Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TAUHID DAN URGENSINYA

DOSEN:Drs.Awaludin, M.Pd.I.

Nama : Dito Kurniawan

NIM : 190901011

JURUSAN :ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
Daftar Isi

A. Pendahuluan
B. Pengertian Tauhid
1. Tauhid Rububiyah
2. Tauhid Uluhiyah
3. Makna Tauhid Asma wa Sifat

C. Makna Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah ()


1. Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah ()
2. Konsekuensi laa ilaaha illa-Allah

D. Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan


E. Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid
1. Ahli Tauhid Mendapatkan Keamanan dan Petunjuk
2. Ahli Tauhid Djamin Masuk Surga.
3. Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka
4. Ahli Tauhid Diampuni Dosa-dosanya.
5. Jaminan Bagi Masyarakan yang Bertauhid

E. Penutup
A. Pendahuluan
  Dalam bab ini akan dibahas mengenai Tauhid dan Urgensinya bagi Kehidupan
Manusia. Dari pembahasan ini diharapkan memiliki pemahaman tentang hal-hal
berikut:
1. Pengertian Tauhid,
2. Makna laa ilaaha illa-Allah dan konsekuensinya dalam kehidupan,
3. Tauhid sebagai landasan kehidupan,
4. Jaminan Allah bagi ahli Tauhid.

B. Pengertian Tauhid
  Secara bahasa, tauhid berasal dari kata dasar yang maknanya sesuatu itu satu
(esa). Sedangkan secara syar’i tauhid bermakna mengesakan Allah dalam ibadah,
bersamaan dengan keyakinan keesaanNya dalam dzat, sifat dan perbuatan-
perbuatanNya.

Pembagian Tauhid
  Tauhid menurut ulama dibagi menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid
uluhiyah dan tauhid asma wa sifat¹.

1.Tauhid Rububiyah
   Artinya kita meyakini keesaan Allah dalam hal penciptaan, pemilik, pengatur,
pemberi rizeki dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Keyakinan seperti iini
juga diyakini oleh kaum  musyrikin Makkah sebagai firman Allah:

َ ‫ت َوي ُْخ ِر ُج ْال َمي‬


‫ِّت‬ ِ ‫ار َو َمنْ ي ُْخ ِر ُج ْال َحيَّ م َِن ْال َم ِّي‬ َ ‫ك ال َّسم َْع َواأْل َب‬
َ ‫ْص‬ ِ ْ‫قُ ْل َمنْ َيرْ ُزقُ ُك ْم م َِن ال َّس َما ِء َواأْل َر‬
ُ ِ‫ض أَمَّنْ َيمْ ل‬
َ َ ‫م َِن ْال َحيِّ َو َمنْ يُدَ ِّب ُر اأْل‬
‫مْر‬
Artinya : “Katakanlah: siapa yang member rezeki kepadamu dari langit dan bumi,
atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan pengelihatan dan
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan ? Maka mereka (musyrikin
Makkah) menjawab : “Allah”. Maka katakanlah (hai Muhammad) “mengapa kamu
tidak bertakwa kepada-Nya”. (QS. Yunus:31).
   Ayat diatas senada dengan ayat dalam surat Al-Mu’minun: 84-89, Az-Zumar:38, 
Az-Zukhruf: 87 terkait orang-orang musyrik Makkah yang meyakini tauhid
rububiyah, namun mereka tetap diklasifikasikan sebagai kaum musyrikin oleh
Allah dan Rasul-Nya.
  Hal itu karena hati manusia telah difitrahkan untuk mengakui rububiyyah Allah
SWT, sehingga orang yang meyakininya belum menjadi ahli tauhid sebelum dia
beriman kepada tauhid yang kedua. Hal ini menegaskan bahwa seseorang tidak
dikatakan beriman dengan hanya meyakini tauhid rububiyah.

2. Tauhid Uluhiyah
   Artinya kita meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak disembah
(diibadahi). Ibadah di sini adalah istilah yang meliputi segala apa yang Allah cintai
dan ridhai baik berupa ucapan serta amalan-amalan yang lahir maupun yang batin.
   Tauhid uluhiyyah merupakan implementasi dari kalimat tauhid “laa ilaaha illa-
Allah”. Makna kalimat ini adalah tidak ada sesembahan yang hak untuk disembah
melainkan Allah. Kalimat tauhid ini mengandung dua unsur yaitu unsur penolakan
segala bentuk sesembahan selain Allah serta menetapkan segala bentuk ibadah
ditunjukan hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dari
pengutusan para rasul seperti yang termasuk dalam firman Allah:
Artinya : “Dan tidaklah kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu
melainkan kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada sesembahan (yang
hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian”. (QS. Al-Anbiya’:
25).

  Dalam hal memahami makna “laa ilaaha illa-Allah” ada sebagian orang
memaknainya dengan ( tidak ada hakim tertinggi melainkan Allah). Ini adalah
makna yang sempit dan kurang tepat sebab dakwah Rasullullah ketika pertama kali
diutus bukan masalah hakimiyah, namun masalah tauhid ibadah dan menjauhi
kesyirikan sebagaimana firman Allah:
Artinya : “Sungguh kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat agar
mereka (memerintahkan) umatnya menyembah Allah dan menjauhi Thaghut”².
(QS. An-Nahl:36).

  Tauhid uluhiyyah adalah misi dakwah semua Rasul. Pengingkaran terhadap


tauhid inilah yang menjerumuskan umat-umat terdahulu ke dalam jurang
kehancuran. Tauhid ini adalah pembuka dan penutup agama. Ia adalah pembeda
antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, antara penduduk surga dan
penghuni neraka.

   Tauhid rububiyyah termasuk konsekuensi dari tauhid uluhiyyah, karena orang-


orang musyrik tidak menyembah tuhan yang satu. Akan tetapi, mereka
menyembah bermacam-macam tuhan dengan anggapan bahwa tuhan-tuhan
tersebut lebih mendekatkan mereka kepada Allah. Padahal mereka mengakui
bahwa tuhan-tuhan itu tidak mendatangkan mudharat dan manfaat. Karena itu,
Allah tidak menganggap mereka sebagai orang-orang mukmin, kendati mereka
mengakui tauhid uluhiyyah. Mereka tetap kafir, sebab mereka masih
menyekutukan Allah dan selain-Nya dalam beribadah.

3. Makna Tauhid Asma wa Sifat


   (meng-esakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya) ialah meyakini
secara mantab bahwa Allah menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari
segala sifat kekurangan, dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh  makhluk-Nya.
   Caranya adalah dengan menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah
yang Dia sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah dengan
tidak melakukan tahrif (pengubahan) lafazh atau maknanya, tidak ta’thil
(pengabaian) yakni menyangkal seluruh atau sebagaian nama dari sifat itu, tidak
takyif (pengadaptasian) dengan menentukan esensi dan kondisinya, dan tidak
tasybih (penyerupaan) dengan sifat-sifat makhluk.
    Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid asma wa sifat berdiri di atas tiga asas.
Barang siapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang meng-
esakan Allah dalam hal nama sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah:³
a.      meyakini bahwa Allah SWT maha suci dari kemiripan dengan makhluk
dan           
      darisegala kekurangan.
b.     Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah
atau mengabaikannya.
c.      Menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu.
Adapun asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari
kemiripan dengan mahluk dalam sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah
SWT:
Artinya : “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash:
4)

     Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya
sesuatu apa pun,”mengatakan, “Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa
Allah SWT, dalam hal keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama
serta ketinggian sifat-Nya, tidak satupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya
dan tidak pula dapat diserupai dengan makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat
disandangkan kepada Pencipta dengan kepada makhluk, pada hakikatnya esensinya
berbeda meskipun lafazhnya sama. Sebab, sifat Allah Yang tidak Berpemulaan
(qadim) pasti berbeda dengan sifat makhluk-Nya.

      Termasuk dalam asas pertama ini ialah menyucikan Allah SWT dari segala
yang bertentangan dengan sifat yang disandangkan oleh Rasullulah Saw. Jadi
mengesakan AllahcSWT dalam hal sifat-sifat-Nya menuntut seseorang Muslim
untuk meyakini bahwa Allah SWT tidak mempunyai istri, teman, tandingan,
pembantu, dan syafi’ (pemberi syafa’at), kecuali atas izin-Nya. Dan juga menuntut
seorang Muslim untuk menyucikan Allah dari sifat tidur, lelah, lemah, mati,
bodoh, zalim, lalai, lupa, kantuk, dan sifat-sifat kekurangan lainya.

       Sedangkan asas kedua, mewajibkan untuk membatasi diri pada nama-nama
dan sifat-sifat yang telah ditetapkan dal al-Qur’an dan As-Sunnah. Nama-nama dan
sifat-sifat itu harus ditetapkan berdasarkan wahyu, bukan logika. Jadi, tidak boleh
menyandangkan sifat atau nama kepada Allah SWT kecuali sejauh ditetapkan oleh
Rasulullah Saw. Sebab Allah SWT maha tau tentang Dirinya sifat-sifat-Nya, dan
nama-nama-Nya. Ia berfirman :
Artinya : “Katakanlah, kalian yang lebih tahu atau Allah ?”. (QS. Al-Baqarah :
140)

       Nah, bila Allah SWT yang lebih mengetaahui tentang Dirinya dan para Rasul-
Nya adalah orang-orang jujur dan selalu membenarkan segala informasi dari-Nya,
pasti mereka tidak akan menyampaikan selain dari apa yang diwahyukan oleh-Nya
kepada mereka. Karenanya, dalam urusan mengukuhkan atau menafikan nama-
nama dan sifat-sifat Allah SWT wajib merujuk kepada informasi dari Allah dan
Rasul-Nya.
       Sementara asas ketiga, menuntut manusia yang mukallaf untuk mengimani
sifat-sifat dan nama-nama yang ditegaskan oleh al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa
bertanya tentang kaifiyyah (kondisi)-Nya, dan tidak pula tentang esensinya. Sebab,
mengetahui kaifiyyah sifat hanya akan dicapai mankala mengetahui kaifiyyah
Dzat. Padahal Dzat Allah SWT tidak berhak dipertanyakan esensi dan kaifiyyah-
Nya.
       
Karena itu, ketika para ulama salaf ditanya tentang kaifiyyah istiwa’ (cara Allah
SWT bersemayam), mereka menjawab’ “Istiwa’ itu sudah dipahami, sedang cara-
caranya tidak diketahui; mengimani istiwa’ adalah wajib dan bertanya tentangnya
adalah bid’ah.”
        
Jika ada seseorang bertanya kepada kita, ”Bagaimana cara Allah SWT turun ke
langit dunia ?” Maka kita tanyakan kepadanya,”Bagaimana dia ?” jika ia
mengatakan, “Saya tidak tau kaifiyyah Dia”. Maka kita jawab  “ Makanya kita
tidak tau kaifiyyah turunya Allah. Sebab untuk mengetahui kaifiyyah sifat harus
mengetahui terlebih dahulu kaifiyyah dzat yang disifsti itu. Karena, sifat itu adalah
cabang dan mengikuti yang disifati. Maka, bagaimana Anda menuntut istiwa’,
padahal Anda tidak tahu bagaimana kaifiyyah Dzat-Nya. Jika Anda mengakui
bahwa Allah SWT adalah wujud yang hakiki yang pasti memiliki segala sifat
kesempurnaan dan tidak ada yang menandinginya, maka mendengar, melihat,
berbicara dan turunya Allah tidak dapat digambarkan dan tidak bisa disamakan
dengan mahluk-Nya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa tauhid asmawa sifat ini dapat
rusak dengan
beberapa hal berikut :

1.      Tasybih, yakni menyerupakn sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Seperti


yang dilakukan orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih bin Maryam
dengan Allah SWT, orang Yahuda menyerupakan ‘Uzair dengan Allah, orang-
orang musyrik menyerupakan patung-patung mereka dengan Allah, dan beberapa
kelompok yang menyerupakan wajah Allah dengan wajah makhluk , tangan Allah
dengan tangan makhluk, pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk, dan
lain sebagainya.
2.      Tahrif, yaitu mengubah atau mengganti. Artinya mengubah lafazh-lafazh nama
Allah SWT dengan menambah atau mengurangi atau mengubah artinya, yang oleh
para ahli bid’ah diklaim sebagai takwil, yaitu memahami satu lafazh dengan makna
yang rusak dan tidak sejalan dengan makna yang digunakan dalam bahasa Arab.
Seperti pengubahan kata dalam firman Allah SWT “Wakallamallahu musa
taklima” menjadi “Wakallamallaha”. Dengan demikian, mereka bermaksud
menafikan sifat kalam (berbicara) dari Allah SWT.
3.      Ta’thil (pengabaian, membuat tidak berfungsi). Yakni menampik sifat Allah dan
menyagkal keberadaannya pada Dzat Allah SWT, semisal menampik
kesempurnaan-Nya dengan cara membantah nama-nama dan sifat-sifat-Nya; tidak
melakukan ibadah kepada-Nya, atau menampik sesuatu sebagai ciptaan Allah
SWT, seperti orang yang menyatakan bahwa makhluk-makhluk ini qadim (tidak
berpermulaan dan menyangkal bahwa Allah telah menciptakan dan membuatnya).
4.      Takyif (menentukan kondisi dan menetapkan esensinya). Metode dalam memahami
nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa
melakukan tasybih, tahrif, ta’thil dan takyif ini merupakan mazhab salaf. Asy-
Syaikani mengatakan,  “Sesungguhnya, mazhab salaf, yakni kalangan sahabat,
tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in, adalah memberlakukan dalil-dalil tentang sifat-sifat
Allah SWT sesuai dengan zhahirnya tanpa melakukan tahrif, ta’wil yang
dipaksakan, dan tidak pula ta’thil yang mengakibatkan terjadinya banyak ta’wil.
Dan jika mereka ditanya tentang sifat-sifat Allah SWT, mereka membacakan dalil
lalu menahan diri dari mengatakan pendapat itu dan ini seraya mengatakan bahwa
mereka tidak mengetahui lebih dari itu.
Ulama salaf tidak akan memaksakan diri untuk berbicara apa yang tidak mereka
ketahui dan apa yang tidak yang tidak Allah SWT izinkan untuk meraka lampaui.
Jika ada seorang penanya menginginkan penjelasan melebihi dari zahir, maka
mereka segera mencegahnya dari apa yang tidak mungkin merfeka capai selain
terjerumus dalam bid’ah dan melarangnya dari hal yang tidak tidak diajarkan
Rasulullah SAW, tidak pula oleh sahabat dan tabi’in. 

C. Makna Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah ()


Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah mengandung dua makna, yaitu makna
penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna
menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Dia
semata. Berkaitan dengan kalimatini Allah SWT berfirman :
ُ ‫فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ اَل إِ ٰلَهَ إِاَّل هَّللا‬
Artinya :"Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang
benar selain Allah". (Qs. Muhammad : 19)
Berdasarkan ayat di atas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib
hukumnya dan mesti didahulukan dari pada rukun-rukun Islam yang lain.
Rasulullah SAW juga menegaskan :"Barang siapa yang mengucapkan laa ilaaha
illa-Allah dengan ikhlas maka akan masuk ke datang surga."(HR. Ahmacl). Yang
dimaksud dengan ikhlas di sini adalah memahami, mengamalkan dan
mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya.

Rasulullah sendiri mengajak paman beliau Abu Thalib menjelang detik-detik


kematiannya dengan ajakan :"Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illa-Allah,
sebuah kalimat yang aku akan jadikan ia sebagai nutfah di hadapan Allah". Akan
tetapi, Abu Thalib enggan untuk  mengucapkan dan meninggal datam keadaan
musyrik.
Selama 13 tahun di Makkah. Nabi Muhammad SAW mengaiak orang-orang
dengan perkataan beliau :"Katakan laa ilaaha illa-Allah”.Kemudian orang-orang
kafir menjawab :"Beribadah kepada sesembahan yang satu. Tidak pernah kami
dengar dari orang tua kami". Orang Quraisy di zaman Rasulullah sangat paham
makna kalimat tersebut, dan barang siapa yang mengucapkannya tidak akan
menyeru/berdoa kepada selain Allah.

1. Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah ()


Bersaksi dengan laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat.Tanpa syarat-syarat itu kesaksian
tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya. Secara singkat tujuh syarat itu ialah :
1. ‘ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)
2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)
3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)
4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)
5. Ikhlash, yang menafikan syirik
6. Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)
7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :

Syarat pertama :'llmu (Mengetahui)


Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang
ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal tersebut.
‫ون‬ ِّ ‫ون ِم ْن ُدونِ ِه ال َّشفَا َعةَ إِال َم ْن َش ِه َد بِ ْال َح‬
َ ‫ق َوهُ ْم يَ ْعلَ ُم‬ َ ‫ك الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْد ُع‬ ُ ِ‫َوال يَ ْمل‬
Artinya :"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi
syafaat ; akan tetapi (orang yang dapat nemberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak
(tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf : 86)
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illa Allah dan memahami dengan hatinya apa
yang diikrarkan oleh lisannya seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa
maknanya, maka persaksiaan itu tidak sah dan tidak berguna.

Syarat kedua: Yaqin (yakin)


Orang yang mengingkarkannya harus meyakini kandungan kalimat laa ilaaha illa-Allah itu.
Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah SWT berfirman:
‫ ِه ْم فِي‬u ‫أ َ ْم َوالِ ِه ْم َوأَ ْنفُ ِس‬uu‫ ُدوا ِب‬u َ‫ابُوا َو َجاه‬uuَ‫ين آ َمنُوا ِباهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه ثُ َّم لَ ْم يَرْ ت‬ َ ُ‫إِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫ون الَّ ِذ‬
َ ُ‫ك هُ ُم الصَّا ِدق‬
‫ون‬ َ ِ‫يل هَّللا ِ ۚ أُو ٰلَئ‬
ِ ِ‫َسب‬
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu", (Qs. Al-Hujurat : 15)
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad Saw besabda:”Siapa yang engkau
temui di balik tembok (kebun) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati
yang menyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) surga” (HR. Al-Bukhari).
Maka siapa yang tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.

Syarat ketiga: Qabul (Menerima)


Menerima kandungan dan konsekuensi dari laa ilaaha illa-Allah, menyembah Allah semata dan
meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa yang mengucapkannya, tetapi tidak menerima
dan mentaati, maka ia germasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
ِ uَ‫ون أَئِنَّا لَت‬u
‫ا ِع ٍر‬u ‫ا لِ َش‬uuَ‫ار ُكو آلِهَتِن‬u َ ‫تَ ْكبِر‬u ‫هَ إِاَّل هَّللا ُ يَ ْس‬u َ‫ل لَهُ ْم اَل إِل‬u
َ uُ‫ُون َويَقُول‬ َ u‫انُوا إِ َذا قِي‬uu‫إِنَّهُ ْم َك‬
‫َمجْ نُو ٍن‬
Artinya : “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illa-
Allah”(Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan
mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembah-sembahan kami
karena seorang penyair gila?”.(QS. Ash-Shafat: 35-36)

Syarat keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh)


Allah SWT berfirman:
۞ ُ‫ك بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَ ٰى ۗ َوإِلَى هَّللا ِ َعاقِبَة‬
َ ‫َو َم ْن يُ ْسلِ ْم َوجْ هَهُ إِلَى هَّللا ِ َوهُ َو ُمحْ ِس ٌن فَقَ ِد ا ْستَ ْم َس‬
ُ
ِ ‫اأْل ُم‬
‫ور‬
Artinya : “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang
berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh”.(QS.
Luqman : 22)

Syarat kelima: Shidq (Jujur)


Yaitu mengucapakan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga membenarkannya. Manakala
lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta. Allah
SWT berfirman:
‫ ِد ُع ْو َن ٱهللَ َوٱلَّ ِذي َْن‬u‫ؤ ِمنِي َْن ۝ي ُٰخ‬u ٰ ‫َو ِم َن ٱلنَّاس م ْن يَّقُ ْو ُل ٰأمنَّابٱهللِ َوب ْٱليَ ْوم‬
ْ u‫اهُ ْم بِ ُم‬uu‫ ِر َو َم‬u‫ٱأل ِخ‬ ِ ِ ِ َ َ ِ
ۖ ‫ا‬u‫ض‬ً ‫هُ َم َر‬u‫زا َدهُ ُم ٱڶڶ‬u َ َ‫وبِ ِه ْم َّم َرضٌ ف‬u‫ٰأ َمنُ ْوا َو َمايَ ْخ َد ُع ْو َن إِآل أنف َسهُ ْم َو َمايَش ُعر ُْو َن ۝فِى قڶ‬
ُ ُ ْ ُ ْ َ
‫َوڶَهُ ْم َع َذابٌ أَڶِ ْي ٌم بِ َما َكنُ ْو يَ ْك ِذب ُْو َن‬
Artinya : “Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak
menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri
sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya;
dan bagi mereka siska yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.(QS. Al-Baqarah: 8-10)

Syarat keenam : Ikhlas


Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syrik, dengan jalan tidak mengucapkannya
karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadis Rasulullah
dikatakan:”Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha
illa-Allah karena mengiginkan ridha Allah”.(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Syarat ketujuh : Mahabbah (Kecintaan)
Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orang-orang yang
mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman:
ۗ ِ ‫ًّا هَّلِل‬u¨‫ ُّد ُحًب‬u‫وا أَ َش‬uuُ‫ين آ َمن‬
َ ‫ َدادًا يُ ِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا ِ ۖ َوالَّ ِذ‬u‫ون هَّللا ِ أَ ْن‬
ِ ‫ ُذ ِم ْن ُد‬u‫اس َم ْن يَتَّ ِخ‬
ِ َّ‫َو ِم َن الن‬
‫ب‬ِ ‫اب أَ َّن ْالقُ َّوةَ هَّلِل ِ َج ِميعًا َوأَ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال َع َذا‬
َ ‫ظلَ ُموا إِ ْذ يَ َر ْو َن ْال َع َذ‬َ ‫ين‬ َ ‫َولَ ْو يَ َرى الَّ ِذ‬
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tanding-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah”.(QS. Al-Baqarah: 165)
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih sedangkan ahli syrik mencintai
Allah dan mencintai yang lain. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illa-
Allah.

2. Konsekuensi laa ilaaha illa-Allah


Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan sebagai
keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan beribadah kepada Allah semata tanpa unsur
kesyirikan sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan ilaa-Allah.
Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehungga mereka
menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa makhluk, kuburan, pepohonan,
bebatuan serta para thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang tersebut mengamalkan apa yang
diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.

D. Tauhid sebagai Landasan bagi Semua Aspek kehidupan


            Tauhid dalam pandangan islam merupakan akar yang melandasi setiap aktivitas manusia.
Kekokohan dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya pandangan, timbulnya semangat
beramal dan lahirnya sikap optimistik. Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai sumber
segala perbuatan (amal shalih) manusia.
            Sebetulnya formulasi tauhid terletak pada realitas sosial. Adapun bentuknya, tauhid
menjadi titik sentral dalam melandasi dan mendasari aktivitas. Tauhid harus diterjemahkan ke
dalam realitas historis-empiris. Tauhid harusnya dapat menjawab semua problematika kehidupan
modernitas, dan merupakan senjata pamungkas yang mampu memberikan alternatif yang lebih
anggun dan segar.
            Tujuan tauhid adalah memanusiakan manusia. Itu sebabnya, dehumanisasi merupakan
tantangan tauhid yang harus dikembalikan kepada tujuan tauhid, yaitu memberikan perubahan
terhadap masyarakat. Perubahan itu didasarkan pada cita-cita profetik yang diderivasikan dari
misi historis sebagaimana tertera dalam firman Allah:
َ ُ‫ُوف َوتَ ْنهَ ْو َن َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُ ْؤ ِمن‬
ِ ‫ون بِاهَّلل‬ َ ‫اس تَأْ ُمر‬
ِ ‫ُون بِ ْال َم ْعر‬ uْ ‫ُك ْنتُ ْم َخي َْر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬
Artinya :“Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan
kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah”.(QS. Ali’Imran: 110).
Kuntowijoyo memberikan tiga muatan dalam ayat di atas sebagai karakteristik ilmu sosial
profetik, yakni kandungan nilai humanisasi, liberasi dan transendensi. Tujuannya supaya
diarahkan untuk merekayasa masyarakat menuju cita-cita sosial-etiknya di masa depan. 

E. Jaminan Allah Bagi Ahli Tauhid


            Tidak diragukan lagi bawa tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam  Islam.
Oleh karena itu, bagi siapa yang mampu  merealisasikan tauhid dengan benar akan mendapat
beberapa keistimewaan. Bagi orang-orang yang termasuk ahli tauhid, Allah janjikan banyak
sekali kebahagian,baik di dunia, lebih-lebih di akhirat. Itu semua hanya khusus diberikan bagi
ahli tauhid.

1.      Ahli Tauhid Mendapatkan Keamanan dan Petunjuk


            Seorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa aman dan petunjuk. Allah
SWT menegaskan dalam firman-Nya :
Tَ ‫ظ ْل ٍم أُو َلئ‬
َ ‫ِك َل ُه ُم األمْ نُ َو ُه ْم ُم ْه َت ُد‬
‫ون‬ ُ ‫ِين آ َم ُنوا َو َل ْم َي ْل ِبسُوا إِي َما َن ُه ْم ِب‬
َ ‫الَّذ‬
            Artinya : “ Orang-orang yang beriman dan  tidak mencampuradukan  iman meraka
dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapa keamanan dan  mereka itu adalah –
orang-orang yang mendapatkan petunjuk’. (QS. Al-An’am: 82).
            Kezhaliman  meliputi tiga perkara, yaitu kezhaliman terhadap hak  Allah yaitu dengan
berbuat syirik, kezhaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat maksiat, dan
kezhaliman seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya orang lain.
            Kezhaliman adalah menempatkan  sesuatu  tidak  pada tempatnya. Kesyirikan disebut
kezhaliman karna menunjukan ibadah  kepada yang  tidak berhak menerimanya. Ini merupakan
kezhaliman yang paling zhalim. Hal ini karena pelaku syirik menunjukan ibadah kepada yang
tidak berhak menerimanya, mereka menyamakan Al-Khaliq (Sang Pencipta) dengan makhluk,
menyamakan yang lemah dengan  Maha Perkasa.
            Yang dimaksud  dengan kezhaliman dalam ayat di atas adalah syirik, sebagaimana
dijelaskan oleh Rasulallah SAW ketika menafsirkan ayat ini. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu
mengatakan, “ Ketika ayat ini turun,terasa beratlah di hati para sahabat, mereka mengatakan
siapakah di antara kita yang tidak pernah menzhalimi dri sendiri (berbuat maksiat), maka
rasulallah SAW bersabda : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: “ Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya , mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.(QS.
Lukman : 13)”
            Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan keimanan mereka dengan
kezhaliman (kesyirikan). Mereka akan mendapatkan rasa aman di dunia dan di akhirat serta
mendapatkan keamanan di dunia berupa ketenangan hati, dan keamanan di akhirat dari hal-hal
yang ditakti yang akan terjadi di Hari Akhir. Petunjuk yang mereka dapatkan di dunia berupa
ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, sedangkan petunjuk diakhirat berupa petunjuk yang
mereka dapatkan sesuai dengan kadar tauhidnya. Semakin sempurna Tauhid seseorang, semakin
besar keamanan dan petunjuk yang akan diperoleh.

2.      Ahli Tauhid Djamin Masuk Surga.


Rasulullah SAW bersabda :
َّ‫يك َل ُه َوأَنَّ م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرسُولُ ُه َوأَن‬ َ ‫ اَل َش ِر‬Tُ‫َمنْ َش ِهدَ أَنْ اَل إِ َل َه إِاَّل هَّللا ُ َوحْ دَ ه‬
‫ه َو َكلِ َم ُت ُه أَ ْل َقا َها‬Tُ ُ‫يسى َع ْب ُد هَّللا ِ َو َرسُول‬َ ِ‫ع‬
ْ‫ان ِمن‬ َ ‫إِ َلى َمرْ َي َم َورُو ٌح ِم ْن ُه َو ْال َج َّن ُة َح ٌّق َوال َّنا ُر َح ٌّق أَ ْد َخ َل ُه هَّللا ُ ْال َج َّن َة َع َلى َما َك‬
‫ْال َع َم ِل‬
Artinya :” Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembah) yang
berhak disembah selain allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saksi bahwa Muhammad 
adalah  hamba dan rosul-Nya, dan ‘Isa adalah  hamba dan rasul-Nya, dan kalimat yang
disampaikan-Nya kepada Maryam  serta ruh dari-Nya dan bersaksi bawha surga dan neraka
benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang telah
dikerjakannya”.
            Ini merupakan janji dari Allah SAW untuk ahli Tauhid bawha mereka akan dimasukkan
ke dalam surga. Ahli Tauhid adalah mereka yang bersyahadat (bersaksi) dengan persaksian  yang
disebut dalam  hadis diatas. Maksud syahadat yang benar harus terkandung tiga hal, yaitu
mengucapkannya dengan lisan, memahami maknanya, dan mengamalkan segala
konsekuensinya. Tidak cukup hanya sekedar mengucapkan saja.
            Sesuai amal yang telah dikerjakannya ada dua tafsiran :
            Pertama, mereka akan masuk surga walaupun memiliki dosa-dosa selain syirik karena
dosa-dosa selain syirik tersebut tidak menghalanginya untuk masuk ke dalam surga, baik masuk
surga secara langsung maupun sempat diazab di neraka lalu akhirnya masuk surga. Ini
merupakan keutamaan tauhid yang dapat menghapuskan dosa-dosa dengan izin Allah dang
mnghalangi seseorang dengan amal shalihnya.
            Kedua, ,mereka akan masuk surga, namun kedudukan mereka dalam surga sesuai dengan
amalan merka, karena kedudukan seseorang di surga bertingkat-tingkat sesuai amal shalihanya.

3. Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka


            Sungguh, neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Betapa bahagianya seseorang
yang tidak mnjadi penghuni neraka. Hal ini akan didapatkan oleh sesorang yang bertauhid
dengan benar. Sabda Rasullalah SAW:
ِ ‫ار َمنْ َقا َل الَ إِ َل َه إِالَّ هَّللا ُ َي ْب َت ِغيْ ِب َذل َِك َوجْ َه هَّللا‬
ِ ‫ َفإِنَّ هَّللا َ َق ْد َحرَّ َم َع َلى ال َّن‬.
            Artinya : “ Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang menatakan La
ilaaha illa-Allah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah Allah. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
            Pengharaman dari neraka ada dua bentuk. Pertama, diharamkan masuk neraka secara
mutlak dalam arti dia tidak akan pernah masuk neraka sama sekali. Boleh jadi dia mempunyai
dosa, lalu Allah SWT mengampuninnya atau  dia termasuk golongan orang-orang yang masuk
surga tanpa hisab dan tanpa azab. Kedua, diharamkan kekal masuk neraka dalam arti dikeluarkan
dari neraka setelah sempat dimasukkan ke dalamnya selama beberapa waktu.

4. Ahli Tauhid Diampuni Dosa-dosanya.


            Hidup kita tidak luput dari gelimbang dosa dan maksiat. Karena itu pengampunan dosa
adaalah sesuatu yang sangat kita harapkan. Dengan melaksanakan tauhid swcara benar, menjadi
sebab terbesar dapat menghapus dosa-dosa kita. Rasulallah SAW bersabda :
            Yang Artinya : “ Allah berfirman : ‘ Wahai anak adam, sesungguhnya sekiranya kamu
kamu datang pada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi, keumdian kamu datang kepada-Ku tanpa
menyrkutukan sesuatu pun dengan-Ku, maka aku akan mendtangimu dengan ampun sepenuh
bumi pula”. (HR. Tirmidzi)
            Dalam hadist ini Rasulallah mengabarkan tentang luasnya keutamaan dan rahmat Allah.
Allah akan menghapus dosa-dosa yang besar sekalipun selama itu bukan dosa syirik. Semakna
dengan hadist ini seperti difirmankan Allah :

ْ‫ ِرك‬TT‫ون َذل َِك لِ َمنْ َي َشا ُء َو َمنْ ي ُْش‬


             َ ‫إِنَّ هَّللا َ اَل َي ْغ ِف ُر أَنْ ُي ْش َر‬
َ ‫ك ِب ِه َو َي ْغ ِف ُر َما ُد‬
‫ِباهَّلل ِ َف َق ِد ا ْف َت َرى إِ ْثمًا عَظِ يمًا‬
            Artinya :’ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang lain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya,
Barangsiapa siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar”. (QS. An-Nisaa’:48)

5. Jaminan Bagi Masyarakan yang Bertauhid


            Kebaikan tauhid ternyata tidak hanya bermanfaat bagi individu. Jika
sesuatu masyarakat benar-benar merealisasikan tauhid dalam kehidupan mereka,
Allah SWT akan memberikan jaminan bagi mereka
            Sebagaimana friman-Nya Yang Artinya :
            “ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan merka berkuasa di muka bumi, sebagaimanan Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah dirikhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu
apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka
merka itulah orang-orang yang fasik”.(QS. An-Nur:55)
            Dalam ayat di atas Allah SWT memberikan bebrapa jaminan bagi sesuatu
masyarakat yang mau mengimplementasikan nilai-nilai ketauhidan dalam
kehidupan, yaitu mendapat kekuasaan di muka bumi, mendapat kemantapan dan
keteguhan dalam beragama, serta mndapat keamanan dan dijauhkan rasa takut.
            Dalam ayat di atas Allah SWT memebrikan beberapa jaminan bagi suatu
masyarakat yang mau mengimplementasikan nila-nilai ketauhidan dalam
kehidupan, yaitu mendapat kekuasaan di muka bumi, mendapat kemantapan dan
keteguhan dalam beragama, serta mndapat keamanan dan dijaukan dari rasa takut.
            Demikian sebagian di antara jaminan yang akan didapatkan oleh ahli
tauhid. Mengutip Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, termasuk keutamaan Tauhid
adalah :
            a. Dapat menghapus dosa-dosa.
            b. Merupakan faktor terbesar dalam melapangkan berbagai kesusuhan serta
bisa menjadi penangkal dari berbagai akibat buruk dalam kehidupan dunia dan
akhirat.
            c. Mencegah kekekalan dalam api neraka meskipun dalam hati hanya
tertanam keimanan sebesar biji sawi. Juga mencegah masuk neraka secara mutlak
bila dia menyempurnakan dalam hati. Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling
mulia.
            d. Merupakan sebab satu-satunya untuk menggapai ridha Allah SWT dan
pahala-Nya. Orang yang paling bahagia dalam memperoleh syafaat Rasulallah
adalah mengucapkan laa ilaaha illa-Allah dengan ikhlas dari hatinya.
            e. Penerimaan seluruh amalan dan ucapan baik yang tampak dan yang
tersembunyi           tergantung kepada tauhid seseorang. Demikian pula
penyempurnaan dan pemberian ganjarannya. Perkara-perkara ini menjadi
sempurna dan lengkap tatkala tauhid dan keikhlasan kepada Allah SWT menguat.
Ini termasuk keutamaan tauhid yang paling besar.
            f. Memudahkan seorang hamba untuk melakukan kebaikan-kebaikan dan
meninggalkan kemungkaran-kemungkaran serta menghibur tatkala menghadapi
berbagai musibah. Sesorang yang ikhlas kepada Allah SWT dalam beriman dan
bertauhid akan merasa ringan untuk melakukan ketaatan-ketaatan karena dia
menghadapkan pahala dan keridhaan Rabb-Nya.
            g. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang, Allah menjadikannya
mencintai keimanan. Kemudian Allah menjadikan orang tersebut membenci
kekafiran,   kefasikan, dan kemaksiatan. Juga Allah akan menggolongkan ke dalam
orang-orang yang terbimbing.
            h. Meringankan segala kesulitan dan rasa sakit. Semua itu sesuai dengan
menyempurnakan tauhid dan iman yang dilakukan oleh seorang hamba. Sesuai
pula dengan sikap seseorang hamba saat menerima segala kesulitan dan rasa sakit
dengan hati yang lapang, jiwa yang tenang, dan ridha terhadap ketentuan-
ketentuan-Nya.
            i. Melepaskan seorang hamba dari ketergantungan dan pengharapan kepada
makhluk. Inilah keagungan dan kemuliaan yang hakiki. Bersamaan dengan itu dia
hanya beribadah dan menghambakan diri kepada Allah, dengan mengharap hanya
kepada  Allah.
            j. Bila tauhid sempurna dalam hati seseorang dan terealisasi lengkap
dengan  keikhlasan, amal yang sedikit akan berubah menjadi banyak. Segenap
amal dan ucapan berlipat ganda tanpa batas dan hitungan. Kalimat ikhlas menjadi
berat dalam timbangan amal sehingga tidak terimbangi oleh langit dan bumi
beserta seluruh   penghuninya.
            k. Allah SWT menjamin kemenangan, pertolonga, kemuliaan, kemudahan
danpetunjuk d dunia bagi pemilik tauhid, Cukup banyak dalil yang menguatkan
keterangan ini baik dari Al- Qur’an maupun As-Sunnah.
                        Dengan demikian cukup besar dan banyak keutamaan yang Allah
limpahkan  bagi para hamba-Nya yang bertauhid, Sangat beruntung orang yang
bisa menggapai seluruh keutamaannya. Namun keberhasilan total hanya milik
orang-orang yang mampu menyempurnakan tauhid sepenuhnya. Tentu manusia
bertingkat-tingkat dalam wujud tauhid kepada Allah SWT. Mereka tidak berada
pada satu tingkatan. Masing-masing menggapai keutamaan tauhid sesuai dengan
prestasi dalam menerapkan tauhid.

E. Penutup
            Setiap muslim hendak meyakini bahwa tauhid adalah dasart Islam yang paling agung dan
istimewa. Jika tauhid yang murni terealisasikan dalam hidup seseorang, baik pribadi maupun
jama’ah, akan memetik buah yang amat manis. Di antara buah yang didapat adalah
memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda
atau makhluk lainnya, juka akan memebentuk keperibadian yang kokoh.
            Karena itu, siapa pun yang mampu mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dengan benar
dalam segala aktivitasnya, niscaya mendapat ketauhidan dengan benar dalam segala aktivitasnya,
niscaya mendapat banyak keistimewaan. Allah SWT menjanjikan bagi para ahli Tauhid aneka
kebahagiaan, baik di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak.

           
DAFTAR PUSTAKA

Aziz.Abdul,Pelajaran Tauhid Untuk Pemula, Terj. Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Jakarta:
Yayasan Al-sofwa, 2000

Source : https://maswanuldwim.blogspot.com/2017/05/tauhid-dan-urgensinya-bagi-
kehidupan.html

Anda mungkin juga menyukai