10% mengalami depresi, dan sisanya tidak
memiliki efek yang signifikan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dalley
menemukan hubungan antara body shaming dan ide bunuh diri. Penelitian
3
Adapun risiko percobaan bunuh diri sebesar 12%. Menurut Dalley selain
resiko bunuh diri, wanita yang telah mengalami body shaming juga memiliki
tingkat depresi yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang tidak mengalami
depresi. Hal ini karena body shaming dapat membuat individu menjadi
perundungan berupa body shaming yang banyak dialami para remaja atau wanita
mereka melakukan apa saja untuk menjaga agar memiliki tampilan fisik sesuai
yang menjadi standar masyarakat atau agar tidak menjadi bahan ejekan dan tidak
pola makan seperti anoreksia maupun bulimia (gangguan makan yang ditandai
dimakannya) yang banyak dialami remaja pun tidak jauh karena perlakuan
perundungan berupa body shaming yang banyak dialami para remaja. Mereka
melakukan apa saja untuk menjaga agar memiliki tampilan fisik sesuai yang
menjadi standar masyarakat atau agar tidak menjadi bahan ejekan dan tidak
Dalam perilaku body shaming yaitu seperti kajian psikologi, korban body
shaming mengalami perasaan malu akan salah satu bentuk bagian tubuh ketika
4
penilaian orang lain dan penilaian diri sendiri tidak sesuai dengan diri ideal yang
diharapkan individu (Damanik 2018). Selain itu, gejala psikologis yang dialami
makan, sosiopati subklinis, dan harga diri yang rendah (APA dictionary dalam
Chairani 2018). Dalam beberapa kasus efek dari body shaming banyak wanita
fisiknya.
Body shaming sering terjadi pada remaja. Remaja adalah masa transisi
dari anak-anak menjadi dewasa, transisi tersebut diawali pada usia 12 tahun dan
berakhir pada usia awal 20-an tahun (Papalia dan Olds, 2014). Masa remaja,
anak-anak akan mengalami perubahan yang terlihat secara fisik (akibat pubertas)
dan psikologis (Widiasti, 2016). Pubertas dianggap remaja sebagai periode yang
cukup sulit, pubertas dapat mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis remaja
pada masa selanjutnya (Yunalia, 2017). Sering terjadi teman sebaya menjadikan
penampilan fisik sebagai bahan ejekan terhadap individu yang ada di dalam
kelompoknya. Pada masa ini remaja yang lebih banyak menghabiskan waktu
Pada masa remaja seseorang remaja mulai memahami aspek dirinya, hal
tersebut dapat digunakan untuk mengetahui self esteem yang dimiliki apakah
bersifat positif atau negatif. Body shaming cenderung berdampak pada remaja
sudah baik dengan berkaca di depan cermin dan akan lebih khawatir dengan
5
make up dan baju yang akan digunakan (Dolezal, 2015). Body shaming
sehingga mulai tidak percaya diri dihadapan orang lain (Brennan, Lalonde &
Bain, 2010) Self esteem seseorang dapat menjadi negatif ketika menerima
komentar negatif seperti body shaming. Peristiwa negatif dalam hidup dapat
membuat self esteem yang dimilikinya menjadi negatif (Baron & Byrne, 2003).
(Hurlock, 2012). Pada masa remaja merupakan masa pembentukan konsep diri
atau jati diri. Menurut Erikson (dalam Alwisol, 2014) Tugas pada masa remaja
menjadi salah satu pengaruh terbesar dalam pembentukan konsep diri seseorang
dirinya secara signifikan ditentukan oleh apa yang dipikirkan dan dipersepsi
orang lain mengenai dirinya (Cooley & Claudia, 2016). Hal tersebut yang
penampilan dirinya secara fisik. Bahwa tiga proses utama dalam hubungan
refleksi diri, timbal balik pada penampilan fisik, dan perbandingan sosial (Dunn
6
Konsep diri yang terdapat pada remaja memang cenderung normal
meskipun dapat berubah. Pada area yang di sekeliling lingkungan akan sangat
lingkungan positif maka akan menghasilkan konsep diri remaja yang positif, dan
konsep diri remaja yang negatif. Oleh karena itu, konsep diri pada setiap
individu merupakan suatu keutuhan atau keselarasan yang akan terus berubah
dan banyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Konsep diri sangat mempengaruhi
seperti interaksi sosial dengan teman sebayanya, dengan teman di atas usianya
pada dirinya, contoh seperti faktor internal yang meliputi: fisik dan emosional
sedangkan faktor eksternal meliputi keluarga dan lingkungan. Konsep diri pada
karena lemah terhadap faktor internal dan faktor eksternal (Argiati, 2010). Hal
tersebut membuat pelaku atau seorang yang merasa memiliki kekuasaan atau
kekuatan yang lebih mudah dan sering menyakiti dan mengomentari korban
secara terus menerus (SEJIWA, 2008). Remaja yang memiliki konsep diri positif
akan memiliki dorongan mandiri lebih baik, dapat mengenal serta memahami
Menurut (Rakhmat, 2007) menyatakan bahwa remaja yang memiliki konsep diri
7
keyakinan pada kemampuannya mengatasi persoalan, merasa sama dengan
orang lain, serta sanggup menerima dirinya sendiri. Sedangkan remaja yang
memiliki konsep diri negatif akan memandang dan meyakini bahwa dirinya
lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal,
malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap
sendiri saat berinteraksi sosial kepada orang lain. Konsep diri pada remaja awal
dapat melalui proses tersebut dengan baik, maka ia dapat dikatakan memiliki
yang negatif. Konsep diri negatif yang dimiliki oleh remaja yang kurang
memiliki kepercayaan diri, rendah diri dan sering menarik diri dari interaksi
menyelesaikan dan keluar dari masalah tersebut maka remaja tersebut akan
dengan media google form di SMA 4 Tanjung Pinang Kepulauan Riau dengan
8
shaming yang dilakukan orang lain dan 1 siswa diantaranya tidak pernah
mengalami tindakan body shaming sehingga konsep diri mereka menjadi rendah
dan merasa tidak percaya diri. Sebanyak 9 dari 10 respoden dialami oleh siswi
dari 10 responden merasa tidak percaya diri dan sebanyak 5 responden merasa
percaya diri.
B. Rumusan Masalah
dalam penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Kejadian Body Shaming
Riau?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
9
b. Diketahui distribusi hubungan kejadian body shaming terhadap konsep
Riau.
D. Manfaat Pelitian
1. Manfaat aplikasi
shaming.
shaming.
c. Bagi Peneliti
10
penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan atau acuan
E. Manfaat Akademik
Kepulauan Riau”.
Kepulauan Riau”.
11