Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Peristiwa Sumpah Pemuda


1. Politik Etis
Politik Etis adalah kebijakan baru yang di buat oleh Ratu Wilhelmina selaku
Ratu Belanda untuk meningkatkan kesejahteraan yang mengalami penurunan pada
abad ke 20. Politik etis bermula dari munculnya tulisan Conrad Theodore van
Deventer yang berjudul “Een Eereschuld” yang artinya “Utang Kehormatan” pada
majalah de Gids tahun 1899. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah Hindia
Belanda telah mengeksploitasi wilayah jajahannya untuk untuk membangun
negeri mereka (Belanda) dan memperoleh keuntungan yang besar. Oleh karena
itu, sudah sewajarnya Belanda membayar utang budi itu dengan memberikan
kesejahteraan.
Menurut van Deventer (Trilogi van Deventer), politik etis dapat dilakukan
melalui tiga program, yaitu irigasi, transmigrasi, dan edukasi. Namun, penerapan
dari Trilogi van Deventer tidak sesuai dengan rencana program. Pemerintah
Belanda memperluas jaringan irigasi, demi memajukan pertanian yang
berhubungan langsung dengan kepentingan Hindia Belanda. Pemindahan
penduduk atau emigrasi dilaksanakan dalam rangka memenuhi tenaga kerja untuk
daerah-daerah perkebunan milik pengusaha asing sedangkan edukasi atau
pengembangan pendidikan sebagai sarana untuk mengisi tenaga-tenaga
administrasi pemerintah Hindia Belanda.
Program edukasi memberikan pengaruh postif bagi bangsa Indonesia, yaitu
dengan lahirnya golongan terpelajar (golongan intelektual) yang termasuk “priayi
baru” dalam masyarakat, yang sebagaian besar dari mereka berprofesi sebagai
guru dan jurnalis. Pendidikan dan pers menjadi penyalur ide, gagasan, dan
pemikiran yang membawa kemajuan dan pembebasan bangsa dari penjajahan.
2. Pers Membawa Kemajuan
Sejarah perkembangan pers di Indonesia dimulai dengan terbitnya surat kabar
“Bataaviaasch Nouvell” di Batavia milik orang Belanda tahun 1744. Kemudian
menginjak awal abad ke-20 adalah awal pencerahan bagi perkembangan
pergerakan di Indonesia yang ditandai dengan munculnya koran.
3
Pada awal abad ke-20, para priayi baru menuangkan gagasannya melalui pers
(media cetak) mengenai isu-isu perubahan. Isu-isu yang di populerkan, yaitu yang
terkait dengan peningkatan status sosial rakyat bumi putera dan peningkatan
kehidupan di bidang sosial, ekonomi, budaya dan politik. Pers merupakan sarana
berpartisipasi dalam gerakan emansipasi, kemajuan dan pergerakan nasional.
Orang-orang pertama yang aktif dalam dunia pers saat itu adalah orang Indo
seperti H.C.O. Clockener Brousson dari Bintang Hindia, E.F Wigger dari Bintang
Baru, dan G. Francis dari Pemberitaan Betawi. Penerbitan Tionghoa yang
menjadikan pertumbuhan surat kabar berkembang pesat.
Ketua majalah bulanan Insulinde Dja Endar Muda juga telah menerbitkan
surat kabar Pertja Barat dan majalah bulanan berbahasa Batak, Tapian Nauli.
Majalah itulah yang pertama kali memperkenalkan slogan “kemajuan” dan
“Zaman Maju”.
Beberapa surat kabar yang kemudian membawa kemajuan bagi kalangan
peribumi yaitu Medan Prijaji (1909-1917) dan juga terbitan wanita pertama yang
terbit berkala yaitu Poetri Hindia (1908-1913). Sementara itu anak-anak muda
berpendidikan barat di Padang menerbitkan majalah perempuan Soeara
Perempuan (1918) dengan semboyan “Vrijheid” yang berarti kemerdekaan bagi
anak perempuan untuk ikut dalam kemajuan tanpa hamabatan adat yang
mengekang.
Surat kabar yang paling mendapat perhatian pemerintah kolonial saat itu
adalah De Express yang memuat berita-berita propaganda ide-ide radikal dan
kritis terhadap sistem pemerintah kolonial. Puncaknya didirikan Comite tot
Herdenking van Nederlands Honderdjarige Vrijheid yang di sebut Komite
Boemipoetera (1913). Tujuannya untuk mengumpulkan dana dari rakyat untuk
mendukung perayaan kemerdekaan Belanda dan mengkritik tindakan
pemerintahan kolonial yang merayakan kemerdekaannya di tanah jajahan dengan
mencari dana dukungan dari rakyat.
Kritik tajam yang terdapat di brosur yang berjudul Als Ik Eens Nederlans Was
(Seandainya Saya menjadi Seorang Belanda). Pemerintahan kolonil menilai
tulisan itu menghasut rakyat untuk melawan pemerintah. Seorang jurnalis
bumiputra yang gigih memperjuangkan kebebasan pers di kenal denga nama
Semaun. Ia mengkritik beberapa kebijakan kolonial melalui Sinar Hindia.

4
Kritikannya mengenai Haatzaai Artiklen, yang menurutnya sebagai saranan untuk
membungkam rakyat dan melindungu kekuasaan kolonial dan kapitalis asing.
3. Bangkitnya Nasionalisme
Pelaksanaan politik etis telah mendorong lahirnya kaum terpelajar. Kaum
terpelajar memelopori bangkitnya nasionalsime bangsa Indonesia melalui
organisasi pergerakan. Organisasi pergerakan itu ada yang bercorak sosio-kultural,
potilik, keagaman tetapi juga yang sekuler, kedaerahan tetapi ada juga nasionalis,
ada dari kelompok pemuda bahkan dari kelompok putri.
Organisasi pergerakkan pertama yang muncul adalah Budi Utomo yang
didirikan di Batavia pada tanggal 20 Mei 1908 oleh Soetomo dan teman-temannya
di STOVIA. Budi Utomo bergerak dibidang sosial dan budaya. Budi Utomo
menjadi pelopor berdirinya organisasi pergerakkan nasional di Indonesia
bertujuan untuk mencapai kemajuan dan meningkatkan derajat bangsa.
Organisasi pergerakkan nasional lainnya antara lain, Serekat Dagang Islam
(SDI), Indische Partij (IP). Di bidang keagamaan islam seperti, Muhammadiyah,
Nahdlatul Ulama (NU), Majelis A’la Indonesia (MIAI). Di bidang sosial dan
pendidikan seperti Perguruan Taman Siswa. Sementara itu organisasi bersifat
nasionalisme seperti Perhimpunan Indonesia (PI), Partai Nasional Indonesia
(PNI), dan lain-lain.
Para pemuda Indonesia juga berkiprah mencapai Indonesia merdeka,
meskipun semangat kedaerahannya masih ada. Seperti Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Ambon, dan lain-lain. Para pemudi juga membentuk
organisasi seperti, Putri Mardika, Kartini Funds, Kautamaan Istri, Kerajinan Amal
Setia, dan lain-lain.

B. Sumpah Pemuda; Tonggak Persatuan dan Kesatuan


Berikut ini beberapa peristiwa yang tekait dengan lahirnya Sumpah Pemuda.
1. Federasi dan “Front Kulit Sawo Matang”
Perhimpunan Indonesia pernah melontarkan gagasan tentang peraturan dan
kerja sama antar organisasi. Gagasan itu menginspirasi tokoh-tokoh dan organisasi
pergerakan lainnya. Seperti Ir.Soekarno yang pernah membentuk “Konsentrasi
Radikal” pada tahun 1922 sebagai wadah penyatuan nasionalis dan organisasi
yang di wakilinya.

5
Pada tahun 1926 Hatta dengan tegas menyatakan perlunya “Blok Nasional”
diciptakan guna menggabungkan berbagai organisasi pergerakan dalam
menghadapi penjajahan. Namun, akibat dari PKI yang terlalu gegabah melakukan
pemberotakan pada akhir tahun 1926 membuat pemerintah kolonial bertindak
keras kepada organisasi pergerakan.
Kondisi tersebut menguatkan kembali gagasan persatuan. Oleh karena itu, Ir.
Soekarno mencoba merealisasikan gagasan “persatuan” dengan memadukan aliran
nasionalisme, islam, dan marxisme sehingga menjadi kekutan moral yang kukuh.
Wujudnya nanti berupa sebuah federasi antar partai politik dan organisasi yang
sekaligus merupakan “Front Sawo Matang” untuk menghadapi praktik
diskriminasi dari bangsa kulit putih (penjajah) yang merasa superior.
Untuk merealisasikan gagasan Ir. Soekarno, diadakanlah rapat di Bandung
pada tanggal 17-18 Desember 1927. Para pemimpin partai politik dan organisasi
yang hadir akhirnya sepakat membentuk federasi dengan nama Pemufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) dengan
beranggotakan PSSI, BU, PNI, Pasundan, Sumantranen Bond, Kaum Betawi, dan
Kaum Studi Indonesia. Tujuan pembentukan PPPKI adalah sebagai berikut :
a) Menghindari segala perselisihan antar partai dan organisasi
b) Menyatukan arah dan cara beraksi dalam perjuangan ke kemerdekaan
Indonesia
c) Mengembangkan persatuan kebangsaan Indonesia dengan berbagai
lambang, seperti Sang Merah Putih, lagu Indonesia Raya dan Bahasa
Indonesia.
2. Cita-Cita Persatuan
Pada masa pergerakan, organisasi pemuda di Indonesia berkembang pesat.
Meskipun masih banyak yang mengutamakan kepentingan daerah, namun ada
juga para pemimpin organisasi pemuda mempunyai gagasan mulia, yakni merintis
persatuan nasional di kalangan angkatan muda Indonesia. Isi majalah “Indonesia
Merdeka” tentang tujuan gerakan Perhimpunan Indonesia, semakin
menggelorakan semangat mereka untuk merintis persatuan nasional.
Oleh karena itu, mereka melakukan pertemuan-pertemuan, yang mana pada
akhirnya mereka mufakat untuk menyelenggarakan rapat besar pemuda di Jakarta
pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 atau lebih dikenal dengan Kongres Pemuda
Indonesia Pertama. Tujuan Kongres Pemuda Indonesia Pertama adalah untuk
6
menggugah semangat kerja sama antar organisasi-organisasi pemuda di tanah air,
serta untuk meletakkan dasar persatuan Indonesia.
3. Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa
Pada bulan September 1926, para mahasiswa Indonesia di Batavia (sekarang
Jakarta), mendirikan suatu organisasi kemahasiswaan bernama Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang diketuai oleh Soegando Djojopoespito.
PPPI berusaha membina jiwa kebangsaan para mahasiswa, agar kelak menjadi
pemimpin-pemimpin rakyat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu, PPPI berupaya mempelopori kegiatan dalam masyarakat yang
mendorong persatuan bangsa untuk makin menumbuhkan semangat perjuangan
kemerdekaan.
PPPI merancang Kongres Pemuda Indonesia Kedua yang dilaksanakan pada
tanggal 27-28 Oktober 1928. Sebelum dibacakan putusan Kongres,
diperdengarkan dahulu lagu “Indonesia Raya” karya W.R Supratman yang
dimainkannya dengan biola tanpa syair. Kemudian kongres ditutup dengan
mengumumkan rumusan hasilnya yang ditulis oleh Muh. Yamin dan berbunyi :
a. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu,
tanah Indonesia.
b. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia.
c. Kami putra dan putri Indonesia menjujung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia
4. Nilai-Nilai Penting dan Makna dari Sumpah Pemuda
Makna Sumpah Pemuda bagi perjuangan bangsa indonesia merupakan sebuah
momentum yang melahirkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam hal
ini, nasonalisme menjadi alat yang ampuh bagi perwujudan rasa kebangsaan yang
menjadi jati diri dan tidak terikat oleh kekuatan mana pun dan oleh siapa pun.

C. Penguatan Jati Diri Ke-Indonesia-an


Sumpah pemuda memiliki makna yang strategis dalam rangka untuk
mengembangkan rasa persatuan dan proses jati diri bangsa.
1. Politik untuk Kesejahteraan dan Kejayaan

7
Keberhasilan Kongres Pemuda Indonesia Kedua yang melahirkan
Sumpah Pemuda membuat perempuan Indonesia ikut berbakti pada bangsa
dan negara. Berbagai organisasi perempuan Indonesia pada tanggal 22-25
Desember 1928 di Pendopo Joyodipura, Yogyakarta menyelenggarakan
Kongres Perempuan Pertama yang di pimpin oleh Nyonya R.A. Sukanto.
Kongres tersebut menghasilkan organisasi Perserikatan Perempuan Indonesia
(PPI) yang mana pada tahun 1929 namanya berubah menjadi Perserikatan
Perhimpunan Istri Indonesia (PPII). Kongres Perempuan Pertama besar
pengaruhnya dalam membentuk identitas kebangsaan sebagai berikut :
a. Kongres Perempuan Pertama merupakan kebangkitan kesadaran nasional
di kalangan perempuan.
b. Kongres Perempuan Pertama membuka kesadaran kaum perempuan untuk
ikut berjuang dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, sosial, ekonomi,
politik, dan lain-lain.
2. Pemuda yang Berpolitik
Hasil fusi organisasi pemuda melahirkan “Indonesia Muda” pada tahun
1931. Pemerintah kolonial melarang aktivitas Indonesia Muda dalam politik.
Namun, tekanan itu disiasati oleh anggota Indonesia Muda dengan membentuk
organisasi lain. Seperti PNI baru di Malang mendirikan Suluh Pemuda
Indonesia (Marhaen), Partindo di Yogyakarta mendirikan Persatuan Pemuda
Rakyat Indonesia (Perpri), dan lain-lain.
Kegiatan kepanduan (pramuka) juga diselenggarakan dengan mengambil
asas-asas kepanduan dunia. Dari kegiatan kepanduan ini tumbuh semangat
patriotisme dan nasionalisme. Dalam hal kepanduan ini muncul kepanduan
dari Jong Java dan Pemuda Sumatra.
3. Nasionalisme yang Revolusioner
Kepemimpinan dan cita-cita Ir. Soekarno dalam hal mencapai Indonesia
merdeka sangat menggelora. Tak luput juga semua penderitaan yang di
alaminya tidak mengendorkan semangat juangnya untuk mencapai Indonesia
merdeka.
Pidato pembelaan bung karno “Indonesia Menggugat” telah ikut
membangun kesadaran tentang dampak penjajahan imperialisme modern yang
akan membawa kesengsaraan dan penderitaan rakyat. Oleh karena itu, setiap

8
organisasi dan partai yang berjiwa kemerdekaan akan menolak dan melakukan
perlawanan terhadap kekejaman penjajah dan imperialisme.

4. Perjuangan di Volksraad
Kata “volksraad” berasal dari bahasa Belanda, artinya Dewan Rakyat, yaitu
semacam Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda. Volksraad yang
disetujui pembentukannya pada 16 Desember 1916, tetapi terlaksan 18 Mei
1918 oleh Gubernur Jenderal van Limburgstirum. Prosesnya diawali dengan
pembetukan Dewan Kabupaten (Haminte Kota), ketentuannya setiap 500
orang Indonesia berhak memilih Wali Pemilih (Kaesman). Kemudian Wali
Pemilih inilah yang berhak memilih sebagian anggota Dewan Kabupaten.
Setiap provinsi mempunyai Dewan Provinsi yang anggotanya sebagian dipilih
oleh Dewan Kabupaten (Haminte Kota) di wilayah provinsi tersebut.
Mayoritas anggota dewan provinsi berasal dari bangsa Belanda inilah yang
diangkat oleh gubernur jendral sebagai anggota Volksraad. Prosesnya yang
berbelit dan tidak tampak keberpihakan kepada rakyat Indonesia inilah yang
memicu sentimen negatif terhadap Volksraad, terutama dari gerakan kiri
Indonesia.
Untuk melanjutkan perjuangan setelah pimpinan PNI ditangkap
dibentuklah fraksi baru dalam volksraad yang bernama Fraksi Nasional, pada
Januari 1930 di Jakarta. Fraksi itu diketuai oleh Muhammad Husni Tamrin
yang beranggotakan 10 orang dari Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Tujuan
dari organisasi itu adalah menjamin kemerdekaan Indonesia dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya.
Mulai saat itu anggota Volksraad dari bangsa Indonesia semakin radikal.
Pada tahun 1936 Fraksi Nasional menolak kebijakan Gubernur Jenderal De
Jonge yang membuat susah kaum pekerja akibat krisis ekonomi dunia
(Malaise). Namun, reaksi dari Fraksi Nasional dipatahkan pemerintah
kolonial. Tekanan terhadap Fraksi Nasional makin berat ketika keluar rencana
UU Kewajiban Milisi bagi penduduk Pribumi Non-Belanda.
Hal ini ditangkap dan disuarakan anggota Volksraad yang juga ketua
Persatuan Pegawai Bestafuur/Pamongpraja Bumiputra (PPBB) bernama
Soertarjo Kartohadikoesoemo. Beliau pada tanggal 15 Juli 1936 mengajukan
petisi kepada Ratu Wilhelmina dan Staaten Generaal (Perlemen) di Belanda.
9
Itu sebabnya petisi tersebut kemudian dikenal sebagai “ Petisi Soertadjo” .
petisi juga ditandatagani oleh I.J.Kasimo, G.S.S.J. Ratulangi, Datuk
Tumenggung, dan Ko Kwat Tiong. Petisi berisi tuntutan agar segera
diselenggrakan koferensi utuk megatur otonomi Indonesia dalam sebuah Uni
Indonesia-Belanda selama kurun waktu sepuluh tahun. Sayangnya petisi itu
juga ditolak pemerintah kerajaan Belanda.
5. Akhir Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda di Indonesia
Tanda-tanda runtuhnya pemerintahan Hindia Belanda semakin menguat
ketika berkobar Perang Dunia II di Eropa yang ditandai dengan penyerbuan
Jerman atas Polandia pada tanggal 1 September 1939, kemudian Jerman yang
pada saat itu dipimpin oleh Hitler menyerbu negeri Belanda pada tanggal 10
Mei 1940 yang menyebabkan pemerintah Belanda lari ke pengasingan ke
London.
Pada 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan oleh
pihak Jepang. Dengan demikian, bukan saja de facto, melainkan juga de jure,
seluruh wilayah bekas Hindia Belanda sejak itu berada di bawah kekuasaan
dan administrasi Jepang. Berakhirlah kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai