Anda di halaman 1dari 19

Syella Elnida Depari

1911110487
A 2019 1
LO PERAWATAN PALIATIF
1. Defenisi paliatif care & terminal ilness
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-
masalah lainseperti fisik, psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI NOMOR: 812,
2007).
Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan terhadap rasa sakit dan
memberikan dukungan fisik, psikososial dan spiritual yang dimulai sejak tegaknya
diagnosa hingga akhir kehidupan (World Health Organization, 2014).
Secara umum, perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang
bersifat aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisplin yang terintegrasi, yaitu
terkait bidang medis, psikologis, sosial, dan spiritual yang ditujukan untuk pasien dan
keluarga pasien penyakit kronis. Seperti penyakit apapun yan diderita pasien dlam
jangka waktu panjang, penyakit yang terus berkembang, penyakit yang membuat
kondisi fisik pasien memburuk tanpa penanganan yang tepat serta mengancam
keselamatan jiwa pasien (Maria 2015:10).
Penyakit terminal adalah penyakit yang secara medis kedokteran tidak bias
disembuhkan lagi, dan penyakit ini terjadi pada stadium lanjut. Dalam hal ini,
orientasi pelayanan yang diberikan pada pasien tidak hanya penyembuhan saja,
namun juga perawatan yang membuat pasien bisa mencapai kualitas hidup terbaik
bagi dirinya dan keluarga.
2. Tujuan paliatif care
Tujuan pelayanan perawatan paliatif sebagai upaya untuk mencegah dan meringankan
penderitaan, guna mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarga, dalam menghadapi berbagai masalah terkait dengan penyakit yang diderita,
melalui upaya pencegahan dan penanganan kepada pasien terhadap penanganan nyeri
serta masalah-masalah lainnya baik fisik, psikologis, spiritual, dukungan sosial, serta
dukungan keluarga kepada pasien selama masa sakit dan duka cita (Campbell, 2014).
Adapun tujuan lain dari perawatan paliatif adalah memenuhi kebutuhan seluruh
individu dengan penyakit serius dan penyakit stadium akhir seperti penyakit jantung,
kanker, stroke, penyakit obstruksi paru-paru kronis, dan diabetes melitus. Sebagian
besar dari penyakit ini dapat menyebabkan penyakit yang berkepanjangan seperti
gejala yang biasanya mengganggu dan membuat pasien tidak nyaman (Black &
Hawks, 2014).
Tujuan paliatif juga untuk mengurangi, memperpanjang umur, meningkatkan kualitas
hidup, serta memberi dukungan kepada keluarga pasien. Dalam hal ini perlu
diperhatikan adalah penerimaan pasien terhadap kematian secara psikologis dan
spiritual sudah siap serta tidak merasa terbebani atau sters menghadapi penyakit yang
diderita dan perawatan paliatif tidak hanya sampai pasien meninggal tetapi akan
berlanjut pada anggota keluarga yang berduka (Anita, 2016).
3. Prinsip paliatif care
Prinsip-prinsip dasar dalam memberikan perawatan paliatif adalah
(a) Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain,
(b) Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses yang normal,
(c) Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian,
(d) Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual
(e) Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin
(f) Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita,
(g) Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya,
(h) Menghindari tindakan yang sia-sia (Kemenkes RI, 2013)
4. Indikasi paliatif care
Perawatan paliatif dimulai sejak diagnosis ditegakkan atau bila didapatkan satu atau
lebih kondisi seperti berikut:
(a) Nyeri atau keluhan fisik lainnya yang tidak dapat diatasi,
(b) Stres berat berhubungan dengan diagnosis atau terapi kanker,
(c) Penyakit penyerta yang berat dan kondisi sosial yang diakibatkannya,
(d) Permasalahan dalam pengambilan keputusan tentang yang akan atau sedang
dilakukan,
(e) Pasien atau keluarga meminta untuk dirujuk ke perawatan paliatif,
(f) Angka harapan hidup ≤ 12 bulan,
(g) Pada pasien kanker stadium lanjut yang tidak respon dengan terapi yang diberikan
(Kemenkes RI, 2013).
5. Ruang lingkup paliatif care
Menurut Hockenberry, Wilson dan Wong (2013), keadaan lokasi sangat
penting untuk memfokuskan intervensi yang membahas semua aspek pasien dan
kenyamanan keluarga yang meliputi kenyamanan fisik pasien, kebutuhan sosial,
emosional dan spiritual pasien dan keluarga. Berdasarkan hasil keputusan oleh pasien
dan keluarga mengenai keinginan untuk perawatan, ada beberapa pilihan untuk
tempat perawatan yang dapat dipilih keluarga, meliputi :
Rumah Sakit Keluarga dapat memilih untuk tetap berada di rumah sakit untuk
menerima perawatan jika pasien sakit atau kondisi pasien tidak stabil. Perawatan di
rumah bukanlah suatu pilihan jika kondisi pasien dalam keadaan sakit dan
memerlukan pengawasan yang ketat. Jika sebuah keluarga memilih untuk tetap berada
di rumah sakit untuk perawatan terminal pada pasien maka pengaturan kamar harus
dibuat seperti keadaan di rumah. Selain itu, dalam memberikan perawatan harus ada
rencana yang konsisten dan terkoordinasi dengan melibatkan keluarga.
Rumah Beberapa keluarga dapat memilih untuk membawa anggota keluarga
mereka ke rumah dengan menerima jasa perawatan di rumah. Umumnya layanan ini
memerlukan jadwal kunjungan perawatan untuk memberikan pengobatan, peralatan
yang dibutuhkan, atau persediaan obat-obatan. Perawatan di rumah adalah pilihan
yang paling sering dipilih oleh keluarga karena pandangan tradisional yang
mengharuskan penderita kanker yang memiliki harapan hidup kurang dari 6 bulan
maka harus dirawat dekat dengan keluarga.
. Hospice Care Hospice care merupakan pelayanan kesehatan yang
mengkhususkan diri dalam kasus kematian pasien dengan menggabungkan filosofi
hospice care dengan prinsip-prinsip perawatan paliatif. Filosofi hospice care
menganggap kematian sebagai proses yang alami dan perawatan pasien yang sekarat
termasuk pengelolaan kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual penderita
kanker serta keluarga. Layanan di hospice care menyediakan home visit dan
kunjungan dari pekerja sosial, pemuka agama, dan dokter. Obat-obatan, peralatan
medis dan apapun yang diperlukan semua sudah dikoordinasikan oleh organisasi
rumah sakit pemberi perawatan.
6. Langkah - langkah dalam paliatif care
Langkah Langkah pelaksanaan program paliatif antara lain terdiri dari ( Kemenkes RI,
2015:13-14):
a. Melakukan penilaian aspek fisik, psikologis, sosial dan kultural dan spiritual.
b. Menentukan tujuan perawatan pasien
c. Menentukan tujuan perawatan pasien
d. Memberikan informasi dan edukasi perawatan pasien
e. Melakukan tatalaksana gejla, dukungan psikologis, sosial dan kultural dan
spiritual
f. Memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan keluarga bila wasiat belum
dibuat, misalnya : penghentian atau tidak memberikan pengobatan yang
memperpanjang proses menuju kematian (resusitasi, ventilator, cairan, dan lain –
lain.)
g. Membantu pasien dalam membuat Advanced Care Planning ( wasiat atau
keinginan terakhir.)
h. Pelayanan terhadap pasien dengan stadium terminal.
7. Pola dasar paliatif
Hal-hal yang penting yang menjadi dasar perawatan paliatif adalah sebagai berikut
(Djauzi, 2003 ; Woodruff, 1999)
1. Caring attitude (Sikap merawat), melibatkan sensitivitas, simpati dan turut
merasakan penderitaan, dan ini didemonstrasikan kepada penderita kanker yang sudah
mencapai Paliatif. Sikap merawat sulit diajarkan, dan ini adalah tanggung jawab
kepada mereka yang berpengalaman dilapangan menjadi contoh. Kompetensi yang
dicapai adalah mengetahui mengenai rencana pasien dan memberikan pasien
perawatan.
2. Commitment (komitmen), kebutuhan akan komitmen yang kuat dari anggota tim
paliatif menentukan keberhasilan perawatan. Berhadapan terus menerus dengan
pasien kanker stadium paliatif menyebabkan stress, dan dedikasi yang kuat
dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan dan masalah yang kompleks dimana beberapa
mungkin tidak dapat diatasi.
3. Considerationofindividuality (pertimbangan individualitas). Setiap pasien
adalahunik secara individu. Praktikpengelompokan pasien berdasarkan penyakit
mereka, berdasarkan kesamaan masalah medis yang dihadapi, untuk mengenal
gambaran psikososial individu dan masalahnya yang membuat pasien berbeda.
4. Cultural consideration (pertimbangan kebudayaan). Etnis, ras, agama dan faktor
budaya lain membawa pengaruh pada penderitaan pasien. Perbedaan kebudayaan
harus dihargai dan perawatan direncanakan dengan mempertimbangkan sensitivitas
secara kebudayaan.
5. Consent (ijin). Ijin dari pasien atau seseorang yang dilimpahkan tanggung jawab,
adalah penting sebelum suatu pengobatan diberikan atau dihentikan. Terdapat suatu
aturan moral untuk mengkaji penginformasian keputusan, yang dibuat oleh pasien
atau wakil mereka sehubungan dengan terapi yang dipilih. Kata kuncinya adalah
terinformasikan (informed)
6. Choice of site of care (pilihan tempat perawatan) .Pasien dan keluarganya perlu
dilibatkan dalam diskusitentang dimana pasien akan dirawat. Perawat memberikan
respon tentang keinginan pasien serta keinginan para keluarga. Keluarga akan
ditawarkan agar pasien kanker dapat dilakukan perawatan di rumah dengan dukungan
kunjungan tim perawatan paliatif.
8. Tim pelayanan paliatif
Dalam mencapai tujuan pelayanan paliatif, pelayanan paliatif membutuhkan
keterlibatan antara tenaga medis dan dukungan keluarga. Tim perawatan paliatif
terdiri dari :
a. Dokter
Dokter memainkan peran penting dalam pelayanan paliatif. Dokter harus
kompeten di kedokteran umum, kompeten dalam pengendalian rasa sakit dan
gejala lain, dan juga harus akrab dengan prinsip-prinsip pengelolaan penyakit
pasien.
b. Perawat
Perawat merupakan anggota tim yang biasanya akan memiliki kontak terlama
dengan pasien sehingga memberikan kesempatan unik untuk mengetahui kondisi
pasien, menilai secara mendalam apa yang terjadi dan apa yang penting bagi
pasien, dan untuk membantu pasien mengatasi dampak kemajuan penyakit.
c. Pekerja sosial dan psikolog
Perannya membantu pasien dan keluarganya dalam mengatasi masalah pribadi
dan sosial, penyakit dan kecacatan, serta memberikan dukungan
emosional/konseling selama perkembangan penyakit dan proses berkabung.
Masalah pribadi biasanya akibat disfungsi keuangan, terutama karena keluarga
mulai merencanakan masa depan.
d. Konselor Spiritual
Konselor spiritual harus menjadi pendengar yang terampil dan tidak menghakimi,
mampu menangani pertanyaan yang berkaitan dengan maknakehidupan. Sering
juga berfungsi sebagai orang yang dipercaya sekaligus sebagai sumber dukungan
terkait tradisi keagamaan, pengorganisasian ritual keagamaan dan sakramen yang
berarti bagi pasien kanker.
e. Apoteker
Terapi obat merupakan komponen utama dari manajemen gejala dalam perawatan
paliatif, sehingga apoteker mempunyai peranan penting. Apoteker memastikan
bahwa pasien dan keluarga memiliki akses penting ke obat-obatan untuk
pelayanan paliatif. Keahlian apoteker juga dibutuhkan untuk mendukung tim
kesehatan dengan memberikan informasi mengenai dosis obat, interaksi obat,
formulasi yang tepat, rute administrasi, dan alternatif pendekatan.
d. Caregiver/Keluarga
Keluarga sebagai caregiver merupakan bagian yang sangat penting dalam
perawatan paliatif di rumah. Yang dimaksud care giver disini adalah anggota
keluarga, teman atau tetangga yang tidak mendapatkan bayaran dimana mereka
memberikan perawatan bagi individu yang dalam kondisi sakit akut atau kronis
yang membutuhkan bantuan dalam berbagai macam tugas baik memberikan
bantuan terhadap aktivitas sehari-hari seperti memandikan, mengganti baju,
memberikan obatobatan maupun perawatan lainnya (Hughes, 2008). Caregiver
keluarga dalam Given, & Sherwood, (2012) merupakan individu yang membantu
dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi seseorang yang membutuhkan bantuan
atau untuk pasien yang menderita kanker dan tidak dapat melakukan aktivitas
merawat diri secara independen atau membutuhkan bantuan untuk mengelola
perawatan mereka yang berhubungan dengan kanker atau pengobatan kanker.
Menurut Timonen, (2009) caregiver terdiri dari dua jenis yaitu formaldan
informal. Caregiver informal anggota keluarga ataupun teman yang tidak
mendapatkan pelatihan formal dan tidak bertanggung jawab pada standar praktek.
Caregiver formal merupakan anggota dari suatu organisasi yang mendapakan gaji
dalam memberikan perawatan yang mengetahui norma praktek, profesional dan
mendapatkan pelatihan formal dalam rangka menjalankan tugasnya. Peran dan
tanggung jawab caregiverkeluarga mengalami pergeseran, dari sebagai penjaga
pasien kemudian berubah dengan memiliki multi peran dalam mendampingi
pasien kanker stadium lanjut. Berbagai tanggung jawab yang harus dilakukan
caregiver keluarga yaitu manajemen gejala, memonitoring perubahan gejala yang
dialami pasien, tranportasi pasien dan advokasi, menajemen aktivitas pasien
sehari-hari. Caregiver pada pasien kanker diharapkan dapat berfungsi secara luas,
memberikan perawatan langsung bantuan dan aktivitas sehari-hari, manajemen
kasus, dukungan emosianal, mendampingi pasien dan pengawasan pengobatan.
Caregiver melakukan banyak peran, termasuk sebagai pekerja, orang tua.
Beberapa peran caregiver pada pasien kanker antara lain tugas
administratifmencakup manajemen kasus,pengelolaanfinansial,mencari informasi,
melaporkan gejala dan efek samping, mempromosikan prilaku sehat, mendorong
kepatuhan pegobatan. instrumental tasks mencakup mendampingi pasien ke
pelayanan kesehatan, menjalankan tugas pribadi. Dukungan sosial menyediakan
persahabatan dan bersosialisasi (Given et al., 2008; PDQ Supportive and
Palliative Care, 2017) Peran caregiver dan beban caregiver dipengaruhi oleh
prognosis pasien, stadium penyakit dan tujuan perwatan. Peran caregiver pada
kondisi hospitalisasi memainkan peranan penting dalam membuat keputusan
tentang perawatan. Selain itu caregiver sebagai advokat pasien dan pengambil
keputusan utama atas permintaan pasien. Caregiver dalam memenuhi peran
bergantung pada hubungannya yang sudah ada sebelumnyaa dengan pasien dan
tingkat kesepakatan antara perawat dan pasien. Ketidaksepakatan dan konflik
dapat mempersulit pengambilan keputusan dan mempengaruhi pilihan
pengobatan. Selain hal tersebut ketidaksepakatan dalam keluarga tentang pilihan
pengobatan yang paling tepat untuk pasien dapat menyebabkan stres yang
berlebihan bagi pasien dan perawat sehingga dapat mengurangi kualitas hidup.
Pada perawatan di rumah, caregiver bertanggung jawab untuk mengelola
perawatan secara utuh di rumah, mengatur kebutuhan medis dan makanan yang
diperlukan, mengelola keadaan darurat medis yang mungkin timbul dan
umumnya mengarahkan sistem perawatan kesehatan (PDQ Supportive and
Palliative Care, 2010).
9. Peran perawat dalam melakukan paliatif care
Peran perawat dalam perawatan paliatif meliputi berbagai dimensi yang saling
berhubungan. Dimensi tersebut meliputi: menilai, menemukan arti, memberdayakan,
menghubungkan, doing for, dan mempersiapkan integritas diri dan yang lainnya
(CPHCA,2002). Ketika beberapa dimensi ini menjadi orientasi aktifitas perawat maka
perawat akan menunjukan sikap yang lebih besar dan merupakan refleksi dari
interpersonal dan holistik alamiah dari perawat. Hubungan ini ditunjukan perawat
sebagai sebuah profesional yang tidak dapat dipisahkan dari perawat sebagai personal
jika hubungan teraupeticperawat pasien sudah didapat. Berikut adalah yang
menggambarkan dimensi dari peran perawat.
1. Valuing.
Valuing berarti perawat memeiliki kepercayaan dasar yang layak melekat dalam
kesejahteraan manusia tanpa memperhatikan berbagai karakteristik dari beberapa
individual. Valuing mengijinkan perawat terus menghormati dan memberikan
perawatan kepada pasien, walaupun dalam kondisi yang berbeda (Davies
&Oberle,1990).
2. Finding meaning.
Finding meaning berarti perawat mampu mendampingi pasien menemukan arti dalam
situasi membantu pasien memfokuskan kehidupan sampai mereka mati, membantu
mereka melakukan yang terbaik dalam situasi apapun, menyumbangkan harapan,
mendorong merefleksikan kehidupanya, membantu mereka memenuhi kebutuhan
spiritual mereka, dan mengakui kematian dengan membicarakan dengan terbuka
tentang kematian ketika pasien dan keluarga menginginkan mereka melakukanya.
3. Empowering
Empowering meliputi memfasilitasi, mengakui, memperbaiki, dan memberikan
informasi, memfasilitasi kekuatan individual dan keluarga. Perawat melibatkan pasien
dan keluarga dalam membuat strategi perencanaan, memberikan dukungan,
memberikan pilihan, dan memberikan informasi. Perawat menunjukan sikap
menghormati hak pasien dan keluarga dalam kemampuan mengambil keputusan.
Perawat juga mengakui keterbatasan dan membantu mereka melakukan berbagai hal
untuk mendapatkan hasil yang positif. Perawat mengetahui keterbatasan pasien dan
keluarganya dalam memilih dukungan dan mendorong pasien dan keluarga untuk
melakukan apa yang mereka pilih. Membantu pasien dan keluarga untuk yakin
dengan pikiran negatif mereka dan memberikan waktu untuk mereka ungkapkan.
Mendengarkan dengan terbuka dan tidak bertindak dengan membela diri. Perawat
membiarkan orang lain untuk membuka kemarahan mereka. Kekuatan kapasitas
pasien dan keluarga ini dapat membantu mereka memanajemen diri mereka sendiri.
4. Connecting
Connecting adalah salah satu kegiatan perawat membuat kontak dengan pasien dan
membangun hubungan teraupetik. Kegiatan ini meliputi pengenalan, membangun
kepercayaan, menjelaskan peran, mengumpulkan informasi utama,dan menjelaskan
bagaimana bisa menghubungi perawat.
5. Doing for
Doing for fokus pada perawatan fisik pasien. Intervensi ini meliputi mengontrol nyeri
dan gejalanya, membuat discharge planning dan membantu keluarga untuk mengakses
peralatan, dan membantu perawatan langsung. Kolaborasi tim adalah komponen dari
doing for. Kolaborasitim meliputi menghubungkan system kedalam kepentingan
pasien dan keluarga,mengkonsultasi kandengan anggota tim kesehatan yang lain,
berbagi informasi, melayani hubungan antara berbagai institusi dan program, mediasi
kepentingan keluarga dan menjelaskan keuntungan bagi pasien dan keluarga.
6. Preserving own integrity.
Intervensi preserving own integrity identik dengan kemampuan perawat
menyeimbangkan rasa bersalah terhadap diri sendiri, harga diri, dan tingkat energy.
Hal ini dikaitkan dengan kegiatan perawat yang terlalu sering menghadapi
penderitaan, nyeri dan kehilangan. Kegiatan ini merefleksikan kegiatan terpenting
yang dilakukan perawat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien paliatif. Hasilnya
dapat dilihat melalui evaluasi perawat terhadap perawatan yang diberikan kepada
pasien
Peran perawat dalam perawatan paliatif meliputi berpastisipasi aktif dalam
perawatan klinis, pendidikan, kolaborasi interprofesional, sistem kapasitas,
kompetensi dalam perawatan paliatif, penelitian, dan pengembangan kebijakan.
Perawatan palitif pada dasarnya dipandu oleh prinsip perawatan kesehatan primer
yang melanjutkan peran perawat untuk menenuhi peran sebagai advokat. Perawat juga
memiliki peran dalam mendukung keluarga dan tim interprofesional. Perawatan
paliatif adalah pusat untuk mengekspresikan dan merefleksikan esensi dari
keperawatan dan perawatan perawat karena meliputi dimensi spiritual, emsoinal,
keluarga, dan klinisilain.
Dalam penelitian Xara et al (2011) menyatakan peran perawat adalah
melakukan pengkajian kualitas hidup yang sistematis yang dapat membantu
melindungi pasien dari efek samping dosis pengobatan yang tidak diperlukan tubuh
pasien. Perawat mengkaji kualitas hidup pasien sehingga menggambarkan perkiraan
hidup yang lebih baik dari pada menggunakan pengukuran tumor sebagai patokan.
Setelah melakukan pengkajian secara komprehensif kepada pasien, perawat dituntut
untuk menentukan intervensi yang mendukung kebutuhan pasien. Contohnya seperti
yang dilakukan oleh Saatci el all (2007) dalam mengurangi efek samping kemoterapi.
Penelitian Saatci et all menunjukkan bahwa penggunaan sarung tangan yang dingin
selama kemoterapi mampu meminimalisir efek samping dari kemoterapi pada
masalah tangan dan kuku pasien kanker.
Hasil penelitian kualitatif dari Aslakson et al (2012) mengungkapkan hal yang
menarik yang didapatkan dari wawancara partisipan perawat icu. Partisipan perawat
icu menjawab bahwa peran yang sangat penting dari perawatan paliatif adalah
perawat bekerja, bersikap dan bertutur kata harus memunculkan caring attitude dari
Woodruff (1999). Caring attitude sangat memegang peranan penting dalam merawat
pasien kanker. Sikap dari perawat membuat pasien kanker merasa dihargai dan
diperhatikan kebutuhannya. Peran perawat yang lain diungkap dalam penelitian
kualitatif dari Calvin et al (2009) adalah sebagai fasilitator. Fasilitator maksudnya
adalah perawat memberikan waktu kunjungan yang lebih lama bagi keluarga pasien
kanker yang menjelang ajal sehingga pasien dan keluarganya memilki banyak waktu
kebersamaan. Perawat berusaha menghadirkan keluarga untuk mempersiapkan
keluarga menerima kematian pasien karena sulit bagi keluarga menerima kematian
kondisi pasien. Penelitian lain juga dari Oflaz F, Vural H (2010) menyebutkan
perawat juga berperan dalam memberikan dukungan kepada keluarga pasien kanker
Paliatif. Perawat paliatif akan mendapat kepuasan saat melakukan perawatan paliatif
fase terminal dengan hadir mendampingi keluarga dan memberikan dukungan
melewati fase itu.

10. Terapi pada paliatif care ( Berbagai macam, seperti nutrisi sampai kemoterapi.
Untuk kemotrapi dilengkapi ECOG (Jelaskan grade nya), dan skala karnofsky
(Jelaskan skala 0% sampai 100%)
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2017/
08/PETUNJUK_TEKNIS_PALIATIF_KANKER_PADA_DEWASA.pdf
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/10713/107109005.pdf?sequen
ce=1&isAllowed=y
Kemoterapi sebagai komponen terapi utama pada KNF pertama kali
dipergunakan pada tahun 1970-an (Jeyakumar, et al., 2006). Dapat diberikan sebagai
obat tunggal maupun kombinasi. Obat tunggal umumnya dikombinasikan dengan
radioterapi. Obat yang dapat dipergunakan sebagai sitostatika tunggal adalah
methotrexat, metomycine C, Endoxan, Bleocyne, Fluorouracyne, dan Cisplastin. Obat
ini memberikan efek adiktif dan sinergistik dengan radiasi dan diberikan pada
permulaan seri pemberian radiasi. Obat bisa juga diberikan sebelum dan sesudah
penyinaran sebagai sandwich terapy. Obat kombinasi diberikan sebagai pengobatan
lanjutan setelah radiasi, serta penting pada pengobatan karsinoma yang kambuh.
Banyak kombinasi obat ganda yang dipakai antara lain kombinasi: BCMF
(Adriamycin, Cyclophosphamide, Methotrexat dan Fluoroacil), ABUD (Adriamycin,
Bleomycin, Umblastin dan Decarbazine), COMA (Cyclophosphamide, Vincristine,
Methotrexat, dan Adriamycin) (Marur and Forastiere, 2008). Kemoterapi
diklasifikasikan menjadi 3 kategori menjadi neoadjvuan, konkuren (konkomitan) dan
adjuvan:
Kemoterapi neoadjuvan Kemoterapi neoadjuvan atau induksi atau “upfront”
(awal) pada KNF bertujuan untuk mengurangi besarnya tumor sebelum radioterapi.
Pemberiannya didasarkan atas pertimbangan vascular bed tumor masih intak sehingga
pencapaian obat menuju massa tumor masih optimal.
Kemoterapi konkomitan/konkuren Kemoterapi konkomitan/konkuren adalah
pemberian kemoterapi secara bersamaan dengan radioterapi. Dengan cara ini,
diharapkan dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi dan
mengubah sel kanker yang resisten menjadi lebih sensitif terhadap radioterapi.
Keuntungan lainnya adalah keduanya bekerja sinergistik, yaitu mencegah resistensi,
membunuh subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan menghambat perbaikan DNA
sel kanker yang sublethal (Kentjono, 2003).
Kemoterapi adjuvan atau yang diberikan pasca terapi definitif terutama dimaksudkan
untuk meningkatkan kontrol lokoregional, memberantas tumor residu dan eradikasi
metastasis jauh. Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi.
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila
setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata: kanker masih ada, dimana
biopsi masih positif; kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti
secara makroskopis; pada tumor dengan derajat keganasan tinggi. (oleh karena
tingginya resiko kekambuhan dan metastasis jauh) (Prijadi and Firdaus, 2009).
Penilaian Kualitas Hidup Pasien dengan performance status yang lebih buruk
dan kapasitas fungsional yang terbatas cenderung memiliki banyak kesulitan dalam
mentoleransi perawatan kanker. Performance status pasien dapat berubah seiring
waktu atau secara berangsur-angsur saat kanker mereka berkembang atau efek dari
terapi. Di sisi lain, performance status pasien dapat mengalami peningkatan ketika
kanker respon terhadap terapi (Jill, 2015). KPS dapat digunakan untuk
membandingkan efektivitas terapi yang berbeda dan untuk menilai prognosis pada
masing-masing pasien serta untuk memutuskan apakah pasien dapat dimasukkan
dalam uji klinis.
Dalam kebanyakan penyakit yang serius, semakin rendah skor Karnofsky,
semakin buruk kemungkinan bertahan hidup. Indeks skor karnofsky memudahkan
pengklasifikasian pasien sesuai keadaan gangguan fungsionalnya. Pengklasifikasian
tersebut memudahkan evaluasi hasil terapi, dan penilaian prognosis pasien. Skor
karnofsky terdiri dari nilai 100 – 0, dengan nilai 100 adalah keadaan sehat tanpa
gangguan, dan nilai 0 adalah mati (Oken, 1982)
Penderita kanker dengan KPS mulai dari 60 hingga 100 umumnya dapat
menerima perawatan kanker standar atau untuk berpartisipasi dalam klinis percobaan.
Berikut merupakan skala karnofsky (Christensen, 2014).
Skala Karnofsky
100 = normal, tidak ada keluhan, tidak ada penyakit
90 = mampu aktivitas normal, tanda-tanda minimal penyakit
80 = aktivitas normal dengan sedikit kesukaran, beberapa tanda penyakit
70 = mampu menjalankan keperluan sendiri, tidak mampu menjalankan
pekerjaan
60 = mampu menjalankan sebagian besar keperluan sendiri, selalu
memerlukan bantuan
50 = memerlukan bantuan cukup banyak, juga pertolongan medis
40 = tidak mampu merawat diri sendiri, tidak dapat bekerja lagi
30 = sakit berat, indikasi perawatan di rumah sakit
20 = sakit sangat berat 10 = sekarat 0 = mati
KPS menggambarkan status fungsional pasien sebagai skala 11 poin
komprehensif yang terkait dengan nilai persentase mulai dari 100% (tidak ada bukti
penyakit, tidak ada gejala) hingga 0% (kematian). Status Kinerja ECOG (ECOG PS),
penilaian status alternatif, dikembangkan oleh Eastern Cooperative Oncology Group
dan berasal dari KPS. Selama bertahuntahun, KPS dan ECOG PS telah menjadi alat
penting dalam praktik klinis. Dalam uji klinis, dua metodologi penilaian digunakan
sebagai kriteria seleksi (mirip dengan proses untuk pemilihan menggunakan usia atau
jenis kelamin) dan untuk stratifikasi subkelompok dalam kelompok pasien uji. Seiring
dengan pementasan penyakit dalam hal ukuran tumor, misalnya TNM, KPS telah
memantapkan dirinya sebagai alat bantu pengambilan keputusan dengan relevansi
terlepas dari apakah seorang pasien menerima baik tumor spesifik, atau hanya
pengobatan simtomatik (Peus,2013).
KPS juga telah menjadi faktor prognostik yang menonjol dalam berbagai
entitas tumor. Meskipun perannya sering di onkologi umum, badan literatur yang
berkaitan dengan skala KPS adalah relatif ringkas. Skor prensetase KPS bukanlah
untuk menilai ketahanan hidup tetapi untuk menilai status penyakit dan komobiditas
dan dampak kedua item ini terhadap vitality. Suatu penyakit dapat menyebabkan
misalnya gangguan organ tertentu, gangguan tertentu yang membatasi kemandirian
pasien (West, 2015). Gejala-gejala yang disebabkan oleh penyakit dapat dinilai secara
sederhana oleh klasifikasi KPS menurut gangguan fungsional mereka.oleh karena itu,
penilaian fungsionalitas fisik secara keseluruhan adalah sebagai prediktor
kelangsungan hidup secara keseluruhan hidup cukup dapat dimenegerti secara
patofisiologis kerana prognosis yang lebih buruk umumnya terkait dengan gejala yang
semakin berat dan beban penyakit yang lebih besar (Clark, 1986). Pentingnya KPS
sebagai alat untuk membandingkan efektivitas terapi yang berbeda dan untuk menilai
prognosis pada pasien individu terus dibahas pada literatur. Semakin rendah nilai
Karnofsky, semakin buruk kualitas hidup untuk penyakit yang paling serius. Salah
satu definisi penting dari hidup terkait kesehatan adalah apa yang telah disampaikan.
Skala ECOG dikembangkan pada tahun 1960, merupakan skala 6 poin yang
simpel, berkisar dari normal (0) hingga meninggal (5). Skala ECOG telah secara luas
digunakan dalam penelitian dan praktek klinis di bidang onkologi.6 Pada awalnya
pengukuran untuk status performa adalah dengan menggunakan skor Karnofsky yang
diperkenalkan oleh David A. Karnofsky pada tahun 1948 untuk menilai pasien yang
mendapat kemoterapi nitrogen mustard pada karsinoma paru primer. Tetapi kemudian
penggunaan skala ECOG lebih disukai oleh karena lebih mudah dan lebih simpel.6,7
Berikut adalah tabel skala ECOG
11. Askep paliatif care
A. Pengkajian Pasien Terminal
1. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat kesehatan sekarang. Riwayat ini berisikan mengenai penyakit yang
sedang diderita klien saat ini.
b. Riwayat kesehatan dahulu. Yaitu berisikan mengenai keadaan pasien di
masa lalu, apakah sudah pernah opname di rumah sakit untuk penyakit yang
sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga pasien. Riwayat ini berisikan data apakah
anggota keluarga sudah pernah menderita penyakit yang sama dengan yang
klien alami saat ini.
2. Prinsip dan konsep dalam etika keperawatan, budaya, norma, dalam mengkaji
pasien terminal Beberapa perubahan fisik yang mungkin terjadi saat menjelang kematian
a. pasien cenderung kurang respon terhadap keadaan
b. Melambatnya fungsi tubuh
c. pasien mulai tidak sengaja berkemih atau defekasi
d. Jatuhnya rahang pasien
e. Pernafasan pasien mulai terdengar dangkal, dan tidak teratur
f. Peredaran darah mulai terasa perlambatannya, dan teraba dingin pada bagian
ekstermitas, nadi semakin lemah namun epat.
g. pernafasan mulai tidak teratur dan terdengar dangkal
h. Warna pucat pada kulit i. mata membelalak serta mulai tidak menunjukkan respon
terhadap rangsangan cahaya
3. Kesadaran pasien terminal. Strause et all dalam Milia dan Wijayanti (2018),
mengkategorikan kesadaran ini dalam 3 kategori:
a. Closed Awareness/Tidak Mengerti. Dalam keadaan ini, biasanya dokter
lebih memilih agr tidak menyampaikan prognose dan diagnose pada
keluarga atau klien. Namun, beda untuk perawat, hal ini akan sangat
menyulitkan lantaran perawat berkontak dengan pasien lebih dekat
daripada dokter, dan acapkali ditanya oleh pasien terkait hal tersebut.
Perawat kerap disodorkan berbagai pertanyaan seperti kapan pasien akan
sembuh, atau kapan bisa pulang, dsb.
b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi. Dalam keadaan ini,
bisa dikatakan klien diberikan kesempatan agar bisa membuat keputusan
tentang semua hal yang sifatnya pribadi meskipun itu menjadi hal yang
berat baginya
c. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan terbuka. Dalam tahap ini, pasien
dan orang di sekitarnya sudah tahu bahwa ajala sudah menjelang bagi
pasien, dan mereka berusaha untuk menerima serta mendiskusikannya
walaupun tetap merasa getir (Milia & Wijayanti, 2018).
4. Faktor-faktor yang perlu dikaji
a. Kebersihan Diri Kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan dirinya
akan kebersihan diri meliputi kebersihan kulit, kebersihan rambut dan
kebersihan mulut, kuku serta pemenuhan kebersihan setelah buang air
besar/kecil.
b. Rasa nyeri Tingkat nyeri yang dirasakan, durasi nyeri, lokal, waktu nyeri,
penyebaran nyeri. Kemampuan pasien untuk menahan nyeri, bagaimana
koping pasien terhadap nyeri. Obat apa saja yang telah diberikan untuk
mengatasi nyeri.
c. Jalan Nafas Perlu diperhatikan pola nafas, frekuensi nafas, bunyi nafas.
Seringkali bila didapatkan pasien dengan sesak nafas, perlu dilihat juga
apakah menggunakan otot-otot pernafasan. Bila menggunakan oksigen
sebagai bantuan nafas, maka identifikasi kebutuhan oksigen agar tidak
terjadi asidoses metabolik. Bagi pasien yang sadar secara penuh, mungkin
akan lebih baik untuk menerapkan posisi fowler dan pengeluaran sekresi
lendir penting dilakukan sebagai upaya membebaskan jalan nafas. Namun,
bagi pasien yang tidak sadar, posisi sim bisa menjadi posisi yang baik
dengan dipasangkan drainase dari mulut serta pemberian oksigen.
d. Aktifitas Perlu diperhatikan apakah pasien masih bisa beraktifitas untuk
keperluan diri sendiri atau sudah bergantung dengan orang lain. Kalo masih
bergantung dengan oang lain, perlu dilihat kembali apakah tingkat
ketergantungan pasien total atau sebagian. Jika kondisi pasien
memungkinkan, maka pasien bisa mulai mobilisasi seperti: berusaha turun
dari ranjang tidur, mengganti posisi tidur agar mencegah terjadinya
decubitus, dan hal ini dilakukan secara periodic. Bila perlu, bisa
menggunakan alat untuk menyangga tubuh pasien, karena tonus otot sudah
menurun.
e. Nutrisi Acap kali pasien mengalami nausea dan anorexia karena adanya
penurunan gerakan peristaltic dalam tubuhnya. Untuk mengatasi hal ini,
pasien bisa diberikan obat anti ametik untuk mengurangi mual yang
dirasakan, dan meningkatkan rangsangan nafsu makan serta memberikan
makanan dengan tingkat kalori tinggi.
f. Eliminasi Adanya penurunan, atau bahkan kehilangan tonus otot bisa
membuat pasien mengalami konstipasi, inkontinen feses dan urin.
Pemberian obat laxant bisa dikolaborasikan untuk mencegah terjadinya
konstipasi. Pasien yang mengalami inkontinensia isa diberikan urinal,
pispot secara periodic/ teratur. Selain itu, bisa juga memasangkan duk yang
diganti tiap saat atau bisa juga dilakukan kateterisasi. Kebersihan pada
daerah sekitar perineum perlu selalu dijaga dan diperhatikan, bila terjadi
lecet, harus segera diberikan salep.
g. Perubahan Sensori Klien dengan penyakit terminal stadium lanjut, sering
terjadi penurunan sensori terutama apabila penglihatan klien berubah
menjadi kabur, biasanya pasien mulai menghindari atau menola untuk
menghadapkan kepala ke arah lampu / tempat terang. Pada saat seperti itu,
klien memang masih bisa mendengar, namun mungkin sudah tidak bisa
merespon.
h. Kebutuhan Sosial Terkadang pasien dalam keadaan terminal perlu
ditempatkan pada ruang tersendiri, terutama klien dengan penyakit khusus,
serta dalam upaya memenuhi seluruh kebutuhan hubungan sosial dan
keluarganya, beberapa hal yang bisa dilakukan perawaat yaitu:
1) Menanyakan pada pasien atau keluarga siapa saja yang ingin dihadirkan untuk
bertemu dengan pasien, dan hal ini bisa didiskusikan bersama keluarga, missal : teman
terdekat, anggota keluarga lain, sanak kerabat.
2) Berupaya menggali perasaan yang dirasakan klien sehubungan dengan sakitnya
saat ini hingga perlu dilakukan diisolasi.
3) Menyarankan saudara dan teman klien untuk lebih sering mengunjungi serta
mengajak orang lain untuk menjenguk.
i. Kebutuhan Spiritual
1) Bertanya kepada klien mengenai harapan hidupnya serta rencana yang dimiliki
klien selanjutnya menjelang kematiannya.
2) Bertanya kepada klien apakah dirinya ingin didatangkan pemuka agama untuk
memenuhi kebutuhan spiritualnya.
3) Mendukung, mendorong, dan klien untuk memenuhi kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.

B. Perumusan Diagnosa
Masalah keperawatan pada pasien yang menderita penyakit terminal bisa muncul
secara bersamaan. Perumusan diagnosa pasien terminal mengacu pada hasil pengkajian.
Berikut ini kondisi yang sering terjadi pada pasien terminal, namun tidak menutup
kemungkinan masalah lain yang mungkin muncul.
Masalah yang sering terjadi menurut Potter et.al yaitu:
1. Nyeri dapat bersifat akut atau kronis. Bila nyeri akibat kanker progresif biasanya
kronis dan konstan. Setiap sumber iritasi dapat menyebabkan peningkatan nyeri.
2. Nutrisi tidak adekuat karena penurunan nafsu makan atau akibat gangguan
pencernaan.
3. Gangguan pada sistem pencernaan:
a. Biasanya mual muntah terjadi akibat proses penyakit (kanker) atau akibat
komplikasi lain, serta akibat medikasi.
b. Konstipasi terjadi akibat medikasi narkotikdan immobilitas sehingga
memperlambat paristaltik. Konstipasi terjadi juga bisa karena diet rendah serat, karena yang
masuk hanya cairan. Hal ini karena perubahan nafsu makan
c. Diare sering terjadi akibat penyakit kanker kolon. Biasa juga terjadi akibat efek
pemberian pengobatan
4. Keletihan terjadi karena tuntutan metabolik kanker sehingga menurunkan kekuatan
otot.
5. Dehidrasi juga bisa terjadi sejalan dengan perkembangan penyakit, hal ini
disebabkan karena pasien tidak mampu mempertahankan asupan cairan. Atau terjadi akibat
obstruksi saluran pencernaan.
6. Inkontinensia urin, biasa terjadi akibat komplikasi penyakit kanker yang sudah
mengalami metastase ke medulla spinalis. Bisa terjadi juga pada pasien terminal yang sudah
mengalami penurunan kesadaran.
7. Ansietas/ kecemasan/ ketakutan individu, keluarga yang diperkirakan bisa
berhubungan dengan situasi yang tidak dikenali, sifat serta kondisi yang tak dapat
diperkirakan, atau merasa takut dengan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup yang
telah dilalui.
8. Pola pernafasan tidak efektif, hal ini bisa muncul paa sebagian pasien dengan kasus
kanker paru terminal, atau akibat penyakit lain yang mengakibatkan odema paru, serta
penyakit paru obstruktif menahun. Atau dipicu adanya penurunan Hb sehingga kapasitas
oksigen dalam paru menurun.
9. Duka yang berhubungan dengan penyakit terminal yang dihadapi, terlebih
menjelang kematian, penutunan fungsi, konsep diri yang berubah, dan berusaha menarik diri
dari orang lain.
10. Perubahan proses keluarga yang berkaitan dengan gangguan kehidupan dalam
keluarga, merasa takut dengan hasik kematian, ditambah dengan lingkungan tempat
perawatan yang penuh degan stress (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2021)

Anda mungkin juga menyukai