Anda di halaman 1dari 11

2.

The law that underlines profit sharing contract


Pengesahan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UUPS) merupakan upaya
responsif terhadap pertumbuhan perbankan syariah yang semakin pesat di Indonesia. Prinsip bagi
hasil dalam pembiayaan pada bank syariah tidak hanya membagi keuntungan semata melainkan
juga kerugian, hal inilah yang menjadi sebab istilah bagi hasil disebut sebagai profit and loss
sharing (PLS). Pemberian pembiayaan kepada mitra dilakukan tidak hanya berorientasi pada
pembagian keuntungan semata melainkan juga memperhitungkan resiko berupa kerugian yang
juga ditanggung bersama-sama. Hal tersebut justru berbeda dengan produk pembiayaan di bank
konvensional yang hanya berorientasi pada pembagian keuntungan, sedangkan resiko menjadi
tanggungan pihak debitur.
a) Mudharabah
Pembiayaan berbasis Mudaharabah merupakan kerjasama antara pemilik modal (shahibul
maal) dengan mitra baik perseorangan maupun usaha dagang yang bertindak sebagai
pengelola dana tersebut (mudharib). Pemilik modal menyerahkan dana kepada mitra untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu. Keuntungan yang dihasilkan dibagi dengan prinsip bagi
hasil yang sesuai dengan akad yang diperjanjikan. Jika terjadi kerugian, maka kerugian
tersebut merupakan resiko yang ditanggung oleh pemilik modal, kecuali jika kerugian
tersebut terjadi atas dasar adanya kesalahan mitra pengelola dana atau adanya
penyalahgunaan.
Dalam terminologi hukum, mudharabah merupakan suatu kontrak yang terdiri atas pihak
pemiliki dana (shahibul maal) yang menawarkan dananya kepada pihak lain (mudharib)
untuk membentuk mitra kerja sama (joint partnership). Dalam kontrak tersebut para pihak
menyepakati model bagi hasil, namun biasanya dilakukan secara PLS yakni pembagian
untung dan rugi.18 Pada praktiknya, prinsip bagi hasil yang digunakan oleh bank umum
syariah dan unit usaha syariah adalah menggunakan PLS yakni pembagian untung dan rugi,
namun pada perkembangannya praktik bagi hasil juga menggunakan model bagi
pendapatan (revenue sharing).
Mudharabah dibagi menjadi dua jenis yaitu mudharabah mutlaqah (unrestricted
investment) yang merupakan jenis mudharabah dalam bentuk kerja sama antara pemilik
modal dengan mitra kerja sama yang cakupan usahanya dilakukan secara bebas atau luas
oleh mitra kerja sama. Mudharabah jenis ini tidak membatasi jenis dan spesifikasi usaha
yang dilakukan oleh mitra kerja sama. Selanjutnya mudharabah muqayyadah (restricted
investment) yang merupakan jenis mudharabah dalam bentuk kerja sama pemilik modal
dengan mitra kerja sama yang cakupan usahanya terbatas atau terikat. Mudharabah
muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah mutlaqah.
b) Musyarakah
Selain mudharabah, pembiayaan juga dapat dilakukan secara musyarakah yakni bentuk
kemitraan antara pihak pemilik modal yakni bank umum syariah atau unit usaha syariah
dengan pihak nasabahnya dalam bentuk pencampuran modal masing-masing pihak
terhadap suatu usaha atau proyek. Kesepakatan dibangun atas prinsip bagi hasil dan resiko
bersama-sama secara proporsional. Setelah proyek selesai, para pihak melakukan
pembagian keuntungan atau nisbah sesuai dengan besaran keuntungan yang didapatkan dan
prinsip bagi hasil yang disepakati. Musyarakah mendudukkan posisi masing-masing pihak
secara setara sehingga tidak ada pihak yang lemah dalam perikatan dan pelaksanaan akad.
Masing-masing pihak mendudukkan dirinya sebagai mitra, bukan kreditur dan debitur.

Prinsip Bagi Hasil pada Pembiayaan di Bank Syariah


Dalam skema bagi hasil pembiayaan mudharabah, didasarkan pada Fatwa Dewan Syari’ah
Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah yang mendefenisikan
keuntungan sebagai jumlah pendapatan mitra atau nasabah yang melebihi dari modal
pembiayaan. Syarat yang harus dipenuhi dalam bagi hasil yaitu, keuntungan harus dibagi kepada
masingmasing pihak yang terikat sesuai dengan isi kontraknya (bank syariah dengan mitra atau
nasabah), keuntungan dibagi secara proporsional dan dinyatakan sebelumnya di dalam kontrak
secara jelas dalam bentuk presentase (nisbah) sebagai acuan bersama dalam proses bagi hasil.
Adapun kerugian merupakan tanggung jawab pihak bank sebagai suatu resiko dalam bagi hasil
PLS, kecuali jika dapat dibuktikan adanya kesalahan, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan
oleh mitra atau nasabah secara disengaja.
Jika diperhatikan seolah-olah seluruh kerugian menjadi tanggungan pihak bank syariah, namun
secara implisit nasabah juga menanggung kerugian secara bersama-sama. Kerugian tersebut bagi
nasabah berdampak pada hilangnya pekerjaan, waktu dan usaha yang selama ini dilakukan
sehingga tidak hanya berdampak secara ekonomi melainkan juga psikologis.
Berbeda dengan mudharabah, pembiayaan secara musyarakah secara teknis adalah pencampuran
dana atau modal dari pihak bank syariah dengan pihak mitra kerja sama atau nasabah dalam
menjalankan suatu proyek tertentu. Jadi para pihak sama-sama menyalurkan dananya untuk
kebutuhan suatu proyek tertentu. Berdasarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, skema bagi hasil dilakukan atas syarat berupa
perhitungan atau kuantifikasi secara jelas agar tercipta kesamaan persepsi atas perhitungan dan
menghindari adanya sengketa pada waktu yang telah ditentukan yakni saat proses alokasi
keuntungan atau saat terjadinya penghentian musyarakah. Selanjutnya, setiap keuntungan yang
didapatkan dari pembiayaan musyarakah harus dibagikan secara proporsional. Proporsional yang
dimaksud adalah sesuai dengan asas kesetaraan dan keadilan sehingga salah satu pihak sejak
awal perjanjian, tidak menentukan adanya jumlah tertentu yang harus diberikan kepadanya.
Meskipun demikian, salah satu pihak boleh mengusulkan jumlah atau persentase yang dapat
diberikan kepadanya jika keuntungan yang didapatkan dari pembiayaan musyarakah justru
melebihi jumlah tertentu. Yang terpenting adalah skema pembagian keuntungan harus
dituangkan secara jelas di dalam akad. Sedangkan mengenai kerugian, dibagi secara proporsional
kepada para pihak sesuai dengan besaran dana atau saham yang mereka alokasikan sejak awal
perjanjian.
Kesimpulan
Penerapan prinsip bagi hasil pada pembiayaan berbasis mudharabah dan musyarakah merupakan
bentuk pembiayaan yang selaras dengan UUPS. Kedua model pembiayaan tersebut sama-sama
membangun simbiosis mutualisme bagi bank syariah dengan mitra kerja sama atau nasabah.
Prinsip bagi hasil pada praktiknya menggunakan pembagian PLS maupun dengan model revenue
sharing dalam membagi pendapatan. Pada pembiayaan mudharabah, keuntungan harus dibagi
secara proporsional yang dinyatakan secara jelas di dalam kontrak dalam bentuk presentase
sebagai acuan bersama pada proses bagi hasil. Adapun kerugian menjadi tanggung jawab pihak
bank syariah, kecuali dapat dibuktikan adanya kesalahan, kelalaian atau pelanggaran mitra kerja
sama atau nasabah secara sengaja terhadap isi kontrak. Sedangkan pada pembiayaan
musyarakah, skema bagi hasil harus sudah dikuantifikasi secara jelas pada saat proses alokasi
keuntungan atau pada saat akan terjadinya penghentian musyarakah sebagai acuan agar tercipta
kesamaan persepsi. Pembagian keuntungan dilakukan secara proporsional dan salah satu pihak
tidak menentukan adanya jumlah tertentu sejak awal yang harus diberikan kepadanya. Namun,
salah satu pihak tersebut boleh mengusulkan jumlah kelebihan yang didapat jika keuntungan
yang didapatkan bersama mencapai angka atau jumlah tertentu. Adapun jika terdapat kerugian,
maka dibagi secara proporsional kepada para pihak sesuai dengan kontribusi besaran dana atau
saham yang mereka alokasikan sejak awal perjanjian.
referensi

6. How is the accounting


Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Musyarakah Berdasarkan PSAK No. 106

Ikatan Akuntansi Indonesia menjelaskan tentang pengakuan dan pengukuran pembiayaan musyarakah
sebagai berikut:
Akuntansi untuk Mitra Aktif Pada Saat Akad
1. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset non-kas untuk usaha
musyarakah.
2. Pengukuran investasi musyarakah
3. Aset non-kas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah
penyusutan yang mencerminkan:
4. Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka penurunan
nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset non-kas musyarakah yang telah dinilai
sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang baru.
5. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya study kelayakan) tidak dapat
diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra
musyarakah.
6. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai
investasi musyarakah dan disisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
Selama Akad
1. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif diakhir
akad dinilai sebesar:
a. Jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan
kerugian (jika ada); atau
b. Nilai wajar aset musyarakah non-kas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah
setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
2. Bagian mitra aktif atau investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra
pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang
diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana syirkah
temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi kerugian (jika ada).

Akhir Akad

Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif
diakui sebagai kewajiban.

Pengakuan Hasil Usaha


Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai
kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana.

Penyajian
1. Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha
musyarakah dalam laporan keuangan:
a. Kas atau aset non-kas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari
mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah;
b. Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana
syirkah temporer untuk;
2. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha
musyarakah dalam laporan keuangan;
a. Kas atau aset non-kas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai
investasi musyarakah;
b. Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset non-kas yang diserahkan pada
nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi
musyarakah.
Pengungkapan
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada:
a. Isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha,
aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
b. Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif;dan
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

Jurnal
Akutansi Mitra Aktif
1. Pada saat mitra aktif menerima uang tunai kepada musyarakah
(Dr) Kas xx

(Cr) Investasi Musyarakah Xx

2. Pada saat Mitra Aktif Menerima aktiva non-kas kepada musyarakah

a. Jika nilai wajar aktiva yang diterima lebih rendah atas nilai buku:

(Dr) Aktiva non kas ( sebesar nilai buku) xx

(Cr) Kerugian penerimaan aktiva Xx

(Cr) Investasi Musyarakah (sebesar nilai buku) Xx

b. Jika nilai wajar aktiva yang diterima lebih tinggi atas nilai buku:

(Dr) Aktiva non kas ( sebesar nilai buku) xx

(Dr) Keuntungan penerimaan Aktiva Xx

(Cr) Investasi Musyarakah (sebesar nilai buku) Xx

3. Pengakuan biaya akad musyarakah


a. Pada saat biaya di keluarkan
(Dr) Beban Akad Musyarakah xx
(Cr) Kas Xx

b. Jika biaya akad di akui sebagai beban.


Tidak ada jurnal

c. Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai bagian dari investasi


musyarakah

(Dr) Beban Akad Musyarakah xx

(Cr) Investasi Musyarakah xx

4. Pembayaran keuntungan musyarakah


(Dr) Keuntungan Bagi Hasil Musyarakah xx

(Cr) Kas xx

5. Pengakuan kerugian musyarakah tanpa ada kelalaian


(Dr) Investasi Musyarakah Xx

(Cr) Kerugian Bagi Hasil Musyarakah xx

6. Pengakuan kerugian yang disebabkan kelalaian manajemen


(Dr) Investasi Musyarakah Xx

(Cr) Hutang kepada Mitra Pasif xx

7. Penurunan/pelunasan modal musyarakah dengan mengalihkan kepada mitra


musyarakah lainnya

(Dr) Investasi Musyarakah xx

(Cr) Kas xx

8. Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih rendah
dari nilai historis
(Dr) Investasi Musyarakah xx

(Cr) Kerugian Penyelesaian Pembiayaan xx


Musyarakah ( sebesar nilai buku)
(Cr) Aktiva non kas (sebesar nilai wajar) xx

9. Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih tinggi
dari nilai historis
(Dr) Investasi Musyarakah xx

(Dr) Keuntungan Penyelesaian Pembiayaan xx


Musyarakah ( sebesar nilai buku)
(Cr) aktiva non kas (sebesar nilai wajar) xx

10. Pada saat akad musyarakah diakhiri sebelum jatuh tempo atau pada
saat jatuh tempo dan investasi musyarakah belum dibayarkan kepada mitra
pasif.43
(Dr) Investasi Musyarakah xx

(Cr) Hutang kepada Mitra Pasif xx

Akutansi Mitra Pasif.


1. Pada saat mitra pasif membayarkan uang tunai kepada musyarakah
(Dr) Pembiayaan Musyarakah xx

(Cr) Kas Xx

2. Pada saat mitra pasif menyerahkan aktiva non-kas kepada masyarakah


a. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih rendah atas nilai buku:
(Dr)Pembiayaan musyarakah (sebesar nilai xx
wajar)

(Dr) Kerugian penyerahan aktiva xx

(Cr) Aktiva non kas (sebesar nilai buku) xx

a. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih tinggi atas nilai buku:

(Dr) Pembiayaan musyarakah ( sebesar nilai xx


wajar)
(Cr) Aktiva non kas (sebesar nilai buku) xx

(Cr) Keuntungan penyerahan Aktiva xx

3. Pengakuan biaya akad musyarakah


a. Pada saat biaya di keluarkan
(Dr) Beban akad Musyarakah xx

(Cr) Kas xx
b. Jika biaya akad di akui sebagai beban
Tidak ada jurnal
c. Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan
(Dr) Pembiayaan Musyarakah xx

(Cr) Beban akad Musyarakah Xx

4. Penerimaan keuntungan musyarakah


(Dr) Kas xx

(Cr) Keuntungan Bagi Hasil Musyarakah Xx

5. Pengakuan kerugian musyarakah tanpa kelalaian mitra


(Dr) Kerugian Bagi Hasil Musyarakah Xx

(Cr) Pembiayaan Musyarakah xx

6. Pengakuan kerugian yang disebabkan oleh kelalaian mitra musyarakah

(Dr) Piutang Mitra Xx

(Cr) Pembiayaan Musyarakah xx

7. Penurunan/pelunasan modal musyarakah dengan mengalihkan kepada


mitra musyarakah lainnya

(Dr) Kas xx

(Cr) Pembiayaan Musyarakah xx

8. Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih rendah
dari nilai historis

(Dr) Aktiva non kas (sebesar nilai wajar) xx

(Dr) Kerugian Penyelesaian Pembiayaan xx


Musyarakah ( sebesar nilai buku)
(Cr) Pembiayaan Musyarakah xx

9. Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih tinggi
dari nilai historis

(Dr) Aktiva non kas (sebesar nilai wajar) xx


(Cr) Keuntungan Penyelesaian Pembiayaan xx
Musyarakah (sebesar nilai buku)
(Cr) Pembiayaan Musyarakah xx

10. Pada saat akad musyarakah diakhiri sebelum jatuh tempo atau pada
saat jatuh tempo dan pembiayaan musyarakah belum dibayarkan kepada
mitra44

(Dr) Piutang kepada mitra xx

(Cr) Pembiayaan Musyarakah xx

PENGAKUAN LABA RUGI MUDHARABAH


Pengakuan laba rugi mudharabah diatur dalam PSAK 59 paragraf 23 sampai 28, sebagai berikut;
1. Apabila pembiayaan mudharabah melewati satu periode pelaporan, maka:
a. Laba pembiayaan mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah
yang disepakati; dan
b. Rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi tersebut dan mengurangi saldo
pembiayaan mudharabah Pengakuan laba atau rugi mudharabah dalam praktik dapat diketahui
berdasarkan laporan bagi hasil dari pengelola dana yang diterima oleh bank.
2. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba
(profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing).
3. Rugi pembiayaan mudharabah yang diakibatkan penghentian mudharabah sebelum masa akad
berakhir diakui sebagai pengurang pembiayaan mudharabah.
4. Rugi pengelolaan yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan
pada pengelola dana.
5. Bagian laba bank yang tidak dibayarkan oleh pengelola dana pada saat mudharabah selesai
atau dihentikan sebelum masanya berakhir diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada pengelola
dana.

Jurnal
(Pembayaran kas mudharabah)
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
01/01 Pembiayaan mudharabah xxx
/20xx Kas / rekening xxx

(Biaya akad)
Pengeluaran biaya dalam rangka dibuatnya akad mudharabah. Pada saat ini belum ditentukan
yang akan menanggung biaya akad mudharabah tersebut. Jurnal yang dibuat adalah sebagai
berikut;
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
01/01/ U.M akad mudh xxx
20xx Kas (notaris) xxx
Apabila biaya akad disepakati menjadi bagian dari pembiayaan mudharabah, berarti biaya akad
ditanggung oleh nasabah mudharabah. Jurnal tambahan perlu dibuat sebagai berikut;
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
01/01 Pembiayaan mudharabah U.M xxx
/ akad mudharabah
20xx xxx
Apabila biaya akad tidak disepakati sebagai bagian dari pembiayaan mudharabah, berarti biaya
akad ditanggung oleh bank, maka jurnal tambahan yang dilakukan adalah;
Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
01/01 Biaya akad mudharabah U.M xxx
/ akad mudharabah
20xx xxx

(Kehilangan Pembiayaan Mudharabah)

Terjadi kehilangan pembiayaan mudharabah sebelum dimulai usaha, hal ini bukan disebabkan
oleh kesalahan mudharib, sehingga mengurangi saldo pembiayaan dan menjadi kerugian bank.
Tgl keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
01/01 Kerugian pembiayaan mudharabah xxx
/20xx Pembiayaan mudharabah xxx
(Kehilangan sebagian pembiayaan mudharabah sebelum dimulai usaha)
Apabila kehilangan yang terjadi karena kesalahan mudharib maka pada saat kejadian tidak
perlu dijurnal, tetapi akan diperhitungkan pada saat penghitungan bagi hasil. Dengan kata lain
kerugian tetap ditanggung oleh mudharib.

(Pelunasan pembiayaan mudharabah tidak tepat waktu)

Pembiayaan yang telah jatuh tempo dan belum dilunasi oleh mudbarib, maka pembiayaan
mudharabah tetap harus berkurang, hanya saja rekening lawannya adalah piutang jatuh tempo.
Tgl Keterengan Debit (Rp) Kredit (Rp)
01/01 Piutang jth tempo xxx
/20xx pembiayaan mudh
xxx
Pembiayaan mudharabah
(Pembiayaan mudharabah jatuh tempo dan belum dilunasi)

(Penerimaan Keuntungan Mudharabah)


Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)
02/03 Kas xxx
/20xx Pendapatan bagi hasil mudh xxx
Diterima keuntungan mudharabah

KESIMPULAN

Dari uraian di atas mulai dari pengertian dan definisi, pengukuran dan pengakuan serta
penghitungan laba, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Akuntansi pembiayaan mudharabah adalah proses penghitungan penyerahan tunai maupun
non tunai dari pihak bank syariah kepada nasabah mudharrib berdasarkan PAPSI (Peraturan
Akuntansi Perbanksn Syariah Indonesia) tahun 2003 dan PSAK 59
2. Dalam Pembiayaan mudharabah proses penghitungan laba berdasarkan nisbah bagi hasil
(profit sharing) maksudnya adalah pendapatan dikurangi beban. Berbeda dengan revenue
sharing, yaitu hasil penjualan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati.
3. Dalam pembiayaan mudharabah ada 3 kejadian, yang pertama sukses tanpa kendala, yang
kedua rugi karena kesalahan mudharrib dan yang ketiga adalah rugi karena bukan kesalahan
mudharrib.

Referensi

Anda mungkin juga menyukai