Anda di halaman 1dari 3

Pengertian

1. Etika Organisasi
Hurt et al (2008) menyatakan, budaya etis organisasi atau etika organisasi merupakan
pandangan luas tentang persepsi karyawan pada tindakan etis pemimpin akan pentingnya
etika di perusahaan dan memberikan penghargaan ataupun sanksi atas tindakan tidak
bermoral. Selain itu, etika organisasi merupakan salah satu variabel penting bagi seorang
pemimpin, dikarenakan mencerminkan nilai nilai yang diakui dan menjadi pedoman bagi
pelaku anggota organisasi tersebut (Sutiarsih, 2014).
Pengertian lain dari etika organisasi menurut (Martina, 2015), merupakan sistem nilai,
norma dan kepercayaan yang bersama-sama dimiliki oleh masing-masing anggota
organisasi yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota
organisasi agar terciptanya perilaku yang baik dan beretika serta menghindari tindakan-
tindakan yang dapat merugikan organisasi.

2. Etika Administrasi Negara


Berdasarkan Darwin (1999) etika Administrasi Negara dipahami sebagai seperangkat
nilai yang menjadi acuan atau penuntun tindakan birokrat dalam organisasi
pemerintahan. Etika administrasi negara memiliki fungsi sebagai pedoman, acuan,
referensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi sesuai dengan standar penilaian
apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi dinilai baik atau buruk, tidak tercela dan
terpuji.
Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat dijadikan sebagai acuan, referensi,
penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksananakan tugas dan kewenangannya antara
lain adalah:
a. Efisiensi, artinya tidak boros. Sikap, perilaku dan perbuatan birokrasi publik
dikatakan baik jika mereka efisien
b. Impersonal, maksudnya dalam melaksanakan hubungan kerjasama antara orang yang
satu dengan lainnya secara kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal,
maksudnya hubungan impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari urusan
perasaan daripada unsur rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab
berdasarkan peraturan yang ada dalam organisasi. Siapa yang salah harus diberi
sanksi dan yang berprestasi selayaknya mendapatkan penghargaan
c. Merytal system, nilai ini berkaitan dengan rekrutmen dan promosi pegawai, artinya
dalam penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak didasarkan atas kekerabatan,
namun berdasarkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), sikap (attitude),
kemampuan (capable), dan pengalaman (experience), sehingga menjadikan yang
bersangkutan cakap dan profesional dalam menjalankan  tugas dan tanggung
jawabnya dan bukan spoil system (adalah sebaliknya)
d. Responsible, nilai ini adalah berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi publik
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya
e. Accountable, nilai ini merupakan tanggung jawab yang bersifat obyektif sebab
birokrasi dikatakan akuntable bilamana mereka dinilai obyektif oleh masyarakat
karena dapat mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, sikap dan sepak
terjangnya kepada pihak mana kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki itu berasal
dan mereka dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan publik (pelayanan publik
yang professional dan dapat memberikan kepuasan publik
f. Responsiveness, artinya birokrasi publik memiliki daya tanggap terhadap keluhan,
masalah dan aspirasi masyarakat dengan cepat dipahami dan berusaha memenuhi,
tidak suka menunda – nunda waktu atau memperpanjang alur pelayanan.

3. Etika Pemerintahan
Etika pemerintahan merupakan ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai
dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Sumaryadi
(2010) menyatakan bahwa etika pemerintahan mengacu pada kode etik profesional
khusus bagi mereka yang bekerja dan untuk pemerintahan. Etika pemerintahan
melibatkan aturan dan pedoman tentang panduan bersikap dan berperilaku untuk
sejumlah kelompok yang berbeda dalam lembaga pemerintahan, termasuk para
pemimpin terpilih (seperti presiden dan kabinet menteri), DPR (seperti anggota
parlemen), staf politik dan pelayan publik.
Etika pemerintahan mencakup isu-isu kejujuran dan transparansi dalam pemerintahan,
yang pada gilirannya berurusan dengan hal-hal seperti; penyuapan (bribery); korupsi
politik (political corruption); korupsi polisi (police corruption); etika legislatif (legislatif
ethics); etika peraturan (regulatory ethics); konflik kepentingan (conflict of interest);
pemerintahan yang terbuka (open of government); etika hukum (legal ethics).

4. Etika Birokrasi
Berdasarkan Dwiyanto (2002:188) “Etika birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan
norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat”. Etika
birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok,
dan organisasinya. Etika harus diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-
benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Etika birokrasi dapat dijadikan
pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparat birokrasi
dalam menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus digunakan sebagai standar penilaian
apakah perilaku aparat birokrasi dalam menjalankan kebijakan politik dapat dikatakan
baik atau buruk.
Sumber:
Dewi, K. L. R., Edy Sujana, S. E., & Purnamawati, I. G. A. (2017). Pengaruh Budaya Etis
Organisasi, Orientasi Etika dan Gender Terhadap Sensitivitas Etika Auditor Pada
Inspektorat Pemerintah Kabupaten Bangli, Gianyar Dan Klungkung. JIMAT (Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 7(1).
Ismail. (2017). Etika Pemerintahan (Norma, Konsep, dan Praktek Etika Pemerintahan.
Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books.
Parsaoran, J. A. (2017, Desember 13). Etika dan Moral Administrasi Negara. Retrieved from
Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Provinsi Bangka Belitung:
https://bkpsdmd.babelprov.go.id/content/etika-dan-moral-administrasi-negara
Podungge, R. (2010). Mewujudkan Birokrasi yang Mengedepankan Etika Pelayanan Publik. 

Anda mungkin juga menyukai