• Menurut Ibnul Qayyim, yang menukil pendapat dari Abul Wafa Ibnu Aqil Al
Hanbali, yang menyatakan bahwa: siyasah (politik) adalah apa yang merupaka
perbuatan dan tindakan yang dengan hal tersebut manusia lebih dekat dengan
kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan, walaupun tindakan tersebut belum
pernah dilakukan Nabi dan tidak ada wahyu yang menjelaskannya
“Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya. (Padahal) apabila mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang
yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari
mereka (Rasul dan Ulil Amri).”
Ayat ini tegas menjelaskan bahwa perkara-perkara politik dikembalikan pada
orang-orang berilmu, karena mereka yang bias istinbat dalam perkara tersebut, oleh
karenya Ibnu Qoyyim, menyatakan:
“seorang mufti (ulama yang memberi fatwa) dan hakim (pemerintah atau hakim
pengadilan) tidak bias memberi fatwa atau menetapkan hukum dengan kebenaran kecuali
dia punya dua jenis pemahaman, pemahaman yang pertama yaitu memahami kejadian
dan punya fikih terhadapnya, serta pandai memahami hakikat yang terjadi dengan
indikasi-indikasi, tanda-tanda, atau alamat-alamat sampai ia tau masalah sebenarnya
apa, kemudian pemahaman yang kedua adalah dia memahami apa yang wajib untuk
realitas tersebut”
Dari perakataan Ibnu Qoyyim di atas, jelas bagi kita bahwa orang-orang yang
berbicara masalah politik hanyalah orang-orang yang berilmu yang mempunyai tugas dan
wewenang atasnya
Dan secara umum, siyasah syar’i merupakan bagian dari agama Islam, yang
merupakan ilmu khusus yang ditulis oleh para ulama dalam buku-buku mereka, yang
mengandung pelajaran-pelajaran tingkat tinggi dalam pembahasan ilmu agama, sehingga
terdapat pembahasan-pembahsan terkait perkara-perkara tersebut
3. Sumber-Sumber Pengambilan Politik (siyasah) Syar’i
a. Al Qur’an
Sumber pertama dalam politiksyar’I adalah Al Qur’an, hal ini sebagaimana
firman Allah Azza Wa Jalla dalam Al Qur’an surah An Nisa ayat 105, yang artinya:
فَاَل َو َربِّكَ اَل ي ُْؤ ِمنُوْ نَ َح ٰتّى يُ َح ِّك ُموْ كَ فِ ْي َما َش َج َر بَ ْينَهُ ْم
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau
(Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan.”
“Jika seorang hakim berijtihad lalu benar, makai a mendapatkan dua pahala, dan
jika seorang hakim berijtihad lalu salah, makai a mendapat satu pahala”
“Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Maha
Halus, Maha Mengetahui.”
يت لَ ُك ُم اإْل ِسْ اَل َم دِي ًنا ُ ْت لَ ُك ْم دِي َن ُك ْم َوأَ ْت َمم
ُ ِت َعلَ ْي ُك ْم نِعْ َمتِي َو َرض ُ ْال َي ْو َم أَ ْك َم ْل
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu
…” [Al-Maa-idah: 3]
e. Menegakkan keadilan
Kata adil bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan dalam syariat
Islam sangat menju njung titinggi keadilan, contohnya adalah masalah warisan,
dimana jata laki-laki dua kali jatah perempuan karena perempuan dinikahi oleh laki-
laki, ada mahar yang dibayar kepadanya, dan kehidupannya ditanggung oleh
suaminya sedangkan laki-laki ialah yang akan melamar dan mengeluarkan biaya dan
nantinya akan menafkahiu keluarganya
a. As-syuura (permusyawarahan)
b. Dibangun di atas ketaatan pada pemimpin serta terikat pada peraturan-peraturan serta
kesepakatan dalam negeri tersebut
Politik syar’i dibangun di atas ketaatan dengan pemimpin dan terikat dengan
aturan dan kesepakatan dalam negeri tersebut, namun ketaatan kepada pemimpin
adalah dalam perkara yang ma’ruf dan tidak menaati pemimpin jika yang
diperintahkan adalah kemaksiatan, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al
Qur’an surah An Nisa : 59, yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu….”
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui
zaman seperti itu?”
Selain itu, dalam politik syar’I kita diajarkan untuk menasehati pemimpin
secara rahasi, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu A’laihi Wa Sallam
dalam hadisnya:
Keadilan yang dimaksud adalah keadilan dalam makna yang luas dan
universal, terhadap segala bidang atau aspek yang dibutuhkan dalam kehidupan
seperti aspek sosial, perekonomian, peradilan, tatanegara, maupun dalam hal-hal
lainnya
Kebebasan yang sesuai fitrah tidak akan bertentangan dengan Al Qur’an dan
Sunnah, karena jika keluar dari keduanya maka pada hakekatnya sudah keluar dari
kebebasan menjadi budak syaitan atau budak dirinya sendiri, karena pada dasarnya
dalam dunia ini tidak ada kebebasan mutlak melainkan perbudakan, jika bukan budak
atau hamba Allah maka budak atau hamba syaitan atau diri sendiri dengan mengikuti
hawa nafsu
e. Mewujdudkan kemaslahatan atau menyempurnakannya, dan mengurangi kerusakan
atau menghilangkannya
Oleh karenanya dalam syariat Islam, terdapat kaidah: menutup segala pintu
yang mengarah pada kejelekan dan kaidah: pada setiap wilayah diangkat yang paling
maslahat untuknya. Dan kemaslahatan umum wajib dijaga, dimana tidak akan tercipta
kemaslahatan umum jika mengagungkan dan menghormati pemerintah
Menjaga agama
Menjaga nyawa
Menjaga akal
Menjaga kehormatan
Menjaga harta
dimana, kelima hal tersebut harus dipertimbangkan dan dijaga oleh seseorang yang
akan bertindak terhadap sesuatu hal dalam politik syar’i. Kemudian, seseorang pandai
mempertimbangkan hal yang ia lakukan.
https://quran.kemenag.go.id/sura/4
https://almanhaj.or.id/2043-islam-adalah-agama-yang-sempurna.html
https://rumaysho.com/3111-taat-pada-pemimpin-yang-zalim.html
https://asysyariah.com/cara-menasehati-penguasa/
https://www.youtube.com/watch?v=xNBtV6LPC1c&t=7168s